"Gambar pakai tangan kiri?" Safira terkesima. "Rara, kamu terlalu hebat."Yara mendesah pelan. "Kehidupan memaksaku."Candra mendecakkan lidahnya dua kali. "Aku pun nggak mungkin bisa walaupun hidup memaksaku sampai mati."Safira ikut mengangguk. "Aku setuju itu."Yara mengobrol sebentar dengan mereka, lalu pergi ke kantor direktur untuk menemui Ken.Ken masih ingat Yara dari acara tahunan Baruy. "Selamat datang kembali.""Terima kasih." Yara tidak menyangka akan berjalan selancar ini."Bagaimana kalau kamu mulai jadi manajer?" Ken sepertinya sudah menunggu-nunggu hari ini. "Posisi Anita dulu aku serahkan padamu.""Benarkah?" Ini adalah bonus yang tidak terduga. Yara mengucapkan terima kasih berulang kali.Safira dan yang lainnya juga ikut berbahagia untuknya. Yara menjadi bos baru mereka, akhirnya mereka tidak perlu diperintah-perintah Melanie lagi.Malam harinya, mereka memanggil Anita untuk merayakannya bersama.Saat mereka berpisah, Anita memberikan sebuah undangan kepada Yara. "Ak
"Nggak peduli siapa yang mengawali di antara mereka, mereka nggak bisa bersama."Yudha mengucapkan kalimat itu, lalu melenggang pergi diliputi amarah.Dia kembali ke vila. Setelah memikirkannya, akhirnya dia tidak bisa menahan diri dan menelepon Yara."Kamu pulang sekarang."Pulang?Yara tidak begitu mengerti maksudnya. "Pulang? Pulang ke mana?""Ke vila!" Rahang Yudha terkatup."Haha ...." Yara tertawa pelan. "Kamu salah, itu bukan rumahku."Yara hampir menutup telepon."Kamu ke sini sekarang juga, tanda tangan perjanjian cerai!" Malam ini juga Yudha harus menemui Yara."Besok saja nggak bisa?" Yara ragu-ragu. "Sekarang sudah larut malam.""Aku mau ke luar kota besok. Kamu ke sini sekarang juga." Lalu Yudha menutup teleponnya."Bajingan! Sok ngatur-ngatur!" Yara mengumpat beberapa kali pada ponselnya. Namun, dia tetap berencana pergi sekalian membawa lukisannya.Karena Tanto tidak mau membantu, dia hanya bisa meminta bantuan Yudha.Satu jam kemudian, Yara tiba di ruang tamu vila."Nyo
"Berengsek!" Yara mengambil lukisannya dan berjalan keluar.Dia benar-benar gila ingin meminta bantuan Yudha. Pria berengsek ini hanya akan menginjak-injak harga dirinya.Suara Yudha terdengar dari jauh di belakangnya. "Aku minta sopirku mengantarmu.""Nggak perlu." Yara menolak dengan keras.Namun, sepuluh menit kemudian, dia berakhir duduk di dalam mobil Yudha.Tumpangan gratis, kenapa harus ditolak?Di dalam mobil, mengingat Yudha menuduhnya berhubungan dengan pamannya, Yara begitu marah sampai harus menyeka air matanya.Setelah begitu lama, pria ini masih tidak punya sedikit pun kepercayaan padanya.Busuk!Sepertinya dia harus meluangkan waktu untuk mengirimkan lukisan sendiri kepada Kakek.Pada hari Sabtu, Yara pergi ke pernikahan Anita.Cuacanya sangat bagus. Pesta pernikahan itu tidak mengundang banyak orang. Keseluruhannya sederhana, tetapi disiapkan sepenuh hati dan jiwa. Yara dapat melihat bahwa Jeremy sangat perhatian.Pasangan pengantin baru ini selalu tersenyum tipis dan s
Setelah Siska mengirimkan pesan tersebut, dia lalu melerai perkelahian tersebut."Berhenti, berhenti!"Dia sangat cemas, tetapi mata kedua pria itu sama-sama merah menyala. Dia tidak berani melangkah maju sama sekali.Pagi ini, tak lama setelah Yara keluar, Tanto menelepon dan meminta Siska keluar untuk menemaninya.Beberapa hari terakhir ini, karena pernikahan Anita, Siska kembali memikirkan dirinya sendiri. Suasana hatinya sedang kacau, sehingga dia berbohong dan berkata dia pergi menemani Yara.Siapa sangka, Tanto sudah menunggu di bawah rumahnya dan sudah tahu Yara keluar sendirian.Tak lama kemudian, Tanto mengetuk pintu.Setelah bercumbu sebentar, saat Siska hendak mandi, ada lagi yang datang mengetuk pintunya, dan ternyata itu Yudha.Tanpa diduga, yang membuka pintu Tanto.Siska tidak tahu bagaimana mereka mulai berkelahi. Saat dia keluar dari kamar mandi, dia melihat pintunya terbuka dan Tanto sudah tidak di dalam.Setelah berganti pakaian, dia mendengar seseorang berteriak-ter
Mereka kembali duduk di sofa pada saat yang bersamaan. Tidak ada yang berbicara, masing-masing sibuk dengan pikiran sendiri.Yunita masuk ruang tamu lagi, membawa kotak obat. Dia dapat merasakan ada suasana aneh di antara mereka berdua.Dia ragu-ragu sejenak dan berkata, "Nyonya, ini kotak obatnya.""Biar aku saja." Pikiran Yara benar-benar tidak karuan. Berbagai macam hal yang tidak dia inginkan, tetapi semuanya di luar kendalinya.Siska tidak punya kencan buta sama sekali. Dia berhubungan dengan Tanto.Jadi, beberapa waktu lalu, Tanto berkali-kali perhatian padanya karena Siska.Namun ... apakah Tanto akan menikah dengan Siska? Apakah keluarga Lastana akan menerima Siska?Memikirkan hal ini, Yara merasa semakin kesal. Tangannya sedikit kasar saat menekan luka Yudha.Yudha tersentak kesakitan dan segera menghindar. "Rara Lubis, kamu ingin membunuh suamimu?""Maaf." Yara memutar matanya ke arah Yudha. Para pria di keluarga Lastana tidak ada yang baik-baik."Biar kutegaskan, urusan Pama
Yara tanpa sadar tertidur. Saat tiba-tiba merasakan seseorang meletakkan selimut di tubuhnya, dia membuka mata, masih agak linglung.Itu Siska.Dia berusaha bangun. "Siska, kamu pulang juga."Siska terpaku sejenak, lalu dia bergegas mendekat dan memeluk Yara. "Rara, maaf. Maafkan aku, aku harusnya nggak bohong sama kamu."Dia memeluk Yara erat-erat dan menangis lebih keras dari biasanya.Mereka sudah berteman selama lebih dari sepuluh tahun. Berkali-kali, Siska menjadi dukungan moral bagi Yara. Di mata Yara, dia adalah wanita berkepala dingin dan penuh semangat.Sesulit apa pun cobaan yang dihadapi Siska, tidak ada yang bisa mengalahkannya.Sebenarnya, mereka berdua sangat mirip. Hanya saja, Siska lebih kuat dan jarang menitikkan air mata, apalagi menangis tersedu-sedu seperti sekarang.Mata Yara pun memerah. Sejak dia mengetahui kebenarannya hingga saat ini, dia tidak pernah menyalahkan Siska sedetik pun.Saat ini, dia bahkan tidak dapat membayangkan betapa Siska sangat tersakiti."Si
Mereka bertemu tengah hari di ruang pribadi sebuah restoran privat.Tanto masih datang lebih dulu dan berpenampilan flamboyan seperti biasanya.Dalam pikiran Yara, tidak tersisa sedikit pun kesan orang baik dalam pria itu. Suaranya dingin ketika dia berkata, "Tanto ...""Nggak panggil aku paman lagi?" Tanto mengangkat alisnya dengan raut wajah sinis."Apa yang kamu inginkan agar kamu mau melepaskan Siska?" Yara berkata dengan cemas, "Uangmu banyak, 2 miliar cuma seperti uang jajan untukmu. Wanita apa saja pasti bisa kamu dapatkan. Bisakah kamu melepaskan Siska?"Tanto tertawa pelan. "Kalau sudah bosan, nanti pasti aku ganti sendiri."Nada suaranya benar-benar memperlakukan Siska sebagai mainan.Yara menahan amarah dalam hatinya dan terus membujuk, "Kamu harus tahu, Siska menerima uangmu karena ibunya sakit parah. Kami akan mengembalikan uang itu kepadamu. Beri kami waktu. Tolong berbaik hatilah dan lepaskan Siska.""Rara." Senyum di bibir Tanto semakin lebar. "Kamu sudah setahun menika
Saat Yara sampai di vila, Yunita baru saja menyiapkan makan siang."Nyonya pulang?" Yunita tampak sangat gembira. "Nyonya sudah makan siang? Mau makan bersama Tuan?""Aku sudah makan." Yara membuang muka dengan susah payah dan menatap Yudha, "Aku tunggu di ruang tamu.""Duduk sini, makan dulu," ucap Yudha dengan nada memerintah."Oke." Yara memang lapar, dan masakan Bibi Yunita sangat enak. Dia memang agak kehilangan.Dia meletakkan barang-barangnya, duduk di hadapan Yudha, dan segera mulai makan.Dia benar sedang lapar."Makan pelan-pelan, nggak punya etika." Yudha menggerutu lagi.Yara menggembungkan pipi dan memelototinya. Yudha benar-benar seperti robot tanpa emosi, tanpa nafsu manusia normal sama sekali.Berbeda sekali dengan Tanto.Orang seperti Tanto hanya mementingkan keinginannya sendiri dan sama sekali tidak menganggap orang lain sebagai manusia.Yara jadi berpikir, orang berdarah dingin seperti Yudha bersikeras ingin menikahi Melanie adalah sesuatu yang cukup membuat heran.