Namun, begitu membuka pintu, dia mencium bau yang tidak seharusnya ada di ruangan ini.Yudha mengerutkan kening dan mengambil langkah mundur."Aku mau pulang. Soal pernikahan, kamu putuskan saja sendiri. Nanti kuminta Revan memberimu 20 miliar. Beri tahu aku kalau masih kurang."Pria itu berjalan pergi dengan langkah cepat.Setelah turun, dia segera mengirim pesan kepada Revan."Hilangkan kamar di kantor direktur.""Transfer 20 miliar ke rekening Melanie."Melanie, yang dicampakkan di kantor direktur, menggertakkan giginya karena marah. Dia berhasil mendapat informasi bahwa Yudha tadi malam tidur di kantor.Dia buru-buru datang pagi-pagi sekali, sengaja memakai pakaian dalam seksi dan membuka kancing cukup lebar.Namun, ternyata kantornya kosong.Dia melihat pintu kamarnya terbuka dan mengambil kesempatan untuk berbaring di tempat tidur Yudha.Tanpa diduga, begitu keluar, dia bertemu Yara.Yara bahkan berani menampar wajahnya. Nekat juga dia.Teringat panggilan yang diterimanya pagi in
Yara selesai bicara dalam sekali tembak dan menyadari bahwa wajah Yudha tampak semakin tidak bersahabat.Setelah menikah lebih dari setahun, dia berperan sebagai istri yang selalu diam. Kapan dia pernah mempertanyakan dia seperti ini?Dia selalu menyalahkan dirinya sendiri. Merasa bersalah dan ingin menebus kesalahannya .... Terlebih lagi, memikirkan apa yang dia lakukan di pesta ulang tahun itu, dia serasa ingin mati saja.Karena dia selalu merasa bahwa dia adalah sebab putusnya Melanie dan Yudha. Menyebabkan salah satu dari mereka pergi ke luar negeri dan satunya lagi terpaksa menikah dengan orang yang tidak dicintai.Namun, kenyataannya?Dia adalah korban terbesar, menanggung reputasi jelek dan kebencian dari semua orang.Terutama Yudha.Pria yang sangat dia cintai sejak lama."Sudah selesai?"Yudha akhirnya angkat bicara. "Apakah Muse mencabut penghargaan yang diterima lukisan itu?"Yara tidak bisa bicara. Dia belum memastikannya."Kalau belum dicabut, mungkin mereka belum nonton s
Jadi, setelah mereka berdua masuk, mereka menyapu semua tempat dan belanja gila-gilaan seperti sedang balas dendam.Di ruang konferensi kantor pusat Perusahaan Lastana, pesan-pesan notifikasi masuk tak henti-henti di ponsel Yudha."Debit Rp2.406.000,00 pada rekening xxx8808.""Debit Rp7.220.000,00 pada rekening xxx8808.""Debit Rp9.664.000,00 pada rekening xxx8808."Terus berlanjut entah sampai berapa kali."Debit Rp40.664.000,00 pada rekening xxx8808."Yudha mengerutkan keningnya dan langsung mematikan ponselnya, berpikir, wanita ini gila!Yara dan Siska kembali ke keluarga Lastana bersama.Keduanya menjatuhkan diri ke ranjang besar bersama-sama, saling memandang, lalu tertawa bersama."Siska, sudah berapa lama kita nggak bersenang-senang belanja?""Yah, sudah lama banget."Sejak Yara menikah dengan Yudha dan Siska mempunyai ibu tiri, mereka berubah menjadi semiskin-miskinnya.Tidak berani membelanjakan uang sembarangan, tidak berani membeli pakaian atau kosmetik.Sebagian besar belan
Mata Yudha menatap pinggang wanita itu, ekspresinya sangat kelam.Dia akhirnya tahu apa yang terjadi di balik pesan notifikasi itu."Rara, kebetulan banget, kamu di sini juga?"Melanie menyapa dengan manis dari samping.Yara mengangkat kepalanya dengan susah payah dan akhirnya melihat kedua orang di depannya dengan jelas.Yudha, Melanie, disusul teman-teman mereka masing-masing."Melly, kamu ngapain perhatiin dia? Bikin mata kotor nggak sih?"Yang bicara dengan wajah sinis itu adalah Winona Zahid, teman baik Melanie.Dia juga hadir di pesta ulang tahun itu."Kotor?" Tinju Siska langsung mengeras. "Winona, mulutmu suka makan sampah, ya? Baunya kok ....""Kamu!" Wajah Winona memerah karena marah dan urat-urat lehernya menonjol."Winona." Melanie menghadang temannya itu. "Jangan berantem. Rara 'kan masih istri Yudha. Dia juga sepupuku.""Dia masih menggelayuti Yudha dan nggak mau cerai. Kamu masih memperlakukan dia sebagai sepupumu? Melly, jangan bodoh."Winona terbakar amarah dan melangk
Tak lama kemudian, Yudha pergi bersama Melanie."Dasar anjing!"Yara mengumpat diam-diam, lalu melihat Siska datang mencarinya."Ayo pulang."Dia pun menarik Siska keluar.Setelah pulang ke rumah keluarga Lastana, dia ingin Siska bermalam di sini."Nggak deh, kalau Yudha pulang gimana?""Mestinya nggak, 'kan?"Yara seratus berpikir Yudha tidak mungkin pulang."Dia sudah pindah. Mungkin dia nggak akan pulang lagi sebelum kita cerai."Nada suaranya sedikit sendu. "Katanya, jarak bisa memperkuat hubungan.""Rara!" Siska memanggilnya dengan wajah penuh khawatir."Aku nggak apa-apa. Sudah lama aku tahu kalau Yudha benar-benar mencintai Melanie."Yara menarik sudut mulutnya dan tersenyum kecut.Setelah mengantar Siska keluar sampai depan rumah, dia mandi dan turun ke lantai bawah ingin minum pereda mabuk.Punya bibi yang bisa melayani di rumah memang sangat nyaman. Hanya saja, dia tidak tahu berapa lama semua ini akan berakhir.Tak disangka, begitu dia duduk, dia melihat Yudha pulang.Yara m
Melanie?Beberapa saat, Yara tidak bergerak."Mau kutemani?"Anita di sebelahnya tiba-tiba berbicara.Yara menggelengkan kepalanya penuh rasa terima kasih. "Nggak apa-apa, pergi sendiri saja."Ruang kantor Melanie sangat indah dan mewah. Bunga-bunga selalu diganti setiap hari, memancarkan keharuman ringan. Dinding kacanya menghadap separuh kota.Setiap detailnya menunjukkan tinggi statusnya di mata perusahaan.Yara berdiri tegak di depan meja kerjanya. "Bu Melanie, ada yang bisa dibantu?""Rara, selamat datang kembali di perusahaan." Melanie memasang senyum di wajahnya.Yara mual melihatnya. "Bu Melanie, kita sedang di kantor. Panggil aku Yara."Berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Selain itu, tolong jangan panggil aku Rara sama sekali. Hubungan kita nggak sedekat itu.""Pfft!" Melanie tertawa tanpa rasa jengkel. "Rara, kamu selalu kekanak-kanakan.""Kalau nggak ada urusan lain, aku keluar sekarang."Yara terlalu malas untuk memedulikan dia dan berjalan pergi."Yara." Melanie kembali b
Anita menugaskan pesanan baru padanya. "Kerja yang baik mulai sekarang.""Terima kasih, Kak Anita, aku keluar dulu."Kemajuan di tempat kerja memberi Yara sedikit suntikan energi.Setelah kembali ke tempat kerjanya, dia mengerahkan seluruh kemampuan untuk bekerja. Hari pun berlalu cepat.Saat pulang kerja, orang-orang mulai mengucapkan selamat tinggal padanya. Akhirnya, dia bukan lagi orang yang dianggap tidak ada.Setelah keluar dari gedung perusahaan, Yara melihat Yudha datang menjemput Melanie.Yudha sedang berdiri di samping mobil dan Melanie sedang berjalan menuju kursi samping pengemudi.Tanpa ragu, Yara langsung beranjak ke sana sambil berteriak dan berlari sekuatnya. "Suamiku, kamu datang menjemputku?"Dalam sekejap, wajah orang-orang yang tadinya iri pada Melanie berubah kaget.Sorot mata Yudha dan Melanie menjadi kejam seperti ingin memangsa.Yara mengabaikan mereka dan langsung masuk ke dalam mobil, duduk di kursi samping pengemudi.Dia memandang Melanie yang masih tertegun
"Ah!"Yudha menandaskan pedal rem dan mobil tiba-tiba berhenti. Yara begitu ketakutan hingga jiwanya hampir terbang keluar."Kamu gila?" Yara menatapnya kaget."Belum habis-habis juga perkaranya?"Yudha menatapnya dengan pandangan penuh rasa jijik, hina dan tidak sabar."Kamu masih belum paham bagaimana kamu bisa kembali bekerja di Baruy?"Yara merasa napasnya sesak. "Apa maksudmu?""Kalau Melly nggak memohon ke perusahaan dan membelamu, apa menurutmu kamu bisa kerja lagi?""Ini yang dia katakan padamu?"Suara Yara sedikit tercekat. "Jadi, kamu percaya apa saja yang dia katakan? Semua kata-kataku bohong?""Kalau memang begitu kenyataannya?"Yudha menatapnya dingin. "Dengan alasan apa aku harus percaya padamu?"Yara memejamkan mata dan bersandar di kursi dalam keputusasaan.Dia ingin bertanya pada Yudha, kenapa dia memercayai Melanie?Namun, dia tahu jawabannya yaitu karena Yudha mencintainya.Yudha menyadari air mata yang mengalir deras di pipi Yara dan entah kenapa dia merasa lebih ke