“Jadi begitulah, Pa,” pungkas sang menantu mengakhiri laporannya. “Semua kewajiban saya sudah selesai. Untuk sementara Karin dapat membantu Papa ataupun There kalau ada yang kurang dimengerti.”
Dahi Simon berkerut seketika. “Untuk sementara?”
Lawan bicaranya mengangguk. “Karin juga mengajukan pengunduran diri. Tapi kepala HRD memintanya untuk bertahan selama tiga bulan ke depan, Pa. Karena departemen HRD masih harus mencari penggantinya terlebih dahulu. Karin tidak keberatan menunggu.”
“Kenapa dia mau berhenti juga? Bukankah belum lama bekerja di sini? Dia keponakan Rosa, kan?”
“Betul, Pa. Karin kepo
Simon melotot marah. Dibentaknya menantunya dengan kasar, “Apakah kau tidak mendengar ucapan sekretarismu itu barusan? Dia sudah menyebutkan nama orang yang tepat untuk menggantikannya. Sudahlah, aku tak mau mempertahankan orang yang hatinya sudah tidak berada di perusahaan ini. Pergilah kau dengan sekretaris tercintamu itu, Jon. Enyahlah kalian berdua dari kantor ini!” Karin segera pergi meninggalkan tempat itu untuk mencari calon pengganti yang disebutnya tadi di departemen akunting. Sementara Jonathan masih bersitegang dengan ayah mertuanya. “Maafkan Jonathan, Pa. Tapi terus terang Jon tidak mengerti maksud ucapan Papa barusan.” Mata Simon berkilat-kilat marah. Ia berkata garang, “Aku ini sudah banyak makan asam garam kehidupan, Jon. K
Pendamping hidupnya yang sedang merangkai bunga di dalam vas itu terperangah. Langsung dihentikannya kegiatannya. Ia lalu menghampiri suaminya yang tengah duduk di sofa ruang keluarga. “Mas, bukankah pabrik cat dan developer properti itu hasil jerih payahmu selama puluhan tahun? Kenapa mau dijual?” tanyanya keheranan. Lawan bicaranya menghela napas panjang. Diraihnya tangan sang istri yang duduk di sebelahnya. Diremas-remasnya dalam pangkuannya untuk memberikan rasa tenang pada hatinya yang gundah. “Apa artinya punya bisnis yang berhasil kalau tidak ada orang yang dapat kupercaya untuk meneruskannya?” sahutnya lirih. Ekspresi wajahnya tampak sedih. Ditatapnya wanita yang sangat dicintainya itu dengan sorot mata sendu. “Seandainya aku sepu
Sepulang dari gereja, Jonthan duduk merenung di dalam kamar hotelnya. “Urusan serah terima perusahaan sudah selesai. Besok pagi aku akan meninggalkan hotel ini untuk menandatangani akta sewa-menyewa apartemen di notaris. Setelah itu aku pindah ke tempat tinggal yang baru. Akan kutata barang-barangku di sana dan membeli perlengkapan rumah tangga yang belum tersedia. Lalu…apa lagi, ya?” tanyanya pada dirinya sendiri.Setelah berpikir sejenak, ia melanjutkan ucapannya, “Dokumen-dokumen untuk menggugat cerai sudah lengkap kuserahkan semua pada Lusia. Selanjutnya aku tinggal menunggu kabar darinya untuk menghadiri sidang di pengadilan. Dan kurasa sudah waktunya aku memikirkan mau bekerja apa. Uang tabunganku sudah berkurang banyak untuk membeli mobil dan menyewa apartemen. Belum lagi untuk membayar honor Lusia. Ah, kerja apa ya, yang profitable dan membutuhkan modal ya
Kepala Jonathan bagaikan disiram air dingin. Segar sekali rasanya. Belum…, batinnya bersukacita. Berarti...akan, dong. Seulas senyum penuh harapan mulai tersungging di sudut bibirnya. Karin yang melihat pria itu tidak berkomentar apapun, langsung melanjutkan ceritanya.“Pak Simon lalu menatap saya tajam sekali sampai saya merasa risih dan menunduk. Tak lama kemudian beliau berkata bahwa Pak Jon seorang pria yang baik. Bila sudah bercerai dengan Bu Theresia nanti, Pak Jon bebas dan berhak menjalin hubungan dengan wanita lain….”Jonathan terkesiap mendengar penuturan gadis itu. Jadi…, batinnya terharu. Papa sudah menerima kenyataan bahwa aku menaruh hati pada Karin. Beliau tidak masalah jika setelah bercerai, aku melanjutkan hidupku….&nb
“Kamu…kamu tertarik terjun ke bisnis properti?” tanya Jonathan terbata-bata. Mina langsung terpingkal-pingkal. “Jon, Jon…. Kamu kok kaget gitu. Memangnya aku nggak pantas ya berbisnis properti? Cocoknya cuma bisnis kecantikan aja?” tanya perempuan itu kenes. “Bu…bukan gitu, Min.” “Terus apa?” “Yah, selama ini kamu kan nggak pernah nyinggung-nyinggung soal properti. Jadi kupikir kamu nggak berminat sama sekali.” “Ya, abis kalian nggak pernah ajak aku bahas tentang itu, sih.” “Emang kamu ng
Lawan bicaranya menatap Karin tak percaya. Benarkah apa yang kudengar ini? batinnya kegirangan. Dengan mata berseri-seri dianggukkannya kepalanya. Gadis di depannya tersenyum tipis dan mulai membereskan barang-barangnya. Bosnya sendiri melangkah dengan ringan menuju ke dalam ruangan kerjanya. Dibereskannya mejanya. Lalu dia meninggalkan ruangan itu sambil menenteng tas kerja berwarna hitam. Begitulah, kedua insan yang sudah lama dimabuk asmara namun berusaha menahan perasaan selama berbulan-bulan itu akhirnya keluar dari ruko tiga lantai itu dan berpamitan pada office boy yang duduk menunggu di teras. Setelah keduanya masuk ke dalam mobil, Jonathan meraih tangan Karin yang duduk di sebelahnya. Diremas-remasnya jari-jemari lentik itu penuh perasaan. Sang gadis tersipu malu. Beberapa saat kemudian, mobil Sigra hi
Demikianlah, hubungan Jonathan dan Karin semakin dekat dari hari ke hari. Sang wanita sudah tak segan-segan memanggil kekasihnya dengan sebutan Mas Jon, sedangkan sang pria selalu berada di sisi gadis pujaannya ke mana pun dia pergi. Di luar kantor mereka sudah biasa bergandengan tangan ataupun saling merangkul. Ekspresi keduanya tampak begitu bahagia. Pada suatu hari Jonathan menemui Rosa di tempatnya bekerja sekarang, yaitu perusahaan garmen milik suaminya. Mantan sekretarisnya itu terkejut sekali dengan kedatangan pria yang diketahuinya sudah keluar dari perusahaan milik mertua dan membangun bisnis bersama sahabat-sahabatnya. “Waduh, saya merasa tersanjung dengan kedatangan seorang tamu terhormat di kantor yang sederhana ini,” selorohnya sambil menjabat tangan Jonathan. Senyum ramah tersungging di wajahnya. “Apa kaba
Pasangan suami-istri itu tak saling menyapa. Sang suami bahkan berpura-pura tak melihat wanita yang selama seputluh tahun menjalani rumah tangga bersamanya. Saat proses mediasi dilakukan, dia dengan tegas menolak bersatu kembali dengan Theresia dengan alasan sudah tidak ada kecocokkan. Sang istri yang merasa gengsi juga menyatakan hal yang sama.Sidang pun ditunda hingga waktu yang akan ditentukan kemudian. Sang penggugat menghela napas lega. Setidaknya sidang pertama sudah kulalui dengan baik, ucapnya bersyukur dalam hati. Dia lalu berbicara pelan dengan pengacaranya supaya tidak terdengar oleh Theresia dan kuasa hukumnya.Sang tergugat yang secara diam-diam memperhatikan suaminya sejak tadi mendadak hatinya jadi terbakar melihat kedekatan laki-laki itu dengan pengacaranya. Jangan-jangan mereka mempunyai hubungan lebih dar
"Terima kasih, Min," sahut Jonathan sembari menerima uluran tangan sahabatnya. Suasana mulai diliputi keharuan."Kudoakan Valentina segera memperoleh kesembuhan,Bro," kata Bastian sembari menepuk-nepuk bahu kawan baiknya itu. "Jadi kalian sekeluarga bisa cepat kembali ke negeri ini dan kita bersama-sama mengembangkan kantor ini lagi.""Thanks a lot, Bro."Begitulah ketiga orang itu kemudian saling berpelukan. Hati mereka terenyuh sekali. Mina sampai menitikkan air mata. Dia sangat menyayangi Jonathan layaknya saudara sendiri. Kepergiannya kali ini yang entah sampai kapan membuatnya merasa sangat kehilangan.Keesokkan harinya Bastian dan Mina mengadakan acara perpisahan kecil-kecilan di kantor. Mereka memesan sejumlah hidangan prasmanan untuk disantap bersama. Jonathan berpidato singkat di hadapan segenap anak buahnya. Dia mengucapkan terima kasih atas kerja keras mereka
"Aku senang sekali bertemu Karin, Mas. Terima kasih sudah membawanya padaku," ucap Theresia lirih. Seulas senyum bahagia tersungging di bibirnya. Sorot matanya tampak teduh, menenangkan hati Jonathan yang memandanginya."Apa lagi yang kau inginkan, Sayang? Akan berusaha kupenuhi," kata pria itu sepenuh hati. Dirinya benar-benar hendak membahagiakan istrinya ini di sisa-sisa hidupnya.Tangan Theresia menyentuh wajah suaminya. Terasa rambut-rambut kasar di sekeliling mulut laki-laki itu. "Dulu kamu rajin sekali bercukur, Mas. Kenapa sekarang malas?" tanyanya ingin tahu.Jonathan mendesah. Dia memang sudah tak memperhatikan penampilannya lagi semenjak dokter berkata umur istrinya tinggal menunggu waktu. Kesedihan dalam hatinya begitu besar sehingga tak ingin apapun selain menemani Theresia sepanjang waktu. Pekerjaannya pun ditinggalkannya untuk sementara. Untungnya Bastian dan Mina tak keberatan. Mereka memahami sang
"Aku tahu apa saja permintaan Theresia padamu, Karin. Dia ingin kamu menikah denganku sepeninggal dirinya. Lalu kita dan Valentina pergi menyusuri klinik-klinik di Tiongkok sesuai data yang dikumpulkannya. Aku yakin kau takkan sanggup menolaknya. Kondisi istriku yang mengenaskan membuat siapapun yang masih punya hati nurani pasti mengabulkan apapun permintaannya. Aku mengerti jika kamu pun demikian. Tapi jika kau keberatan menjadi istriku, tak usah memaksakan diri. Cukup di depan There saja kau berjanji. Tak perlu kau korbankan masa depanmu demi menikah dengan laki-laki tua seperti diriku." "Cukup!" sela gadis itu seraya menutup mulut Jonathan dengan telapak tangannya. "Aku memang berjanji pada Mbak There. Tapi bukan karena terpaksa. Aku...aku...bersedia melakukannya dengan setulus hati." "Benarkah itu?" tanya laki-laki itu memastikan. Ekspresi wajahnya mulai melembut. Karin mengangguk. "Aku bukan sedang berbahagia
Tiba-tiba terdengar suara pintu kamar dibuka. Karin terperanjat. Di depan pintu muncullah seorang gadis kecil yang... ya, Tuhan. Mirip sekali dengan dirinya semasa kecil! Bedanya anak perempuan itu duduk di atas kursi roda yang didorong ayahnya. Sedangkan si Karin kecil dulu bebas berjalan dan berlarian kemana pun dia suka."Mama, kenapa menangis? Tante ini juga. Apa yang membuat kalian sedih?" tanya anak itu polos. Dia memandang kedua wanita itu bergantian. Tatapan matanya menyiratkan rasa ingin tahu yang besar.Anak ini kritis sekali, puji Karin dalam hati. Dia juga mempunyai empati yang tinggi terhadap orang lain. Dia adalah...anak kandungku!Theresia langsung meminta Jonathan agar menaruh anak mereka di atas ranjang, supaya dekat dengan dirinya dan Karin. Suaminya menyanggupi. Diangkatnya sang putri dari atas kursi roda dan didudukkannya di depan dua wanita tersebut."Valen, kenalkan ini...Mama K
Tak lama kemudian mobilMercedes Benz berwarna hitam itu sampai di depan pintu gerbang berwarna hitam yang berdiri kokoh. Seorang petugas sekuriti mengangguk dan memberi hormat pada Jonathan yang membuka kaca jendela. Tak lama kemudian laki-laki berkumis tebal dan berbadan tegap itu menghubungi seseorang melalui walkie-talkie. Beberapa saat kemudian pintu gerbang terbuka lebar secara otomatis. Mobil Jonathan langsung meluncur masuk ke dalam. Pintu gerbang otomatis menutup kembali. Dada Karin mulai berdebar-debar. Akhirnya aku sampai juga ke rumah ini, batinnya gundah. Untuk bertemu dengan musuh bebuyutanku. Tapi kali ini dia tak bisa bersikap arogan dan sewenang-wenang lagi. Sebaliknya dia justru akan memohon ampun atas dosa-dosanya. Sontak Karin menggigit bibirnya. Tapi...bukankah aku sendiri juga bersalah kepadanya? batinnya pilu. *** "There, lihat siapa yang da
Sang pimpinan yang mengetahui bahwa Karin berasal dari kota buaya menawarinya pertama kali dibandingkan guru-guru lainnya. Gadis itu tak mampu menolak karena merasa sungkan dengan kebaikan dan bimbingan orang itu selama dia bekerja. Akhirnya diterimanya tawaran tersebut dengan berdoa dalam hati semoga dia tidak diusik oleh masa lalunya kembali.Gadis itu berusaha menghibur diri dengan berpikir tak ada salahnya kembali ke kampung halaman. Dia bisa berkumpul kembali dengan Rosa bibinya dan Mina sahabat baiknya. Jonathan dan Theresia selama ini tak pernah terdengar kabarnya. Tak mungkin mereka tiba-tiba datang mengusiknya.Berbulan-bulan dia hidup tenang di kota kelahirannya ini. Kalaupun berjalan-jalan ke mal, tak pernah sekalipun dia kebetulan bertatap muka dengan orang-orang dari masa lalu yang tak ingin ditemuinya kembali. Hidupnya benar-benar tenteram. Pekerjaannya menyenangkan. Sesekali dia berkunjung ke rumah Rosa dan Mina untuk se
Jonathan terperangah. Benar kata Mimin, cetusnya dalam hati. Karin sudah bukan gadis lugu seperti dulu. Penderitaan yang dialaminya bertahun-tahun telah mengasahnya sedemikian rupa sehingga menjadi seorang wanita dewasa yang tegas dan berkarakter kuat.Sorot mata tajam gadis itu membuat hati Jonathan menciut. Dia menghela napas panjang lalu berkata, "Aku minta maaf sudah mengganggumu, Rin. Seandainya bukan karena terpaksa sekali, aku pun takkan datang menemuimu...."Jonathan menelan ludahnya. Dia merasa tak percaya diri berhadapan dengan gadis yang dulu pernah mengisi hari-harinya. Pria itu menunduk, tak berani menatap wajah Karin.Rupanya gadis itu tersentuh dengan perkataan mantan kekasihnya. Sikapnya mulai melunak. "Duduklah, Mas," katanya datar. "Ceritakan maksud dan tujuanmu datang kemari."Pria tersebut mengangguk. Dia lalu duduk di salah satu bangku. Sementara itu Karin menarik sal
"Sudahlah, Sayang," hibur Jonathan seraya memeluk istrinya yang histeris. "Tenangkanlah dirimu. Apappun yang terjadi kita akan selalu bersama-sama. Hentikan menghujat Tuhan. Kita sekarang belum tahu apa rencanaNya. Tapi aku yakin, segala sesuatu akan indah pada waktuNya.""Kurang apa aku selama ini, Mas? Apa kesalahanku sehingga aku diberi penyakit mematikan seperti ini? Apa dosaku?" isak wanita itu tak henti-hentinya. Tiba-tiba dia terperangah mendengar perkataannya sendiri. Tangannya sampai menutup mulutnya saking terkejutnya. Ya, Tuhan! jeritnya dalam hati. Inikah hukuman atas dosaku pada Karin?Ingatannya melayang pada gadis yang beberapa tahun lalu diancamnya sampai menangis histeris seperti dirinya saat ini. Karin, gadis yang waktu itu tengah mengandung Valentina, buah cintanya bersama Jonathan."Ini karma akibat dosaku pada Karin, Mas," ucapnya lirih. Dia sudah tidak histeris lagi. Tapi air matanya masih mengucur
Dia lalu duduk di samping istrinya. Diraihnya tangan wanita itu. Diciuminya punggung tangannya dengan penuh kasih sayang."Kita pulang ke Indonesia saja, yuk. Menenangkan diri sejenak sembari mencari-cari informasi lagi tentang pengobatan buat Valentina," ajaknya sembari tersenyum lembut pada Theresia."Kamu capek ya, Mas, bolak-balik Surabaya-Singapore terus?" tanya istrinya seraya mengusap pipi Jonathan mesra."Nggak juga. Udah biasa, kok. Cuma aku menguatirkan kesehatanmu, Sayang. Aku mau mengajakmu berlibur mencari udara segar di pegunungan seperti Batu atau Tretes gitu. Setelah refreshing selama beberapa hari, pikiranmu pasti akan lebih rileks. Tubuh juga menjadi lebih segar. Kamu nggak akan terus-terusan pusing seperti ini. Bagaimana?"Sang istri mengangguk pasrah. Dia lalu bergelayut manja pada pundak suaminya. "Kupikir-pikir aku juga kangen sama rumah kita di Surabaya, Ma