"Kenapa, kau cemburu?" tanya Kanza menyelidik.
"Aku ... tidak, bukan begitu. Hanya saja kau terus mengabaikanku karenanya," elak Fidella.
"Itu artinya kau cemburu, Sweatheart!" ujar Kanza setengah mendengkus dan tertawa.
"Terserah saja. Jadi, benar gosip itu?" dakwa Fidella penasaran.
"Gosip apa?" tanya Kanza pura-pura polos, tidak tahu apa-apa.
"Aku tidak mengerti maksudmu," lanjutnya kembali memakan hidangan di depannya.
Fidella mengempaskan punggungnya ke sandaran kursi dan bersidekap. Ia memicingkan mata sipitnya, membiarkan ujung ekor mata itu menusuk pandangan Kanza dengan intens.
"Aku sedang menunggu penjelasanmu, Mrs. Jakarta!" tukas Fidella penuh penekanan kata. Kanza memutar bola matanya ke sembarang arah, menghindari tatapan selidik Fidella.
"Hei, aku masih menunggu
"Bagus! Sekarang kau punya dua musuh di rumahmu sendiri," gumam Fidella berkacak pinggang."FIISIS, CEPAT KELUAR!" teriak Daniel dari teras depan. Fidella mendengkus sebal, dengan kesal ia berjalan menghampiri dua orang menyebalkan itu."Mana?" pinta Sagara sambil menengadahkan tangannya. Fidella mengernyit di sela wajah kaku yang sedari tadi ditunjukannya."Apa?" tanya Fidella."Kau sedang minta uang jajan padaku?""Dia sedang bergurau, Kak. Tertawakan saja," sela Daniel yang berdiri di sebelah Sagara.Fidella ingin melayangkan satu sentilan di dahi adiknya. Namun, dengan sigap tubuh Sagara menghalanginya."Mana kunci mobilnya? Aku yang akan mengemudi," pinta Sagara sekali lagi. Delikan Fidella semakin tajam, ia memutar bola matanya dan mendengkus. 
Mulai dari sekarang dan beberapa hari ke depan Fidella akan sibuk mencicipi peran barunya sebagai ibu rumah tangga yang sesungguhnya. Ditinggal oleh sang ibu membuat gadis itu harus menyiapkan segala sesuatu sendiri.Terlebih pembantu di rumah Fidella sedang sakit parah, minggu lalu ia meminta izin untuk pulang kampung. Tanpa mempersulit, Nyonya Hara Finanda langsung menyetujuinya.Ibu dari Fidella itu berpesan pada pembantunya untuk istirahat yang cukup dan tidak perlu mengkhawatirkan pekerjaannya di rumah ini. Nyonya Hara Finanda menyuruh pembantu itu kembali setelah ia benar-benar sehat.Sungguh mulia hati nyonya rumah itu, beruntung sekali orang-orang yang bekerja dengannya. Nyonya Hara Finanda memang terkenal sebagai pribadi pemurah dan berhati lembut seperti sutra.Tak heran wanita yang nampak anggun dengan segala keramah-tamahannya itu kerap membuat orang-orang di sekitarnya merasa nya
"Kudengar dari teman-temanku makanan di sini sangat murah dan lezat. Aku tidak akan menghabiskan uangmu, Kak. Kau tenang saja," ujar Daniel penuh semangat.Ia baru saja memesan beberapa menu untuk dirinya sendiri, sepertinya bocah itu benar-benar memanfaatkan kesempatan yang jarang ia dapat ini. Perhatian Sagara teralihkan dari ponsel, kemudian menerbitkan senyuman manis untuk Daniel."Kau memang tidak tahu malu, Bocah!" cibir Fidella menopang dagunya dengan kedua tangan. Ia menatap sebal ke arah Daniel dan memberi delikan singkat pada Sagara yang duduk di sebelah bocah itu."Pesan saja sesukamu. Kakak tidak keberatan sama sekali," ungkap Sagara memberi lampu hijau, sontak saja wajah Daniel semakin berseri tak tertahan.Fidella menggeser kursinya agar mendekat dengan Sagara. Gadis itu langsung mencubit perut Sagara sekenanya dan berkata, "Kau terlalu memanjakannya!"&nb
Ketiga orang dewasa itu pun mulai hanyut dalam alur perbincangan mereka. Fidella yang notabene adalah gadis dengan sifat sedikit introvert justru terlihat sudah akrab dengan Nyonya Li.Tak jarang kedua wanita itu tertawa lepas saat topik-topik jenaka menyampir dalam obrolan keduanya. Meski ramah, Sagara tidak terlalu suka berbincang banyak terlebih dengan perempuan.Merasa diabaikan, Sagara pun mendekati Daniel yang sedang cemberut karena Fidella menolak ajakannya untuk pulang. Kakaknya itu masih asyik membahas tentang dunia fashion yang sedang menjadi trend akhir-akhir ini di kalangan fashionista New york dan kota-kota sekitarnya. Tidak disangka, wanita seusia Nyonya Li masih gencar mengikuti perkembangan fashion."Tunggu sebentar lagi, kau bisa, 'kan?" bisik Sagara merangkul bahu Daniel. Ia ingin meredakan kekesalan adik iparnya yang makin lama makin terlihat jelas dari air mukanya yang tampak mendung
"Jangan marah padaku, oke?" sambut Sagara menjawab pertanyaan Fidella sembari melempar senyuman mencurigakan ke arahnya."Daniel Liam, kau beruntung, Brother. Mereka setuju, bahkan katanya mereka sendiri yang akan menelpon pihak sekolah untuk meminta izin," jelas Sagara tersenyum kecil."Yes, aku menang! Berlapang dadalah kakakku tersayang." Daniel mengejek Fidella dengan senyum kepuasan setan kecil. Sagara terkekeh melihat wajah merah padam Fidella yang sedang menahan amarah karena ulah adiknya."Sempurna, sekarang tidak ada masalah, 'kan?" tanya Nyonya Liliana senang."Sebaiknya kita segera bersiap. Aku akan kembali ke apartemenku sebentar untuk mengambil perlengkapan. Kalian pun harus kembali dulu ke rumah," sarannya yang langsung dibalas anggukan semangat Daniel."Kita akan bertemu di bandara jam tiga sore nanti, setuju?" tand
"Kalian pengantin baru?" sela Veera menambahi, adik Evelyn yang baru duduk di bangku kelas tiga SMA.Giliran Fidella yang kini menoleh ke arah Veera. Gadis remaja itu menatap penuh tanya pada Fidella yang duduk tepat di hadapannya."Ya, bisa dibilang begitu. Kami menikah dua hari lalu," jawab Sagara menggantikan Fidella yang terus bergeming.Merasa tidak enak jika dia mengabaikan pertanyaan Veera begitu saja. Terlebih di depan orang tuanya, Sagara adalah pria berpendidikan. Ia tahu betul apa itu etika dan sopan santun, serta cara menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.Seketika perut Sagara terisi penuh walau hanya sedikit makanan yang baru masuk ke sana. Kini ia hanya memerlukan beberapa alasan untuk menarik diri dari acara makan malam ini. Namun, sepertinya hal itu tidaklah mudah.Sagara tetap mendiamkan pisau dan garpu di tangannya, pot
Di balik pintu itu, tampak Sagara berdiri dengan tangan bersidekap di atas perut. Senyum miring ia sunggingkan saat telinganya menangkap gumaman Fidella dari dalam sana. Tidak terlihat kecewa, hanya ada sesuatu yang membuatnya kesal saat mendengar kalimat itu."Wanita itu mengesalkan," tukas Sagara lalu ia berjalan menyusuri lorong kamar yang akan membawanya ke arah, di mana tangga rumah itu berada.Langkah demi langkah Sagara terus membawanya menuju pintu keluar dari rumah itu. Ini sudah pukul sebelas malam, wajar jika rumah sudah nampak sepi.Daniel Liam sudah tidur sejak satu jam lalu di kamar tamu sebelah kamar Sagara. Barusan ia pun sempat mengintip sejenak ke kamar Daniel, hanya untuk memastikan.Ternyata benar saja, bocah itu sudah tidur nyenyak dengan dengkuran halus yang mengembalikan senyum Sagara. Setelah beberapa menit sebelumnya pudar karena perlakuan Fidella.&nbs
"Dr. Sagara, aku benar-benar menyukaimu. Kau tahu, ini adalah kali pertama aku menyatakan cinta pada seorang pria. Sebelumnya merekalah yang selalu mengejarku."Sagara tetap tak bergerak atau sekadar memberi respon akan pengakuan Evelyn. Pria itu terlihat tidak terkejut sama sekali. Tanpa perlu diberi tahu pun, Sagara memang sudah menyadarinya sejak awal.Saat Evelyn dan Veera terus menatapnya dengan binar takjub di pertemuan mereka tadi. Lebih dari itu, sikap Veera dan Evelyn saat makan malam membuat dugaan Sagara makin meyakinkan dan benar adanya."Mungkin aku terlihat seperti wanita penggoda sekarang. Tapi aku tidak peduli, inilah perasaanku dan aku ingin kau tahu itu," aku Evelyn makin tidak tahu diri."Aku sudah beristri, Evelyn," tolak Sagara masih berusaha mempertahankan sikap sopan santun yang telah melekat telak di dalam dirinya."Tentu saja aku tahu. Fidella, gadis itu sepertinya tidak mencintaimu. Dia terlihat ka
"Siapa bintang tamunya?" tanya Fidella penasaran. Jenny menggulum senyum, sepertinya rencananya mengajak Fidella akan berjalan lancar."Michael Bubble," sebut Jenny sambil menjentikkan jarinya."Really?" pekik Fidella senang."Yups, benar sekali," jawab Jenny yakin.Michael Bubble adalah salah satu penyanyi jazz yang sangat diidolakan Fidella. Beberapa album dari penyanyi berbakat yang sekarang sudah berusia sekitar empat puluh tahunan itu sudah Fidella koleksi sejak lama.Salah satu album yang paling gadis itu suka adalah "It's Time" dan "Call Me Irresponsible". Dengan kedua album itu karir Michael Bubble semakin melejit hingga lagu-lagunya di album itu sukses merajai tangga lagu di Kanada, Us Billboard 200, dan Australia Album Chart.Bisa kalian bayangkan bagaimana perasaan Fidella sekarang ini? Bertemu dengan sang idola, sungguh hal yang
"Jika seperti itu yang terjadi, maka lanjutkan saja. Jangan biarkan kebencian itu luntur sedikit pun hatimu. Jika dengan membenciku hatimu akan lebih tenang, maka benci aku selamanya. Lupakan kata-kataku yang pernah memintamu untuk tidak melepasku. Buang aku sejauh yang kau mau!" balas Sagara yang meneriaki Fidella.Merasa hatinya kian panas memikirkan hal tersebut, Sagara mencoba menarik napas dalam. Sagara berdiri, ia tidak kuat berlama-lama berseteru dengan Fidella."Apa ada yang bisa menghentikan laju angin untuk tidak berembus? Apa ada yang mampu menahan dentang waktu barang sedetik saja?" ketus Fidella menyoal sambil menyeka air matanya kasar.Gadis itu ikut berdiri. Menatap Sagara tajam dan menumpahkan kekecewaannya tanpa ragu dan malu. "Tidak satu pun insan yang mampu menghentikan tumbuh kembang perasaan seseorang. Tidak satu pun orang bisa menghentikan hati untuk men
"Berterima kasihlah padaku!" sungut Fidella kesal."Hah?" pekik Sagara merasa aneh."Aku yang membuatnya bukan ibu!" sentak Fidella sekali lagi. Ia menjelaskan dengan nada tinggi.Sagara terpaku. "Benarkah itu istrinya?" pikir Sagara konyol.Menyadari ini memalukan, Sagara menggaruk pelipisnya yang tak gatal. Ia dibuat tak menyangka oleh tindakan Fidella, istri keras kepalanya."Maaf, kupikir itu—""Oke, aku paham," potong Fidella memaklumi.Gadis itu ikut berjongkok di sebelah suaminya. Dia meletakan nampan dan gelas jus tadi di atas tanah berlapis rumput."Setiap pagi kerjaanmu memberi makan ikan. Apa kau tidak bosan?" tanya Fidella membuka pembicaraan atau kalau tidak, kecanggungan ini akan mencekiknya lagi."Tidak sama sekali. Jika aku bosan, mungkin ikan-ikan cantik ini
"Hoamm ...."Fidella menguap lepas saat terbangun dari lelapnya. Ia mengerjapkan mata dan merasakan sesuatu yang aneh di daerah kening.Gadis itu mengambil handuk yang ternyata masih menyampir di sana. Fidella mengangkat sebelah alisnya, merasa heran."Siapa yang mengompresku? Apa itu ibu atau Lolly?" Fidella mencoba menerka-nerka."Wajahku terasa ringan dan tidak lengket. Apa ibu juga yang membersihkannya?" Kembali Fidella menerka dan menduga kalau itu adalah perbuatan ibunya, tanpa tahu hal tersebut adalah hasil kerja keras Sagara.Gadis itu menoleh ke arah meja. Matanya berbinar saat melihat sebuah mangkuk yang tertutup lengkap d
-Sagara Affandra Ramirez-Aku masuk sedikit mengendap-endap. Gadis itu sudah tertidur tanpa mengganti baju dan menghapus riasan natural di wajahnya. Mungkin karena kelelahan, hingga Fidella tak sempat membersihkan wajahnya.Kuletakan tas kerjaku di bawah ranjang, tepatnya di samping. Aku duduk di tepian tempat tidur Fidella.Walau terpejam, aku tahu mata Fidella sedikit membengkak. Apa dia banyak menangis diam-diam lagi hari ini?Gadis ini pasti tertekan dengan berita yang tersebar. Aku juga heran mengapa dia bisa serapuh ini saat menghadapi masalah yang menurutku tidak terlalu berat, dibandingkan dengan permasalahan tiga tahun lalu.Saat dia baru ke luar dari penjara, banyak orang-orang yang menggunjin
-Sagara Affandra Ramirez-Kulihat Fidella begitu tergesa ke luar dari mobil, berjalan lurus menuju rumah tanpa mengucap satu patah kata pun. Sepertinya dia masih marah padaku, terlihat jelas dari ekspresi juga caranya mendiamiku selama perjalanan pulang tadi.Bahkan, sejak kami berdua keluar dari rumah sakit dia sudah mendiamiku. Hah, wanita memang benar-benar rumit dan memusingkan.Selalu marah tanpa alasan yang jelas. Meminta suatu penjelasan dan ketika aku memberinya, dia malah tersinggung hingga menimbulkan permasalahan baru.Aku membuka seatbelt lebih dulu sebelum menyusul Fidella. Sebuah pesan masuk menghentikan niatku yang semula ingin segera membuka pintu.[Min Woo Hyung]-⟨ Hyena sakit. ⟩-Cobaan apa lagi ini? Tidak cukupkah hanya dengan kemarahan Fidella saja?Kenapa mesti ada hal lain yang membuat kepalaku pusing?
"Sejak kapan kau mendengarkan kata orang?""Tolong jawablah aku sedang tidak ingin membentakmu hari ini, Sagara," pinta Fidella sekali lagi. Ia benar-benar menantikan jawaban itu.Dia ingin memastikan, apakah memang benar ucapan para penggosip itu. Jujur saja, jika ia sakit mengingat ialah penyebab sakitnya Sagara, seperti yang mereka bilang."Aku lebih senang dibentak daripada menjawab pertanyaan tidak penting," balas Sagara penuh ketegasan. Raut wajahnya tak bisa diterka, seperti biasa raut tenang itulah yang ditampilkannya. Meski ada sedikit guratan amarah terlihat, hal tersebut bukan masalah besar, karena mimik tenanglah yang lebih dominan.Sagara langsung beranjak meninggalkan Fidella. Pria itu hampir memasuki ruangannya dan tiba-tiba saja ada sesuatu yang menahannya untuk masuk.Memaksa
Dr. Harold tahu Sagara bukan tipikal orang yang bisa mengungkapkan kegelisahannya. Pria muda itu pandai menyembunyikan perasaan dalam ketenangan yang selalu ia perlihatkan setiap hari.Bahkan, meski Dr. Harold sudah mengenal Sagara hampir enam tahun lamanya. Ia masih belum bisa memahami diri Sagara sepenuhnya. Menurutnya, Sagara itu terlalu misterius.Bukan karena ia tidak ingin memahami bocah itu lebih dalam, hanya saja Sagaralah yang tidak mengizinkan siapa pun memahami dirinya. Sagara tercenung, topik pembicaraan ini mulai terasa tidak nyaman untuknya."Terima kasih atas perhatian Anda, Ketua, tapi untuk urusan ini, biar aku dan Fidella saja yang menyelesaikannya," jelas Sagara dengan tenang dan sopan. Ia ingin menuntas perbincangannya dengan Dr. Harold, tetapi sepertinya itu tidak akan mudah."Alasan apa yang membuatmu bersedia menikahi Fidella, Sagara? Apa kau mencintainya?" tanya Dr. Ha
Yang membuat kubangan emosi Fidella terkuras bukan karena mereka memanggilnya dengan sebutan jalang. Meski itu terdengar menyakitkan juga, tetapi bukan itu yang membuat emosionalnya memuncak, melainkan karena kata demi kata yang menjelaskan bahwa Sagara sangat menderita karenanya.Kata yang seakan menegaskan jika Fidella memang gadis murahan, yang mengemis belas kasih pada musuhnya sendiri. Tiap kata yang mengikrarkan jika Fidella adalah gadis terkejam di muka bumi, dengan menjadikan Sagara sebagai budak pelampiasannya.Benar, Fidella membenarkan hal itu. Semula ia meminta Sagara menikahinya hanya untuk menghindari aib yang akan melukai harga diri keluarganya.Fidella sama sekali tidak pernah memikirkan bagaimana perasaan Sagara mengenai kejadian ini. Karena sejak awal nalar gadis itu memiliki keyakinan tinggi, jika hatinya tidak akan terusik atau melemah untuk sekadar memikirkan perasaan pria yang menjadi su