Kemudian, Niko menghampiri Anas dan menariknya, lalu marah-marah, "Selama ini kamu ke mana? Katanya kamu sudah mati, kenapa kamu tiba-tiba muncul lagi dan masih bersama dengan Neil? Apa kamu nggak takut setelah dicelakai oleh Neil?"Anas sedikit tersentuh saat memandang Niko yang kesal. Seharusnya, Niko memang benar-benar mengkhawatirkan Anas. Jika tidak, reaksi Niko tidak mungkin begitu berlebihan."Niko, selama ini Anas menganggapmu sebagai adiknya. Kamu jangan berpikiran yang tidak-tidak," ujar Neil. Dia menggenggam tangan Anas dan membujuk, "Anas, jangan dengarkan Niko yang bicara sembarangan. Dia cuma anak kecil yang belum dewasa."Niko yang tidak terima merasa sangat kesal setelah mendengar perkataan Neil. Dia menimpali, "Jadi karena kamu itu pria dewasa makanya kamu boleh bicara sembarangan? Aku memang lebih kecil dari kalian, tapi aku punya hati nurani. Jelas-jelas kamu sudah mencelakai Anas, tapi kamu malah muncul di depan Anas lagi. Benar-benar nggak tahu malu, bisa-bisanya k
Melihat Anas yang memegang tongkat, Neil sangat kaget. Neil sama sekali tidak menyangka Anas akan menyerangnya dari belakang. Neil berujar, "Anas?" Apa maksud Anas? Neil benar-benar tidak mengerti.Anas langsung berpura-pura terkejut, lalu menjelaskan dengan terbata-bata, "Aku ... aku mau memukul Niko ...."Niko langsung marah setelah mendengar ucapan Anas. Saat Neil lengah, Niko langsung menendang tubuh Neil. Setelah Neil jatuh, Niko memanfaatkan kesempatan ini untuk duduk di tubuh Neil dan terus menghajar Neil. Neil yang dihantam dengan tongkat tadi masih agak linglung, jadi dia tidak bisa membalas serangan Niko.Sementara itu, Dylan yang sedang mengamati kamera pengawas di dalam rumah mengernyit dan bertanya, "Apa aku harus membereskannya?"Jika tidak, Neil bisa dihajar sampai mati! Shawn melirik kamera pengawas sekilas dan berujar, "Cepat hentikan mereka."Dylan pun bergegas keluar. Dia menarik Niko dan memperingatkan, "Kalau kamu memukul Neil lagi, aku akan mengusirmu!"Niko yang
Begitu melihat buku harian itu, Shawn langsung emosi. Raut wajahnya juga terlihat muram. Dia berkata dengan nada dingin, "Apa yang kamu lakukan? Kamu lagi mengenang masa lalu atau merasa menyesal?"Yvonne tidak dapat berkata-kata. Akhir-akhir ini, Shawn selalu bersikap seperti ini. Namun, Yvonne juga tidak menghiraukan sikap anehnya itu. Dia hanya berkata, "Ayo, kita keluar."Yvonne mengulurkan tangan untuk menggandeng Shawn, tetapi pria itu sama sekali tidak mau bergerak saking kesalnya. Yvonne pun menarik kembali tangannya. Dia tidak akan memaksa Shawn untuk membantunya. Dia masih dapat berjalan sendiri tanpa bantuan pria itu.Saat ini, Yvonne menggerakkan kakinya ke depan dan melangkah lebih ringan. Shawn yang tidak tahan pun segera bertanya, "Kamu sengaja berpura-pura kasihan di depanku?"Yvonne hanya mengabaikannya, seolah-olah tidak mendengar pertanyaan tersebut. Ada yang salah dengan Shawn belakangan ini. Yvonne sama sekali tidak ingin mengusik ataupun marah dengannya. Dia tetap
Yvonne sendiri bahkan sudah lupa bahwa dirinya pernah menulis itu. Setelah mengingat dengan cermat, sepertinya ada suatu kali ketika bertengkar dengan Calvin, Yvonne pergi dari rumah karena sangat kesal. Pada hari itu, hujan turun dengan deras dan dia basah kuyup. Ketika Aaron yang kembali dari luar melihatnya sendirian, pria itu memayunginya untuk melindunginya dari hujan.Saat itu, Yvonne merasa bahwa Aaron benar-benar seperti pangeran yang lembut dan perhatian. Kala itu, dia mungkin masih berusia 14 atau 15 tahun. Itu adalah masa di mana dia merasakan getaran asmara untuk pertama kalinya.Itu sebabnya, Yvonne mencatat perasaan berbunga-bunganya itu di buku harian. Ketika mengingatnya kembali sekarang, dia merasa sangat malu. Dirinya ternyata pernah melakukan hal seperti itu.Kini, Yvonne akhirnya memahami alasan Shawn yang bertingkah tidak normal belakangan ini, bahkan mengucapkan kata-kata aneh. Ternyata, akar masalahnya ada di sini. Hanya saja, kapan Shawn membacanya?Namun, setel
Yvonne tidak peduli dengan kondisinya yang terbungkus perban sekarang. Dia turun dari mobil dan berjalan ke dalam. Ketika hendak menghampiri resepsionis, Dylan kebetulan keluar dari dalam. Pria itu bertanya, "Kenapa kamu datang?"Yvonne menjawab dengan singkat, "Aku mau cari Shawn, di mana dia?"Dylan menjawab, "Dia sudah pergi, lagi menangani beberapa urusan. Apa ada sesuatu yang mendesak? Apa aku perlu meneleponnya untuk suruh dia kembali?"Yvonne berpikir sejenak, lalu menggeleng sambil menjawab, "Nggak usah." Lebih baik dia menjelaskannya setelah Shawn pulang ke rumah nanti.Yvonne pun berbalik dan berjalan keluar, lalu kembali ke rumah sakit. Dia kebetulan bertemu dengan Aaron yang sedang melakukan pemeriksaan pasien. Pria itu pun mengganti perban untuknya. Saat ini, Yvonne bertanya, "Apa aku boleh pulang dan istirahat di rumah?"Aaron bertanya sambil tersenyum, "Kamu sendiri juga seorang dokter, masa nggak suka bau rumah sakit?"Yvonne menjelaskan, "Bukan karena nggak suka baunya
Pada pukul 8 malam, Shawn masih belum pulang. Yvonne mencoba meneleponnya, tetapi tidak diangkat. Setelah bertanya kepada Dylan, dia baru tahu bahwa Shawn telah pergi tanpa memberitahunya terlebih dahulu.Hal ini membuat Yvonne merasa sangat cemas. Malam ini, dia sulit tidur dan terus memeriksa ponselnya. Dia berharap dapat menerima telepon dari Shawn, tetapi sama sekali tidak ada panggilan. Sebaliknya, dia malah ditelepon oleh pihak rumah sakit. "Maaf, apa kamu teman atau keluarganya Neil Sanchez?"Yvonne yang agak bingung bertanya, "Siapa ini?""Ini dari UGD. Aku menemukan nomormu di ponsel pasien. Kalau kamu keluarga Neil, tolong segera ke sini," ucap seseorang di ujung telepon.Yvonne tampak mengernyit sambil bertanya, "Apa terjadi sesuatu padanya?"Orang di ujung telepon menjelaskan, "Terjadi kebakaran dan dia terluka. Sekarang, dia lagi di UGD Rumah Sakit Firsta."Yvonne berucap, "Oke, aku akan segera ke sana." Dia buru-buru bangkit, mengganti pakaian, dan meminta sopir untuk men
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak