Yasmine tersentak. "Ada yang datang menolongnya?"Pria ini tampak gugup melihat banyaknya jumlah bayangan di atas lantai. Dari jumlah saja mereka sudah kalah, apalagi Yasmine seorang wanita. Bagaimana mereka sanggup melawan orang sebanyak itu?"Bagaimana ini?" Yasmine panik.Pria ini tak kalah cemas, dia tidak ingin mati konyol."Bagaimana kalau kita kabur?"Yasmine tidak rela. "Kita belum dapat uangnya.""Menurutmu uang atau nyawa lebih penting?"Yasmine menjawab, "Nyawa."Kalau sudah mati, apa gunanya uang banyak? Pria itu menarik Yasmine dan melompat dari jendela. Mereka mendarat di semak-semak, lalu bergegas melarikan diri."Kayaknya mereka menyadari keberadaan kita," kata Neil."Tuan, mau dikejar?" tanya pengawal."Tidak perlu." Mereka adalah musuh Yura, bukan musuh Shawn. Ditambah Shawn senang melihat cara mereka menyiksa Yura, sayangnya masih kurang kejam.Namun Shawn tetap menanyakan pandangan Neil karena Yasmine adalah mantan istrinya."Kami sudah cerai, apa pun yang dia lakuk
Yura ingin bicara, tetapi mulutnya yang disumpal membuatnya hanya bisa mengerang.Pengawal menyeret Yura ke dalam mobil dan membawanya ke vila mewah yang dibeli Shawn untuk mengawetkan jasad "Yvonne".Hingga saat ini, jasad wanita lain yang Shawn kira adalah Yvonne masih diawetkan di dalam vila itu.Shawn telah mempersiapkan semuanya, dia tidak mungkin membiarkan Yura mati dengan mudah. Yura akan disiksa sebelum dihabisi.....Sesampainya di vila, pengawal melempar Yura hingga terjatuh ke lantai. Yura tersungkur lemah, dia tampak menyedihkan.Aura di vila ini terasa mengerikan. Keberadaan jasad asing membuat Yura merinding.Yura ingin menggunakan Dio untuk mengancam Shawn, tetapi dia tidak bisa berbicara. Raut wajah Shawn tampak mengerikan, sekujur tubuh Yura bergetar ketakutan.Saking takutnya, wajah Yura yang terluka sama sekali tidak terasa sakit. Kemudian Yura merangkak ke samping Shawn, lalu menggesekkan mulutnya ke betis Shawn untuk berusaha melepaskan kain yang menyumpal mulutny
Sekujur tubuh Yura babak belur dan dipenuhi darah.Lengan Yura digigit hingga terluka, seisi ruangan dipenuhi oleh suara jeritannya. Vila ini berada di tempat terpencil, tidak ada seorang pun yang bisa menyelamatkan Yura.Teriakannya hanya membuat burung-burung dan binatang di sekitar terkejut.Agar segera dibebaskan, kedua pria itu menyiksa Yura dengan makin brutal. Mereka menggunakan ikat pinggang, pisau, korek api, dan berbagai alat untuk melukai Yura.Perlahan-lahan Yura pun berhenti berteriak. Dia kehabisan tenaga untuk memberontak, luka-luka di tubuh membuatnya tak berdaya."Cukup!" kata Shawn.Kedua preman itu berhenti menyiksa Yura, lalu bertanya kepada Shawn, "Kami sudah boleh pergi?""Kamu boleh pergi." Shawn menunjuk salah seorang preman.Preman yang satu lagi tidak terima. "Harusnya aku yang dibebaskan, aku menyiksanya lebih brutal."Pria yang awalnya dibebaskan pun kesal dan memelototi temannya. "Omong kosong! Aku lebih kejam!"Kedua pria itu bertengkar.Shawn sengaja meng
Yura takut dikurung bersama jasad yang telah membusuk. Aroma darah yang bercampur dengan pembusukan jasad membuat Yura mual, dia merasa sangat tersiksa.Shawn sengaja tidak langsung membakar vila ini untuk menyiksa Yura. Sebelum Yura dihabisi, dia harus merasakan penyiksaan ini.....Setelah meninggalkan vila, Shawn kembali ke hotel untuk mandi dan berganti pakaian. Dia tidak mau menemui Yvonne dalam keadaan berantakan.Satu jam kemudian, Shawn pergi menemui Yvonne di rumahnya. Dio tidur setelah diberikan obat.Yvonne sedang menyantap makanan di meja makan. Leah sengaja menyiapkan sup ginseng untuknya. Beberapa hari ini Yvonne kelelahan, semua orang melihat kerja keras Yvonne untuk mengobati Dio.Samantha sedang duduk di sofa sambil melipat pakaian."Ting, tong."Samantha kebingungan mendengar suara bel. "Siapa yang datang?"Yvonne ada di rumah, apalagi tak ada seorang pun yang mengetahui tempat tinggal mereka.Pasti Shawn! Yvonne menaruh peralatan makannya, Shawn pasti sudah memberesk
Yvonne melihat sebuah sosok familier yang berada di hadapannya. Seketika, semua rasa kantuk Yvonne pun sirna."Kok kamu bisa masuk?" Yvonne terkejut, Samantha tidak mungkin memaafkan Shawn secepat ini.Sampai sekarang, Samantha masih mengira kalau Shawn mencampakkan Yvonne dan Dio. Samantha tidak mungkin mengizinkan Shawn masuk."Wanita licik," Shawn menggerutu seperti seorang anak kecil.Tatapan Shawn berangsur menjadi serius, dia mengusap wajah, kepala, dan mata Yvonne. Shawn tidak dapat menahan gejolak yang menggebu-gebu di dalam hati, dia pun mengecup hangat bibir Yvonne yang lembut.Makin lama kecupan Shawn terasa makin panas, udara di sekitar terasa membara.Napas Shawn terengah-engah, Yvonne hampir kehabisan napas. Ketika hasratnya hampir meledak, Shawn melepaskan kecupannya dan berbaring di samping Yvonne.Meskipun Shawn ingin menuntaskan hasratnya, luka Yvonne masih belum kering. Shawn tidak tega menyakitinya.Yvonne mengatur napasnya, lalu menoleh dan menatap Shawn. "Urusanmu
Pada pagi hari, Samantha pergi ke kamar Yvonne untuk membangunkannya.Begitu pintu dibuka, Samantha kaget melihat Yvonne dan Shawn yang tidur berpelukan. Apakah Yvonne kembali termakan rayuan Shawn? Kenapa mereka bermesraan? Apakah Yvonne lupa saat Yura mengusirnya? Anak ini tidak belajar dari kesalahan."Yvonne!" bentak Samantha.Yvonne mengucek matanya dalam keadaan setengah sadar. "Bu ....""Bajingan ini sudah mencampakkanmu! Ngapain menerima dia kembali? Lepaskan putriku, kamu ...." Samantha kehabisan kata-kata.Yvonne menatap Shawn, tetapi Shawn tidak ingin menjelaskan apa pun kepada Samantha. Shawn menarik selimut dan menutup wajahnya, biar Yvonne yang mengurus semuanya."Bangun!" Samantha memelototi Yvonne.Yvonne harus segera menjelaskannya. Jika tidak, Samantha bisa murka. Yvonne turun dari tempat tidur, lalu mengenakan sandal dan mengajak Samantha keluar."Sebentar lagi dia bakal menikah sama orang lain. Kenapa kamu masih membiarkan dia tidur ...." Samantha tidak dapat memben
Mata Yvonne tampak memerah. Dia memalingkan wajah dan mengabaikan Shawn. "Nggak apa-apa.""Aku sudah menjelaskan semuanya pada Ibu, dia nggak akan memarahimu lagi. Ayo, kita sarapan." Yvonne menyeka sudut matanya.Jika sudah menemukan petunjuk keberadaan anak mereka, Shawn pasti akan langsung memberi tahu Yvonne. Namun Shawn belum menjelaskan apa-apa, berarti dia belum menemukan petunjuk.Shawn mengetahui isi pikiran Yvonne. Sebagai seorang ayah, Shawn juga merindukan dan mencemaskan keadaan anaknya. Hanya saja Shawn belum menemukan informasi yang berharga.Shawn dan Yvonne sama-sama terluka setiap membahas anak mereka yang hilang.Shawn pun mengubah topik pembicaraan agar mereka tidak terus-terusan larut dalam kesedihan. "Dylan sudah sadar. Ayo jenguk dia setelah sarapan?"Yvonne mengangguk. "Oke."Shawn memeluk Yvonne dan menenangkannya tanpa banyak bicara.Yvonne memaksakan diri untuk tersenyum. "Aku lapar, cepat turun ke bawah. Bibi Leah sudah menyiapkan sarapan."Yvonne menarik Sh
Sebelum berdiri, Yvonne membalikkan badan, lalu memeluk leher Shawn dan menggigit telinganya.Shawn tidak memberontak, dia hanya mengerutkan alis sambil menatap Yvonne dengan penuh kasih sayang."Jangan memaksaku lagi!" kata Yvonne dengan ketus."Em." Shawn tersenyum.Ketika hendak berdiri, Yvonne terpeleset dan kembali jatuh ke pangkuan Shawn. Leah yang baru memasuki ruang makan sontak menutup mata dan bergegas membalikkan badan."Maaf, kalian lanjutkan. Aku tidak melihat apa-apa." Leah kabur sambil tersenyum malu.Wajah Yvonne tampak memerah dan terasa panas. Leah pasti salah paham .... Memalukan!"Semua gara-gara kamu!" Yvonne memarahi Shawn."Kita adalah suami istri, kenapa mesti malu?" Shawn tersenyum menggoda.Yvonne malas meladeni Shawn, dia bangkit berdiri dan kembali ke kamar.Shawn menghabiskan makanannya, lalu pergi ke kamar Dio dan baru memanggil Yvonne.Yvonne selalu mengenakan syal untuk menutupi luka di leher dan wajahnya. Di dalam perjalanan menuju rumah sakit, Yvonne b
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"