Yvonne tidak menanggapi panggilan Graham. Simon melirik Yvonne dan berkata, "Ada yang memanggil kamu.""Hmm?" Yvonne terpaksa menoleh ke arah Graham.Kondisi Graham berubah dalam waktu semalam. Dia kelihatan lesu dan tak bersemangat."Pergilah, aku kasih 10 menit," kata Simon.Yvonne tak berdaya, dia terpaksa mengangguk dan berkata, "Aku akan segera kembali."Yvonne menghampiri Graham."Bawa aku menemui Shawn," pinta Graham tanpa basa-basi.Yvonne mengerutkan alis, kenapa harus dia yang membawa Graham untuk menemui Shawn?"Seperti yang Anda lihat, aku sedang bekerja," jawab Yvonne dengan datar.Graham menggenggam tongkatnya sambil berusaha menahan amarah. "Kalau aku bisa menemui dia, apakah aku perlu meminta bantuanmu?"Akhirnya Yvonne mengerti, ternyata Shawn tidak mau menemui Graham. Berarti Shawn sengaja menghindari Graham?Yvonne bingung, apakah dia harus memberi tahu Graham mengenai keberadaan Shawn?"Aku juga nggak tahu Shawn di mana," jawab Yvonne.Graham menggenggam pergelangan
Jackal langsung menutup mulut.Graham menjawab, "Apa gunanya menyesal? Memangnya waktu bisa diputar?""Aku terlalu menyepelekan Shawn." Graham menarik napas panjang. "Aku kira Shawn sama seperti orang tuanya, baik dan pengertian. Dulu Ruben berkali-kali berusaha menyakiti ayahnya Shawn, tapi ayahnya Shawn tidak pernah membuat perhitungan karena mereka adalah saudara ...."Jackal merasa karakter Shawn yang keras terbentuk akibat tuntutan kondisi. Dia kehilangan orang tua dan mengalami percobaan pembunuhan di usia yang masih kecil. Jika Shawn berbaik hati, dia tidak mungkin bisa hidup sampai sekarang.Tak terasa, mereka pun tiba di kantor polisi. Jackal mengajukan permohonan untuk bertemu Quinn.Di ruang penerimaan kunjungan.Xavier berbisik kepada Shawn, "Pak Graham datang."Shawn tidak kaget, dia tahu Graham sedang berusaha mencarinya. Oleh sebab itu Shawn tidak heran mengetahui Graham yang datang ke sini."Em." Shawn hanya mengangguk."Tapi sekarang Pak Graham tidak bisa masuk," kata
Ada sebuah botol kecil, pisau lipat, dan korek api.Meskipun bukanlah senjata besar, semua benda tersebut dapat digunakan untuk menyiksa orang.Quinn tetap berusaha tenang. "Ini kantor polisi."Xavier tertawa kecil. "Kami tahu ini kantor polisi, kami juga tidak berani sembarangan bertindak. Kamu cuma meminta sedikit ruang privasi untuk memberikanmu pelajaran."Jika Shawn dan Xavier berani melakukan sesuatu di sini, mereka pasti telah menyogok petugas keamanan. Seketika raut wajah Quinn pun memucat.Kemudian Xavier melepaskan dasi yang dikenakan dan menggunakannya untuk menyumpal mulut Quinn.Shawn bangkit berdiri, lalu mengambil pisau lipat yang ada di atas meja dan berjalan mendekati Quinn."Pak, biar aku saja," kata Xavier.Shawn tidak bergeming. Meskipun bentuknya kecil, mata pisau ini sangatlah tajam.Shawn mengusap wajah Quinn dengan menggunakan ujung pisau. Dengan hanya sedikit tenaga, pisau tersebut telah menancap ke dalam kulitnya."Uhm, uhm ...." Quinn mengerang kesakitan.Pup
"Uhm, huhu ...." Quinn merintih kesakitan.Setelah beberapa menit, Quinn pingsan karena tak sanggup menahan rasa sakit. Namun Xavier menyiram dan membangunkannya, lalu lanjut menyiksanya.Pingsan, disiram, dan lanjut disiksa. Siklus ini berulang hingga berkali-kali. Setelah Quinn disiksa hingga tak berdaya, Xavier baru berhenti dan mengemas barangnya."Penjaga tidak akan mengurusnya," kata Xavier kepada Shawn.Ekspresi Shawn terlihat datar. Walaupun Quinn tak kalah menderita, penyiksaan yang dirasakan Quinn tak sebanding dengan rasa sakit yang ditahan Shawn selama ini.Shawn tidak akan pernah melupakan bagaimana kedua orang tuanya meninggal. Kepergian kedua orang tuanya meninggalkan luka yang paling menyakitkan, lebih sakit daripada saat dirinya ditenggelamkan.Setelah Shawn meninggalkan ruang kunjungan tahanan, dia bertemu dengan Graham di luar. Tatapan Shawn sangat dingin, sama sekali tidak ada keramahan."Bisa bicara sebentar?" tanya Graham.Shawn hanya diam, berarti dia bersedia be
"Ada apa?" Leah keluar dari kamar dan menghampiri Xavier.Dio sedang tidur, takutnya dia terbangun.Xavier mengacungkan jari telunjuk ke mulut. "Sst!"Leah langsung menutup mulut."Jangan ganggu Pak Shawn," Xavier berbisik.Xavier tahu kenapa Shawn marah, sekarang dia sedang melampiaskan semua emosinya.Memang Graham yang membesarkan Shawn, tetapi Graham juga memanfaatkan "jasanya" tersebut untuk mengontrol Shawn. Selama ini Shawn tidak membalaskan dendamnya kepada Quinn karena Graham melarangnya.Shawn telah menurun egonya, tapi bagaimana sikap Graham terhadapnya?Shawn kecewa, kenapa orang-orang yang menyakitinya adalah keluarganya sendiri?Leah bergumam, "Apakah perlu minta Nona Yvonne pulang?"Xavier berpikir sejenak, itu ide yang bagus. Sekarang Shawn membutuhkan dukungan dan perhatian."Boleh, coba hubungi Yvonne," jawab Xavier.Leah menelepon, tetapi Yvonne tidak menjawab panggilannya.Xavier menghela napas ....Di dalam ruang kerja.Shawn berdiri dengan tegap di depan jendela.
Yvonne menatapnya secara gamblang. Wanita yang mirip dengan Jolene pun menyadari tatapan Yvonne dan menoleh ke arhanya.Wanita itu kelihatan kaget saat melihat Yvonne. Dalam hitungan detik, tatapan wanita sontak dipenuhi kebencian.Yvonne mengerutkan alis, dia merasa ada yang tidak beres sejak pertama kali bertemu wanita itu. Mereka tidak saling kenal, kenapa wanita itu menatapnya seolah menyimpan dendam yang mendalam?Begitu melihat Yvonne, Roger langsung membawa istrinya pergi sambil berbisik, "Sekarang kamu lagi hamil. Masalah balas dendam kita pikirkan nanti."Namun istrinya tidak terlihat keberatan. "Dipikirkan nanti?"Wanita ini masih bergantung kepada Roger, makanya dia terpaksa mengikuti semua keinginan Roger. Sebenarnya wanita ini tidak menginginkan anak. Selama ini dia mengonsumsi pil KB, tetapi pada akhirnya tetap hamil.Roger menyukai anak-anak, wanita ini terpaksa mempertahankan kandungannya. Namun jika anak ini akan menjadi penghalangnya untuk balas dendam, dia tidak akan
Niko pingsan di hadapan Yvonne dan Anas.Yvonne panik, dia buru-buru memeriksa kondisi Niko."Kita membuatnya ketakutan?" tanya Anas.Yvonne memeriksa Niko sambil menjawab, "Nggak mungkin, anak cowok masa penakut kayak begini?"Jika orang-orang tahu Niko pingsan karena ketakutan, dia malah akan menjadi bahan tertawaan.Ternyata benar, Niko hanya bersandiwara.Yvonne dan Anas adalah dokter, tidak ada gunanya Niko berpura-pura pingsan.Setelah memastikan keadaan Niko, Yvonne berkata, "Begini saja pingsan, wanita mana yang mau menikah denganmu? Pengecut banget! Para wanita menyukai pria pemberani yang bisa memberikan rasa aman. Kurasa kamu nggak bakal dapat pacar."Niko langsung membuka mata dan bangkit berdiri. "Nggak seru!""Kamu berpura-pura pingsan di hadapan 2 orang dokter?" Anas tertawa.Niko mengerutkan bibir sambil menggerutu, "Nggak bakal ada pria yang menyukai wanita kayak kalian."Yvonne mengangkat kedua bahunya. "Maaf, aku punya 2 pria di hidupku."Niko tak bisa berkata-kata.
Yvonne bergegas menyantap makanannya, lalu mandi dan beranjak ke kamar.Suasana kamar sangat gelap, Shawn tidak menyalakan lampu.Shawn berbaring menghadap ke samping, apakah dia sudah tidur? Dia tidak bergeming saat Yvonne membuka pintu."Kamu sudah tidur?" Yvonne duduk di samping tempat tidur.Shawn tidak menjawab.Yvonne membuka selimut, lalu berbaring sambil memeluk Shawn. "Aku tahu, kamu belum tidur."Meskipun napas Shawn terdengar beraturan, Yvonne tahu bahwa dia belum tidur."Akhir-akhir ini aku sibuk ...."Tiba-tiba Shawn membalikkan badan sebelum Yvonne menyelesaikan kalimatnya."Kamu belum tidur, 'kan? Kenapa nggak menjawab aku?" tanya Yvonne.Shawn tidak menjawab, dia malah langsung menindih tubuh Yvonne.Yvonne sangat lelah, tubuh terasa lemas."Tidak mau?" tanya Shawn.Yvonne menggelengkan kepala sambil menjawab, "Bukan, aku hanya ....""Hanya apa?" Shawn langsung mengecup bibir Yvonne.Mereka berdua jelas masih memikirkan percakapan tempi hari. Walaupun bersikap seolah cu