Malam itu Ardiaz berhasil menenangkan istrinya walau dengan susah payah. Keesokan harinya, Adinda juga tidak masuk kerja dan mengajukan izin dengan alasan tidak enak badan. Dia tidak sepenuhnya berbohong karena memang sejak pagi dia sudah mual-mual dan muntah sampai beberapa kali.Adinda mengalami morning sickness yang biasa terjadi pada ibu hamil. Tubuhnya bahkan sampai terasa lemas. Pada saat seperti itu, Ardiaz juga tak kalah memainkan peran pentingnya sebagai seorang suami. Ardiaz tetap perhatian pada Adinda dan kandungannya walau tahu itu bukanlah anaknya.Ardiaz menunjukkan sikap siaga dan bertanggung jawab. Mulai dari memijat tengkuk sang istri, membuatkan teh hangat untuk mengurangi mual dan juga membawakan sarapan ke kamar. Perhatian Ardiaz membuat Adinda kembali mempertanyakan sikap sang suami.“Kenapa kamu sangat perhatian padahal kamu tahu dalam kandunganku ini adalah anak orang lain,” ujar Adinda yang sedang berbaring lemas di tempat tidur. Mendapat pertanyaan demikian, A
Kunjungan ke panti asuhan membuat Adinda menyadari satu hal penting. Sekarang dia tahu apa tujuan Ardiaz membawanya ke sana. Setelah keluar dari panti, ekspresi wajah Adinda berubah menjadi murung. Dia benar-benar tertampar dengan pelajaran yang dia dapatkan.“Kenapa, Din?” tanya Ardiaz saat mereka berdua sudah berada di dalam mobil. Dia memperhatikan Adinda yang terlihat bersedih.“Aku merasa tidak nyaman. Bagaimana bisa aku berkomentar buruk tentang ibunya Faraz sementara aku juga melakukan hal yang tidak jauh berbeda dari perempuan itu. Seperti dirinya, aku juga tidak menerima kehadiran anak ini dengan baik,” ungkap Adinda.Adinda sadar terlalu banyak keluh yang sudah dia utarakan atas kehamilan yang tak diharapkan. Perlahan dia mengusap perutnya yang masih rata. Dia mulai berpikir bagaimana perasaan sang bayi jika tahu bahwa kehadirannya tidak diinginkan.“Bukankah hubungan ibu dan anak sangat terikat? Katanya janin dalam kandungan bisa merasakan apa yang dirasakan oleh ibunya. Ak
Sikap Adinda kembali menjadi pendiam setelah pertemuan tak sengaja dengan Anifa. Dia tidak banyak memberikan penjelasan. Untung saja saat di mall Ardiaz langsung berinisiatif untuk mengalihkan topik dan mencairkan suasana. Namun tetap saja Adinda yakin pasti adik iparnya merasa curiga.Sekarang Adinda menjadi cemas. Dia berpikir bagaimana akan menghadapi keluarganya dengan berita kehamilan itu.“Bagaimana jika Anifa menceritakan kejadian hari ini pada ayah dan ibumu, Mas?” ujar Adinda setelah mereka tiba di rumah.“Memang apa masalahnya kalau Anifa memberitahu orang rumah?” balas Ardiaz justru merasa begitu santai. Sangat berbanding terbalik dengan Adinda yang terus gelisah.“Apalagi kau tahu sendiri bahwa mama dan papa memang sangat ingin segera mendapatkan cucu. Aku yakin mereka akan sangat bahagia jika mendengar kabar tentang kehamilanmu,” imbuh Ardiaz.“Tapi, Mas. Kamu tentu tidak lupa bahwa anak ini bukanlah anak kandungmu. Seharusnya aku tidak lupa bahwa ini bukan hanya tentang
Ardiaz menenangkan Adinda agar perdebatan mereka tidak terjadi di rumah orang tuanya. Sesungguhnya Ardiaz memang belum membicarakan lebih jauh dengan istrinya terkait resign kerja. Itu baru sebatas rencananya sendiri saja.Tapi dari respon Adinda, Ardiaz bisa melihat tampaknya sang istri tidak menyukai rencana itu. Ardiaz bisa mengerti bahwa Adinda sejak awal telah terbiasa menjadi wanita mandiri. Namun kondisinya yang sudah berbadan dua membuat Ardiaz berpikir akan lebih baik jika Adinda tidak terlalu terbebani dengan pekerjaan.Ardiaz pun memberi pengertian setelah mereka pulang. Bahkan tanpa menunggu Ardiaz menjelaskan, Adinda sudah lebih dulu melayangkan protes.“Apa maksud Mas Ardiaz mengatakan lebih baik aku berhenti kerja?” tanya Adinda.“Tenang dulu, Din. Ayo kita duduk dan bicarakan semuanya baik-baik,” ajak Ardiaz. Adinda pun menurut dan mereka berdiskusi di sofa ruang tamu.“Sebenarnya itu baru rencanaku saja. Aku hanya memikirkan kebaikanmu,” ujar Ardiaz memulai penjelasan
Pada dasarnya Alvia adalah perempuan yang memiliki empati tinggi. Dia turut prihatin mendengar masalah yang menimpa Adinda. Dia menunjukkan kepeduliannya dengan tidak membiarkan Adinda melakukan pemeriksaan kandungan sendirian.Alvia mengutarakan maksudnya untuk menemani Adinda. Adinda sempat menolak tapi Alvia juga tidak mau menurut.“Aku bisa menemui dokter sendirian,” kata Adinda.“Pokoknya aku akan ikut denganmu. Kalau kamu merasa tidak nyaman, bagaimana kalau kita gantian saja? Aku akan menemanimu melakukan pemeriksaan kandungan dan sebagai gantinya kamu harus menemaniku menjaga tunanganku, bagaimana?” tawar Alvia. Mau tidak mau Adinda akhirnya menyepakati hal itu.Alvia menemani Adinda menemui Dokter Sellia. Dokter mengatakan kondisi kandungannya cukup sehat walau tetap ibunya harus banyak istirahat. Berbeda dengan Adinda yang tampak biasa saja, Alvia justru sangat antusias selama proses pemeriksaan.Setelah keluar dari ruangan dokter dan ditanya oleh Adinda mengenai hal itu, Al
Setelah beberapa saat akhirnya Alvia datang bersama seorang dokter dan perawat. Alvia sempat menceritakan adegan yang baru saja terjadi, walau dokter tidak bisa turut menyaksikan langsung sebab genggaman tangan Rasya sudah lebih dulu dilepas oleh Adinda.Dokter pun memeriksa kondisi Rasya. Sementara itu Adinda melanjutkan niatnya untuk pergi dari sana. Dia berpamitan dan meninggalkan ruangan tanpa menunggu penjelasan dokter. Semakin lama berada di sana membuatnya semakin merasa tidak nyaman. Alvia juga tidak mencegahnya.Lagi pula Adinda merasa tidak enak hati pada Alvia. Entah bagaimana perasaan Alvia saat mendengar tunangannya mengingau nama perempuan lain. Adinda tidak ingin keberadaannya di sana semakin memicu kesalah pahaman.Adinda berjalan pelan menyusuri lorong rumah sakit. Pikirannya masih sibuk mengingat apa yang terjadi pada Rasya. Adinda juga memperhatikan pergelangan tangannya yang merupakan bekas genggaman laki-laki itu.“Apa ini? Kenapa aku merasakan sesuatu yang berbed
Setelah memutuskan berhenti dari pekerjaannya, Adinda hanya menghabiskan kesehariannya di rumah. Terkadang jika bosan dia memilih untuk menemani Ardiaz pergi ke restoran. Meskipun di sana dia juga tidak melakukan apa-apa dan hanya menyaksikan bagaimana suaminya bekerja.Kejadian yang melibatkannya dengan Rasya di rumah sakit membuat Adinda membatasi diri. Adinda tidak lagi mengunjungi Alvia dan tunangannya itu. Bahkan untuk melakukan pemeriksaan kandungan pun sekarang Adinda selalu meminta untuk ditemani Ardiaz. Dia tidak pernah mau pergi sendiri lagi.Adinda juga semakin mempererat hubungannya dengan Ardiaz. Dia selalu memanfaatkan kesempatan untuk dekat dengan sang suami. Itu sebabnya dia selalu meminta ikut setiap kali Ardiaz mau pergi bekerja.Adinda melakukan semua itu karena tidak ingin ada celah di hatinya untuk laki-laki lain. Dia merasa itu sudah seharusnya dia lakukan sebagai seorang istri. Dia tidak ingin bayangan Rasya atau pun laki-laki lainnya mengusik perasaannya pada A
“Bagaimana kamu bisa tahu mengenai kondisi Mas Ardiaz sampai sejauh itu?” tanya Adinda berbicara berdua dengan Kafia di tempat yang sedikit terpisah dari kerumunan keluarga yang lain.Adinda cukup dibuat tercekat dengan pengakuan Kafia tentang Ardiaz yang dinyatakan tidak bisa memiliki keturunan. Bahkan tidak hanya Adinda, Ardiaz dan ibunya yang juga ada di sana turut merasakan hal yang sama.Untungnya Kafia segera mengalihkan perhatian mereka dengan mengatakan kemungkinan dokter salah diagnosa karena buktinya sekarang Adinda sudah hamil. Kafia menjelaskan itu hanya pemeriksaan beberapa tahun yang lalu dan dilakukan oleh dokter yang baru praktik jadi ada kemungkinan hasilnya salah.Sementara itu Adinda sudah gemetar tak terkira mendengar pernyataan Kafia. Dia takut keluarga mereka curiga dan mempertanyakan asal usul calon bayi dalam kandungannya.“Aku adalah dokter dan aku berteman cukup lama dengan Ardiaz jadi wajar jika aku mengetahuinya,” balas Kafia santai. Dia bisa melihat ekspre