Author pov
Liana sudah sampai di depan halaman kantor polisi Istanbul ini. dia sudah janji kemarin dengan Azfer. tapi dia berniat sekalian ketemu dengan hakim Serge.
Dilobi ia melihat Azfer sedang berjalan akan keluar atau entahlah, Liana langsung mengejar Azfer
"Komisioner Azfer,,, tunggu!!" Teriak Liana.
Kemudian dia berlari menghampiri Azfer cepat.
Yang dipanggil berhenti dan menoleh, ia tersenyum, jenis senyuman yang sering Ana dapatkan dari komisioner tampan itu. Senyuman itu pula yang membuat Ana sampai mimpi, mimpi yang membuat Ana jadi malu sendiri ketika mengingatnya.
"Günaydın" saap Azfer ketika ana sampai didepanya.
"
Author POV Dalam sebuah distrik Sultanbeyli di kawasan sedikit menjorok ke dalam. Ada sebuah bangunan tua yang ditinggalkan dan rasanya juga sudah rusak. "Ikat dia" perintah yang ada luka dimukanya. Tinggggg "Ya halo bos" "Target sudah disini, bagaimana misi selanjutnya" mereka lalu berbicara serius. "Oh ok, ok,ok siap laksanakan" Telephone langsung ditutup. "Keluarkan bomnya" perintahnya pada yang botak. Spontan Ana mendelik mendengarkan bom. Mukanya sudah pucat pasi tidak karuan. Bagaimanapun dia tidak membayangkan sama sekali akan berdekatan denga
Author POV Satu minggu kemudian Azfer merangkul Ana dalam dekapanya sekarang. Inilah rasa syukur dan bahagia menjadi satu memenuhi ruang hatinya. Setelah sekian hari dirumah sakit ini hari ketujuh dimana Liana dinyatakan terbebas dari masa kritis. Liana mengerang sedikit, rasa sakit pada tubuhnya memaksa ia untuk sedikit protes ke Azfer. "Pak..." "Oh, maaf maaf, saya terlalu ekspresif" katanya mengurai pelukanya pada Ana. "Bagaimana rasanya?" Ia memandang gadis didepanya dengan tatapan lembut. "Sedikit sakit" "Sudah berapa lama saya tidur?" Tanya Liana lemah. "Suda
Author POV "Halo?" yang mendapatkan telephone menjawab dengan nada hampir putus asa. //Aku di tempat biasa, di yact, temui aku setelah makan siang// Tuttttt Telephone terputus, Xavi memandangi layar ponselnya yang sudah mati. ia mengehembuskan nafas perlahan. Ia harus menghadapi Canzu lagi. Wanita cantik berwajah asli Turki itu berjalan cepat, kaca mata hitamnya ia tanggalkan sesampainya didepan yact. Yact mewah beraksen putih sedikut biru itu terlihat bersih, Seorang wanita cantik berwajah Asia-Eropa terlihat bersantai ditengah, dengan koran dia terlihat sibuk membaca koran. "Gunaydin" Sapaan Xavi membuat
Ana pov Aku sudah membereskan semua barang milikku, aku memasukkanya dalam tas. "Günaydın" kepala Azfer tiba-tiba saja menyembul dibalik pintu. Aku tersenyum ke arahnya. Dia selalu begini sepagi ini, ini sudah dua minggu aku dirumah sakit. Aku tidak ada keluarga disini tapi detektif tampan itu tidak pernah absen satu haripun. Aku jadi binggung, kenapa ia begitu peduli denganku? Padahal aku bukan keluarga juga bukan kekasihnya? Itulah pertanyaan yang semrawut dikepalaku sekarang. Kamu ingat doaku dulu, aku meminta tuhan untuk menjauhkan orang ini dari hidupku, tapi kenapa dikabulkanya malah sebaliknya dia makin dekat denganku. Bagaimana aku tidak bisa jatuh cinta dengan orang ini? wajahnya yang rupawan dan sikapnya yang perhatian. Tolong ingatkan aku untuk tidak berkata " i love you" duluan pada pria tampan ini," jangan permalukan harga
Azfer POV "I love you" aku mengatakanya seperti orang berbisik, aku tau ini terlalu cepat tapi entahlah. Dia diam membeku, baru kali ini dia berani memandang mataku, wanita ini cantik, cantik dalam artian sebenarnya, tentu Cansu dan Xavi sahabatku itu lebih cantik dari wanita ini, tapi innerbeauty tidak dimiliki oleh mereka, justru aku menemukanya dalam diri seorang Liana, wajah asia yang terlihat selalu muda, tinggi semampai dan selalu tersenyum kepada siapapun. Aku jatuh cinta? iya aku memang jatuh cinta dengan wanita sederhana didepanku ini. Bagaimana aku bisa mengungkapkanya? tidak ada tanggapan apapun darinya, bahkan dia terlihat mengerjap beberapa kali dan mengeleng pelan. "Ayo masuklah" akhirnya aku menyudahi tatapan kami dengan memintanya
Author PoV Gadis cantik berwajah Turki itu, meronta-ronta di saat penyeretan oleh pihak kepolisian. banyak wartawan menunggunya didepan gedung. "Apakah tidak ada jalan lain tuan?" tanyanya geram. "Tidak nona, pintu belakang sedang dalam perbaikan" kata sang polisi tegas tanpa ampun. Wajahnya yang sangar membuatnya terlihat mengerikan. Dengan paksa Xavi diseret, untuk keluar dari dalam mobil dan menjadi bahan jepretan para wartawan. Pasti sudah tidak lagi besok wajahnya akan menjadi headline seluruh koran di Turki. Polisi itu kemudian memasukkan Xavi ke dalam ruang interogasi, lalu kemudian borgolnya dilepas dan dibiarkan sendiri dalam ruang interogasi. T
Author POV Benar saja, pagi ini semua koran dalam negeri mengulas kasus pembunuhan Hatice. Kasus lama yang bangkit kembali. Bahkan opini mereka terlalu dilebih-lebihkan dalam koran itu. Canzu yang sedang minum teh terlihat terdiam. Berbagai macam koran sudah ada didepannya, ia tidak berminat membukanya. Cukup melihat depannya saja. Dia sudah tau jelas apa headlinenya hari ini. Pikiranya melayang, tiba-tiba ponselnya bergetar. Lalu ia mengambil dan melihat layarnya sekilas. dengan segera Canzu mengangkat telephonenya dan beranjak dari tempat duduknya. "Halo ada apa Ver?" //Bisakah kita ketemu sebentar?// "Membahas Xavi?" Dia langsung menebak. Dia tersenyum tipis meskipun Azfer tidak bisa melihatnya sekarang. //Kurang lebih ya, aku bawa Liana// Senyumanya memudar seketika. Dia menangkap gelagat yang tidak baik dari calon advokat cantik indonesia itu. "Apa seserius itu?" //Iya
Author PoV Sudah tidak ada waktu seketika itu Azfer berlari ke arah Liana yang sedang melintasi zebra Cross. Dari arah kanan mobil Van melaju kencang tampa terlihat mengerem. BUGH!! Tubuh Azfer dan Liana beradu dengan aspal jalanan, sebelum kejadian itu, jelas-jelas lampu merah. Jadi sekarang begini, berakhirlah mereka saling tindih dengan Azfer memeluk Liana erat. Tanganya terbentur keras begitu juga dahi Azfer, mungkin punggungnya agak sedikit lecet juga. Ana membeku dalam pelukan Azfer, semua kata-katanya hilang dan matanya menatap tajam Azfer, jangan ditanyakan lagi jantungnya sudah pasti tidak pada posisi tepat. "Are you ok?" tanya Azfer memecah kecangungan diantara mereka, dia khawatir tentu sa
Author POV Azfer telah bersiap untuk pulang hari ini, dia tersenyum lembut ke Istrinya-Liana, wanita yang sedang membereskan semua barang itu terlihat sangat sibuk, beberapa kali dia mondar mandir untuk mengecek barang-barangnya. "sayang..." Azfer memangil dengan suara yang lembut sekali. Liana menoleh dalam mode pelan, matanya mengerjap beberapa kali ketika bertemu dengan manik mata suaminya. "ada apa sayang?" tanyanya, dia sedang serius dan berkonsentrasi penuh. Azfer tersenyum sekilas lalu mengeleng pelan. "kamu jangan terlalu capek" ucapnya, Liana kemudian tersenyum dan menghampiri suaminya itu. Liana tentu saja tidak memperbolehkan Azfer untuk ikut serta membereskan semua barang-barang, kesehatanya belum sepenuhnya pulih. "aku kayak De-javu ya, kayak adengannya kebalik gitu" Liana lalu tertawa berderai, Azfer ikut tersenyum lebar mendapati tawa istrinya yang renyah itu. "dulu kamu yang kayak gini di Ista
Liana POVaku tidak pernah menyangka akan melibatkan diriku pada urusan yang sangat pelik ini, ku pikir semuanya akan terkendali. nyatanya tidak satupun yang dapat ku kendalikan.Suamiku terbujur dengan peralatan medis di sekujur tubuhnya, bahkan tadi aku bergetar hebat ketika menelephone ibuku dan mama Dilara, entahlah apa yang akan mereka katakan padaku nanti, Mama bahkan menangis hebat dan langsung memesan penerbangan ke Indonesia malam ini juga, tapi jarak istanbul-Indonesia yang mencapai hampir delapan jam perjalanan udara.dokter sudah memeriksa Azfer tadi dan melakukan tindakan operasi cepat, kalau Azfer dapat melewati masa kritisnya dalam waktu kurang dari 24 jam kemungkinan dia akan sembuh lebih besar, tapi lain lagi jika ia tidak dapat melewati masa kritis, mungkin aku harus bersiap dengan kemungkinan terparah.aku menekan-nekan ponselku sebentar aku menghubungi Ismet, mukanya langsung muncul dalam layar ponselku ketika panggilanku dijawab
Author Pov Mobil metalik hitam jenis sedan keluaran terbaru itu, memasuki area istana gubernur Jawa barat, lebih tepatnya di kota kembang Bandung. Seorang dengan pakaian formal berwarna merah berkelas menuruni mobil tersebut, lalu mobil dibelakangnya juga mengikuti, seorang berwajah sangat rupawan di ikuti seorang pria paruh baya keluar dari mobilnya. "Ibu Liana" panggil Sancar "Iya pak" wanita itu menjawab dengan santai, siapa lagi kalau bukan Liana. "Bagaimana persiapan untuk presentasinya?" "Sudah saya siapkan pak" katanya mantap, kedua laki-laki itu saling pandang dan mangut-mangut sekilas, kemudian mereka berjalan memasuki gedung besar itu di ikuti Liana dibelakang mereka. -- Pertemuan itu berjalan dengan sangat baik, bahkan tidak ada kendala yang berarti bagi pihak AHA, sumber daya manusia indonesia yang mengelola pertanian sangat besar apalagi dijawa barat, gubernur sangat senang atas inve
Author POV Lampu merah itu terjadi sangat lama dipertengahan jalan, kini mobil sudah sampai pada jalan palgura mobil mengerem mendadak, membuat Xavi hampir tersungkur kedepan. "Akhh.... " ucapan Xavi terputus setelah beberapa orang berkaos hitam mengendor pintu mereka. Ada empat orang sekarang yang mengerumuni mobil mereka. "Buka pintunya!!!" teriaknya lantang, sebuah pistol sudah ditodongkan tepat disamping kaca, memaksa ujang langsung tiarap. "Buka sebelum semua orang berkerumun Nona!!!" Teriak yang disamping Xavi, dengan cepat Ujang membuka kunci pintu mobil, dan dengan cepat orang-orang itu membuka mobil dan memaksa Xavi keluar. "Ikut kami baik baik nona" kata mereka dengan halus Xavi yang tidak mengerti bahasa
Author POV Dipulau Bali, Xavi terlihat berjalan santai didekat pantai Kuta, ia sering menikmati matahari dipantai cantik itu, tidak sulit untuk menginjakkan kaki setiap hari dipantai itu, karena jarak rumah yang dibangun Liana dikuta tidak jauh dari pusat gemerlap pantai kuta. Langkah kakinya berjalan telanjang menyusuri pantai yang penuh dengan turis dari berbagai negara itu, dia senang karena tidak perlu bersapa atau ramah pada orang-orang itu karena toh orang-orang itu juga tidak mengenalnya, dia juga tidak ingin mengenalkan dirinya ke semua orang, anggap saja, dia ingin melarikan diri dari kenyataaan bahwa orang yang telah mengisi hatinya bukan orang yang pantas untuk dia temani. Lalu Xavi duduk pada pasir putih, setelah matahari terbit dari arah barat dia beranjak dari tempat duduknya, dia berniat ingin kembali ke rumah, mungki n asisten rumahnya yang di
Author POV Welcome Soekarno-Hatta Akhirnya Arslan, Azfer dan Liana tiba dibandara Soekarno-Hatta, ibu Liana-Sumarni terlihat menunggu di penjemputan bandara bersama Sari, wajah mereka terlihat berbinar binar, Liana dan Azfer menggeret koper mereka, sedangkan Assisten mereka dan Arslan sedang berjalan kedepan. "Itu mereka Sari" kata Sumarni pada Sari, mata Sari langsung memandang ke arah kedatangan dan benar saja Azfer dan Liana terlihat tersenyum manis dari kejauhan, dengan cepat Sumarni menghampiri ke empatnya. "Sayang" Liana langsung memeluk ibunya begitu dekat, Azfer memeluk sari sekilas, merek bergantian berpelukan. "Ibu kangen nak" katanya disertai lelehan air mata dari sudut matanya.
Liana POV Deru mobil Azfer terdengar memasuki lobi, kantor ini tidak besar dan pegawaiku juga tidak banyak, jadi ada tamu yang masuk hanya mampir saja kami akan langsung tau, Azfer seperti biasa dengan ramahnya dia menyapa pegawai lalu gagang pintu terbuka lebar "Tünaydın sweety" "Tünaydın sweet heart" aku langsung memeluknya, senyumanya merekah dan indah "Bagaimana tadi pertemuanya" "Duduklah dulu, teh kopi?" Tawarku "Kopi saja" lalu duduk disofa tamu Aku beranjak ke mesin coffe untuk membuatkaanya moccacino, setelah selesai aku segera menghampirinya dan meletakkan moccacino nya d
Liana PoV Bagaimana dia bisa mengenalku? Tanyaku pada diri sendiri, aku mencoba tersenyum untuk orang satu ini. "Iya saya, ada yang bisa saya bantu Sancar bey?" Tanyaku pada orang yang baru saja memangil namaku. "Anda lawyer AHA?" Dia tersenyum ramah padaku, jelas dia bukan orang yang bisa ramah kepada siapapun, cenderung wajah yang dingin, tapi kenapa dia bisa sangat ramah dan tau namaku?. "Iya benar pak" kataku, Oemar didisampingku hanya diam memperhatikam kami, sekilas dia melirikku dari sudut matanya, Sancar mendekat. "Saya permisi dulu ibu Liana" kata Oemar dia memang agak gelisah sejak Sancar memangilku baru saja. "Oh, iya pak Oemar terima kasih, nanti s
Liana POV "Selamat siang... " aku berdiri didepan seorang resepsionist. "Selamat siang ibu Liana, rapatnya sudah dimulai, ada di lantai Lima" sebegitu seringnya aku kesini sampai-sampai resepsionist itu mengenal wajahku. "Terima kasih" jawabku tersenyum "Ibu Liana..." seseorang memanggilku dari belakang, aku menoleh rasanya tidak asing dengan suara itu, seorang laki laki tampan bertubuh tegap tersenyum padaku. "Oemar" kataku lalu mengulurkan tangan, dia tersenyum manis. "Bagaimana kabarmu?" lanjutku "Baik baik" jawabnya tersenyum lalu pintu lift membuka, kami langsung masuk