'Apa yang baru dia katakan?' ‘Cowok ini... benar-benar keterlaluan!’"Hendro, sebenarnya kamu mau ngapain sih?" suara Wenny bergetar, namun dia menatapnya dengan penuh amarah.Hendro melirik tangan kecil yang dia sembunyikan di belakang tubuhnya. "Pakai dan kasih aku lihat."Napas Wenny tercekat. Hendro.. melihat pakaian dalam yang dia genggam? Dan Hendro ingin dia pakai itu untuk dia? Wenny meradang, langsung melemparkan lingerie itu ke wajah tampan cowok di depannya. "Nggak mau!"Hendro tak menghindar. Pakaian dalam itu terjatuh begitu saja ke atas karpet. Dia hanya menunduk dan memungutnya, lalu mengangkat wajah Wenny dengan satu tangan, menyentuh pipinya yang seputih giok, sekecil telapak tangan. "Kamu bisa pakai untuk Steve, kenapa nggak pakai untuk aku?"Wajah kecilnya terkurung dalam genggamannya, membuatnya harus mendongak dan menatapnya langsung. Tapi Wenny tak paham apa maksud ucapannya. Dia belum pernah memakai benda itu untuk Steve. Dia sama sekali belum pernah memakain
'Apa mempermalukannya benar-benar membuatnya begitu bahagia?' …Hendro berdiri membisu di balkon, tubuh tinggi tegapnya terbalut piyama sutra hitam. Di antara dua jari lentiknya, sebatang rokok menyala perlahan. Asap tipis melingkari wajahnya, menyamarkan ekspresi sebenarnya, namun kerutan tajam di antara alis tegasnya tetap terlihat jelas. Dia mengisap rokok dengan kasar dan setiap tetes abu yang jatuh membawa bara merah yang menyala, seolah mewakili amarah yang membara dalam dadanya. Dia merasa dirinya hampir gila. Kamar suite Diamond Sea View itu sebenarnya tidak bermasalah. Dialah yang minta manajer vila untuk mengatakan sebaliknya. Dia hanya tidak rela melihat Wenny dan Steve tinggal bersama.Setiap kali mengingat Wenny memesan kondom dan lingerie, pikirannya langsung dipenuhi bayangan mengerikan tentang apa yang sedang mereka lakukan. Dia benar-benar tidak bisa mengendalikan emosinya. Di tengah malam seperti ini, Hendro akhirnya menyadari sisi terdalam yang tersembunyi da
Apa mau berantam?Tatapan mata Hendro langsung berubah tajam. Dalam sekejap, ketegangan di antara dirinya dan Steve memanas, layaknya bara api yang siap meledak. Hana terpana. Dia tidak pernah menyangka, Steve yang sejak kecil tumbuh bersama Hendro mau berkelahi demi Wenny. Keduanya adalah sahabat karib yang bahkan mengenakan celana yang sama. Hana segera menunjuk ke arah Wenny dengan nada menyalahkan, “Wenny, kamu puas sekarang? Kamu godain cowok sampai mereka bertengkar hanya karena kamu. Luar biasa, hebat banget kamu.”"Cukup, Hana!" Steve mengepalkan tangan dengan penuh amarah. Namun saat itu, Wenny mengangkat tangan, mencoba menahan Steve. “Steve, sudahlah. Jangan buat suasana makin buruk gara-gara aku. Nggak ada gunanya.”Steve memandang Wenny. “Nggak, Wenny... Kamu layak diperjuangkan.”Hati Wenny seketika hangat mendengar kata-katanya. Steve kemudian melepaskan mantel dari bahunya dan menyampirkannya di bahu Wenny. Lalu, dia menggenggam jemari mungilnya dengan lembut. “Wen
Hendro benar-benar terlalu keras pada Wenny, perlakuannya sudah melewati batas. Wenny menahan getir dalam hatinya. “Aku tahu, Hendro benci sama aku,” gumamnya lirih.Steve tampak ingin mengatakan sesuatu, tapi akhirnya menahan diri. “Wenny, tunggu di sini bentar yah. Aku ambil mobil dulu dari garasi.”Wenny mengangguk pelan. “Oke.”Steve pergi. Wenny berdiri sendirian, menunggu. Namun, tanpa disadari, sebuah bayangan muncul di belakangnya.Itu Hendro. Hendro juga turun, tubuh tinggi tegapnya dibalut mantel panjang berwarna hitam, tampak dingin namun memancarkan wibawa yang agung. Dia menatap Wenny, yang menunduk menatap ujung sepatunya, tenggelam dalam pikirannya sendiri. Hendro menekuk bibir tipisnya, mengalihkan pandangan dan berbalik hendak pergi. Namun, saat itu juga Kak Hugo datang bersama anak buahnya. Sekali lirik, dia langsung mengenali sosok anggun Wenny yang memikat mata. Kak Hugo tersenyum, "Itu dia! Nggak nyangka ternyata secantik bidadari turun dari langit.”Anak b
Itu Steve! Steve sudah kembali dengan mobilnya. Begitu dia melihat seseorang hendak menyerang Wenny, tanpa ragu dia menerjang ke depan. Pisau tajam itu menancap tepat di dadanya. Wenny menahan napas gemetar. “Steve!”Hendro ingin berlari secepatnya menghampiri Wenny, namun jaraknya terlalu jauh. Dia hanya bisa menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana Steve tertusuk tepat di depannya. Dengan satu tendangan keras, dia menjatuhkan dua pria berbaju hitam di sekitarnya, lalu melesat menuju tempat Wenny. Saat itulah Sutinah datang dengan pasukan pengawal berseragam hitam, mengepung seluruh tempat dengan rapat. Jumlah orang Kak Hugo dan anak buahnya kalah jauh, mereka segera ditangkap. Di saat bersamaan, Hana berlari ke arah Hendro dan langsung memeluknya erat. “Hendro!”Langkah Hendro terpaksa berhenti. Ia berusaha mendorong Hana agar bisa menuju Wenny dan Steve. Tapi Hana memeluknya sangat erat "Hendro, jangan pergi. Aku takut banget."Steve tergeletak di tanah, tubuhnya lu
Sekarang, saat melihat foto itu, semuanya menjadi jelas bagi Wenny. Dia mendongak dengan wajah terkejut dan menatap Hana tajam. “Hana… foto ini… kamu yang kasih ke Kak Hugo, kan?”Sekilas bayangan gelap dan kecewa melintas di mata Hana. Kenapa Steve yang harus menahan tusukan itu untuk Wenny?‘Kenapa nggak Wenny aja yang mati?!’Dan sekarang, foto itu malah ditemukan. Ekspresi Hana langsung berubah pucat. Hendro mengambil alih foto dari tangan Wenny. Dua detik kemudian, dia mengangkat matanya yang tajam dan menatap Hana. Pandangan itu… dingin seperti es, setajam belati. Menyayat wajah Hana tanpa belas kasihan. Hana merasa gemetar. Dia segera menggeleng dan menyangkal, “Foto apa? Aku nggak ngerti kamu ngomong apa! Wenny, aku tahu kamu khawatir sama Steve, tapi jangan sembarangan tuduh dong!”Wenny mencibir, "Hana, lihat gambar ini baik-baik. Kamu bodoh banget sih!"Hana menunduk menatap foto itu. Tak butuh waktu lama hingga matanya membelalak, karena di sudut bawah foto itu, logo dar
Suasana di lorong rumah sakit terasa menyesakkan, dingin dan membeku. Tak lama, pintu ruang operasi perlahan terbuka, dan seorang dokter dengan jas putih berjalan keluar dengan langkah tenang. Wenny segera melangkah maju, suaranya dipenuhi kecemasan. “Dokter, gimana kondisinya?”“Operasinya berjalan sangat sukses. Dalam 48 jam ke depan, pasien akan sadar.”Wenny akhirnya bisa menghela napas lega. Meski dia sudah melihat sendiri luka Steve, pisau itu memang tidak mengenai organ vital dan tidak cukup untuk merenggut nyawanya, namun tetap saja, hanya setelah mendengar kepastian dari dokter, hatinya baru benar-benar tenang. Jika benar Steve mengalami sesuatu karena dirinya, seumur hidup dia tidak akan pernah memaafkan dirinyaTak lama kemudian, Steve didorong keluar dari ruang operasi. Wenny langsung mengikutinya masuk ke ruang perawatan VIP. Pintu kamar ditutup perlahan. Dia bahkan tidak melihat ke arah Hendro dan Hana. Hana segera meraih lengan kemeja Steve, nadanya mengadu seperti
Seluruh kondisi tubuh Steve terpantau normal. Perawat itu pun pergi. Saat itulah, suara Sutinah terdengar dari luar pintu.“Pak, luka di tangan Anda benar-benar tidak bisa dibiarkan lagi. Kalau terus ditunda, tangan Anda bisa cacat.”Wenny mengangkat wajahnya. Di balik kaca pintu, dia melihat sosok tinggi tegap Hendro berdiri diam. Ternyata… sejak tadi dia ada di sana. Sutinah menatap Wenny nadanya penuh harap. “Nyonya, tangan Pak Hendro terus berdarah. Tolong bujuk dia.”Wenny melihat darah di lantai, sepertinya luka di tangan Hendro cukup parah, mungkin harus dijahit cukup banyak. Wenny berdiri dan berjalan ke pintu. Begitu Hendro melihatnya datang, tubuh tinggi itu sedikit bergerak, seolah cahaya kembali hadir di matanya. Sutinah sontak berseru dengan gembira, “Sudah kuduga, Nyonya pasti masih peduli pada Pak Hendro! Pak, ayo segera obati lukamu...”Namun detik berikutnya, Wenny mengulurkan tangan dan menutup pintu di hadapan mereka.Brak! Angin dari pintu yang tertutup mengh
Wenny melangkahkan kakinya hendak berjalan ke depan.Hanya saja, pada saat ini, terdengar suara dering ponsel. Pengacara Jimmy sedang meneleponnya.“Halo, Nona Wenny, ada sedikit masalah di kantor polisi. Kamu segera kemari!”Hati Wenny langsung berdetak kencang. Apa yang terjadi dengan Fany?Wenny langsung membalikkan tubuhnya dan berlari pergi.…Saat Wenny bergegas ke kantor polisi, Jimmy segera menghampirinya. “Nona Wenny.”“Ada apa dengan Fany?”Suara Wenny berhenti karena dia melihat sesosok bayangan tubuh yang familier baginya. Mona telah datang.Hari ini Mona juga mengenakan pakaian bermerek. Selebritas terkenal keluar dengan membawa sekelompok orang. Hari ini bertambah lagi dua orang pengacara di belakangnya.Mona berjalan ke hadapan Wenny, lalu berkata dengan tersenyum, “Wenny, dengar-dengar kamu datang buat jamin Fany. Jangan harap kamu bisa jamin dia. Sahabat baikmu akan tinggal di dalam sana selamanya. Dia nggak akan keluar lagi untuk selamanya.”Jimmy berkata dengan suara
“Cukup! Jangan bicara lagi!” sela Wenny. Dia tidak ingin mendengarnya.Sedikit pun Wenny tidak ingin mendengarnya.Hendro tersenyum dingin. Dia malah ingin Wenny mendengarnya. Dia ingin Wenny ingat semua itu karena Wenny yang menolaknya.Wenny menolaknya, jadi Hendro pun memberikannya pada teman kampusnya!Hendro melepaskan Wenny, lalu berkata dengan suara dingin, “Oke, kalau mau cerai, kita cerai saja. Kita cerai saja besok. Kalau bukan karena Nenek, sudah lama aku ingin campakkan kamu dari status istriku. Ada begitu banyak wanita antre di luar sana!”Hati Wenny terasa sangat sakit. Dia mengepal jari tangan putihnya, lalu berkata dengan mata merah, “Kalau gitu, kita ketemu di kantor catatan sipil jam sembilan pagi besok.”Usai berbicara, Wenny langsung meninggalkan tempat tanpa menoleh sama sekali.Hendro melirik bayangan tubuh langsing Wenny dengan raut dingin. Kalau gitu, cerai saja.Hendro memang ingin putus hubungan dengannya.Pernikahannya dengan Wenny memang sudah seharusnya ber
Wajah tampan Hendro langsung berubah dingin. Dia masih ingat masalah Wenny mengonsumsi pil kontrasepsi demi Steve. Selama ini, dia tidak menghubungi Wenny karena ingin menjauh dari Wenny dan memutuskan hubungan. Namun, hari ini Wenny berinisiatif untuk makan di rumah lama. Hendro mengira dia ingin melembutkan sikapnya, alhasil apa yang dia katakan? Dia berkata, Hendro, aku mau cerai sama kamu.Dia bahkan berkata, sehari pun dia tidak bisa menunggu lagi.Apa Wenny merasa Hendro terlalu baik padanya?Hendro menatap Wenny dengan tatapan dingin. Dia mengulurkan tangannya untuk meraih lengan Wenny. “Wenny, apa malam ini kamu pulang buat pancing emosiku ya?”Wenny spontan mencampakkan tangan Hendro. “Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu!”‘Apa katanya?’Wenny menengadah wajah kecilnya untuk bertatapan dengan tatapan dingin Hendro, lalu berkata dengan tegas, “Hendro, kamu benar-benar kotor!”Saking kotornya, Wenny tidak sanggup untuk menerimanya.Urat hijau di kening Hendro mulai menonjo
Hendro melirik Mona yang berada di sisinya sekilas. “Turun.”Hendro menyuruh Mona untuk menuruni mobil.Dia hendak meninggalkan Mona di tengah jalan.Begitu Mona menuruni mobil, mobil mewah langsung melaju pergi, meninggalkan asap knalpot mobil di wajahnya.Mona merasa marah hingga mengentakkan kakinya.…Wenny sudah tiba di rumah lama Keluarga Jamil. Dia sedang duduk di ruang tamu sembari menemani Bu Lisa mengobrol.Tidak lama kemudian, pintu rumah lama terbuka. Angin dingin di luar sana membaluti tubuh anggun dan tegak yang berjalan ke dalam rumah. Hendro telah pulang. Pelayan wanita menyapa dengan hormat, “Tuan.”Hendro mengganti sepatunya di depan rak, lalu melangkah ke dalam ruang tamu. Dia pun melihat Wenny.Setelah di UKS waktu itu, mereka berdua tidak bertemu lagi. Wenny semakin kurus dan lemah saja. Wajah mungilnya yang secantik dewi, kini terlihat semakin dingin dan anggun.Wenny baru saja keluar dari kampus. Dia masih mengenakan seragam kuliahnya dengan kemeja putih, rok ko
Wenny mengalihkan pandangannya dan menggeleng. “Yuvi, aku baik-baik saja.”Wenny mengeluarkan ponselnya, lalu menghubungi telepon rumah lama Keluarga Jamil.Bu Lisa merasa sangat gembira. “Wenny, akhirnya kamu bersedia telepon Nenek. Nenek kangen sekali sama kamu ….”Wenny mengangkat kelopak matanya, lalu melihat bayangan mobil mewah itu. “Nenek, malam ini aku nggak ada kelas. Aku bisa temani kamu makan malam di rumah.”“Bagus sekali. Kebetulan malam ini Hendro juga pulang. Nenek tunggu kepulanganmu.”“Oke.”Setelah panggilan ditutup, Wenny melihat ke sisi Yuvi. “Yuvi, aku mesti pulang ke rumah lama.”“Oke, kamu temani Bu Lisa makan malam sana.”Wenny menatap Yuvi. “Bukan, aku pergi untuk cari tahu siapa sebenarnya sugar daddy di belakang Mona.”‘Apa?’Yuvi terbengong.…Mobil mewah edisi panjang Rolls-Royce melaju kencang di jalan raya. Sutinah mengendarai mobil di depan, sedangkan Mona duduk di baris belakang. Dia sedang menatap pria di sampingnya.Hendro mengenakan setelan jas hitam
Tadi, Wenny sudah mencoba suhu airnya. Air itu hanya hangat dan sama sekali tidak panas.Tatapan mata Wenny yang jernih perlahan menatap wajah Mona. "Kamu sengaja tuduh Fany, sebenarnya targetmu dari awal adalah aku, 'kan?"Mona malah mengangkat bahu sambil tersenyum santai. "Ya."Yuvi yang berdiri di samping benar-benar dibuat kesal. "Mona, kamu gila ya? Selama ini, Wenny selalu menganggapmu sebagai teman. Apa kamu lupa waktu di Hotel Gosan, siapa yang nekat datang menyelamatkanmu setelah kamu dibawa paksa sama Pak Melvin? Nggak masalah kalau kamu menjauhi kami setelah sukses, tapi kamu malah balas kebaikan Wenny dengan kejahatan? Apa kamu masih punya hati nurani?"Mona sama sekali tidak merasa bersalah. Dia malah membalas sambil tersenyum sinis, "Akhirnya kalian jujur juga. Selama ini, sebenarnya kalian cuma iri sama aku. Kalian iri karena aku punya pacar yang kaya raya. Kalian iri karena aku bisa jadi artis terkenal."Iri?Yuvi sampai kehabisan kata. "Kalau berani, coba sebut nama p
Fany dibawa ke kantor polisi?Ekspresi Wenny langsung berubah setelah mendengar kabar itu. Dia segera menutup telepon, lalu berkata pada Yuvi, "Yuvi, aku harus pergi ke kantor polisi.""Wenny, aku ikut kamu."....Di kantor polisi, Wenny dan Yuvi akhirnya bertemu dengan Fany yang kini sedang ditahan di ruang tahanan. Wenny menggenggam sepasang tangan Fany yang terasa dingin. "Fany, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kamu bisa sampai ditahan di sini?"Wajah Fany terlihat pucat dan linglung. "Wenny, ini semua ada hubungannya sama Mona si artis terkenal itu."Kemudian, Fany menceritakan semuanya dari awal, "Tadi, Nona Mona datang ke Ella untuk sesi pemotretan majalah. Dalam prosesnya dia perlu pakai sling pengaman, tapi ternyata talinya sudah dipotong duluan. Saat sesi pemotretan berlangsung, talinya putus dan dia langsung jatuh. Waktu itu, Nona Mona tiba-tiba menunjukku di hadapan semua orang. Dia bilang, dia lihat aku potong tali itu dengan mata kepalanya sendiri. Akhirnya, polisi data
Mona langsung menghentikan langkahnya. "Wenny, Yuvi, kebetulan banget. Kalian juga di sini."Wenny dan Yuvi berniat melangkah mendekati Mona.Namun, para pengawal berbaju hitam langsung berdiri di depan mereka. "Berhenti!"Mona pun melambaikan tangan, lalu berucap sambil tersenyum, "Nggak apa-apa, mereka ini teman kuliahku."Begitu mendengar ucapan Mona, para pengawal pun segera mundur. Wenny dan Yuvi baru bisa melangkah maju dan berdiri di depan Mona."Mona, kamu sudah jadi artis terkenal?" Yuvi menatap ke arah Mona.Mona mengangkat alis, lalu menjawab santai, "Ya, aku sudah punya pacar. Pacarku yang membantuku jadi artis terkenal.""Pacar? Mona, kamu sudah pacaran? Kenapa sebelumnya kami nggak pernah dengar kamu punya pacar?"Mona tersenyum sangat manis. "Pacarku ganteng dan kaya raja. Dia juga sayang banget padaku."Sambil berkata begitu, Mona melangkah lebih dekat. Dia meraih tangan kecil Wenny sambil berujar, "Wenny, sekarang hidupku sangat bahagia. Kamu pasti ikut senang, 'kan? K
Wenny berbaring membelakangi Hendro, sementara pria itu duduk di tepi ranjang. Keduanya seperti sepasang suami istri yang baru saja bertengkar.Hendro mengepalkan tangannya. Setelah terdiam cukup lama, dia akhirnya mengucapkan satu kata, "Oke."Setelah itu, Hendro bangkit dan pergi.Dia benar-benar pergi.Air mata yang sejak tadi coba Wenny tahan kembali jatuh tanpa bisa dikendalikan. Dia menarik selimut, lalu menutup rapat wajah mungilnya yang sudah penuh air mata di baliknya. Tidak ada yang perlu dianggap serius. Lagi pula, mereka hanya melakukannya sekali. Berhubung Hendro tidak menyukainya, anggap saja semalam dirinya telah digigit anjing.Akan tetapi, hati Wenny tetap terasa sangat sakit.Wenny tahu betul, dia masih mencintai Hendro.Dia masih sangat mencintai pria itu.....Setelah hari itu, Wenny dan Hendro tidak pernah lagi saling menghubungi. Selama beberapa waktu terakhir, orang yang paling sering menjadi perbincangan adalah Mona.Mona tiba-tiba mengikuti sebuah program varie