Setelah Mider Dose keluar dari ruangan, tak lama berselang Valo menyusul bersama Asistennya. Suara derap langkah kaki terdengar berhenti tepat di depan meja Maylin, membuatnya mendongakkan kepala dan tatapan mata mereka bertemu.Maylin mengakui paras pria di hadapannya saat ini memang tampan walau umurnya hampir memasuki kepala empat. Pria itu juga memiliki tubuh berotot sehingga memberikan kesan bahwa pemilik tubuh menyukai olahraga.“Bagaimana hasil penyeleksiannya? Apakah kau mengakui betapa menariknya pria yang satu ini?” Valo mengangkat alisnya ke atas dengan cepat dengan celah mata yang sebentar membesar, bermaksud menggoda Maylin.“Penampilan Chris Evans dan Channing Tatum jauh lebih menarik, tampan dan hot,” balas Maylin, kemudian terlebih dahulu memutuskan kontak mata dan kembali fokus dengan pekerjaannya.Valo tertawa terkekeh-kekeh melihat sikap tak bersahabat yang ditunjukkan Maylin kepadanya dengan jelas. “Bolehkah kita berteman, Miss?” tanyanya.“Ini kali pertama saya me
Elian menahan pergelangan tangan Maylin yang hendak beranjak dari tempat duduknya, kemudian berkata, “Jika pertemuan luar kantor berikutnya tidak butuh bantuan Marco, kau boleh mendampingiku.”Sepasang iris cokelat Maylin tampak berbinar senang seketika. Sudut bibirnya terangkat ke atas dan melengkungkan sebuah senyuman.“Kenapa kau kelihatan senang sekali mendengarnya?” Elian menatap heran Maylin.“Tentu saja aku senang, El. Kau tidak mengerti penderitaanku yang terkurung dalam penthouse-mu, lalu ke mana pun aku pergi selalu dikawal bodyguardmu. Belum cukup semua itu, bekerja di dalam kantormu pun hanya ditemani komputer sementara kau dan Marco sering ke luar kantor, bertemu kolega bisnis. Saking terasa bosannya, lalu aku menonton drama seri mafia.”Maylin mengeluh panjang lebar sembari menekuk bibirnya yang kontan langsung mendapatkan pelototan dari manik abu-abu milik Elian. Secepatnya Maylin memberikan pembelaan diri saat Elian menegur perbuatannya yang diam-diam melakukan aktivit
Maylin baru saja keluar dari kamar mandi ketika ponselnya berdering. Senyumnya mengembang tatkala melihat layar ponselnya menampilkan nama Leonel Norman melalui sambungan video call.“Hai, kak Leo!” sapanya sembari tersenyum.Dari layar ponselnya menampilkan wajah Leonel tengah menatapnya lekat.[Hai, sweety. I’m missing you so bad]Ungkapan hati Leonel terlontar begitu saja tanpa basa-basi lebih dahulu.“Aku juga rindu acara kencan kita, kak Leo,” jawab Maylin.[Hmm … aku curiga bukan diriku lah yang kau rindukan, melainkan saat-saat belajar menggunakan pistol]Suara Leonel terdengar mendesis kesal sembari memasang wajah kesal pura-puranya, tetapi malah tampak konyol di mata Maylin sehingga dibalas wanita itu dengan cengiran.[Apakah itu artinya aku tidak diberikan kesempatan untuk menikahimu?”]Meskipun Leonel bertanya dengan nada menggoda, tetapi sesungguhnya ia tengah menyembunyikan kegugupan yang entah mengapa tiba-tiba muncul dalam dirinya.“Memangnya kak Leo sudah siap bertobat
Leonel pun menceritakan kejadian empat tahun lalu. Kala itu, Dalbert beserta anak buahnya sedang melakukan transaksi penjualan narkoba di salah satu negara bagian Eropa Barat dan mereka berhasil menangkap salah seorang anak buah Crusio.Sayangnya, begitu Leonel tiba di tempat penyekapan, anak buah Crusio ditemukan sudah tak bernyawa, mengakhiri nyawanya sendiri dengan mengiris leher pada bagian kiri.Saat anak buah Leonel membawa pergi jasadnya, netra Leonel menangkap sebuah tato ular di sebelah bahu kirinya. Ia beranggapan tato itu hanya sekadar tato biasa sehingga luput dari perhatiannya.Kini setelah ia teringat kembali, tato di tubuh anak buah Crusio itu sama seperti dengan kertas lambang Crusio dari peninggalan sepupunya. Hanya saja tidak ada sekuncup bunga pada bagian tengah.[Terima kasih telah membantuku memecahkan satu misteri ini, sweety.]Leonel menarik sudut bibirnya membentuk senyuman lebar.“Apakah itu artinya aku lolos penyeleksian masuk ke dalam organisasi kak Leo?” ta
“Seraya berpura-pura menjalani tugas dari Crusio, kita cari tahu kelemahan Nox.” Jeff menyuarakan keluar pemikirannya.“Kalau Nox memang punya kelemahan itu, mana mungkin dia masih bisa bernapas hingga sekarang!”“Sebelumnya mungkin memang tidak ada, Sir. Namun, kini tak lagi sama. Apakah Anda ingat di sisi Nox saat ini ada anggota baru?”Bayangan seraut wajah melintas ke dalam kepala sang pemimpin, membuatnya tersadar seketika lantas bibirnya membentuk senyuman licik. “Apakah kau yakin bisa memanfaatkan orang itu?” tanyanya.“Kita dapat menyimpulkan jawabannya dengan melakukan uji coba, Sir.”“Kau memang selalu bisa kuandalkan, Jeff. Tidak salah aku memilihmu sebagai orang kepercayaanku.” Ia menepuk-nepuk bahu Jeff diiringi wajah puas dan senyum lebar.“Setelah kita melenyapkan Nox, posisi underboss berikutnya sudah pasti akan jatuh di tangan Anda,” Jeff mengucapkan keluar dengan nada penuh keyakinan dan disambut gelak tawa dari Bosnya.“Aku mau beristirahat. Panggil orang untuk memb
Elian berdeham pelan untuk menyamarkan wajahnya yang berubah tegang. “Ini masalah pria, kau tidak perlu tahu,” jawabnya.Tentu saja karena aku cemburu, Bodoh! Jelas sekali pria itu menyukaimu. Aku tidak suka melihat pancaran matanya saat sedang memandangmu. Batinnya bergumam.“Kau selalu bermain rahasia, El! Dengan sifatmu seperti itu, mana ada wanita yang bersedia menikah denganmu?” Maylin mencebikkan bibirnya kesal dan melipat kedua tangannya di atas dada.“Pria yang misterius cenderung mampu membuat wanita semakin penasaran dan mengejar pria itu.”Maylin tertawa sinis, lalu berkata, “Yeah … aku dapat melihatnya.” Kedua netranya mengarah ke dua orang Pengawal yang tengah berdiri mematung. “Ketimbang dari seorang wanita, lebih tepatnya bodyguard pribadimu lah yang sering mengejarmu, El.”Elian tidak menanggapi sindiran dari wanita di depannya itu. Dengan lembut ia merapikan untaian rambut Maylin yang jatuh hampir menutupi mata indahnya. Sebuah perhatian kecil, tetapi sangat melekat k
Kedua sudut bibir Elian terangkat membentuk senyum lebar. Netranya tidak berhenti menatap pada layar ponselnya.“Apakah foto-foto itu membuatmu sebegitu bahagianya?” Maylin melirik Elian yang sedang duduk di sampingnya dengan seuntai senyum yang tidak lepas dari bibirnya sejak mereka mengambil beberapa foto bersama di Menara London. Sungguh ia tidak mengerti isi pikiran pria itu. Memangnya ada yang spesial dari foto itu?Foto yang tersimpan di dompetku selama ini berupa foto dirimu bersama Darwan. Hari ini bisa berfoto denganmu tanpa ada sosok pria lain, tentu saja membawa kebahagiaan tersendiri bagiku. Semoga keberuntungan dan kebahagiaan hari ini terus berlanjut sampai seterusnya. Batin Elian.“Kita mau ke mana?” Maylin bertanya saat mobil berbelok pada jalur yang bukan ke arah penthouse Elian.“Makan,” jawab Elian singkat.“Di mana?” tanya Maylin lagi.“Di restoran.”Jawaban singkat Elian membuat Maylin memutar bola mata. “Aku tahu, tetapi di mana?”“Kau akan tahu.” Pandangan mata
“Siapa saja selain Brianna?” tanya Elian ingin tahu.“Hanya kami berdua saja.”Elian mengangguk. “Pergilah.”Maylin menatap Elian dengan terkejut dan tak percaya. Sebuah keajaiban mengingat Elian terlalu bersikap paranoid padanya. Padahal, ia sudah menyiapkan banyak ancaman untuk pria itu bila tidak diizinkan.“Sunggguh, El?” tanya Maylin memastikan.“Yeah ... asalkan bodyguardku harus selalu bersamamu, ke mana pun kau pergi.”“Suruh mereka mengawasiku dari jauh. Setiap berkumpul bersama teman baruku, jangankan mereka, aku pun merasa tidak begitu nyaman karena kehadiran bodyguardmu itu.”“Terlalu beresiko mengawasimu dari jauh, Lin. Kemungkinan terlambat melindungimu bisa saja terjadi. Aku tak akan mengizinkan mereka jauh-jauh darimu.” Elian menggelengkan kepalanya tidak setuju.“Oh Gosh! Aku bukan anak kecil! Memangnya siapa yang mau berbuat jahat padaku? Aku tidak punya musuh dan bukankah tadi kau sendiri yang mengatakan tak akan ada orang yang berani menculikku?” cibir Maylin.“Aku
“Aku tidak menuntut banyak penjelasan saat tahu kalau kau sudah mengetahui dari Vlora, rahasia yang selama ini kusimpan rapat-rapat, lalu perubahan sikapmu setelah kita berada di kota ini ….” Maylin menjeda sejenak. Sepasang netranya menatap Elian penuh menyelisik, menunggu reaksi dari pria blasteran itu. “Bahkan, tanpa sepengetahuanku kau menutupi identitas keluargaku agar tidak diketahui Valo,” imbuhnya.Melihat ekspresi kedua mata abu-abu itu tersentak kaget, Maylin menemukan jawabannya. “Kau begitu misterius, Elian. Namun, aku tak akan protes karena itu adalah privasimu. Jadi, aku harap kau pun juga bisa menghargai privasiku.”Keheningan memenuhi mereka, kemudian melanjutkan sarapan dalam diam. Sampai ketika Maylin bangun dari kursinya dan membawa peralatan makan hendak mencucinya, suara Elian memecahkan kesunyian di antara mereka.“Semua yang kulakukan, terlepas dari baik atau buruk ….”Maylin memutar tubuhnya menghadap Elian. Kedua mata mereka kini saling bertemu. Sepasang iris
[Yeah, Deon menyuruhku menghapus semua data kalian untuk berjaga-jaga bila seseorang ingin mencari tahu tentang Frans Pramanta.]“Kalian yang dimaksud apakah mama, Rayla, juga tante Fifi?” Maylin mendelik, terkejut mendengar jawaban Leonel.[Seluruh keluargamu, sweety, termasuk Frans Pramanta. Ada apa? Dari mana kau mengetahuinya?]Serentetan pertanyaan itu menguap begitu saja dari bibir Leonel.“Kalau begitu, apakah diam-diam kak Leonel juga meretas database yang ada di dalam sistem perusahaan Elian, menghapus nama-nama keluarga yang kucantumkan di sana?” Alih-alih menjawab, Maylin balik bertanya. Tidak menutup kemungkinan Leonel melakukannya sebab pria itu memang ahli di bidang tersebut.Tidak ada suara jawaban dari pria itu. Maylin menjauhkan ponsel dari telinganya dan menatap layarnya sejenak mencoba memastikan. Masih tersambung.Maylin menempelkan kembali ponsel di telinga kanannya. “Halo? Kak Leo? Apakah kau masih berada di sana?”[Bukan aku.]“Apa maksudnya?” Dahi Maylin menger
“Jawaban seperti apa yang ingin kau dengar?” Elian balik bertanya dengan datar, “Kak Sio.”“Kau pasti memiliki alasan untuk melakukannya. Aku ingin tahu apa alasan itu.” Sio tersenyum tipis.Suasana menjadi hening beberapa saat. Elian hanya bergeming menatap Sio, menunggu pria itu memutuskan hukuman apa yang harus diterimanya sebagai konsekuensi melanggar peraturan yang telah ditetapkan oleh organisasi mereka.“Wanita itu … apakah dia yang menjadi alasanmu mengenyahkan bodyguard-mu sendiri?”Pertanyaan itu sukses membuat ekspresi wajah Elian berubah menjadi tegang. Hanya sesaat, karena sepersekian detik kemudian, ia kembali memasang wajah datarnya.Sio menyeringai menatap Elian. “Apakah uncle sudah tahu?”“Tidak,” jawab Elian singkat. Bagaimanapun juga, ia harus menyelamatkan posisi ayahnya yang telah mencoba menyembunyikan segala perbuatannya.Sio menghembuskan kembali asap rokoknya ke udara. “Kau tahu kalau aku memberikan kepercayaan penuh padamu, bukan? Terus terang aku sangat kece
Mendengar satu nama itu disebut, berhasil melenyapkan ketenangan yang baru saja Maylin dapatkan dari efek alkohol itu. Seketika tubuhnya menjadi kaku. Jantungnya seolah berhenti berdetak. “Kedua orang tuaku ….” Maylin berhenti sejenak.Padahal, ia telah mengubur dalam-dalam semua kenangan yang mengingatkannya pada kebahagiaan sekaligus kepedihan ke dalam lubuk hatinya. Namun, hanya sepersekian detik buih-buih kenangan yang telah lama terpendam itu mendadak berhamburan.Kepalanya tertunduk dalam, berusaha keras menahan rasa sesak serta amarah di dadanya dengan mengepal erat kedua tangannya di bawah meja hingga kuku-kukunya menusuk telapak tangannya.“Mereka membuangku ketika usiaku sepuluh tahun,” ucap Maylin melanjutkan. Kebohongan itu keluar dari mulutnya begitu saja.Kau tidak sepenuhnya berbohong, Lin. Bajingan itu memang meninggalkan kalian terhitung sudah empat belas tahun. Sebuah suara bergema di dalam benaknya.“Bolehkah aku tahu, apa yang telah terjadi?” tanya Valo.Ada keseri
Di depan lorong satu-satunya akses menuju ruang restoran, seorang wanita dengan rambut bergelombang cokelat dan seorang petugas terlihat tengah saling melempar argumen sementara seorang pria lain dengan balutan setelan jas biru dongker-nya berdiri di sebelah wanita itu.Ia hanya diam seraya mendengarkan perdebatan kedua orang dewasa itu yang terus berlanjut. Tidak peduli orang-orang yang berlalu lalang, menoleh ke arah mereka, sebelum kemudian memandang dirinya dengan tatapan memuja.Penampilannya dengan setelan resmi, membungkus tubuhnya yang sempurna. Wajah tampan maskulin, garis rahang yang tegas adalah perpaduan sempurna yang diidam-idamkan seluruh kaum adam di seluruh dunia sekaligus menggoda kaum hawa di saat yang bersamaan.Seolah Tuhan sedang bahagia ketika menciptakannya. Tampan. Kaya. Benar-benar godaan yang terlalu sulit untuk tidak menaruh perhatian, terkecuali Maylin Pramanta. Hanya wanita itu yang tidak terpesona pada seorang Valo Wren Osborn.“Apakah Anda tidak mengerti
Entah sudah berapa lama, Valo masih belum juga kembali. Pria itu hanya menyuruhnya agar menunggu di dalam mobil hingga akhirnya Maylin merasa bosan dan mengambil ponsel untuk mengusir kejenuhan tersebut. Dilihatnya hasil foto yang ada di kameranya seraya senyum-senyum sendiri.Ia kemudian mengirimkan beberapa foto kepada Rayla, bermaksud memamerkan kepada sang kakak. Tidak lama setelah foto terkirim, pesan masuk pun berbunyi.[Elian membawamu ke tempat lokasi syuting film legendaris Robin Hood dan Harry Potter? Kau sangat beruntung, adikku! Akan tetapi, kau menjadi sangat amat menyebalkan! Aku juga ingin berkunjung ke sana!]Maylin terkikik membaca balasan dari Rayla, lalu menggerakkan jemarinya di atas layar ponsel, mengetik sederet kalimat.[Mintalah pada kak Deon. Suami tercintamu itu tanpa ragu-ragu pasti mengabulkan keinginanmu. By the way, bukan Elian yang membawaku pergi, tetapi teman baruku.]Jemarinya berhenti bergerak untuk sejenak. Membaca sekali lagi pesannya sebelum menek
Tidak berapa lama kemudian, sepasang netranya membelalak. “No way! Tiket broomstick training! Seriously?” pekik Maylin dengan nada tidak percaya.“Tiket ini sangat terbatas. Aku mendapatkannya dengan susah payah karena diprioritaskan untuk pengunjung berusia 6 hingga 16 tahun. Jika kau mau berterima kasih padaku, cukup berhenti bersungut padaku. Deal?”Maylin melipat kedua tangannya. “Kau sendiri yang memulainya. Sudah kuperingatkan, aku bukan wanita murahan seperti wanita-wanita yang pernah bersamamu.”“Baiklah, aku mengaku bersalah. Maafkan aku, okay?” ujar Valo sembari mengulas senyum bersalah. Sedetik kemudian, dirinya terkejut setelah menyadari kalimat apa yang baru saja ia lontarkan. Kalimat itu meluncur begitu saja, tanpa direncanakan. Meskipun begitu ia tetap ingin terlihat tenang di hadapan wanita itu.Would somebody mind telling me, what the bloody hell’s going on? Valo memaki dalam hatinya.Maylin menghela napas pasrah. “All right! Aku tidak mau merusak suasana hatiku yang
“Kembali? Absolutely is no!" jawab Maylin sembari bersedekap. "Apakah kau pernah mendengar sebuah kereta akan mengemudikan balik ke stasiun yang telah mereka lewati hanya untuk mengangkut penumpang yang telat? Begitu pun dalam kamus hidupku. Tak akan kembali ke titik awal setelah melewatinya. Jika kau takut, pergilah. Aku bisa melanjutkannya sendiri. Tantangan ini sangat menyenangankan!” imbuhnya penuh semangat.Namun, baru beberapa langkah tubuhnya kembali menabrak dinding kaca tersebut. Tak hanya sekali—dua kali, hingga emosi wanita itu mulai terlihat dengan mengumpat setiap kali dirinya tertabrak.“Berhenti menertawaiku, Jerk!” Maylin menggeram kesal lantaran Valo tergelak kencang melihatnya berulang kali gagal mencari jalan di saat bersamaan tubuhnya menabrak kaca.“Perlu bantuan?” ujar Valo di tengah-tengah tawanya.Akan tetapi, sifat keras kepala yang begitu mendarah daging dalam diri wanita itu kontan menolak begitu saja. Ia ingin dengan caranya sendiri menaklukkan tantangan te
Valo dan Maylin segera turun dari jet, lalu di bawah jet telah ditunggu oleh beberapa pria berpakaian serba hitam dan juga sebuah limousine siap mengantar mereka.“Sama seperti Elian. Pengusaha terkenal seperti kami memang membutuhkan jasa bodyguard untuk melindungi kami dari ancaman,” ujar Valo menjelaskan ketika mendapati tatapan Maylin mengarah ke pengawalnya.Maylin bersikap tak acuh, lantas masuk ke dalam limousine tanpa sepatah kata. Tidak berselang lama, mobil perlahan bergerak meninggalkan parkiran pesawat. Sepanjang perjalanan Maylin tidak berhenti menatap pemandangan dari luar jendela mobil.Sekelilingnya didominasi daun-daun beragam warna yang melekat di dahan-dahan pohon, juga rerumputan hijau dan sinar matahari yang memancar serta awan yang berlapis hingga terlihat seperti bulu halus menjadi perpaduan yang indah hingga mencuri perhatian bagi siapa saja yang melewati sekitarnya. Dan juga sebuah kastil yang cukup megah dan terkenal, yakni Bamburg Castle. Beberapa kali Mayli