Sial! Sial! Sial! Mengapa aku tidak langsung mengenalinya? Dasar otak bodoh! Umpat Maylin dalam hati.Valo tersenyum puas melihat reaksi wanita yang membuatnya tertarik atas ketegasan sikap yang dimiliki wanita itu. Sepertinya ia akan mendapatkan mainan baru.Ia menatap menyelisik penampilan wanita di hadapannya dari atas sampai bawah. Wajahnya cukup cantik dengan berambut panjang sedikit oval dan berwarna cokelat. “Tadi kau berkata bahwa kau adalah Sekretaris baru Elian?” tanyanya.Maylin segera memasang wajah datarnya demi menutupi rasa gugup yang tengah menyerang dirinya. Ia tidak memprediksikan pertemuan mereka akan terjadi secepat ini dan di tempat ini.“Benar, Sir. Maafkan atas sikap ketidaksopanan saya tadi. Saya tidak tahu Anda adalah Direksi perusahaan ini.” Maylin membungkukkan tubuhnya dalam-dalam sembari meminta maaf.“Hmm ….” Valo masih terus menatap menelisik Maylin. Sampai beberapa detik yang lalu, wanita itu menatapnya dengan terkejut, tetapi kini ekspresi wajahnya ber
Elian mengerti betul bengkak pada bibir Maylin adalah hasil dari percumbuan. Ia seorang pria normal, tentu saja memiliki kebutuhan biologis yang harus dipenuhi.Beberapa dari wanita kencannya pernah mendapat perlakuan yang sama ketika gairahnya tak tertahankan. Namun, saat dirinya melakukan percumbuan dengan wanita-wanita itu, wajah Maylin senantiasa menjadi bayangannya.Maylin tampak dilanda kebimbangan antara memberi tahu Elian atau tidak tentang perbuatan Valo padanya. Ia masih ragu ketika suara seseorang menginterupsi mereka berdua.“Anda sudah kembali, Sir Elian!”Refleks kepala Elian bergerak menoleh dan terkejut melihat pria yang barusan menyapanya. “Riccardo? Kapan kalian kembali dari Moskow?”“Tadi pagi, Sir,” jawab Riccardo sembari menganggukkan kepalanya ke arah Marco yang sedikit membungkuk untuk menyapanya.Riccardo telah lama bekerja di bawah kepemimpinan Valo. Oleh sebab itu, banyak karyawan lain begitu menyeganinya.“Kak Valo berada di dalam?” Elian mencoba menahan emo
Beberapa kali terdengar suara ketikan tangan yang merupakan gesekan tangan Maylin dengan keyboard. Hingga suara sambungan telepon yang berasal di sebelahnya, memecahkan konsentrasinya.Segera Maylin mengangkat telepon itu. “Hello!”[Miss Maymay, sir Dose minta bertemu dengan sir Carter.]“Oh really, Vel? Brianna menulari ajaran sesatnya padamu juga?” tukas Maylin dengan sinis.Pegawai bagian resepsionis bernama Velove Hall menanggapi Maylin dengan terkikik geli.[Calm yourself, my dear. Nama Maymay memang terdengar lebih indah.]“Sesuka kalian sajalah. Percuma aku protes jika kalian tidak mengindahkan sedikit pun kalimatku.” Maylin berdengkus sebal.Ia menatap jam di dinding. Sudah beberapa jam berlalu sejak ke empat pria itu masuk ke dalam ruangan. Rapat semestinya telah berakhir.“Bos sedang ada rapat penting. Aku harus minta persetujuan dulu padanya,” ujar Maylin yang kemudian menghubungi Elian melalui intercomnya.[Ada apa?]Suara Elian melayangkan pertanyaan terdengar di balik in
Setelah Mider Dose keluar dari ruangan, tak lama berselang Valo menyusul bersama Asistennya. Suara derap langkah kaki terdengar berhenti tepat di depan meja Maylin, membuatnya mendongakkan kepala dan tatapan mata mereka bertemu.Maylin mengakui paras pria di hadapannya saat ini memang tampan walau umurnya hampir memasuki kepala empat. Pria itu juga memiliki tubuh berotot sehingga memberikan kesan bahwa pemilik tubuh menyukai olahraga.“Bagaimana hasil penyeleksiannya? Apakah kau mengakui betapa menariknya pria yang satu ini?” Valo mengangkat alisnya ke atas dengan cepat dengan celah mata yang sebentar membesar, bermaksud menggoda Maylin.“Penampilan Chris Evans dan Channing Tatum jauh lebih menarik, tampan dan hot,” balas Maylin, kemudian terlebih dahulu memutuskan kontak mata dan kembali fokus dengan pekerjaannya.Valo tertawa terkekeh-kekeh melihat sikap tak bersahabat yang ditunjukkan Maylin kepadanya dengan jelas. “Bolehkah kita berteman, Miss?” tanyanya.“Ini kali pertama saya me
Elian menahan pergelangan tangan Maylin yang hendak beranjak dari tempat duduknya, kemudian berkata, “Jika pertemuan luar kantor berikutnya tidak butuh bantuan Marco, kau boleh mendampingiku.”Sepasang iris cokelat Maylin tampak berbinar senang seketika. Sudut bibirnya terangkat ke atas dan melengkungkan sebuah senyuman.“Kenapa kau kelihatan senang sekali mendengarnya?” Elian menatap heran Maylin.“Tentu saja aku senang, El. Kau tidak mengerti penderitaanku yang terkurung dalam penthouse-mu, lalu ke mana pun aku pergi selalu dikawal bodyguardmu. Belum cukup semua itu, bekerja di dalam kantormu pun hanya ditemani komputer sementara kau dan Marco sering ke luar kantor, bertemu kolega bisnis. Saking terasa bosannya, lalu aku menonton drama seri mafia.”Maylin mengeluh panjang lebar sembari menekuk bibirnya yang kontan langsung mendapatkan pelototan dari manik abu-abu milik Elian. Secepatnya Maylin memberikan pembelaan diri saat Elian menegur perbuatannya yang diam-diam melakukan aktivit
Maylin baru saja keluar dari kamar mandi ketika ponselnya berdering. Senyumnya mengembang tatkala melihat layar ponselnya menampilkan nama Leonel Norman melalui sambungan video call.“Hai, kak Leo!” sapanya sembari tersenyum.Dari layar ponselnya menampilkan wajah Leonel tengah menatapnya lekat.[Hai, sweety. I’m missing you so bad]Ungkapan hati Leonel terlontar begitu saja tanpa basa-basi lebih dahulu.“Aku juga rindu acara kencan kita, kak Leo,” jawab Maylin.[Hmm … aku curiga bukan diriku lah yang kau rindukan, melainkan saat-saat belajar menggunakan pistol]Suara Leonel terdengar mendesis kesal sembari memasang wajah kesal pura-puranya, tetapi malah tampak konyol di mata Maylin sehingga dibalas wanita itu dengan cengiran.[Apakah itu artinya aku tidak diberikan kesempatan untuk menikahimu?”]Meskipun Leonel bertanya dengan nada menggoda, tetapi sesungguhnya ia tengah menyembunyikan kegugupan yang entah mengapa tiba-tiba muncul dalam dirinya.“Memangnya kak Leo sudah siap bertobat
Leonel pun menceritakan kejadian empat tahun lalu. Kala itu, Dalbert beserta anak buahnya sedang melakukan transaksi penjualan narkoba di salah satu negara bagian Eropa Barat dan mereka berhasil menangkap salah seorang anak buah Crusio.Sayangnya, begitu Leonel tiba di tempat penyekapan, anak buah Crusio ditemukan sudah tak bernyawa, mengakhiri nyawanya sendiri dengan mengiris leher pada bagian kiri.Saat anak buah Leonel membawa pergi jasadnya, netra Leonel menangkap sebuah tato ular di sebelah bahu kirinya. Ia beranggapan tato itu hanya sekadar tato biasa sehingga luput dari perhatiannya.Kini setelah ia teringat kembali, tato di tubuh anak buah Crusio itu sama seperti dengan kertas lambang Crusio dari peninggalan sepupunya. Hanya saja tidak ada sekuncup bunga pada bagian tengah.[Terima kasih telah membantuku memecahkan satu misteri ini, sweety.]Leonel menarik sudut bibirnya membentuk senyuman lebar.“Apakah itu artinya aku lolos penyeleksian masuk ke dalam organisasi kak Leo?” ta
“Seraya berpura-pura menjalani tugas dari Crusio, kita cari tahu kelemahan Nox.” Jeff menyuarakan keluar pemikirannya.“Kalau Nox memang punya kelemahan itu, mana mungkin dia masih bisa bernapas hingga sekarang!”“Sebelumnya mungkin memang tidak ada, Sir. Namun, kini tak lagi sama. Apakah Anda ingat di sisi Nox saat ini ada anggota baru?”Bayangan seraut wajah melintas ke dalam kepala sang pemimpin, membuatnya tersadar seketika lantas bibirnya membentuk senyuman licik. “Apakah kau yakin bisa memanfaatkan orang itu?” tanyanya.“Kita dapat menyimpulkan jawabannya dengan melakukan uji coba, Sir.”“Kau memang selalu bisa kuandalkan, Jeff. Tidak salah aku memilihmu sebagai orang kepercayaanku.” Ia menepuk-nepuk bahu Jeff diiringi wajah puas dan senyum lebar.“Setelah kita melenyapkan Nox, posisi underboss berikutnya sudah pasti akan jatuh di tangan Anda,” Jeff mengucapkan keluar dengan nada penuh keyakinan dan disambut gelak tawa dari Bosnya.“Aku mau beristirahat. Panggil orang untuk memb
“Aku tidak menuntut banyak penjelasan saat tahu kalau kau sudah mengetahui dari Vlora, rahasia yang selama ini kusimpan rapat-rapat, lalu perubahan sikapmu setelah kita berada di kota ini ….” Maylin menjeda sejenak. Sepasang netranya menatap Elian penuh menyelisik, menunggu reaksi dari pria blasteran itu. “Bahkan, tanpa sepengetahuanku kau menutupi identitas keluargaku agar tidak diketahui Valo,” imbuhnya.Melihat ekspresi kedua mata abu-abu itu tersentak kaget, Maylin menemukan jawabannya. “Kau begitu misterius, Elian. Namun, aku tak akan protes karena itu adalah privasimu. Jadi, aku harap kau pun juga bisa menghargai privasiku.”Keheningan memenuhi mereka, kemudian melanjutkan sarapan dalam diam. Sampai ketika Maylin bangun dari kursinya dan membawa peralatan makan hendak mencucinya, suara Elian memecahkan kesunyian di antara mereka.“Semua yang kulakukan, terlepas dari baik atau buruk ….”Maylin memutar tubuhnya menghadap Elian. Kedua mata mereka kini saling bertemu. Sepasang iris
[Yeah, Deon menyuruhku menghapus semua data kalian untuk berjaga-jaga bila seseorang ingin mencari tahu tentang Frans Pramanta.]“Kalian yang dimaksud apakah mama, Rayla, juga tante Fifi?” Maylin mendelik, terkejut mendengar jawaban Leonel.[Seluruh keluargamu, sweety, termasuk Frans Pramanta. Ada apa? Dari mana kau mengetahuinya?]Serentetan pertanyaan itu menguap begitu saja dari bibir Leonel.“Kalau begitu, apakah diam-diam kak Leonel juga meretas database yang ada di dalam sistem perusahaan Elian, menghapus nama-nama keluarga yang kucantumkan di sana?” Alih-alih menjawab, Maylin balik bertanya. Tidak menutup kemungkinan Leonel melakukannya sebab pria itu memang ahli di bidang tersebut.Tidak ada suara jawaban dari pria itu. Maylin menjauhkan ponsel dari telinganya dan menatap layarnya sejenak mencoba memastikan. Masih tersambung.Maylin menempelkan kembali ponsel di telinga kanannya. “Halo? Kak Leo? Apakah kau masih berada di sana?”[Bukan aku.]“Apa maksudnya?” Dahi Maylin menger
“Jawaban seperti apa yang ingin kau dengar?” Elian balik bertanya dengan datar, “Kak Sio.”“Kau pasti memiliki alasan untuk melakukannya. Aku ingin tahu apa alasan itu.” Sio tersenyum tipis.Suasana menjadi hening beberapa saat. Elian hanya bergeming menatap Sio, menunggu pria itu memutuskan hukuman apa yang harus diterimanya sebagai konsekuensi melanggar peraturan yang telah ditetapkan oleh organisasi mereka.“Wanita itu … apakah dia yang menjadi alasanmu mengenyahkan bodyguard-mu sendiri?”Pertanyaan itu sukses membuat ekspresi wajah Elian berubah menjadi tegang. Hanya sesaat, karena sepersekian detik kemudian, ia kembali memasang wajah datarnya.Sio menyeringai menatap Elian. “Apakah uncle sudah tahu?”“Tidak,” jawab Elian singkat. Bagaimanapun juga, ia harus menyelamatkan posisi ayahnya yang telah mencoba menyembunyikan segala perbuatannya.Sio menghembuskan kembali asap rokoknya ke udara. “Kau tahu kalau aku memberikan kepercayaan penuh padamu, bukan? Terus terang aku sangat kece
Mendengar satu nama itu disebut, berhasil melenyapkan ketenangan yang baru saja Maylin dapatkan dari efek alkohol itu. Seketika tubuhnya menjadi kaku. Jantungnya seolah berhenti berdetak. “Kedua orang tuaku ….” Maylin berhenti sejenak.Padahal, ia telah mengubur dalam-dalam semua kenangan yang mengingatkannya pada kebahagiaan sekaligus kepedihan ke dalam lubuk hatinya. Namun, hanya sepersekian detik buih-buih kenangan yang telah lama terpendam itu mendadak berhamburan.Kepalanya tertunduk dalam, berusaha keras menahan rasa sesak serta amarah di dadanya dengan mengepal erat kedua tangannya di bawah meja hingga kuku-kukunya menusuk telapak tangannya.“Mereka membuangku ketika usiaku sepuluh tahun,” ucap Maylin melanjutkan. Kebohongan itu keluar dari mulutnya begitu saja.Kau tidak sepenuhnya berbohong, Lin. Bajingan itu memang meninggalkan kalian terhitung sudah empat belas tahun. Sebuah suara bergema di dalam benaknya.“Bolehkah aku tahu, apa yang telah terjadi?” tanya Valo.Ada keseri
Di depan lorong satu-satunya akses menuju ruang restoran, seorang wanita dengan rambut bergelombang cokelat dan seorang petugas terlihat tengah saling melempar argumen sementara seorang pria lain dengan balutan setelan jas biru dongker-nya berdiri di sebelah wanita itu.Ia hanya diam seraya mendengarkan perdebatan kedua orang dewasa itu yang terus berlanjut. Tidak peduli orang-orang yang berlalu lalang, menoleh ke arah mereka, sebelum kemudian memandang dirinya dengan tatapan memuja.Penampilannya dengan setelan resmi, membungkus tubuhnya yang sempurna. Wajah tampan maskulin, garis rahang yang tegas adalah perpaduan sempurna yang diidam-idamkan seluruh kaum adam di seluruh dunia sekaligus menggoda kaum hawa di saat yang bersamaan.Seolah Tuhan sedang bahagia ketika menciptakannya. Tampan. Kaya. Benar-benar godaan yang terlalu sulit untuk tidak menaruh perhatian, terkecuali Maylin Pramanta. Hanya wanita itu yang tidak terpesona pada seorang Valo Wren Osborn.“Apakah Anda tidak mengerti
Entah sudah berapa lama, Valo masih belum juga kembali. Pria itu hanya menyuruhnya agar menunggu di dalam mobil hingga akhirnya Maylin merasa bosan dan mengambil ponsel untuk mengusir kejenuhan tersebut. Dilihatnya hasil foto yang ada di kameranya seraya senyum-senyum sendiri.Ia kemudian mengirimkan beberapa foto kepada Rayla, bermaksud memamerkan kepada sang kakak. Tidak lama setelah foto terkirim, pesan masuk pun berbunyi.[Elian membawamu ke tempat lokasi syuting film legendaris Robin Hood dan Harry Potter? Kau sangat beruntung, adikku! Akan tetapi, kau menjadi sangat amat menyebalkan! Aku juga ingin berkunjung ke sana!]Maylin terkikik membaca balasan dari Rayla, lalu menggerakkan jemarinya di atas layar ponsel, mengetik sederet kalimat.[Mintalah pada kak Deon. Suami tercintamu itu tanpa ragu-ragu pasti mengabulkan keinginanmu. By the way, bukan Elian yang membawaku pergi, tetapi teman baruku.]Jemarinya berhenti bergerak untuk sejenak. Membaca sekali lagi pesannya sebelum menek
Tidak berapa lama kemudian, sepasang netranya membelalak. “No way! Tiket broomstick training! Seriously?” pekik Maylin dengan nada tidak percaya.“Tiket ini sangat terbatas. Aku mendapatkannya dengan susah payah karena diprioritaskan untuk pengunjung berusia 6 hingga 16 tahun. Jika kau mau berterima kasih padaku, cukup berhenti bersungut padaku. Deal?”Maylin melipat kedua tangannya. “Kau sendiri yang memulainya. Sudah kuperingatkan, aku bukan wanita murahan seperti wanita-wanita yang pernah bersamamu.”“Baiklah, aku mengaku bersalah. Maafkan aku, okay?” ujar Valo sembari mengulas senyum bersalah. Sedetik kemudian, dirinya terkejut setelah menyadari kalimat apa yang baru saja ia lontarkan. Kalimat itu meluncur begitu saja, tanpa direncanakan. Meskipun begitu ia tetap ingin terlihat tenang di hadapan wanita itu.Would somebody mind telling me, what the bloody hell’s going on? Valo memaki dalam hatinya.Maylin menghela napas pasrah. “All right! Aku tidak mau merusak suasana hatiku yang
“Kembali? Absolutely is no!" jawab Maylin sembari bersedekap. "Apakah kau pernah mendengar sebuah kereta akan mengemudikan balik ke stasiun yang telah mereka lewati hanya untuk mengangkut penumpang yang telat? Begitu pun dalam kamus hidupku. Tak akan kembali ke titik awal setelah melewatinya. Jika kau takut, pergilah. Aku bisa melanjutkannya sendiri. Tantangan ini sangat menyenangankan!” imbuhnya penuh semangat.Namun, baru beberapa langkah tubuhnya kembali menabrak dinding kaca tersebut. Tak hanya sekali—dua kali, hingga emosi wanita itu mulai terlihat dengan mengumpat setiap kali dirinya tertabrak.“Berhenti menertawaiku, Jerk!” Maylin menggeram kesal lantaran Valo tergelak kencang melihatnya berulang kali gagal mencari jalan di saat bersamaan tubuhnya menabrak kaca.“Perlu bantuan?” ujar Valo di tengah-tengah tawanya.Akan tetapi, sifat keras kepala yang begitu mendarah daging dalam diri wanita itu kontan menolak begitu saja. Ia ingin dengan caranya sendiri menaklukkan tantangan te
Valo dan Maylin segera turun dari jet, lalu di bawah jet telah ditunggu oleh beberapa pria berpakaian serba hitam dan juga sebuah limousine siap mengantar mereka.“Sama seperti Elian. Pengusaha terkenal seperti kami memang membutuhkan jasa bodyguard untuk melindungi kami dari ancaman,” ujar Valo menjelaskan ketika mendapati tatapan Maylin mengarah ke pengawalnya.Maylin bersikap tak acuh, lantas masuk ke dalam limousine tanpa sepatah kata. Tidak berselang lama, mobil perlahan bergerak meninggalkan parkiran pesawat. Sepanjang perjalanan Maylin tidak berhenti menatap pemandangan dari luar jendela mobil.Sekelilingnya didominasi daun-daun beragam warna yang melekat di dahan-dahan pohon, juga rerumputan hijau dan sinar matahari yang memancar serta awan yang berlapis hingga terlihat seperti bulu halus menjadi perpaduan yang indah hingga mencuri perhatian bagi siapa saja yang melewati sekitarnya. Dan juga sebuah kastil yang cukup megah dan terkenal, yakni Bamburg Castle. Beberapa kali Mayli