"Ya udah ayo, kenapa masih berdiri di sini? Aku sudah laper," ucap Ali sembari jalan mendahului temannya.
"Al Tunggu..., Kamu sama Agus duduk lain tempat lain, biar cukup aku yang duduk bareng dia," ucap Reyhan.
Agus dan Ali saling menatap.
"Tega amat kamu Rey, belum juga jadi apa-apanya tapi udah nggak mau bagi-bagi," celetuk Agus."Kamu yang ngajakin taruhan, jadi biar aku berusaha."
"Haais, terserah kalian deh. Cacing di perutku keburu perang," ucap Ali yang langsung ambil duduk di lain kursi.
Reyhan melangkah ke meja dimana Keyren tengah berada di sana.
Baru saja Reyhan mau sampai, langkahnya terhenti karena sudah ada yang mendahuluinya."Sial...! ngapain si Sasa pake acara duduk di sana segala huuh," gumam Reyhan. Iapun melanjutkan langkahnya hingga sampai di meja yang di tempati Keyren.
"Hai Key!" ucap Reyhan. Ia berdiri di samping Keyren, sayang sekali meja tersebut hanya tersedia dua kursi.
Keyren hanya melirik sekilas kearah Reyhan tanpa peduli dengan sapaannya dan terus menikmati makan siangnya. Sasa yang merasa tak nyaman dengan tatapan Reyhan pun mengerti harus apa. "Key, aku duluan ya. Ada urusan bentar," ucapnya sambil menggendong tasnya kembali dan cepat-cepat pergi.
Reyhan menyeringai dan langsung duduk di depan Keyren. Namun Keyren menghela nafasnya karena merasa kesal.
"Kenapa sih kamu jadi cewek sombong banget? nggak baik loh cewek sombong begitu, kan sayang cantiknya," ucap Reyhan memulai obrolan.
"Aku cuma nggak suka cowo yang sok dekat."
"Aku nggak sok dekat, cuma pengen dekat aja sama kamu, boleh kan?"
Keyren menatap Reyhan dengan lirikannya. Reyhan yang masih menatap Keyren dengan senyuman buayanya pun membuat Keyren tak nyaman.
Keyren meletakkan sendok di atas piringnya, lalu seketika berdiri dan mengambil tasnya."Kamu nggak habiskan makan siangmu?" tanya Reyhan.
"Sudah kenyang."
Keyren melangkah pergi meninggalkan Reyhan yang masih terduduk di sana. "Kamu benar-benar nantangin aku Key," gumam Reyhan. Iapun bangun dari duduknya dan segera menyusul Keyren.
Keyren memasuki perpustakaan. "Dasar cowo playboy nyebelin, mana mungkin aku peduli sama basa-basinya, baru juga kenal di kelas udah sok dekat banget, huh," gumam Keyren.
Keyren berusaha mengambil sebuah buku di rak atas, namun karena letaknya yang sedikit tinggi membuatnya kesusahan mengambil.
"Sini aku bantu."
Reyhan yang tiba-tiba muncul mengambil buku yang hendak di ambil Keyren."Kamu bisa meminta bantuan padaku jika kamu dalam kesulitan," ucapnya."Kamu benar-benar seperti jelangkung yang tiba-tiba muncul," ucap Keyren.
"Pfftttt, mungkin lebih tepatnya tuhan mentakdirkan kita untuk sering bertemu key."
"Cihhh, itu karena kamu mengikutiku bukan?"
"Key..., apa kamu tidak percaya jika tuhan telah menjodohkan kita?"
Keyren hanya menggelengkan kepalanya lalu duduk di salah satu meja baca.
"Kamu ternyata kutu buku juga ya? ada yang bilang kalau seorang kutu buku itu bisa sangat perhatian sama pasangan. Tapi kamu ko cuek banget sih?"
"Itu karena aku belum punya pasangan, dan kamu bukan pasangan aku?" ucap Keyren. Ia refleks menjawab ucapan Reyhan tanpa sadar apa yang dia ucapkan.
"Waaah! Kebetulan dong. Kalo gitu aku masih punya kesempatan buat jadiin kamu pasanganku."
"Iiihhh, ogah banget aku jadi pasangan kamu."
"Yakin?"
"Ssttttt, disini tempat untuk membaca bukan ngobrol," tegur seseorang yang terganggu dengan kegaduhan mereka.
Keyren pun menoleh kearah suara dengan rasa bersalah, "ini semua gara-gara kamu," ucap Keyren sedikit berbisik.
Reyhan berdiri dan mencondongkan tubuhnya sedikit mendekati telinga Keyren. "Aku menunggumu di hatiku," bisik Reyhan yang langsung berlalu pergi.
"Heh! Ngarep!" gumam Keyren. Iapun hanya menatap kepergian Reyhan dengan rasa kesal.
"Rey gimana usahanya, sukses nggak?" tanya Agus.
"Belum, tapi sudah ada tanda-tanda.
Kami siap-siap aja buat ikhlasin obil kodokmu itu Gus.""Mampus kamu Gus! Hhahah" celetuk Ali sambil meledek.
"Diem kamu Al. Lagian Reyhan juga belum tentu bisa ngedapetin tuh cewe."
"Kamu masih ngeraguin kemampuanku Gus?"
"Aku nggak ngeraguin kemampuan kamu nge-gaet cewe yang notabenenya ayam kampus Rey. Tapi aku yakin cewe yang satu ini beda dari yang lain. Mana mungkin dia mau sama buaya kaya kamu," jelas Agus.
"Kita liat aja."
"Udah deh, kalian berdua nggak ada pikiran buat cari pendamping hidup yang baik untuk kalian nikahi apa? masih aja mikirnya senang-senang sama cewe doank," ucap Ali.
"Pffftttt, Hahahaha!" Agus dan Reyhan tertawa secara bersamaan.
"Eh pak ustadz, kita masih muda ngapain mikir cari pendamping buat nikah sekarang. Mumpung masih muda mending nikmati dulu masa muda loe," ucap Agus yang masih terkekeh. Reyhan pun hanya tersenyum mendengar ucapan Agus. Sedangkan Ali menggelengkan kepalanya tak habis pikir dengan kelakuan mereka berdua.
Dimas menunggu Reyhan keluar dari kampus, ia duduk di dalam mobil tanpa mengalihkan pandangannya.
"Aku harap keputusanku benar," gumamnya.Tak berapa lama Reyhan dan temannya pun keluar, Dimas segera turun dari mobil menghampiri Reyhan.
"Rey!" Panggil Dimas.Reyhan menoleh kearah suara yang memanggilnya.
"Dim, ngapain kamu disini?"
"Ada yang mau aku omongin sama kamu Rey."
Reyhan menatap dua sahabatnya. "Aku ada urusan, kalian duluan aja ntar aku nyusul,"
"Ok, kita tunggu kamu di lapangan basket Rey," jawab Agus.
Agus dan Ali pun meninggalkan Reyhan dan Dimas."Rey, kita ke cafe sebelah biar enak ngobrolnya ya,"
"Terserah kamu saja Dim."
Dimas mengajak Reyhan ke sebuah cafe dekat kampus. Setelah pesanan kopi datang Reyhan pun segera mengambil dan menyeruputnya.
"Kamu mau ngomong apa Dim, kayaknya serius banget sampai ngajakin ketempat seperti ini?" tanya Reyhan memulai pembicaraan.
"Aku cuma mau ngomong masalah yang my dady ucapin ke kamu semalam Rey."
Reyhan menatap sepupunya. "Dim, kamu tau kan, aku nggak bakal peduli hal itu?"
"Mungkin sekarang kamu tidak peduli Rey, tapi suatu saat kamu akan sangat memperdulikannya."
Reyhan diam sejenak memikirkan ucapan Dimas.
"Rey, kamu harus inget pesan terakhir opah, beliau ingin kamu membahagiakan Tante Andini, itu berarti opah pengen kamu bangkit dan bisa mengambil semua hak kamu dan tante sebagai keluarga Atmaja, bukan malah diam, pasrah, dan nurut kaya gini," ucap Dimas. Ia mencoba mengingatkan Reyhan.
"Itu sudah menjadi keputusan opah Dim, lagipula om Bram lebih pantas mendapatkan semuanya," jawab Reyhan.
Dimas menghela nafasnya. "Rey, kamu tau kan alasanku lebih betah di Singapura...? itu karena aku membenci ketamakan daddy. Aku nggak mau punya ayah yang mengambil hak saudaranya. Jika bukan karena mommy, mungkin aku enggan kembali ke Jakarta."
"Dim, thanks kamu sudah peduli sama aku, tapi aku nggak mau mikirin hal yang cuma nambahin pusing dan nyakitin perasaanku sendiri. Aku tau dan hargai niat baik kamu, "ucap Reyhan sembari bangun dari duduknya. "And thanks buat kopinya," imbuhnya dan hendak melangkah pergi.
"Rey tunggu!" panggil Dimas.
Reyhan menahan langkahnya, Dimaspun berdiri dari duduknya dan menghampiri Reyhan."Rey, siapapun paman Dion dan bagaimanapun perlakuannya padamu, percayalah dia sangat peduli pada kamu." Reyhan tidak mengatakan apapun, ia melangkah pergi meninggalkan Dimas setelah mendengar ucapannya. Sedangkan Dimas menatap punggung lebar sepupunya yang berangsur menjauh darinya. Reyhan masuk kedalam mobilnya dengan perasaan kacau. Ia tau sepupunya menginginkan dirinya bangkit dan melawan. Namun Reyhan lebih takut sebuah kenyataan tentang keluarganya, kenyataan yang selalu menghantuinya dan masih ia ragukan. Reyhan mengendarai mobilnya, dengan perasaan yang masih tak menentu ia menyusul menemui kedua sahabatnya di lapangan basket. "Gus tuh si Reyhan sudah datang." Agus menoleh ke arah orang yang di tunjuk Ali. "Hmmmm, kayaknya hatinya lagi nggak bersahabat Al, liat deh mukanya kaya pantat gajah gitu." "Pppffffttt,
"Aaaaahhhhhkkkkk!" Teriak Reyhan di dalam mobilnya. Reyhan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju ke suatu hotel. Iapun masuk kedalam hotel dan memesan sebuah kamar. Setelah ia mendapatkan kamar yang ia inginkan Reyhan pun mengambil ponsel di saku celananya, ia melihat waktu yang menunjukkan sudah jam delapan malam.Reyhan pun segera menghubungi seseorang. "Temui aku di hotel Permata, aku butuh kamu sekarang," ucapnya pada seseorang yang ia kenal. Reyhan menunggu orang yang ia panggil untuk datang menemuinya di kamar hotel sambil menikmati sebotol bir. Hinggabeberapa saat kemudian orang yang ia tunggu pun akhirnya datang juga, dan ia segera membukakan pintu. "Rey kamu lagi ada masalah?" Tanpa menjawab pertanyaan wanita tersebut Reyhan langsung menarik tangan wanita yang tengah berdiri di ambang pintu kamar hotel. CUP Reyhan
Apa sebenarnya maumu? Kenapa kamu menggangguku?" "Mauku...? ini," ucap Reyhan sambil menunjukkan pipinya kearah Keyren, "ayo, satu kecupan maka akan aku berikan kembali saputanganmu ini." Keyren membuang mukanya mendengar ucapan Reyhan. "Ya sudah. Kalo begitu aku akan menyimpannya sampai kamu memberikan apa yang aku mau, bagaimana?" ucap Reyhan sambil membalikkan badannya dan hendak melangkah pergi. "Kenapa kamu dengan mudah mengambil barang orang lain dan meminta sesuatu yang tak pantas kamu dapatkan?" ucap Keyren, "apa orang tuamu tidak pernah mengajarkanmu sopan santun dan cara menghargai orang lain?" imbuhnya membuat Reyhan kembali menghadapnya. Reyhan menatap Keyren dengan diam, ia kembali mendekati Keyren, tanpa sepatah katapun Reyhan menggapai tangan Keyren dan mengembalikan apa yang telah dia ambil. Namun Keyren bisa melihat raut muka Reyhan yang tak bisa di artikan, mar
Reyhan mengendarai mobilnya secara perlahan, ia menikmati pemandangan kota yang semakin sepi, ia menghentikan mobilnya tidak jauh dari restoran milik ibunya yang baru saja tutup, entah apa yang tengah ia pikirkan saat memandangi restoran yang sudah gelap itu.Reyhan kembali melanjukan mobilnya secara perlahan, namun matanya tertuju pada sebuah gang yang sepi, dan nampak ada beberapa orang di sana.***"Hai cantik kenapa malam-malam begini sendirian sih, kan dingin," ucap seorang preman."Mending sama kita biar bisa di angetin, hahahaha!" ucap kembali rekannya di barengi tawa."Tolong menyingkirlah dari jalan saya," ucap seorang gadis yang tak lain adalah Keyren.Saat ini dia tengah di kepung dua preman, namun tak terlihat rasa takut sedikitpun di wajahnya."Ckckck jangan galak-galak cantik, nanti abang cubit loh," ledek preman tersebut.Keyren berusaha menghindari tangan sal
Dion menatap pintu kamar yang sudah tertutup dan bergumam dalam hatinya, "Rey suatu saat kamu akan tau kebenarannya." Dion melangkah menuju kamarnya, langkahnya terhenti saat melihat istrinya berdiri di ambang pintu kamar. "Apa yang terjadi pada Reyhan?" tanya Andini. "Apa kamu pikir anak kesayanganmu itu akan mengatakan padaku apa yang terjadi padanya," jawab Dion datar. "Dion maafkan Reyhan, semua itu karena dia tidak tau kebenarannya." "Kebenaran bahwa aku bukan ayahnya," ucap Dion ketus membuat Andini terdiam mendengar ucapannya. Dion melangkah masuk ke kamarnya melewati Andini yang berdiri di pintu. "Apa lebih baik kita memberi tau Reyhan kebenarannya?" ucap Andini menghentikan langkah Dion. Dion menoleh ke arah istrinya yang tengah menutup pintu kamar."Memberi taunya agar dia lebih membenciku dan membuat kakakmu tertawa akan kemenangannya?" "Lalu apa yang harus aku lakukan agar kalian berdua bisa akur?"
Agus dan Ali menghampiri Reyhan yang tengah menuju kelas.Dari belakang Agus langsung merangkul pundak Reyhan. "Sstttt sstttt, kayaknya ada yang hampir berhasil deketin cewe baru nih," ucap Agus pada Reyhan. Reyhan hanya menyeringai mendengar ucapan Agus. Ali dari samping Reyhan mengulurkan sesuatu pada Reyhan, "Rey ambillah ini dan ajak Keyren. Anggap saja aku memberi dukungan agar kamu bisa bersamanya," ucap Ali. Reyhan mengambil dua tiket bioskop dari tangan Ali. "Film horor?" ucap Reyhan lirih sambil menatap Ali.Ali hanya mengacungkan kedua jempolnya tanpa berkata apapun. "Eh Al, kok kamu malah bantu dia, entar kalo dia berhasil menang jadi nggak afdol dong," komplain Agus. "Aku nggak ngebantu Reyhan, aku cuma ngasih tiket film adikku yang nggak jadi nonton daripada mubasir tau." "Kenapa film horor kamu kasih ke aku buat ngajak Keyren nonton bareng? kenapa bukan film yang mengandung adegan romantis atau hot," ucap Reyhan. "F
"Aku yakin Andini masih mencintainya, bisa saja dia akan kembali pada Kevin. Ingat Dion Kevin adalah pewaris tunggal keluarga Mahesa sedangkan kamu hanya seorang gelandang yang mendapat keberuntungan, jadi siapkan dirimu sebelum kehilangan segalanya," imbuhnya. Ia pergi keluar dari ruang kerja Bram meninggalkan Dion yang masih terdiam, sedangkan Dion tidak perduli dengan Bram yang sudah hilang dari ruangannya. Pikiran Dion tengah terisi penuh dengan ucapan Bram, ia tau setiap ucapan Bram banyak benarnya, Andini masih mencintai Kevin, sedangkan dia bukanlah siapa-siapa. Tapi bukan kehilangan harta dan kembali ke kehidupannya yang dulu sebelum menikahi Andini yang ia takutkan, namu ia terlalu takut kehilangan keluarga yang ia miliki sekarang. *** Keyren dan Reyhan pun akhirnya pergi menonton sesuai perbincangan mereka tadi siang di kelas, Reyhan pikir semua akan berjalan seperti yang Ali katakan, tapi kenyataannya genre horor sama
"Mungkin itu lebih baik daripada memiliki orang tua yang entah mereka menganggap keberadaanmu atau tidak," ucap Reyhan. Membuat mereka kembali terdiam. "Mobilku tidak bisa masuk ke dalam gang," ucap Reyhan menghentikan mobil. " Tidak apa-apa, kontrakanku tidak jauh dari sini. Rey terimakasih sudah mengajakku menonton." "Ya. Terimakasih juga sudah mengajakku bermain. Hati-hati ya Key," ucap Reyhan. Keyren tersenyum pada Reyhan, iapun segera turun dari mobil.Reyhan terus menatap kepergian Keyren hingga bayangannya hilang di balik gang kecil.Reyhan pun kembali menyalakan mesin mobilnya, melewati jalanan yang mulai sepi perlahan iapun akhirnya sampai di rumahnya. **** "Dion kenapa kamu diam sedari tadi, apa sedang ada masalah?" tanya Andini. "Apa kamu masih mencintainya?" "Mencintainya..., siapa yang kamu maksud?" jawab Andini bingung. Dion menatap Andini dengan tajam, dari raut wajahnya yang memerah Andini
"Al apa kamu sudah mendapat jawaban siapa yang mencelakakan orangtuaku?" "Aku sudah memaksanya untuk bicara, tapi dia malah memilih untuk menghabisi nyawanya." "Hmmmm aku rasa mulai sekarang kita harus lebih hati-hati, ada musuh yang tak kita ketahui ada di dekat kita sekarang." Reyhan yakin ada orang yang mengharapkan orangtuanya celaka, namun ia belum tau siapa dan untuk apa tujuannya. Hari pertama kerja untuk Keyren, dan juga hari pertama setelah dua tahun Reyhan tak bertemu dengannya. Keyren benar-benar tidak tau siapa sebenarnya direktur perusahaan tempat dia bekerja, yang ia tau pemiliknya bernama Gavelin Atmaja. "Hai, karyawan baru ya?" sapa seorang perempuan padanya. Keyren mengangguk untuk menjawab pertanyaan pria tersebut. "Kenalkan aku Mila," ucapnya sambil mengulurkan tangan pada Keyren. "Aku Keyren." Keyren menatap keruangan direktur. "Apa bos kita selalu telat masuk kerja? aku belum melihatnya datang." "Di
Reyhan datang ke kontrakan Keyren mencoba menemuinya ia berharap Keyren mau mendengarkan penjelasannya dan memberikan kesempatan Reyhan untuk memperbaiki kesalahannya. Keyren mendengar ketokan pintu beberapa kali, namun ia hanya mengintip dari balik korden yang menutupinya jendela kontrakannya, ia melihat Reyhan yang berdiri di depan pintu, namun Keyren justru berbaring di atas ranjangnya sambil menutup telinganya dengan bantal. "Key keluarlah, aku tau kamu ada di dalam. Aku hanya ingin minta maaf dan ingin menjelaskan semuanya padamu," ucap Reyhan mencoba memanggil Keyren, namun tetap saja tidak ada Jawaban dari dalam. Reyhan pun akhirnya kembali pulang dengan rasa kecewa pada dirinya sendiri. *** "Key!" panggil Reyhan saat melihat Keyren yang berada tak jauh darinya. Semenjak pemakaman Agus, Keyren selalu menghindar dari Reyhan, bahkan di hari terakhir mereka di kampus hari ini, Keyren masih sangat acuh.
Reyhan menyeka ujung matanya lalu membasuh mukanya.Bukan karena cengeng tapi kali ini dia benar-benar merasa rapuh, ia harus melihat sahabatnya terbaring tak berdaya di saat bersamaan dengan suasana hatinya yang memilukan karena masalah keluarga dan hubungannya dengan Keyren. Jika kalian memiliki seorang sahabat yang selalu ada dalam keadaan susah senang pasti kalian bisa merasakan apa yang saat ini Reyhan rasakan.Setelah hatinya merasa sedikit tenang ia pun keluar dari kamar mandi, bersamaan saat dia membuka pintu orang tua Agus pun masuk ke ruangan tersebut. "Rey kamu masih di sini nak?" tanya ibu Agus.Reyhan tersenyum dan menjawab ibu Agus, "Iya Tante, lagian Reyhan juga nggak ada hal lain yang harus di lakukan."Ayah Agus menghampiri Reyhan dan memegang pundaknya, "Terimakasih banyak untuk semuanya ya nak Reyhan," ucapnya, "kami sudah ada di sini menemani Agus, pulang dan istirahatlah kamu juga harus menjaga kesehatanmu," imbuhnya."Baik om, R
Reyhan dan Ali melangkah perlahan mendekati seorang wanita yang tengah menangis di pelukan suaminya. "Tante bagaimana keadaan Agus?" tanya Reyhan. Wanita itu menatap teman baik anaknya, "Dia kritis karena penyakit komplikasi yang di deritanya Rey," jawabnya. "Tapi bukankah Agus hanya demam biasa," tanya Ali. Ibu Agus menggelengkan kepalanya dan membenamkan kembali wajahnya pad dada suaminya, Reyhan dan Ali menatap ke arah ayah Agus yang terlihat jelas tengah menahan buliran bening di ujung matanya. "Apa kalian tidak tau penyakit yang di deritanya?" tanya ayah Agus. "Agus tidak pernah cerita om, dia hanya bilang demam biasa kemarin," jawab Reyhan. "Itu karena dia takut kalian menjauhinya." Reyhan dan Ali saling menatap, "maksud om bagaimana?" tanya Reyhan penuh rasa kebingungan. "Agus menderita serangan jantung dan terinfeksi HIV, penyakit itu sudah lama di deritanya tapi tadi pagi dia tiba-tiba pingsan dan kami
Reyhan melihat mobil ibunya yang sudah terparkir di garasi. Ini hal yang tak biasa bagi Reyhan jam segini melihat ibunya ada di rumah. Ia masuk ke dalam dan mendapati ibunya yang duduk di sofa ruang tamu bersama mbok Darmi. "Kamu sudah pulang Rey?" ucap Andini. "Seperti yang ibu lihat," jawab Reyhan datar. Mbok Darmi langsung berpamitan dan berjalan ke arah dapur, "saya akan menyiapkan makan malam dulu ndoro, permisi," ucapnya. "Rey, mamah ingin bicara sama kamu," Reyhan melangkahkan kakinya dengan rasa malas ke arah ruang tamu, lalu duduk di sofa yang menghadap ke ibunya. "Katakanlah apa yang ingin mamah bicarakan!" "Rey, mamah ingin kamu mendengar penjelasan mamah tentang papah kamu," ucap Andini, "Dion memang bukan ayah kandungmu, tapi percayalah jika dia menyayangimu." "Jadi mamah hanya akan membicarakan masalah ini?" tanya Reyhan yang langsung di jawab anggukan oleh ibunya, "Mah..., Reyhan nggak peduli lagi, Reyhan sud
"Aku tau kamu ayah kandungku, tapi apa kamu tau jika saat ini aku sudah tidak memperdulikannya? aku tidak butuh seorang ayah yang sudah meninggalkan tanggung jawabnya," ucap Reyhan yang langsung membalikkan badannya dan melangkah ke arah mobilnya. "Tapi apa kamu juga tidak peduli dengan alasan kenapa aku melakukannya Rey, jika saja aku tetap menikahi ibumu mungkin saat ini aku tidak bisa melihat kembali orang yang aku cintai, dan tak bisa melihatmu tumbuh dewasa seperti ini," ucap Kevin mencoba membujuk Reyhan. "Simpan saja alasan konyolmu itu!"Reyhan membuka pintu mobilnya, ia masuk kedalam mobil dan langsung menyalakan mesin mobil meninggalkan Kevin, sementara Kevin hanya menghela nafasnya. Reyhan mengendarai mobilnya penuh dengan rasa gundah. Marah, benci, dan sakit terasa berkumpul semua menjadi satu dalam hatinya. Chiitttt! Suara rem yang terinjak secara dadakan, detak jantung Reyhan berdetak
"Selamat datang Dion, aku tidak menyangka kamu akhirnya mau menemuiku!" "Kamu benar-benar brengsek Kevin!" ucap Dion ketus. Kevin orang yang tak lain adalah sahabat lamanya dulu, dan kini menjadi orang yang sangat ia benci. Dia adalah pemilik perusahaan besar tersebut sekaligus ayah kandung dari anak yang ia besarkan dari kecil. "Kamu benar Dion, aku adalah pria brengsek yang melempar semua tanggung jawabku padamu, dan sekarang aku akui kesalahanku, aku akan mengambil tanggung jawabku kembali," ucap Kevin. Dion tersenyum sinis mendengar ucapan Kevin, "Sayangnya aku datang kemari untuk mengatakan padamu jika aku tidak akan membiarkan Andini dan Reyhan kembali pada manusia picik sepertimu," ucapnya. "Dengarkan aku Dion, aku akan memberikan tawaran yang bagus untukmu jika kamu melepaskan Andini. Aku akan memberikan kehidupan mewah untukmu, kamu bisa menikmati masa tuamu di Belanda sambil menjalankan bisnis yang akan aku percayakan padamu di sana, a
Reyhan menyeruput kopi yang di berikan Bram, lalu ia meletakkan cangkir kopi yang masih terlihat uap panasnya di meja."Om, jadi benar jika papah Dion bukan ayah kandungku?" tanya Reyhan dengan tatapan penuh tanda tanya. Bram menghela nafasnya lalu menatap Reyhan, "Jadi kamu sudah mengetahuinya? Dion memang bukan ayah kandungmu Rey. Seperti yang aku bilang dia hanya menikah dengan ibumu karena mengincar harta kakekmu," ucap Bram. Ia melangkah ke dekat jendela dan menatap keluar, "Dion terlalu pandai untuk berpura-pura di depan papah, sampai papah mempercayakan perusahaan padanya daripada anaknya sendiri.Tapi kamu lihat sendiri sekarang, tuhan tidak pernah tidur dan kebusukan Dion perlahan terungkap. Bahkan menjelang ajal papah tuhan akhirnya membuka mata papah agar melihat siapa sebenarnya Dion, itulah alasannya kakekmu akhirnya memberikan kepercayaannya kembali padaku," jelas Bram. "Aku tidak boleh membiarkan dia menikmati harta
"Mungkin itu lebih baik daripada memiliki orang tua yang entah mereka menganggap keberadaanmu atau tidak," ucap Reyhan. Membuat mereka kembali terdiam. "Mobilku tidak bisa masuk ke dalam gang," ucap Reyhan menghentikan mobil. " Tidak apa-apa, kontrakanku tidak jauh dari sini. Rey terimakasih sudah mengajakku menonton." "Ya. Terimakasih juga sudah mengajakku bermain. Hati-hati ya Key," ucap Reyhan. Keyren tersenyum pada Reyhan, iapun segera turun dari mobil.Reyhan terus menatap kepergian Keyren hingga bayangannya hilang di balik gang kecil.Reyhan pun kembali menyalakan mesin mobilnya, melewati jalanan yang mulai sepi perlahan iapun akhirnya sampai di rumahnya. **** "Dion kenapa kamu diam sedari tadi, apa sedang ada masalah?" tanya Andini. "Apa kamu masih mencintainya?" "Mencintainya..., siapa yang kamu maksud?" jawab Andini bingung. Dion menatap Andini dengan tajam, dari raut wajahnya yang memerah Andini