Azizah tak berhenti mematut diri di hadapan cermin. Wajahnya yang kini dipolesi make-up tipis, kebaya berwarna putih dengan siger di kepalanya sebagai mahkota pengantin. Hari ini dia tampil begitu cantik dan mempesona. Azizah tak berhenti melantunkan dzikir demi menetralkan dentuman hebat dari dalam dada. "Masya Allah, kamu cantik banget, Nak," puji Ibunya. "Pantas saja cucu Kiyai jatuh cinta," timpal Mbak Hani, MUA yang disewanya. Azizah hanya mampu tersenyum. Andai mereka tahu bahwa Azizah lah yang selama ini berjuang untuk mendapatkan hati Rayyan. Terlebih dia harus terus berperang hati kala dia tahu orang yang dia cintai ternyata mencintai wanita lain. Jarum jam menunjukkan pukul sembilan pagi. Sebentar lagi rombongan pengantin akan tiba. Rencananya jam sepuluh pagi akad akan dimulai. "Bismillah, Azizah. Semua calon pengantin juga merasakan apa yang kamu rasakan saat ini," ucap Mbak Hani. "Iya, Mbak."*Di tempat berbeda rombongan keluarga mempelai pria sedang sibuk mempers
"Terimakasih, Azizah, sudah menerimaku," bisik Rayyan saat mereka tengah sibuk mengurus dokumen.Azizah tersenyum begitu mendengar penuturan dari Rayyan yang kini resmi menjadi pasangan halalnya. Jantungnya berdetak kuat kala sang potografer meminta mereka untuk berfoto bersama. Bang Ihsan yang seorang potografer yang disewa pun terus mengintruksikan kedua oengantin baru untuk saling mendekatkan diri. "Tolong rapat sedikit ya! Tidak usah malu, kan sudah halal," goda Bang Ihsan. Para tetamu tertawa melihat keduanya yang masih sangat kaku, termasuk Kiyai Jalal ikut tersenyum melihat cucunya. Mereka berdua gemas melihat sepasang pengantin di sana. Bahkan Rayhan maju mendorong tubuh adiknya yang masih sangat kaku untuk berdekatan. "Jangan kaku gitu! Tubuhnya dirapatkan saja. Ikuti kata Bang Ihsan," gerutunya. "Malu ....""Bang, malu katanya," ucap Rayhan. "Sudah sah kok. Nanti hasilnya malah kayak pengantin robot," canda Bang Ihsan.Azizah mengulum senyum. Bunga yang dipegangnya
"Azizah, kita shalat sunnah dulu, yuk!"Azizah yang tengah duduk di tepian ranjang segera bangkit kemudian menuju kamar mandi untuk berwudhu.Rayyan menggelar dua sajadah kemudian memasang kopiah. Sembari menunggu Azizah, lisannya sibuk berdzikir. Waktu berlalu, kini Azizah kembali. Langkahnya menuju lemari pakaian lalu segera memakai mukenah. Hal itu tak luput dari pandamgan Rayhan. Azizah lalu berdiri di atas sajadahnya. Rayyan kemudian ikut berdiri. Mereka melakukan shalat sunnah berjamaah. Kedua tangan mereka terangkat dengan do'a masing-masing. Azizah berdoa agar dia bisa menjalani biduk rumah tangga dengan baik, menjadi istri shalehah dan terus bersama Rayyan hingga maut memisahkan. Berbeda dengan Azizah, Rayyan justru berdoa agar Allah hilangkan rasa cintanya pada Sofia dan menghadirkan cinta untuk Azizah. Setelah keduanya memanjatkan doa, Rayyan berbalik lalu mengulurkan tangan yang kemudian disambut oleh Azizah. Azizah mencium punggun tangan sosok yang kini sah menjadi s
"Mas, teh hangatnya."Rayhan yang sedang menatap lurus ke luar jendela.Sofia menghampiri suaminya yang mungkin tak mendengar suaranya."Mas," tegurnya lagi.Rayhan membalikkan tubuh menghadap ke Sofia. Senyum tercipta di wajah Sofia."Tehnya."Sofia mengangkat cangkir yang berisi teh hangat itu tepat di depan suaminya. Rayhan meraih cangkir itu kemudian menyeruputnya.Mereka sama-sama terdiam sekarang. Sofia menjadi bingung akan sikap suaminya."Ada apa?"Kali ini tangannya menyentuh pundak suaminya. Rayhan menoleh. Lago dan lagi tana senyuman."Aku ingin kamu jujur, Sofia!"Alis Sofia mengerut. Dia tak mengerti tentang apa yang dimaksud Rayhan."Maksud, Mas?""Kamu masih mencintai dia kan?""D-dia siapa?"Rayhan mendengus kesal. Dia kembali menatap keluar jendela.Dia merasa Sofia berusaha menyembunyikan sesuatu. 
"Mas, kamu masih marah?" tanya Sofia sesaat setelah Fatih tidur siang. "Aku tidak tahu.""Maaf ...."Rayhan berjalan menjauhi Sofia. Dia menatap lurus ke depan. "Aku tidak tahu harus bagaimana lagi, Sofia."Rayhan sengaja menjeda kalimatnya untuk menenangkan perasaannya. "Rasanya begitu menyakitkan melihat kamu yang seolah cemburu. Aku tahu .... Tapi aku memilih diam."Rayhan menoleh ke arah istrinya yang sedang menunduk dalam. "Kamu tahu, Sofia? Aku merasa gagal mendapatkan hatimu," lirihnya yang terdengar begitu menyakitkan. Sofia semakin menunduk. Dia menyadari kesalahannya. Tapi, dia juga tak bisa menampik perasaannya."Maaf. Itu tidak akan terulang.""Aku cuma butuh pengakuan, Sofia. Bukan cinta sepihak!" tegasnya. "Bukan cinta sepihak, Mas. Sejak hari itu aku sudah berusaha mencintai kamu.""Iya, aku tahu. Tapi semua cuma sementara. Ya, kebahagiaan kita hanya sementara.""Semenjak Rayyan kembali, semua berubah. Kita kembali menjadi dua orang asing."Sofia berdiri kemudian
"Jangan mengkhayal saat sedang berjalan, Mas."Wanita itu tersenyum hangat. Rayyan membalas senyum indah itu. "Maaf, pikiranku sedang kalut."Azizah kembali mengukir senyum meskipun jauh di dasar lubuk hatinya penuh tanda tanya. Namun, dia urung menanyakan hal itu. Terlebih saat ini mereka sedang berada di luar. "Kamunmau kemana malam-malam begini?" tanya Rayyan nerusaha mencairkan suasana. "Aku lagi nyariin kamu. Kata Ummi, kamu belum makan ya, Mas?" tanyanya khawatir.Rayyan mengangguk. Dia merasa bersyukur mendapatkan istri seperti Azizah. Memamg pilihan orangtua adalah yang terbaik. "Tadi, mas belum lapar. Sekarang, mas jadi lapar," jawabnya seraya terkekeh dan memegangi perutnya yang rata."Mau makan?" tawar Azizah. Rayyan mengangguk kemudian menggenggam tangan istrinya. Mereka berjalan beriringan sambil bercanda bersama. Suatu pemandangan yang indah. Rayyan terus berusaha membina hubungan baik dengan istrinya. Menciptkan suasana-suasana yang membuat mereka semakin terasa
"Abah saya ingin berdiskusi sebentar," ucap Ustaz Luthfi pada Kiyai Jalal. Kiyai Jalal menyeruput kopi yang dihidangkan oleh Nyai Zikra-istrinya. "Soal apa?"Ustaz Luthfi menarik napas dalam sejenak kemudian mengembuskannya perlahan. "Ini soal anak dan menantuku, Abah."Ustaz Luthfi menjeda kalimatnya. Sungguh dia merasa sangat malu saat ini. Penyelesaian masa lalu tak kunjung usai. "Saya merasa gagal sebagai ayah untuk mereka."Kiyai Jalal mengerutkan keningnya. Dia belum tahu arah pembicaraan putranya."Apa keputusam untuk membawa Rayyan kembali salah? Menurut penuturan Rayhan, semenjak Rayyan kembali, hubungannya dengan Sofia sedikit renggang."Ustadz Luthfi kemudian menceritakan bagaimana keadaan rumah tangga kedua anaknya. Bagaimana Rayhan yang merasakan perubahan Sofia semenjak Rayyan kembali. Ustaz Luthfi juga menceritakan kondisi mereka saat ini. Dia terus mengatakan telah gagal sebagai orang tua."Jadi, apa yang harus kita lakukan, Bah?"Kiyai Jalal memperbaiki posisi du
"Sofia, aku sudah maafin kamu. Aku tidak akan meminta lagi kamu untuk membuka hati atau apapun itu. Mari kita jalani semuanya seperti air mengalir hingga salah satu di antara kita menyerah. Lakukan semua demi Fatih." Deg. Kata-kata yang diucapkan begitu menusuk hingga ke relung hati paling dalam. Apa dia sudah menyerah?Sofia tak bisa berkata-kata lagi. Raut wajah Rayhan begitu datar. Sofia tak bisa menebak isi hati suaminya sendiri. Rayhan berlalu meninggalkan Sofia yang berdiri mematung. Dia memilih mengistirahatkan tubuh dan pikirannya meskipun sebenarnya tak bisa. "Mas ...."Rayhan memaksakan diri untuk memilih memejamkan mata. Dia sangat berharap bisa tertidur secepatnya.Panggilan Sofia begitu menyakitkan baginya. Tangannya mengepal kuat. "Aku minta maaf. Aku .... Aku butuh waktu.""Aku sudah membebaskanmu, Sofia. Lakukanlah apa yang menurutmu baik. Aku akan tetap melakukan peranku sebagai suami dan ayah yang bertanggungjawab.""Mas, aku mohon ....""Tidurlah!"Sofia menggi
"Alhamdulillah ya, Allah," pekik Azizah saat dua garis merah tampak di depan matanya. Tubuhnya langsung bersujud dan terus menyebut asma' Allah. Air matanya luruh. Azizah terisak di dalam sujudnya. Penantiannya selama ini terjawab. Allah masih memberinya kepercayaan untuk dititipkan amanah. "Mas Rayyan harus tahu."Azizah bergegas keluar dari kamar. Langkahnya dipercepat. Air mata tak berhenti mengalir dari mata indahnya. Beberapa santriwati yang kebetulan lewat di sana sedikit heran dengan sikap Ustazahnya kali ini. "Mas, lihat Mas Rayyan?"Rayhan yang baru saja selesai mengajar di kelas berhenti sejenak."Sepertinya masih di kantor. Kenapa, Zah?""Aku harus bertemu dengan dia, Mas.""Ada yang mencoba menyakitimu? Bilang sama Mas."Azizah menggeleng. Rayhan tak mengerti karena melihat mata Azizah yang terus mengkristal. "Aku ingin memberi dia kejutan.""Ya sudah, kamu tunggu dia di rumah, biar Mas yang panggilkan dia ya?" bujuk Rayhan.Azizah mengangguk antusias. Dia kemudian b
"Menghadiri undangan itu wajib selama tidak ada halangan syar'i, Dek.""Tapi, Mas ....""Kamu tenang saja. Atau kamu juga mau ikut?"Sofia terdiam. Dia merasa ragu. Namun, atas penjelasan Rayhan akhirnya dia memilih ikut. Sepanjang jalan Sofia memilih diam. Farhan terus berusaha mencairkan suasana dengan bermain bersama Fatih. Perjalanan tiga puluh menit mereka tempuh hingga tampak terlihat janur kuning melengkung. Farhan turun, menyusul Rayhan dan keluarga kecilnya. Mereka memasuki ruangan. Rupanya keluarga calon mempelai pria belum tiba. "Belum tiba, Han.""Biar saja. Kita di sini menunggu."Tiba-tiba datang sosok yang mereka kenal. Ustaz Afwan."Assalamu'alaikum, Rayhan, Farhan."Keduanya mendekat dan mencium punggung tangan gurunya yang sangat mereka hormati. Ustaz Afwan tersenyum lebar dan memeluk satu per satu muridnya. Rasa rindu bertahun-tahun akhirnya terobati. "Apa kabar, Ustaz?""Alhamdulillah, baik. Kalian bagaimana?""Alhamdulillah, Ustaz."Matanya beralih pada dua
Humairah menutup pintu kamarnya. Pertemuan hari ini begitu mengejutkan. Bagaimana tidak, orang yang tak sengaja dia temui di mesjid setelah dipatahkan oleh keadaan adalah sosok laki-laki yang sudah lama dijodohkan oleh kedua orangtuanya. Dia tidak memungkiri bahwa sikapnya persis dengan sikap Rayhan. Dia mampu memberikan kesejukan saat hatinya rapuh. Bahkan patah. "Ya, Allah, apakah dia jodohku?"Humairah berjalan ke sisian ranjang kemudian mendudukkan dirinya. Disentuhnya dada kiri yang sejak tadi tiba bisa ditahan untuk tidak mengeluarkan detaknya yang tak berirama. Humairah tersenyum tipis. Melihat tatapan teduh dari Hadid membuatnya merasa nyaman. "Astaghfirullah."Humairah buru-buru berdoa agar dijaga hatinya. Suara pintu diketuk. Rupanya ada Umi Hilda. "Sibuk, Nak?""Tidak, Umi."Umi Hilda tersenyum dan duduk di sebelah putrinya. "Bagaimana pendapatmu tentang Hadid?"Humairah menunduk dalam. Kedua jari telunjuknya memilin ujung jilbabnya. "Apa kamu setuju?""Insya Allah,
"Kamu di mana, Nak? Abi ingin bicara penting.""Lagi di mesjid, Bi. Humairah segera ke sana."Humairah menyeka air matanya setelah panggilan terputus. Baru saja ingin mengucapkan terima kasih, sosok laki-laki yang berdiri di sampingnya menghilang. Kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan mencari sosok tadi untuk mengembalikan sisa tisu yang dipakainya, namun orangnya tak kunjung ada. Jarum jam menunjukkan jam dua siang. Humairah memutuskan untuk meninggalkan area mesjid untuk menemui orang tuanya. "Ya Allah, kuatkan hamba."***"Kamu dari mana saja, Mai? Keluarga Ustaz Hilal datang bertamu.""Aku .... Berkunjung ke rumah Rayhan, Bi."Ustaz Hasan mengembuskan napas berat. Usianya sudah kepala tiga namun sampai saat ini putrinya masih menutup diri. Alasannya tetap sama. Masih belum bisa melupakan sosok Rayhan. "Sampai kapan kamu akan terus berharap pada dia, Nak? Ingat, umi sama abi sudah tua. Kami juga ingin melihat kamu bahagia dan hidup bersama dengan orang yang tepat.""Tapi, ti
"Ya, aku sudah menemukan jawabannya tanpa perlu mencari tahu. Mba lupa? wanita baik-baik tidak akan menyakiti sesama wanita. Wanita baik-baik itu berkelas, bukan merendahkan dirinya untuk merebut lelaki yang sudah beristri!"Sebuah tamparan keras dilontarkan Sofia pada Humairah yang sontak membuat mereka tercengang. Bagaimana tidak, mereka tidak menyangka Sofia akan mengatakan hal itu.Azizah tersenyum sumringah. Di dalam hatinya dia bersorak dan memuji keberanian Sofia."Justru aku wanita baik-baik, makanya aku pun memintanya baik-baik," sanggah Humairah. "Aku tidak akan memintamu untuk merasakan posisiku saat ini. Tapi, sebagai wanita cerdas lulusan universitas ternama dunia, tentu Mbak Humairah sudah tahu jawabannya tanpa harus berada di posisiku."Lagi dan lagi Sofia menekan posisi Humairah saat ini. "Lagi pula, aku tidak yakin, Mbak Humairah bisa ada di posisiku. Jadi, pintu ada sebelah sana. Silahkan, Mbak!"Humairah geram dengan sikap Sofia. Secara tidak langsung dia telah m
"Eum, itu bagi Rayhan tapi bagiku, kami lebih dari teman," jawabnya seraya mengukir senyum."Jangan memancing keadaan, Humairah. Nyatanya kita hanya teman biasa," tegur Farhan yang tiba-tiba muncul dari aeah belakang."Ada perlu apa ke sini?" tanya Rayhan."Aku ingin ketemu kamu," jawab Humairah santai. Rayhan mendengus kesal. Sofia dan Azizah sama-sama menyimak pembicaraan mereka. Keduanya sama-sama tidak suka dengan kehadiran Humairah. Farhan yang mengerti suasana hati Sofia merasa tidak enak dengan situasi yang terjadi saat ini. "Humairah, memang dulu kita berteman, tapi kamu harus tahu batasan.""Batasan?"Farhan menyenggol lengan Rayhan. Dia memberi kode untuk peka dengan raut wajah istrinya. Rayhan menangkap maksud dari Farhan. Dia kemudian merangkul Sofia dengan hangat. "Oh iya, aku sampai lupa. Ini istriku, namanya Sofia."Humairah terpaku sejenak melihat sosok wanita cantik yang ada di depannya. Di dalam hatinya dia merasa kalah. Pantas saja Rayhan dulu menolak mentah-m
"Azizah, bangun, Nak. Hari sudah sore.""Maaf, Nek, aku ketiduran.""Tidak apa-apa. Adzan Ashar sudah dikumandangkan. Segeralah shalat!""Baik, Nek."Azizah kemudian pamit untuk melaksanakan empat rakaat sebentar. Dia kemudian berjalan menuju ke ruang belakang. Sofia yang sedang membersihkan dapur bersama beberapa santri menghampiri Azizah. "Baru bangun, Za?""Iya, Mbak. Dibangunkan sama nenek.""Oh iya, Mbak, aku ingin shalat di sini. Rasanya aneh kalau meninggalkan nenek begitu saja."Sofia tersenyum kemudian menunjukkan di mana dia harus mengambil air wudhu dan melaksanakan kewajibannya. Setelah selesai berwudhu, Sofia menyerahkan mukenah dan sajadah miliknya kemudian menyusul Nyai Zikra."Nek, sudah shalat?" tanya Sofia sembari merapikan selimut Nyai Zikra. "Sudah."Entah kenapa Sofia merasa suara Nyai Zikra semakin melemah. Tatapan matanya juga semakin redup. Hatinya mulai gelisah. "Sofia, tolong panggilkan Mertua dan suamimu, Nak."Tanpa berpikir panjang lagi, Sofia segera
"Alhamdulillah, Allah kembali mempercayakan kalian untuk menjaga amanah-Nya.""Iya, Nek. Insya Allah, Sofia akan menjaga titipan-Nya dengan baik."Nyai Zikra dan Sofia sedang duduk bersama. Saat ini kondisi Nyai Zikra juga semakin menurun. Semenjak kematian Kiyai Jalal, Sofia dan Rayhan memilih tinggal bersama Nyai Zikra. Mereka tidak ingin Nyai Zikra merasa sendiri. "Bagaimana kondisi kamu hari ini?""Hanya sering mual dan muntah, Nek.""Masya Allah, kamu tidak boleh mengeluh ya. Di balik senua itu pahala terus mengalir.""Insya Allah, Nek."Sofia terus memijit kaki Nyai Zikra-neneknya-. Sofia memang sangat menyayanginya dan begitu pun sebaliknya. Terlebih Sofia lebih dekat dengannya dibanding Azizah.Sofia sejak dulu lebih banyak menghabiskan waktu bersama Nyai Zikra. Tentu saja itu membuat Nyai Zikra merasa senang karena kehadiran Sofia menghilangkan sepi. "Bagiamana dengan Azizah?"Sofia terdiam. Tentu saja dia merasa bingung harus menjawab seperti apa. "Apa dia sudah hamil?"
Satu tahun berlalu ....."Mas, aku ada kejutan," bisik Sofia di telinga Rayhan.Rayhan yang mempersiapkan diri menuju kelas untuk mengajar berhenti sejenak dari aktivitasnya. Sofia tersenyum melihat kebingungan Rayhan."Apa, Sayang?""Coba Mas tebak!" ucapnya dengan senyum merekah."Eum, Ayah dan Bunda mau datang?" tebak Rayhan. Sofia menggeleng. "Fatih sebentar lagi masuk sekolah TK?" Lagi lagi Sofia menggeleng."Mas nyerah, Dek."Sofia menyerahkan benda yang sejak tadi sengaja disembunyikan di belakangnya. Alis Rayhan mengerut. Namun, saat dia mengetahui alat itu, jantungnya berdetak dengan cepat. Dua garis merah tampak nyata di depan matanya. Tangannya gemetar."Ini .... Serius?" Sofia mengangguk. "Alhamdulillah ...."Tubuhnya melutuh ke lantai dan sujud syukur atas apa yang telah dihadiahkan Tuhan padanya. Bahunya bergetar. Isak tangis mulai terdengar. Lisannya tak berhenti mengucapkan rasa syukur yang tidak terkira.Sofia ikut duduk di samping Rayhan sembari mengelus punggu