Pov. Rayhan
Aku begitu terkejut begitu mengetahui rahasia yang selama ini dipendam sendiri oleh adik kembarku. Rayyan.
Jatuh cinta dan mencintai orang yang sama adalah hal yang sangat ingin kuhindari.
Aku dan Rayyan adalah saudara kembar identik. Kami hanya selisih lima menit.
Sejak kecil kami selalu bersama bahkan apa yang dimiliki oleh Rayyan juga kumiliki. Begitupun sebaliknya.
Kami hidup sangat bahagia.
Waktu berjalan dan kami beranjak remaja. Suatu hari aku pernah menyampaikan hal ini padanya.
"Ray, kamu bebas memakai.semua barang yang aku punya. Tapi, satu hal yang tidak boleh kita lakukan."
"Apa itu?"tanyanya.
"Mencintai orang yang sama."
Rayyan tertawa dengan keras. Dia menganggap apa yang aju sampaikan adalah lelucon semata.
"Apanya yang lucu?" tanyaku.
Dia tak berhenti tertawa bahkan dia sampai memegangi perutnya.
"Kamu lucu, Han,
Semenjak keputusan dibacakan, ada rasa sesak dari dalam dada. Aku tak mengerti kenapa ini semua terjadi.Mereka benar-benar akan memisahkan kami berdua. Tak cukupkah menyiksaku dengan perjodohan ini?Memang bukan salah Mas Rayhan. Bahkan yang aku tahu dia juga memiliki gadis idaman lain, tetapi demi menuruti kemauan abinya, Mas Rayhan rela melepas gadia pujaannya dan menikah denganku.Aku tak sekuat dia. Dia dengan mudahnya membisikkan kalimat cinta. Apa dia sudah dengan gadis itu?Hari ini aku melihat kepergiannya dengan linangan air mata. Dia benar-benar telah melepaskanku.Aku duduk terpaku di dalam kamar. Bayi mungilku sedang tertidur pulas.Kupandangi wajahnya. Bukankah dia lebih mirip dengan Rayyan?Ah, tidak. Dia mirip ayahnya.Aku mengembuskan napas berat. Hari-hari kulalui begitu berat. Sangat sulit bagiku untuk melapaskan dia yang telah lama kucintai kemudian menerima dia yang baru
"Assalamualaikum," ucap Rayhan saat baru saja memasuki kamar pribadi mereka.Sofia tampak sedang bermain bersama Fatih. Akhir-akhir ini Sofia begitu aktif.Rayhan yang baru saja pulang dari mengajar di kelas santriwati mendekati keduanya. Dia begitu kelelahan dan butuh istirahat."Wa'alaikumussalam," jawab Sofia lalu meraih punggung tangan suaminya.Rayhan memeluk tubuh istrinya begitu sayang. Dia sangat menyayangi istrinya meskipun dia tahu di dalam hati Sofia belum ada ruang untuk dirinya.Memang sakit hidup di dalam bayangan saudara kembarnya. Hanya saja dia harus bertahan dan berusaha untuk merebut hati istrinya."Mas mau kopi atau teh?" tanya Sofia."Mas butuh yang segar-segar saja, Dek. Cuaca lagi panas gini."Sofia mengangguk kemudian berlalu menuju dapur untuk membuatkan Rayhan minuman segar.Rayhan melangkah mendekati putra semata wayangnya. Tak terasa usianya sudah masu
Pov Rayhan.Hari ini kami bersiap untuk berlibur bersama. Tempat yang kami kunjungi adalah Puncak Bogor.Aku tak pernah seperti ini. Jadi, mungkin bukan pilihan yang tepat untuk rencana bulan madu ke dua yang romantis.Ah, aku terlalu kaku dengan semuanya. Aku hanya ingin merebut hati istriku. Hanya saja, aku tak pandai dalam urusan percintaan.Kulihat tangan Sofia begitu cepat membereskan pakaian kami. Ah, aku begitu sangat mencintainya. Tak ada cela di mataku untuk tidak mencintai dirinya.Hanya saja, cintaku bertepuk sebelah tangan. Dia mencintai orang lain. Lebih tepatnya adik kembarku sendiri."Mas?"Aku terkesiap kala wajah cantik itu berdiri tepat di depanku. Jantung ini berpacu begitu kuat. Ya, aku selalu merasakan desiran hebat saat bersamanya.Wajah indah laksana bidadari. Ya, dia bidadariku yang dikirimkan Tuhan untuk menyempurnakan agamaku.Aku tersenyum. Tangan
"Dek?"Sofia melangkah mendekati kami. Tangannya kemudian merangkul lenganku begitu mesra.Aku terkesiap dengan sikapnya."Ada perlu apa ya dengan suami saya?" tanya Sofia dengan tenang."Ti-tidak. Aku .... permisi dulu."Bunga berlalu segera meninggalkan kami. Sofia mengurai rangkulannya kemudian masuk ke dalam kamar.Pandangannya mengarah ke segala sudut ruangan. Kedua sudut bibirnya terangkat."Buat aku?"Aku menunduk kemudian mengangguk lemah."Tapi, gagal karena Bunga."Sofia tersenyum. Dia mendekatiku kemudian memungut bunga besar yang tadi terjatuh."Ini ....""Tadi mas ingin berikan langsung, tapi semua gagal."Sofia menyerahkan buket bunga besar itu padaku. Aku kemudian meraihnya."Mas ulangi saja yang mas ingin lakukan tadi."Aku mendadak kaku. Padahal aku sudah menyusunnya dengan baik. Hanya karena Bunga, semuanya gagal.
"Apa pedulimu, Sofia?"Deg.Sofia terpaku sejenak. Bahkan kini suaminya memanggil namanya. Begitu marahnya kah dia?Air matanya luruh. Kali ini Sofia merasakan sakit luar biasa. Rayhan yang selama ini bersikap lembut padanya berubah menjadi sosok yang begitu dingin.Sofia mendekat berusaha menggapai tangan suaminya. Namun, sayang, Rayhan justru menepis tangan itu.Hancur sudah hati Sofia saat ini. Dia sungguh tak menyangka suaminya berubah begitu cepat ."Ada apa, Mas?" tanyanya dengan suara gemetar.Rayhan berbalik menatap manik mata milik Sofia."Ada apa katamu? Bahkan kamu masih berpura-pura tidak tahu atas luka yang sudah kamu torehkan?" Sofia terdiam."Kamu sudah sangat melukai perasaanku, Sofia. Lalu kamu masih bertanya ada apa?""Jika kamu tidak ingin menikah denganku, untuk apa kamu melanjutkan semuanya sejak awal?""Ragamu memang bersamaku, Sofia. Tapi, hatimu me
Dua tahun sejak kejadian itu, secara perlahan Sofia sudah mantap membuka hatinya hanya untuk Rayhan.Saat ini mereka tengah menikmati pemandangan cafe dekat dengan laut yang ada di Jakarta.Fatih kini berusia dua tahun lebih. Masa di mana bayi mungil itu sedang aktif-aktifnya berlari dan terus mengoceh."Mas, mau pesan apa?""Mas aja yang pesan. Kamu duduk enteng di sini!"Rayhan berbalik mencari keberadaan para waitters. Tangannya melambai memanggil seorang laki-laki muda."Mau pesana apa, Mas?"Rayhan dan Sofia sibuk memilih menu. Tiba-tiba seseorang datang menyapa."Mas Rayhan?"Keduanya kompak menoleh, termasuk waitters tadi."Raina?"Wanita dengan balutan jilbab syar'i itu tersenyum lembut."Lama ya kita tidak pernah ketemu?"Rayhan tersenyum tapi tidak dengan Sofia. Dia sibuk memindai penampilan wanita yang ada di depannya.
Seperti biasa Sofia dan Umi Aisyah menyiapkan sarapan pagi untuk suami mereka dibantu oleh para santri ndalem.Senyum tak pernah lepas dari wajah Sofia. Mengingat kemesraan mereka semalam. Terlebih Rayhan mengajaknya untuk berbulan madu untuk kedua kalinya."Sejak tadi uni perhatikan kamu sering senyum-senyum sendiri akhir-akhir ini.""He he, tidak apa, Umi.""Bagaimana hubungan kalian?" tanya umi kembali saat mereka tengah duduk di meja makan."Alhamdulillah kami baik-baik saja, Umi," jawab Rayhan."Seharusnya memang begitu. Sebagai sepasang suami istri, harus selalu saling mencintai dan menyayangi. Ya kan, Umi?" ucap Ustaz Luthfi."Biar kalian menua bersama dalam naungan ridho-Nya Allah," sambubg Umi Aisyah."Aamiin," jawab mereka bersamaan.Mereka akhirnya menyantap sarapan pagi sebelum memulai aktifitas. Seperti biasaa Sofia akan mengurus dua orang yang begitu dicintainya. Rayhan dan Fatih.&nb
Hari bahkan bulan telah berlalu begitu cepat. Sofia perlahan melupakan bahkan berniat mengubur dalam-dalam perasaannya pada Rayyan. Hal itu sudah disampaikan pada Rayhan.Rayhan bersyukur. Dia merasa usahanya tak sia-sia. Namun, sayang, keputusan abinya seolah membuatnya kembali merasa takut.Malam itu saat mereka tengah asyik mengobrol bersama, tiba-tiba Ustaz Luthfi membawa berita yang baginya dan Umi Aisyah adalah kabar bahagia. Tidak dengan Rayhan."Umi, tadi bicara sama Abah, besok lusa kita jemput Rayyan pulang."Informasi yang disampaikan abinya seolah menjadi berita buruk bagi Rayhan. Dia sebenarnya sangat bahagia. Hanya saja jika.mengingat bagaimana Rayyan bisa dikirim ke pelosok membuatnya merasa takut."Alhamdulillah, Abi. Umi sudah rindu sama Rayyan. Iya, kan, Han?"Rayhan mengangguk samar. Pikirannya dipenuhi oleh kekhawatiran akan kehadiran Rayyan kembali.*"Abi, apa Rayyan akan benar kembal
"Alhamdulillah ya, Allah," pekik Azizah saat dua garis merah tampak di depan matanya. Tubuhnya langsung bersujud dan terus menyebut asma' Allah. Air matanya luruh. Azizah terisak di dalam sujudnya. Penantiannya selama ini terjawab. Allah masih memberinya kepercayaan untuk dititipkan amanah. "Mas Rayyan harus tahu."Azizah bergegas keluar dari kamar. Langkahnya dipercepat. Air mata tak berhenti mengalir dari mata indahnya. Beberapa santriwati yang kebetulan lewat di sana sedikit heran dengan sikap Ustazahnya kali ini. "Mas, lihat Mas Rayyan?"Rayhan yang baru saja selesai mengajar di kelas berhenti sejenak."Sepertinya masih di kantor. Kenapa, Zah?""Aku harus bertemu dengan dia, Mas.""Ada yang mencoba menyakitimu? Bilang sama Mas."Azizah menggeleng. Rayhan tak mengerti karena melihat mata Azizah yang terus mengkristal. "Aku ingin memberi dia kejutan.""Ya sudah, kamu tunggu dia di rumah, biar Mas yang panggilkan dia ya?" bujuk Rayhan.Azizah mengangguk antusias. Dia kemudian b
"Menghadiri undangan itu wajib selama tidak ada halangan syar'i, Dek.""Tapi, Mas ....""Kamu tenang saja. Atau kamu juga mau ikut?"Sofia terdiam. Dia merasa ragu. Namun, atas penjelasan Rayhan akhirnya dia memilih ikut. Sepanjang jalan Sofia memilih diam. Farhan terus berusaha mencairkan suasana dengan bermain bersama Fatih. Perjalanan tiga puluh menit mereka tempuh hingga tampak terlihat janur kuning melengkung. Farhan turun, menyusul Rayhan dan keluarga kecilnya. Mereka memasuki ruangan. Rupanya keluarga calon mempelai pria belum tiba. "Belum tiba, Han.""Biar saja. Kita di sini menunggu."Tiba-tiba datang sosok yang mereka kenal. Ustaz Afwan."Assalamu'alaikum, Rayhan, Farhan."Keduanya mendekat dan mencium punggung tangan gurunya yang sangat mereka hormati. Ustaz Afwan tersenyum lebar dan memeluk satu per satu muridnya. Rasa rindu bertahun-tahun akhirnya terobati. "Apa kabar, Ustaz?""Alhamdulillah, baik. Kalian bagaimana?""Alhamdulillah, Ustaz."Matanya beralih pada dua
Humairah menutup pintu kamarnya. Pertemuan hari ini begitu mengejutkan. Bagaimana tidak, orang yang tak sengaja dia temui di mesjid setelah dipatahkan oleh keadaan adalah sosok laki-laki yang sudah lama dijodohkan oleh kedua orangtuanya. Dia tidak memungkiri bahwa sikapnya persis dengan sikap Rayhan. Dia mampu memberikan kesejukan saat hatinya rapuh. Bahkan patah. "Ya, Allah, apakah dia jodohku?"Humairah berjalan ke sisian ranjang kemudian mendudukkan dirinya. Disentuhnya dada kiri yang sejak tadi tiba bisa ditahan untuk tidak mengeluarkan detaknya yang tak berirama. Humairah tersenyum tipis. Melihat tatapan teduh dari Hadid membuatnya merasa nyaman. "Astaghfirullah."Humairah buru-buru berdoa agar dijaga hatinya. Suara pintu diketuk. Rupanya ada Umi Hilda. "Sibuk, Nak?""Tidak, Umi."Umi Hilda tersenyum dan duduk di sebelah putrinya. "Bagaimana pendapatmu tentang Hadid?"Humairah menunduk dalam. Kedua jari telunjuknya memilin ujung jilbabnya. "Apa kamu setuju?""Insya Allah,
"Kamu di mana, Nak? Abi ingin bicara penting.""Lagi di mesjid, Bi. Humairah segera ke sana."Humairah menyeka air matanya setelah panggilan terputus. Baru saja ingin mengucapkan terima kasih, sosok laki-laki yang berdiri di sampingnya menghilang. Kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan mencari sosok tadi untuk mengembalikan sisa tisu yang dipakainya, namun orangnya tak kunjung ada. Jarum jam menunjukkan jam dua siang. Humairah memutuskan untuk meninggalkan area mesjid untuk menemui orang tuanya. "Ya Allah, kuatkan hamba."***"Kamu dari mana saja, Mai? Keluarga Ustaz Hilal datang bertamu.""Aku .... Berkunjung ke rumah Rayhan, Bi."Ustaz Hasan mengembuskan napas berat. Usianya sudah kepala tiga namun sampai saat ini putrinya masih menutup diri. Alasannya tetap sama. Masih belum bisa melupakan sosok Rayhan. "Sampai kapan kamu akan terus berharap pada dia, Nak? Ingat, umi sama abi sudah tua. Kami juga ingin melihat kamu bahagia dan hidup bersama dengan orang yang tepat.""Tapi, ti
"Ya, aku sudah menemukan jawabannya tanpa perlu mencari tahu. Mba lupa? wanita baik-baik tidak akan menyakiti sesama wanita. Wanita baik-baik itu berkelas, bukan merendahkan dirinya untuk merebut lelaki yang sudah beristri!"Sebuah tamparan keras dilontarkan Sofia pada Humairah yang sontak membuat mereka tercengang. Bagaimana tidak, mereka tidak menyangka Sofia akan mengatakan hal itu.Azizah tersenyum sumringah. Di dalam hatinya dia bersorak dan memuji keberanian Sofia."Justru aku wanita baik-baik, makanya aku pun memintanya baik-baik," sanggah Humairah. "Aku tidak akan memintamu untuk merasakan posisiku saat ini. Tapi, sebagai wanita cerdas lulusan universitas ternama dunia, tentu Mbak Humairah sudah tahu jawabannya tanpa harus berada di posisiku."Lagi dan lagi Sofia menekan posisi Humairah saat ini. "Lagi pula, aku tidak yakin, Mbak Humairah bisa ada di posisiku. Jadi, pintu ada sebelah sana. Silahkan, Mbak!"Humairah geram dengan sikap Sofia. Secara tidak langsung dia telah m
"Eum, itu bagi Rayhan tapi bagiku, kami lebih dari teman," jawabnya seraya mengukir senyum."Jangan memancing keadaan, Humairah. Nyatanya kita hanya teman biasa," tegur Farhan yang tiba-tiba muncul dari aeah belakang."Ada perlu apa ke sini?" tanya Rayhan."Aku ingin ketemu kamu," jawab Humairah santai. Rayhan mendengus kesal. Sofia dan Azizah sama-sama menyimak pembicaraan mereka. Keduanya sama-sama tidak suka dengan kehadiran Humairah. Farhan yang mengerti suasana hati Sofia merasa tidak enak dengan situasi yang terjadi saat ini. "Humairah, memang dulu kita berteman, tapi kamu harus tahu batasan.""Batasan?"Farhan menyenggol lengan Rayhan. Dia memberi kode untuk peka dengan raut wajah istrinya. Rayhan menangkap maksud dari Farhan. Dia kemudian merangkul Sofia dengan hangat. "Oh iya, aku sampai lupa. Ini istriku, namanya Sofia."Humairah terpaku sejenak melihat sosok wanita cantik yang ada di depannya. Di dalam hatinya dia merasa kalah. Pantas saja Rayhan dulu menolak mentah-m
"Azizah, bangun, Nak. Hari sudah sore.""Maaf, Nek, aku ketiduran.""Tidak apa-apa. Adzan Ashar sudah dikumandangkan. Segeralah shalat!""Baik, Nek."Azizah kemudian pamit untuk melaksanakan empat rakaat sebentar. Dia kemudian berjalan menuju ke ruang belakang. Sofia yang sedang membersihkan dapur bersama beberapa santri menghampiri Azizah. "Baru bangun, Za?""Iya, Mbak. Dibangunkan sama nenek.""Oh iya, Mbak, aku ingin shalat di sini. Rasanya aneh kalau meninggalkan nenek begitu saja."Sofia tersenyum kemudian menunjukkan di mana dia harus mengambil air wudhu dan melaksanakan kewajibannya. Setelah selesai berwudhu, Sofia menyerahkan mukenah dan sajadah miliknya kemudian menyusul Nyai Zikra."Nek, sudah shalat?" tanya Sofia sembari merapikan selimut Nyai Zikra. "Sudah."Entah kenapa Sofia merasa suara Nyai Zikra semakin melemah. Tatapan matanya juga semakin redup. Hatinya mulai gelisah. "Sofia, tolong panggilkan Mertua dan suamimu, Nak."Tanpa berpikir panjang lagi, Sofia segera
"Alhamdulillah, Allah kembali mempercayakan kalian untuk menjaga amanah-Nya.""Iya, Nek. Insya Allah, Sofia akan menjaga titipan-Nya dengan baik."Nyai Zikra dan Sofia sedang duduk bersama. Saat ini kondisi Nyai Zikra juga semakin menurun. Semenjak kematian Kiyai Jalal, Sofia dan Rayhan memilih tinggal bersama Nyai Zikra. Mereka tidak ingin Nyai Zikra merasa sendiri. "Bagaimana kondisi kamu hari ini?""Hanya sering mual dan muntah, Nek.""Masya Allah, kamu tidak boleh mengeluh ya. Di balik senua itu pahala terus mengalir.""Insya Allah, Nek."Sofia terus memijit kaki Nyai Zikra-neneknya-. Sofia memang sangat menyayanginya dan begitu pun sebaliknya. Terlebih Sofia lebih dekat dengannya dibanding Azizah.Sofia sejak dulu lebih banyak menghabiskan waktu bersama Nyai Zikra. Tentu saja itu membuat Nyai Zikra merasa senang karena kehadiran Sofia menghilangkan sepi. "Bagiamana dengan Azizah?"Sofia terdiam. Tentu saja dia merasa bingung harus menjawab seperti apa. "Apa dia sudah hamil?"
Satu tahun berlalu ....."Mas, aku ada kejutan," bisik Sofia di telinga Rayhan.Rayhan yang mempersiapkan diri menuju kelas untuk mengajar berhenti sejenak dari aktivitasnya. Sofia tersenyum melihat kebingungan Rayhan."Apa, Sayang?""Coba Mas tebak!" ucapnya dengan senyum merekah."Eum, Ayah dan Bunda mau datang?" tebak Rayhan. Sofia menggeleng. "Fatih sebentar lagi masuk sekolah TK?" Lagi lagi Sofia menggeleng."Mas nyerah, Dek."Sofia menyerahkan benda yang sejak tadi sengaja disembunyikan di belakangnya. Alis Rayhan mengerut. Namun, saat dia mengetahui alat itu, jantungnya berdetak dengan cepat. Dua garis merah tampak nyata di depan matanya. Tangannya gemetar."Ini .... Serius?" Sofia mengangguk. "Alhamdulillah ...."Tubuhnya melutuh ke lantai dan sujud syukur atas apa yang telah dihadiahkan Tuhan padanya. Bahunya bergetar. Isak tangis mulai terdengar. Lisannya tak berhenti mengucapkan rasa syukur yang tidak terkira.Sofia ikut duduk di samping Rayhan sembari mengelus punggu