Beranda / Romansa / Cinta Untuk Sang Pendosa / BAB 11 Tidak Tertarik Soal Percintaan

Share

BAB 11 Tidak Tertarik Soal Percintaan

Penulis: Nurmelyaa_
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Nicha meletakkan kartu nama yang baru saja diberikan Gilang padanya di atas meja bagian ruang tamu.

“Sudah kuduga ini tidak akan mudah,” gumamnya. Sekian banyaknya dokter di kota ini, mengapa ia harus berobat dengan Gilang. Sejauh ini, ia belum bertemu lagi dengan teman sekolah lainnya. Nicha berharap, semoga tidak ada lagi orang yang mengenal dirinya.

Melihat teman-temannya sukses membuatnya iri. Padahal dulu, ia termasuk yang disegani oleh mereka, meski kenyataannya hari ini telah berubah total.

Ibu Hesti segera mengambil kartu nama tersebut dan membacanya. “Ternyata tempat kerja dokter Gilang dekat dengan perusahaan ayahmu. Ibu baru menyadarinya.”

Nicha melirik ibunya sebentar. “Apa pentingnya?” ketus Nicha.

“Pentinglah! Setelah selesai berobat di Klinik, kita bisa langsung ke perusahaan ayahmu,” jelas Ibu Hesti.

Nicha berkacak pinggang menghadap ibunya. “Lagian, dari mana sih ibu bisa menghubungi orang keras kepala itu? Ibu tidak tahu betapa tertekannya aku menghadapinya!” ketus N
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 12 Gadis itu adalah Nicha!

    Nicha menengok ibunya yang begitu sibuk di dalam dapur. Sudah lama sekali ia tidak membantu wanita tua itu untuk memasak, padahal umur Nicha sekarang sudah seharusnya tahu soal pekerjaan rumah.Marah terlalu lama tidak akan ada gunanya. Dengan langkah pelannya ia menghampiri ibunya. “Sepertinya makanan hari ini cukup istimewa,” ujarnya seolah-olah tidak terjadi apa-apa antara dirinya dengan sang ibu.Ibu Hesti berbalik. “Ya. Begitulah nak, ada orang istimewa yang akan datang malam ini.” Ia kembali memotong tomat lalu ia tumis bersama dengan bawang merah.“Siapa itu? Apa aku mengenalnya?” Nicha penasaran.“Emm. Mungkin tidak,” kata ibu Hesti yang masih sibuk mengaduk tumisan sayurnya.“Syukurlah. Kalau begitu, biar aku yang memasak sayur ini.” Nicha mengambil ahli pekerjaan ibu Hesti dengan senang.Ibu Hesti tersenyum tipis melihat semangat anaknya. Ia merasa legah, jika hari ini Nicha menjalani hidupnya dengan menyenangkan tidak seperti hari-hari lainnya.“Kalau begitu, ibu akan buat

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 13 Arti Namamu

    Sudah beberapa menit Nicha berada di dalam kamar mandi. Gadis itu berdiri di depan cermin sambil memperhatikan dirinya sendiri. “Kenapa malam ini harus terjadi, sial.”Padahal ia hanya menghadapi satu orang, itu pun Rangga tidak membawa kedua orang tuanya. “Tidak apa Nicha, semuanya akan berlalu beberapa menit lagi. Bertahanlah.” Dengan wajah yakinnya ia kembali bergabung dengan orang tua dan juga Rangga di meja makan.Tidak banyak bicara. Nicha akhirnya selesai makan duluan, lalu disusul oleh Rangga. Melihat waktu yang tepat tersebut, Pak Faris pun menyuruh mereka untuk keluar sebentar untuk mencari udara segar.Dengan terpaksa, Nicha menuruti kemauan ayahnya. Rumah Nicha agak jauh dari tetangga paling dekatnya. Itu membuat rumah tersebut agak sepi jika di malam hari. Tapi, itu tidak jadi masalah untuk Nicha, ia malah suka jika jauh dari pemukiman.Udara dingin malam itu membuat Nicha memeluk lengannya sendiri. “Sepertinya keluar rumah adalah ide buruk, ya?” kata Rangga memecah kehe

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 14 Senior Menyebalkan

    “Aku benci mengatakan ini padamu. Tapi aku memanggilmu ke rumah sakit karena ada beberapa masalah.”Gilang yang hanya memakai kemeja hitam itu, kini mulai menatap seniornya dengan serius. Punggungnya yang semula bersandar di kursi mulai tegak lurus ke arah si lawan bicara. “Memangnya ada masalah apa?” tanyanya penasaran. Gilang merasa tidak melakukan kesalahan apapun.“Bukan soal pekerjaan,” jawab lelaki yang juga bergelar dokter itu.“Lalu soal apa?” tanya Gilang lagi.Pria tersebut menghela napas sebelum menjawab. “Tentang adikku Zia, Beberapa hari yang lalu ia pulang dengan cemberut setelah bertemu denganmu. Gilang, tidak bisakah kau berbaik hati sedikit saja dengannya?”Gilang tidak paham arah pembicaraan. “Maksudnya? Kemarin dia baik-baik saja. Aku bahkan makan dengannya,” heran Gilang namun berbicara pelan.Seingatnya. Zia tidak bersikap aneh kemarin, mereka bahkan makan dan duduk berdekatan. Cuma, Zia segera berpamitan setelah ia mengatakan ada pekerjaan yang harus dikerjaka

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 15 Ide Konyol Nicha

    Dengan mata yang berbinar, Zia menerima sebuah tiket dari Gilang. “Kak Gilang tidak salah mengajakku untuk pergi?” Wanita itu masih memperhatikan tiket safari tersebut. Ia sangat bahagia sekaligus terharu, seperti impiannya baru saja terkabul.“Ya. Maaf aku mengagetkanmu karena tiba-tiba datang ke butik hanya untuk mengajakmu ke taman safari –““Tidak! Aku senang kau datang ke butik. Aku senang sekali, sudah lama sekali kau tidak pernah datang dan mengajakku jalan. Aku benar-benar bahagia.” Zia memegang tangan Gilang.Gilang tersenyum kikuk. “Begitu. Jadi kau mau ikut sekarang kan?”Zia mengangguk semangat. “Ya. Tunggu sebentar, aku harus mengganti pakaian,” ujarnya dengan cepat berlari kecil.Laki-laki itu kini duduk di sofa sembari menunggu Zia. Sedangkan Zia, sedang sibuk memilih pakaian di kamarnya. Karena begitu semangatnya. Zia sampai-sampai membongkar semua pakaian di lemarinya dan menghamburkannya di atas kasur. “Apa mungkin kak Gilang ingin mengajakku kencan tapi dia gengsi

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 16 Malam Sendirian

    “Akhirnya kita sampai.” Gilang segera membuka sabuk pengamannya. Sedangkan Zia masih terdiam dengan wajah yang agak cemberut. Awalnya ia ingin menikmati perjalanan bersama Gilang. Namun, setelah tahu soal wanita bernama Nicha itu, ia jadi kesal.Gilang berbalik melihat Zia yang tak beranjak dari tempat duduknya. “Ada apa?” tanyanya heran.Zia menghela napasnya, ia memilih untuk tidak membesar-besarkan masalah ini. Jika ia bisa akui, ia memang cemburu dengan wanita yang tadi memegang tangan Gilang. Tapi siapa dirinya? Nyatanya dia bukan siapa-siapa.Wanita itu tersenyum. “Kita sudah sampai ternyata, maaf aku melamun kak. “Dengan segera ia membuka sendiri sabuk pengamannya dan keluar dari mobil milik Gilang.“Ayo kita masuk,” ajak Gilang.Zia hanya tersenyum dan mengikuti Gilang dari belakang. Mata bulatnya memperhatikan telapak tangan Gilang, andai saja ia bisa menggenggamnya erat pasti dia akan sangat bahagia.Beginikah cinta yang tidak dibalas. Sungguh menyedihkan.Gilang mengeluarka

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 17 Dua Orang Yang Sama

    Matanya tidak henti-henti menatap jas hitam yang kini sedang ia pakai. Hangat, itulah rasanya. Wanita itu masih mencoba mencerna semua kejadian itu hingga bagaimana ia bisa berada di mobil pria tersebut.Ia kaget setelah menyadari tangan seseorang mencoba untuk menyelipkan poni di telinganya. Nicha berbalik melihatnya. “Apa yang –“ Rangga tersenyum manis. “Nah. Kalau begini kan lebih cantik.”“Apa maksudmu?” tanya Nicha seraya mengerutkan alisnya.“Kau tidak boleh menunduk lagi, kau harus melihat ke depan dengan percaya diri. Karena, kau cantik disaat seperti itu.”Nicha menatap pria itu sinis. “Tidak usah menghiburku. Kau tidak tahu apa yang aku alami,” kesalnya.“Bukannya berterima kasih,” gumam Rangga sembari menginjak pedal gas dan akhirnya ia menjalankan mobilnya juga setelah beberapa menit.“Aku tahu kok semua tentangmu,” ucapnya lagi sambil terus fokus pada jalan raya.“Aku tahu tentang bagaimana kau di masa lalu dan juga mengapa kau takut untuk bertemu banyak orang,” lanjutny

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 18 Siapa Kekasihmu sekarang?

    Suara sorakan dari beberapa wanita di kursi penonton membuat lapangan terasa hidup. Banyak sekali wanita yang menyebut nama Gilang di atas sana, sepertinya dia adalah bintang malam ini.“Gilang! Sekali-kali kau harus melambaikan tangan pada penggemarmu di atas sana.” Seperti biasa sahabatnya itu banyak sekali komentarnya. Dia lebih cocok jadi komentator bola daripada pemain bola.Gilang dan Henry berjalan di tengah lapangan, beberapa menit lagi babak kedua akan dimulai, mereka berdua memilih untuk istirahat di kursi cadangan bersama beberapa pemain.“Hei, kau sungguh tidak mendengarku ya!?”Gilang menoleh. “Aku tidak suka tebar pesona sepertimu!” ketus Gilang setelah itu mengelap keringatnya menggunakan handuk.“Ya terserah kau,” ujar Henry yang juga ikut mengelap keringatnya.“Kak Gilang ini untukmu.” 2 pria itu yang tadinya asyik mengelap keringat kini menghentikan aktivitasnya.Mata Gilang melihat botol air mineral yang diberikan oleh gadis cantik itu. “Aku sangat menikmati permai

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 19 Bintang itu Adalah Venus

    BAB 19“Jadi kau benar-benar serius melakukannya?”Nicha yang sedang asyik makan es krim hanya bisa menoleh sebentar. “Ya. aku sangat serius,” jawabnya dengan penuh penekanan.“Itu tidak akan berhasil bodoh,” gumam Gilang.Nicha melihat Gilang dengan tidak suka. “Beraninya kau bilang aku bodoh, kau tidak tahu siapa aku di sekolah,” ujar wanita itu.Gilang terkekeh pelan. “Aku memang tidak begitu mengenalmu, tapi sepertinya ada satu sifat yang tidak berubah sama sekali,” jelasnya.Nicha mengangkat kedua alisnya. “Apa itu?” tanyanya.“Kau sungguh tidak tahu?!” heran Gilang. “Padahal ini sangat kental padamu,” lanjut Gilang.“Kalau kau mau menghinaku lebih baik jangan beritahu aku, sialan.” kesal Nicha.Pria itu memperhatikan wanita yang duduk di sebelahnya dengan prihatin. Ia sampai menggelengkan kepalanya melihat gaya duduk Nicha.Kaki yang di angkat ke atas sambil makan cemilan. Benar-benar terlihat seenaknya. “Kenapa kau melihatku begitu. Apa aku secantik itu?”Gilang memalingkan wa

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 100 Terima Kasih

    “Dahlia, mungkin itu bunga yang bisa melambangkan kisah tentang kita…kau tahu apa maknanya? Dia lambang ikatan dan komitmen, dia adalah anugerah dan juga perubahan hidup yang positif. Jika ada kata yang lebih dari terima kasih, aku akan mengucapkannya…”~Ileanna Hanicha ****Pada matahari yang memancarkan sinarnya, ia ingin berterima kasih. Ia membulatkan tekadnya untuk keluar dari kegelapan yang menyelimuti kalbunya, melangkah demi melangkah hingga mendapat titik terang dari hidupnya.Semua perubahan itu terbayar sudah, di sini dia sekarang. Nicha, memasang raut wajah tersenyum melihat dua orang yang telah menjadi kekuatannya selama ini.“Papa, susunannya tidak seperti itu!”Mainan lego itu yang awal mulanya berbentuk sebuah robot seketika hancur, Nicha akui suaminya tidak pandai untuk merangkai atau menyusun lego seperti di petunjuk gambar, keributan terus terjadi hingga anak laki-laki yang berumur delapan tahun itu berdiri.“Aku tak mau main sama papa lagi, aku mau main sama Cinta

  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 99 Seseorang Yang Menyatukan

    Mata besar wanita itu hanya memandang satu orang dari banyaknya orang disekitar sana, ibarat dari semua kegelapan malam, hanya ada satu objek yang bersinar. Matanya tak bisa berpaling, punggungnya yang tadinya bersandar di tembok kini berdiri tegap. Sedangkan laki-laki itu masih berjalan ke arahnya, membelah lautan manusia, seperti dialah pemeran utamanya.Malam ini, dia memang adalah pemeran utama, bisa dilihat dari tampilannya yang sangat berbeda dari orang-orang. Wanita itu tak pernah melihatnya memakai setelan jas hitam dengan dasi berwarna merah.“Tampan,” gumamnya tanpa sadar.Entah sejak kapan lelaki itu sudah ada di depannya, memberinya segelas minuman.“Kau menunggu siapa?” tanya pria itu.“Orang tuaku, katanya mereka akan datang. Lalu kau, kenapa bisa ada di sini?” tanya wanita itu balik.Pria itu tersenyum. “Aku ada urusan dengan seseorang,” jawabnya.Wanita itu mengangguk. Matanya kembali melihat-lihat orang-orang yang sedang berpesta. “Kata ibu, ini pesta teman ayah, tapi

  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 98 Restu Orang Tua

    Waktu demi waktu terus berjalan, Gilang mungkin sudah duduk tiga jam di café tersebut, ia melirik jam dinding besar yang terletak di atas jendela besar menghadap jalan itu, rupanya sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Tidak. Tapi hampir jam sepuluh itu artinya café akan tutup dua jam lagi.Tak ada satupun pikiran bahwa ayah Nicha tidak akan datang atau lupa, tapi Gilang malah berpikir bahwa ayah Nicha sedang mempermainkannya atau mencoba melihat keseriusannya, sampai kapan ia akan bertahan ditengah orang-orang yang mulai meninggalkan tempat itu.Dengan coat berwarna cokelat yang ia kenakan, Gilang menghela napas mencoba sabar untuk menunggu, jika benar ayah Nicha Cuma mempermainkannya, tak apa. Ia akan coba dilain hari.Gilang mengaduk kopi panas yang sudah dingin dan setengah dari gelasnya itu. Sungguh bosan hingga ia rasanya ingin memejamkan mata.Suara rintik hujan terdengar di atasnya, mencoba menyadarkan dirinya kalau janji ayah Nicha hanyalah kebohongan belaka. Mana ada orang

  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 97 Aku Hanya Mau Dengannya

    Wanita dengan baju tidur bermotif kotak-kotak hijau itu menutup segera jendelanya, matanya masih menatap sosok laki-laki yang baru saja pergi setelah diberi nasihat oleh ibunya.Matanya memancarkan kesedihan, ada rasa khawatir yang juga tersinggap dipikirannya, bagaimana kelanjutan hubungan mereka saat ini.Ia menghela napas berat lalu menutup gordennya, dengan lesuh Nicha segera berbaring di kasurnya berusaha memejamkan matanya ditengah lampu yang bersinar terang, pantaslah ia tak bisa tidur, meski ia mencoba memutup mata namun cahaya lampu itu seakan bisa menembus kelopak matanya.Samar – samar, ia dapat melihat hari-hari lama yang telah ia lalui namun ini lebih ke suasana rumah kediaman orang tua Gilang, betapa indahnya hari itu. Apalagi setelah ia menyadari jika perasaannya mulai tumpuh positif menjadi cinta yang sekarang telah menjadi luar biasa.‘Apa aku harus berbicara dengan ayah, besok?’‘Jika aku terus seperti ini maka, aku tidak akan bisa menikah dengan Gilang!’Demikianlah

  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 96 Kamar

    “Jika ibu perhatikan, kau belakangan ini sudah mulai memasak di dapur dan masakanmu enak menurut ibu,” puji ibu Hesti.Nicha yang sedang memotong kentang itu tersenyum. “Benarkah bu, itu Gilang yang ajar.”Ibunya mengangguk. “Gilang bisa memasak juga? dia pria hebat.” Nicha mengangkat alisnya lalu kembali tersenyum.“Ya, bu. Dia memang pria serba bisa, dia bisa memasak, bisa melukis, bisa berbicara depan umum, bisa –“ ucapannya terhenti setelah ayahnya lewat dan meliriknya tajam.“Ah.. ya begitulah bu,” lanjutnya kaku dan kembali melanjutkan kegiatannya.Waktu terus berjalan tapi ayahnya masih tidak suka jika nama Gilang disebut di rumah itu, Nicha memanyumkan bibirnya, lagian Gilang tidak melakukan kesalahan apapun tapi kenapa ayahnya begitu sensitif pada pria tersebut.Harusnya ayahnya berterima kasih, tapi Nicha sangat mengenal ayahnya. Pria tua itu memang angkuh, jika sekali ada orang lain yang dia tidak suka akan sangat sulit bagi orang tersebut untuk mengambil hati ayahnya lagi.

  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 95 Cinta Yang Tak Bisa Diungkap

    “Kenapa kau sampai melakukan hal sejauh itu, Rangga?”Rangga mengacak rambutnya frustasi. “Aku tidak berniat untuk menembak Zia, percayalah padaku, aku hanya ingin membunuh Gilang!” jujurnya.“Dengan entengnya kau bilang hanya membunuh Gilang?”“Jika tidak ada dia dari awal mungkin semuanya akan berjalan baik.”“Berjalan baik? kau itu sungguh jahat, Rangga!”“Semuanya berawal dari kau, bukan?”Nicha mengangguk pelan, ia masih menatap Rangga dengan kekecewaan. Polisi masih mengawal mereka berdua di belakang sana. Hari ini, Nicha menjenguk Rangga hanya ingin memastikan semuanya.“Sejujurnya target sebenarnya adalah kau namun ditengah jalan rencana tersebut, aku menyadari ada yang tidak beres dengan hatiku, aku dendam namun terus memikirkanmu, aku terlambat menyadarinya kalau perasaanku tumbuh terhadapmu. Sungguh.”Rangga menatap seduh wajah wanita yang ada di depannya tersebut.Nicha membuang mukanya, tak sudi mendengar ucapan menjijikkan dari Rangga.“Kita sudah berakhir,” ketusnya.Ra

  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 94 Tetesan Air Mata

    “Maaf, aku tidak melihat teleponmu,” ujar Gilang sembari menangis.Ditatapnya Zia yang begitu kasihan, matanya yang mulai gelas, suhu tubuhnya yang juga mulai dingin belum lagi darah masih jatuh bercucuran di dadanya.Zia menggeleng. “Tak apa, yang penting kau selamat, aku bersyukur,” ujar Zia.Wanita itu bersyukur melihat Gilang masih hidup dan tidak terluka sedikit pun, itu mungkin adalah tujuan akhirnya.Ia tidak menyesal sama sekali telah berkorban dengan nyawanya untuk pria yang dicintainya, meski cintainya tak akan pernah terbalaskan namun ia legah kalau pria itu bersama wanita yang dipercayakannya.Meski dulu Zia membenci Nicha, tapi ia sadar jika hanya Nicha tempat bahagia untuk Gilang. Zia percaya kedepannya bahwa hanya Nicha lah yang dapat membuat hidup Gilang bahagia, nyaman dan damai.Zia rela jika Nicha menjadi wanita sandaran Gilang disaat pria tersebut lelah, Zia rela jika Nicha menjadi tempat ternyaman untuk Gilang pulang, dan Zia rela jika Nicha suatu hari melahirkan

  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 93 Tubuh Dingin Zia

    BAB 93“Aku ingin meresmikan hari ini.”Nicha mengedipkan kedua matanya lalu natap Gilang dalam. “Hah, apa maksudmu?” tanyanya tak paham.otaknya belum bisa mencerna apa perkataan lelaki itu. “Bisakah kau tinggal sebentar saja di sini, nanti aku akan mengantarmu pulang jam sepuluh?” tanyanya balik.Nicha mengangguk. “Ya, tentu. Tapi apa maksudmu meresmikan?”Gilang tersenyum. Ia perlahan memegang tangan Nicha dengan lembut. “Menurutku selama ini hubungan kita tak pernah resmi, aku tidak bisa mengatakan kau milikku jika Rangga masih berstatus sebagai suamimu, namun mulai hari ini juga, kau akhirnya menjadi seorang wanita yang sendiri lagi, aku legah dan tentunya bahagia. Jadi –“Nicha memperhatikan bicara Gilang dengan seksama. “Jadi?” katanya.“Jadi, emmm.” Gilang melepas kedua tangannya lalu merogoh saku celana hitamnya.Dengan jantung yang berdebar kencang, Nicha menunggu Gilang mengambil sesuatu tersebut.Matanya membulat sempurna ketika ia melihat kotak berbentuk hati berwarna mer

  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 92 Gelapnya Malam Itu

    Perceraian itu hal yang paling dibenci oleh Tuhan.Ada seseorang yang singgah hanya menjadi ujian bagi kita, tapi ada juga seseorang yang benar-benar ingin menetap dihati kita, itulah yang namanya jodoh.Seberapa jauhnya dan lamanya waktu itu, kita akan tetap bertemu dengannya kembali jika memang ia adalah jodoh terbaik untuk kita.Itulah yang Nicha pahami.Bahwa ia kini sedang dihadapkan dua pilihan. Antara bertahan dengan yang lama tapi menderita atau akhiri semuanya dan menjalani hidup baru bersama orang baru yang selama ini telah ada selalu bersamanya.Tentu semuanya pasti tahu jawabannya, ‘kan?Hari itu tepat selesainya sidang perceraian Nicha dan Rangga. Tak ada persidangan lagi, karena ini telah berakhir. Rangga kalah.Pak Faris hari itu tidak datang ke persidangan, laki-laki tua tersebut memilih tidak bertemu dengan Rangga, bahkan ia telah menyiapkan kejutan dihari Rangga akan kembali bekerja.Ya. Itu adalah surat pemecatannya.Rangga sungguh geram, marah dan merasa dipermaink

DMCA.com Protection Status