Arini tak berhenti mengerjap. Dada bidang saka terlihat sungguh sempurna."Apa aku boleh memainkannya?" tanya Saka memegang tangan arini yang menutupi bukit kembar tersebut."Memainkan apa?" Saka menyeringai melihat kepolosan arini yang tak tau akan apa yang ia maksud.Perlahan, jemari tangannya mulai menyingkirkan tangan mulus arini.Terlihat begitu indah dan mempesona melihat dua bukit kembar yang berada di hadapannya itu.Arini tak berhenti mengerjapkan mata. Tegakkan salivanya mengalir begitu saja. Detakan jantungnya berdetak begitu kencang saat wajah saka berada tepat di atasnya.Tubuhnya kembali meremang. Remasan tangan saka tertuju ke arah buah dada yang mengundang nafsu birahi tunangannya tersebut.AaahhhhhhSaka tak menghiraukan rintihan dan desahan arini. Dengan mesra ia melumat puting susu yang menambah nafsu mereka berdua."Geliiiiiiiiii ...," rintih arini menjambak rambut saka dengan kuat.Saka semakin menjadi. Jemari tangannya mulai membuka kancing hotpans yang di ken
"Kebetulan kamu datang. Ada hal yang harus kita bicarakan, Arini!" ucap Kakek Rendra yang membuat arini seakan tak mampu menegak salivanya sendiri.Perkataan yang selalu lembut padanya kini mendadak menjadi seperti bicara dengan orang asing.Saka menggeliat dan terkejut saat tak melihat arini di sampingnya. Ia terbangun, kedua matanya berputar mencari keberadaan sang kekasih hati."Apa dia di bawah?" tebak Saka bergegas turun dari tempat tidur.Sejenak, langkah kakinya terhenti saat melihat selembar kertas yang tergeletak di atas meja. Selembar kertas yang tertindih asbak kecil mulai menari saat terkena angin dari balik jendela yang sudah terbuka lebar.Saka melangkah menghampiri kertas tersebut. Ia mengambil dan membacanya secara perlahan."Tunanganku, aku pulang dulu! Maaf, karena tidak memberitahu kamu sebelumnya. Kamu terlihat sangat lelah, sampai-sampai aku tak tega membangunkanmu. Tapi, kamu tenang saja. Sebelum keberangkatanmu nanti, aku akan pastikan aku sudah bersamamu lagi.
"Baiklah! Kalo begitu bagaimana kabar kamu?"Saka tersenyum melihat sang kakek menuruti perintahnya."Alhamdulillah, sehat, Kek. Apalagi, sebentar lagi akan menikah. Jadi, saka dan arini harus menjaga kesehatan sampai hari H nanti!" ucap Saka yang membuat senyum kakek Rendra mulai memudar."Apa kamu benar-benar mencintai Arini?" tanya Kakek Rendra hati-hati.Saka mengernyit. Tatapannya memicing menatap sang Kakek yang juga menatap dirinya."Kenapa kakek tanya seperti itu? Bukankah kakek pernah bilang, jika kamu mencintai seseorang melebihi dirimu sendiri maka nikahilah dia! Jadikan ratu meskipun kamu dalam kondisi tak mempunyai apa-apa. Apa kakek lupa!" Jawaban Saka benar-benar membuat Kakek tak mampu menegak salivanya sendiri. Perkataan yang membuatnya merasa bersalah dengan apa yang telah ia lakukan pada Arini."Tidak. Mana mungkin kakek lupa dengan perkataan kakek," gumam kakek mencoba untuk tersenyum."Oiya. Saka punya sesuatu buat kakek! Kakek tunggu sebentar, ya!" pinta Saka mul
Drt ...Arini menoleh dan membuka pesan dari saka."Aku bisa kehabisan nafas jika perkataanmu yang terakhir selalu kamu ucapkan!"Sebuah pesan yang membuat Arini seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Hati kecilnya seakan terkoyak mendengar kalimat indah yang tertuang dalam ponsel miliknya. "Bisa jalan sekarang, Pak!" pinta Arini sembari memegang koper yang ada di pangkuannya. Sebuah koper yang mungkin berisi uang yang ratusan juta atau mungkin genap satu milyar. Entahlah!Berapapun jumlahnya, itu semua tak akan membuat Arini gelap mata untuk memilikinya.Tanpa pengawalan seorangpun di sampingnya, arini berniat mengembalikan uang tersebut kepada kakek Rendra.***Dengan penuh perhatian dan hati-hati, Adelia merebahkan tubuh gendut yang kini menjadi prioritas dalam pekerjaannya."Akhirnya, dia tidur juga!" kata Adelia menggerakkan tangan dan tubuhnya untuk menghilangkan rasa penat yang datang menghampiri. Adelia duduk tepat di samping Alya sembari menyilangkan kedua kakinya. Se
Arini terdiam, menunduk menahan air mata yang tertahan di pelupuk mata.Devian menghela nafas panjang. Respon arini yang diam membuat ia sangat yakin jika kakeknya telah ikut campur dengan hubungan mereka."Apa Saka tau tentang semua ini?" Pertanyaan Devian yang membuat Arini mendongak menatapnya.Di rumah, Ayah dan ibu terkejut dengan kedatangan Saka secara tiba-tiba. Senyum manisnya, tata kramanya, membuat mereka tak mampu untuk mengusir lelaki yang seharusnya akan menjadi menantunya."Ayah, ibu!" panggil Saka menggoyangkan tangan tepat di depan wajah mereka."Iya!" jawab mereka serempak.Saka menyeringai. Begitu lucu melihat ekspresi mereka saat ini."Ayah, apa saka boleh tau, ke mana arini pergi?" tanya Saka penasaran.Ayah dan ibu saling menatap sama lain. Dahi mereka sama-sama mengernyit seakan sedang berdiskusi untuk menjawab pertanyaan dari saka."Ayah, ibu!" panggil saka kembali."Tadi, ibu lihat ...," kata ibu terhenti saat ayah memegang lengannya dengan keras."Saka, bukan
Ya Tuhan, aku ketiduran?" tanya Arini memegang kedua matanya."Apa yang sebenarnya terjadi?" Pertanyaan Saka yang membuat Arini spontan menyingkirkan jari jemari tangan yang menutup dua mata indahnya.Arini berpaling. Kedua matanya tak berhenti mengerjap dan memastikan kalo mata indahnya sudah tak bengkak lagi.Belaian tangan saka membuatnya menoleh secara perlahan. Tegakan salivanya mengalir dengan paksa melihat saka yang terlihat menyimpan segudang pertanyaan untuk dirinya."Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Saka sembari menyapu rambut arini yang berantakan."Kenapa?" Arini mencoba pura-pura tak tau tentang maksud pertanyaan yang terlontar dari mulut tunangannya tersebut.Saka menghela nafas panjang. Tangan kirinya menopang menahan kepala yang bersandar."Apa yang membuatmu menangis?" tanya Saka penasaran.GlekLagi dan lagi, tegakan salivanya mengalir dengan paksa. Arini melipat bibir mungilnya seraya mengimbangi rasa gugup yang menghampiri."Ti-dak. Siapa yang nangis. Ma-na mung
"Kamu berani menceramahi kakek yang telah membesarkan kamu!" ketus Kakek yang tak terima dengan sikap Devian.Setengah jam kemudian, Devian memukul gagang setir yang ada di hadapannya. Marah, kesal semua bercampur jadi satu akan perkataan dan ancaman sang kakek kepadanya."Jangan coba-coba mengatur kakek! Ini semua tak ada hubungannya dengan kamu. Bagaimanapun juga, Saka tak boleh mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Ingat itu! Dan, kalo sampai kamu berani membocorkannya, aku akan merebut Alya dari tangan kamu!" Perkataan kakek Rendra benar-benar membuat Devian tak bisa membantu adiknya."Bisa-bisanya kakek melakukan itu semua pada cucu kesayangannya. Bahkan ini lebih menyakitkan daripada apa yang kakek lakukan kepadaku. Ya Tuhan, bisa-bisanya dulu aku sempat iri pada Saka tentang perlakuan yang beda dari kakek."Devian menghela nafas panjang, ia benar-benar menyesal dengan apa yang telah ia lakukan pada saka.****Dua belas hari kemudianResepsi pernikahan pun di mulai. Acara ter
Saka menyeringai. Perlahan, ia mulai mengambil sendok dan garpu yang tersedia di meja makan. Sesaat, kedua matanya tak berhenti mengerjap menatap menu masakan rumah yang hampir dua tahun ini tak ia rasakan."Ayo, Dok! Jangan sungkan-sungkan!" ucap Pak Broto yang sudah makan terlebih dahulu."Iya, Pak!" Saka mulai mengambil salah satu menu makanan yang tersedia. Dan memakannya secara perlahan. "Makanan ini? Kenapa seperti masakannya arini?" tanya saka dalam hati. Sama sekali tak ada yang berbeda. Sama persis dengan buatan arini.Ibu Ratna tersenyum melihat saka yang sangat menikmati makanannya dengan lahap."Apa dokter menyukainya?" tanya Ibu Ratna penasaran."Iya. Sangat enak!" puji Saka seraya mengambil tisu untuk mengelap bibirnya yang berasa sedikit berminyak.Ibu Ratna dan pak Broto sangat senang mendengar penuturan dokter saka. Mereka tak menyangka sang dokter juga menyukai masakan rumahan seperti mereka. Meski kenyataannya, mereka sama-sama terlahir dari orang yang berada."Ka
"Iya," jawab Arini seraya melipat bibirnya."Apa mungkin kita bisa sampai rumah sebelum acara kita di mulai?" Pertanyaan Saka yang membuat rasa cemas Arini datang menghampiri."Jika kita datang terlambat, apa iya kita akan gagal menikah lagi?" tanya Arini seakan tak mampu menegak salivanya sendiri.Saka menoleh dan tersenyum menatap arini yang begitu takut kehilangan dirinya.Dengan belaian lembut dan perhatian, Saka membelai rambut Arini yang masih terurai rapi dengan hiasan cantik di kepalanya."Aku tak akan biarkan itu semua terjadi. Pernikahan kita akan terlaksana meskipun cobaan datang menghadangku!" ucap Saka membuat hati Arini sedikit lega. Senyumnya mengembang. Kegigihan Saka memang sudah tak bisa di ragukan lagi."Maaf, Dok. Pak Bondan ingin bicara dengan Anda," ucap sang sopir menyodorkan ponsel ke arah Saka.Ada apa lagi pak Bondan ini. Apa dia tidak bisa berbicara padaku saat aku tiba di sana! kata batin Saka menghela nafas panjang dan menatap nama pak Bondan yang tertera
"Kenapa? Dia sedang tidur. Dan tak masalah jika aku menciummu di depannya," tutur Saka yang mengejutkan Arini."Benarkah dia tertidur?" tanya Arini menoleh menatap sang buah hati ya memang tertidur pulas.Tak biasanya dia tertidur pulas seperti ini? Apalagi tidur tanpa susu sebelumnya? kata batin Arini berpikir.Lamunan Arini buyar saat saka mentoel dagu indahnya."Melamun apa?" tanya Saka mengernyit.Arini menyeringai."Tidak. Hanya saja, Andara tak seperti biasanya. Tertidur lelap seperti ini. Biasanya, kalo dia ingin tidur, dia tak jauh-jauh dari susu," tutur Arini mengernyit heran. "Benarkah? Tapi, sejak tadi malam dia tertidur pulas di gendonganku," kata Saka duduk dan merebahkan tubuh mungil andara tepat di pangkuannya."Coba kamu periksa dia! Aku takut terjadi sesuatu padanya," gumam Arini memegang kening dan pipi chubby yang di miliki putranya itu."Bagaimana? Panas?" tanya Saka memastikan."Tidak! Suhu tubuhnya normal," ucap Arini seraya melipat bibirnya.Saka menghela nafa
Arini menoleh. Kedua bola matanya terbelalak kaget dan seakan tak percaya dengan apa yang ia lihat. Lelaki yang akan menjadi suaminya terlihat baik-baik saja. Begitu gagah memakai seragam operasi yang di kenakan. Dia baik-baik saja! gumam batin Arini tersenyum saat Saka menoleh ke arahnya.Saka tersenyum dan berjalan menghampiri wanita dan putra kecilnya yang juga tersenyum ke arahnya."Dia menangani orang yang hampir saja menabrak mobilnya dan dia menyuruh kami untuk menunggunya di sini bersama jagoan kecil kalian ini," tutur Devian menjelaskan sembari mengusap rambut lembut yang dimiliki Andara."Iya. Andara sangat pintar. Dia sama sekali tak rewel saat Saka sibuk menolong orang kecelakaan," sahut Adelia mengusap punggung Alya yang berada dalam gendongannya."Iya. Terimakasih sudah menjaga Andara!" ucap Arini tersenyum senang mendengarnya."Iya. Sama-sama. Kalo begitu kami ke depan dulu, ya!" gegas Devian pergi bersama anak dan istrinya.Lentik indah bulu mata Arini tak berhenti me
Sesaat, dahi ibu mengernyit. Langkah kakinya mulai berjalan menghampiri Farel yang sibuk dengan benda layar pipih tersebut."Apa? Mereka kecelakaan!" kata Farel mengejutkan ibu dara.."Kecelakaan?" tanya ibu terkejut.Farel menoleh. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa saat suara ibu mengagetkan dirinya. Dengan cepat, ia mematikan ponsel dan memasukkan ke dalam saku jas hitam miliknya."Siapa yang kecelakaan? Apa terjadi sesuatu dengan Saka dan keluarganya? Keponakan kamu bagaimana?" tanya Ibu memastikan.Farel tersenyum dan memegang bahu ibunya yang tertutup dengan kain batik yang di kenakan."Saka dan keluarganya baik-baik saja, Bu. Mereka sedang dalam perjalanan menuju ke sini," tutur Farel menjelaskan."Trus, siapa orang yang kamu maksud? Siapa yang kecelakaan?" tanya Ibu masih penasaran.Farel menghela nafas panjang. Beginilah jadinya jika ibu mendengar berita yang menghebohkan. Harus menjelaskan secara detail agar tak salah paham ke depannya."Yang kecelakaan adalah teman-te
Terserah ka ...," kata Arini terbelalak kaget saat saka meraih tangannya dan mencium bibirnya dengan mesra. Rasanya memang sangat berbeda. Semoga, hari ini dan seterusnya aku merasakan hal yang indah seperti ini. Tidak canggung lagi, tidak ada pertengkaran batin lagi dan bisa mencintai dia lagi. Momen inilah yang sangat aku rindukan selama ini! gumam batin Arini membalas ciuman mesra tersebut.Kedua tangannya dengan erat memegang t-shirt hitam yang di kenakan oleh Saka. Saka mulai melepas ciuman itu secara perlahan. Senyum manisnya tertoreh menatap wajah cantik mempesona yang berada dalam dekapannya."Secepatnya! Secepatnya aku akan meresmikan hubungan ini," ucap Saka memegang kedua pipi chubby Arini.Arini tersenyum sembari menganggukkan kepala. Sebuah isyarat kalo iya sangat setuju dengan apa yang telah di putuskan oleh Saka.Sesampai di rumah, Arini terkejut saat melihat kamar miliknya terhias cantik layaknya seperti pengantin baru. Terhias bunga-bunga mawar, lampu yang bersina
"Arini, apa dia Andara?" tanya Farel yang mengejutkan semuanya. "Bagaimana kakak tau kalo dia adalah Andara?" tanya Arini penasaran. Farel mengangkat tubuh andara dan memangku tepat di atas pahanya. "Ya, saka yang memberitahu kakak," jawab Farel yang lagi dan lagi mengejutkan mereka. Perkataan Farel yang membuat rasa penasaran mereka bertambah. Seakan tau kehidupan Saka sehari-harinya. "Saka? Saka siapa yang kakak maksud?" tanya Arini memastikan dan berharap saka yang di maksud bukan ayahnya andara, tapi orang lain. "Siapa lagi kalo bukan saka tunanganmu itu," tegas Farel yang membuat arini seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Arini termenung, terdiam memikirkan semua ucapan dari kakaknya. Rasa bersalah yang selama ini ia lakukan pada Saka mulai menghampiri dirinya. "Waktu itu kakak berniat untuk bertobat sesuai kemauan ayah, tapi banyak sekali masalah yang menimpa kakak. Menahan lapar setiap harinya dan juga sempat menjadi gelandangan, kakakpun juga mengalaminya. Untu
"Meskipun kami saling mencintai, kami tetap tidak bisa bersama, Bu!" tukas Arini menjelaskan."Apa penolakanmu ini karena janji dengan almarhum kakek Rendra?" tanya ibu yang mengejutkan Arini."Almarhum?" tanya Arini mengernyit.Sepulang dari rumah sakit, Saka bergegas menuju ke rumah Arini. Rasa rindu tak tertahan pada sang putra membuatnya tak bisa jauh lagi."Andara, kamu benar-benar membuat daddy rindu!" gumam Saka seraya menatap ke arah baju yang sudah terbungkus rapi dalam totebag."Semoga ukurannya sesuai dengan tubuh kamu!" gumam Saka meletakkan totebag itu tepat di sampingnya." Kita langsung ke rumah tadi pagi, ya Pak!" perintah Saka ke arah sopir pribadinya."Baik, Pak!" jawab sopir itu menambah kecepatan laju kendaraannya.Arini menghela nafas panjang. Kedua matanya mengerling menatap ke arah jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sebuah jam yang menunjukkan pukul 8 malam. "Sayang, ini sudah malam, lho! Kenapa kamu masih sibuk main? Kamu nggak ngantuk?" tanya
Sesaat, ia terbangun. Kedua bola matanya seakan tak mampu mengerjap melihat sebuah foto Andara berada dalam dekapannya Saka. Apa kamu tak ingin ke sini? Ke pantai, bersamaku dan bersama putra kita! Sebuah pesan yang membuat Arini seakan tak mampu menegak salivanya sendiri."Putra kita? Kenapa dia bilang seperti itu? Apa dia sudah tau yang sebenarnya?" Arini seakan tak percaya. Berulang kali ia menatap ke arah layar pipih itu dan berharap penglihatannya salah. Tapi, harapannya sirna. Foto yang di kirim oleh Saka, memang benar-benar nyata. Sama sekali tak memakai sistem edit."Tidak! Dia tak boleh mengambil Andara dariku!" gegas Arini mengambil kunci dan pergi meninggalkan tempat usahanya. Semua karyawan yang baru datangpun terkejut melihatnya. Kedua mata mereka seakan tak berhenti menatap ke arah Arini yang pergi dengan buru-buru."Tumben si boss sudah tiba sebelum kita datang?" tanya Salsa seraya mengernyit menatap mobil atasannya itu mulai hilang dari hadapan mereka."Iya. Akhir-a
Siapa lelaki yang mau menjadi suami pura-puranya arini? tanya Saka dalam hati dan melangkah menghampiri.Saka mencoba untuk tersenyum dan bersikap santai menyikapi akting yang akan di jalankan oleh mereka."Maaf, sudah membuat kalian menunggu!" kata Saka teekejut saat suami pura-pura arini menoleh ke arahnya."Saka?" kata Adrian spontan mengejutkan mereka. Terutama Arini.Arini seakan tak mampu menegak salivanya saat mendengar ucapan Adrian."Kak Adrian mengenalnya?" bisik Arini penasaran.Saka mengernyit menatap mereka yang sedang berdiskusi untuk berakting di depannya.Ia menghela nafas seraya menyeruput minuman yang sudah ia pesan lebih dulu."Arini, dia sahabat kakak. Dan tak mungkin juga, aku berakting sebagai suami kamu. Dia tak mungkin percaya! Dia terlalu jenius untuk di bohongi," jawab Adrian dengan nada pelan.Arini menghela nafas panjang. Ia tak menyangka jika rencananya akan gagal total seketika. Tak sesuai harapan.Ini sama saja aku mempermalukan diriku sendiri di depanny