Kedua matanya terpejam seakan ingin menenangkan detakan jantung yang berdetak begitu kencang. Suara deru mobil yang berdecit membukakan kedua matanya secara perlahan.
Sesaat, sudut mata Arini mengerut melihat sebuah mobil berwarna hitam berhenti di depan rumahnya. Ia terkejut, terperangah melihat Farel kakaknya di seret oleh orang yang bertubuh besar dengan memakai setelan jas berwarna hitam.
"Kakak?"
Buk
Farel jatuh tepat di hadapan Arini.
"Kakak," ucap Arini menolong kakaknya yang tersungkur. Arini mengerling saat melihat wajah tampan yang dimiliki kakaknya memudar akibat luka lebam yang merata di kedua pipi. Tangan Arini yang penuh keringat mulai mendongakkan wajah Farel.
"Sakit, Arini!" keluh Farel menangkis tangan Arini.
"Itu belum seberapa, Farel!" ucap salah satu orang bertubuh besar tersebut yang membuat Arini seketika menoleh ke arah sumber suara tersebut.
"Saya akan pastikan kamu akan kumasukkan ke dalam rumah s
"Arini, apa keluargamu baik-baik saja?" Pertanyaan Saka yang membuat Arini seketika melipat bibir. Dua manik bola matanya tak berhenti mengerjap. Sesekali ia menyeringai menatap Saka yang mulai curiga dengan dirinya."Arini, ada apa?" tanya Saka penasaran.Arini tersenyum simpul. Lesung pipit di wajahnya seakan menandakan kalo dirinya baik-baik saja."Kenapa sekarang dokter perhatian sama aku?" tanya balik Arini yang mengalihkan pembicaraan.Saka menghela nafas panjang dan memilih untuk tidak berdebat dengan Arini."Dokter tak usah khawatir! Aku dan keluargaku baik-baik saja, kok!" kata Arini menorehkan senyum manisnya.Saka menoleh dan memaksa untuk membalas senyum Arini.Apa aku akan baik-baik saja jika kamu tidak lagi menjadi asistenku? gumam batin Saka beralih menatap ke arah luar jendela mobil.Senyum Arini memudar. Bibirnya melipat seraya menahan rasa sesak di dada. Kata andai selalu terucap dalam hati kecilnya. Andai saj
Arini hanya meringis. Bisa-bisanya mereka rela menunggu berjam-jam demi mendapatkan pemeriksaan dari Saka.Sebenarnya pelet apa sih yang digunakan olehnya? Sampai-sampai semua orang selalu memuji dirinya. Nggak di Papua di Jakarta, semua menginginkan dia! gumam Arini menghela nafas panjang.Di ruang rawat AlyaAura terkejut saat melihat dua orang yang ia cintai secara bersamaan berjalan menghampiri dirinya. Wajah tampan, cool, telah melekat di diri mereka. Hanya saja, cara penampilan mereka yang berbeda. Saka lebih suka menggunakan baju santai sedangkan Devian lebih dominan mengenakan setelan jas kemana pun ia pergi."Sayang, akhirnya kamu datang!" kata Aura menghampiri Devian dan Saka.Saka mengernyit melihat mantan kekasihnya itu mencoba untuk memanas-manasi dirinya. Ia menghela nafas dan memilih pergi untuk meninggalkan mereka."Aura, apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana bisa Alya terjatuh dari tempatnya? Bukankah kamu menjaganya?
"Arini, wanita yang kemarin?" tanya Aura memastikan.Aura tersenyum sinis saat Devian menganggukkan kepala. Ia tak habis pikir jika suaminya membiarkan Arini, orang yang begitu ia benci selalu bersama dengan mantan kekasihnya."Enak banget jadi Arini itu, mengasuh Alya sambil berduaan dengan saka," kata batin Aura menegak salivanya dengan paksa. Rasa tak rela di dirinya mulai meronta-ronta. Entah kenapa, ia sangat tak rela jika Arini menggantikan posisinya di hati Saka.Di kantin, Arini terdiam mengingat dan merenung kembali perkataan dari direktur rumah sakit kepadanya."Arini Ardelia, mulai besok kamu langsung bekerja untuk merawat Alya dan kamu tidak perlu datang ke rumah sakit ini lagi," tutur pak Grag, selaku direktur utama rumah sakit.Jika aku merawat Alya besok, berarti hari ini adalah hari terakhirku bekerja dengan dokter saka! kata batin Arini menatap ke arah kotak makan yang ada di depannya.Dokter saka, aku pasti akan merindukanm
"Apa kamu sadar? Tindakanmu itu bisa membuat dirimu celaka? Bagaimana kalo tidak ada aku? Kamu pasti akan terjatuh ke bawah. Mentang-mentang kamu bisa manjat, seenaknya kamu melakukan hal yang sangat berbahaya?" gerutu Saka mengomel tiada henti.Arini menyeringai dan dengan santainya menopangkan satu tangan di dada saka untuk menyangga dagunya.Saka mengernyit dan menahan sakit akan tumpulan siku tangan yang mengenai dadanya."Argh, aku pasti sangat rindu dengan omelan dokter ini?" tanya Arini menatap Saka dengan penuh arti.Saka tersenyum menatap wajah manis yang berada di depannya. Rambut hitam panjang yang terurai membuat Saka tak berhenti membenarkan rambut indah yang dimiliki asistennya tersebut."Aku juga akan rindu sama perawat bawel dan sok jago ini!" ucap Saka tersenyum tipis.Arini mengernyit dan spontan memukul bahu Saka yang tertutup dengan seragam dokter."Kenapa memukulku?"Saka memprotes dan ter
Arini tersenyum dan meraih kedua tangan besar yang di miliki ibunya."Hari ini, Arini tidak ke rumah sakit, Bu!" tutur Arini yang membuat sang ibu bingung dengan apa yang terlontar dari mulutnya."Kamu ini bicara apa sih? Jangan bercanda deh!" tukas ibu memukul bahu putrinya."Aw, ibu ... kenapa ibu memukul Arini?"Bibir Arini memanyun. Dengan manjanya , ia mengusap bahu yang tertutup dengan kemeja putih yang ia kenakan."Makanya jangan bicara yang bukan-bukan. Kalo kamu tidak kerja di rumah sakit, bagaimana dengan masa depan kamu, Arini?"Arini menghela nafas panjang. Ia mulai berdiri dan memegang tangan sang ibu dengan belaian yang lembut.Perlahan, ia mulai menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya dengan pekerjaannya."Bu, mulai hari ini Arini bertugas menjaga dan merawat salah satu anak konglomerat di kota ini. Pihak rumah sakit juga sudah menyetujuinya," jelas Arini dengan senyum manisnya."Maksud kamu, kamu me
"Ehm, alangkah baiknya jika dokter yang membeli semua keperluan Alya," ucap Arini menyodorkan kembali uang tersebut.Saka mengernyit dan bingung dengan apa yang di maksud Arini."Kenapa? Apa kamu tak bisa melakukan hal kecil seperti ini?" tanya Saka.Arini menghela nafas panjang. Ia sudah tau jika pertanyaan itu aka terlontar dari mulut dokter yang bekerja bersamanya selama 7 tahun itu."Dokter saka yang tampan dan baik hati. Dokter apa lupa dengan keadaan keponakan dokter? Masa' iya, aku meninggalkan dia seorang diri di apartemen ini?" tanya Arini mengingatkan saka.Seketika, Saka menoleh ke arah Alya yang masih tertidur pulas di atas tempat tidur. Tubuhnya yang gendut terkulai lemas dengan sakit yang di derita."Dokter lupa?" tanya Arini membuyarkan lamunan Saka.Saka menyeringai. Meskipun saat ini mereka tidak bekerja sama lagi, tapi lagi dan lagi saka selalu kena semprot oleh mantan asistennya itu."Iya, aku lupa akan hal i
Dokter Saka calling ..."Akhirnya ...," kata Arini tersenyum lega seraya mengangkat vidio call dari Saka."Halo, Dok!" jawab Arini dengan lirih.Saka mengernyit melihat Arini mengendap-endap pergi meninggalkan keponakannya."Arini, ada apa? Kenapa kamu mengendap-endap seperti maling?" tanya Saka penasaran.Wajah manis Arini begitu menggemaskan saat mengkodenya untuk diam. Tingkah lakunya yang lucu membuat saka tak bisa menghentikan senyum yang tertoreh."Aku benar-benar capek, Dok! Nanti, kalo dokter pulang, tolong belikan obatnya Alya, ya! Nanti aku kirim fotonya!" lirih Arini seraya menopangkan kedua kakinya di atas bahu sofa."Iya!" jawab Saka menopangkan tangan kanannya tepat di dagunya. Kedua matanya tak berhenti menatap wanita yang selalu ada buatnya. Meskipun bawelnya minta ampun tapi perhatiannya begitu luar biasa.Ting tongSuara bel pintu berbunyi mengejutkan Arini. Arini menoleh dan mengernyit heran siapa oran
Saka terdiam. Tangan kanannya tak berhenti melepas tangan Aura yang terus melilit di dirinya. Rasa malas dan kesal mulai menghampiri dirinya saat Aura mengungkit kenangan pahit yang ia alami.Aura dan Saka terkejut ketika Arini tiba-tiba menarik tangan Aura agar menjauh dari Saka."Jangan coba-coba menyentuh apa yang bukan menjadi milikmu, ibu Aura yang terhormat!" ketus Arini dengan wajah yang sangat marah.Alya yang berada di gendongannya pun mengernyit melihatnya.Aura seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Ia bingung harus berbuat apa saat berhadapan dengan Arini di depan anak sambungnya itu.Gawat! Bagaimana ini? Apa Alya akan memberitahu pada ayahnya? batin Aura bertanya.Senyum manisnya tertoreh menatap ke arah wajah imut Alya yang cemberut melihatnya."Sayang, ikut mama, yuk!" ajak Aura menengadahkan kedua tangannya dan berharap bisa meluluhkan hati kecil anak tirinya itu.Alya berpaling. Kepalanya dengan man
"Iya," jawab Arini seraya melipat bibirnya."Apa mungkin kita bisa sampai rumah sebelum acara kita di mulai?" Pertanyaan Saka yang membuat rasa cemas Arini datang menghampiri."Jika kita datang terlambat, apa iya kita akan gagal menikah lagi?" tanya Arini seakan tak mampu menegak salivanya sendiri.Saka menoleh dan tersenyum menatap arini yang begitu takut kehilangan dirinya.Dengan belaian lembut dan perhatian, Saka membelai rambut Arini yang masih terurai rapi dengan hiasan cantik di kepalanya."Aku tak akan biarkan itu semua terjadi. Pernikahan kita akan terlaksana meskipun cobaan datang menghadangku!" ucap Saka membuat hati Arini sedikit lega. Senyumnya mengembang. Kegigihan Saka memang sudah tak bisa di ragukan lagi."Maaf, Dok. Pak Bondan ingin bicara dengan Anda," ucap sang sopir menyodorkan ponsel ke arah Saka.Ada apa lagi pak Bondan ini. Apa dia tidak bisa berbicara padaku saat aku tiba di sana! kata batin Saka menghela nafas panjang dan menatap nama pak Bondan yang tertera
"Kenapa? Dia sedang tidur. Dan tak masalah jika aku menciummu di depannya," tutur Saka yang mengejutkan Arini."Benarkah dia tertidur?" tanya Arini menoleh menatap sang buah hati ya memang tertidur pulas.Tak biasanya dia tertidur pulas seperti ini? Apalagi tidur tanpa susu sebelumnya? kata batin Arini berpikir.Lamunan Arini buyar saat saka mentoel dagu indahnya."Melamun apa?" tanya Saka mengernyit.Arini menyeringai."Tidak. Hanya saja, Andara tak seperti biasanya. Tertidur lelap seperti ini. Biasanya, kalo dia ingin tidur, dia tak jauh-jauh dari susu," tutur Arini mengernyit heran. "Benarkah? Tapi, sejak tadi malam dia tertidur pulas di gendonganku," kata Saka duduk dan merebahkan tubuh mungil andara tepat di pangkuannya."Coba kamu periksa dia! Aku takut terjadi sesuatu padanya," gumam Arini memegang kening dan pipi chubby yang di miliki putranya itu."Bagaimana? Panas?" tanya Saka memastikan."Tidak! Suhu tubuhnya normal," ucap Arini seraya melipat bibirnya.Saka menghela nafa
Arini menoleh. Kedua bola matanya terbelalak kaget dan seakan tak percaya dengan apa yang ia lihat. Lelaki yang akan menjadi suaminya terlihat baik-baik saja. Begitu gagah memakai seragam operasi yang di kenakan. Dia baik-baik saja! gumam batin Arini tersenyum saat Saka menoleh ke arahnya.Saka tersenyum dan berjalan menghampiri wanita dan putra kecilnya yang juga tersenyum ke arahnya."Dia menangani orang yang hampir saja menabrak mobilnya dan dia menyuruh kami untuk menunggunya di sini bersama jagoan kecil kalian ini," tutur Devian menjelaskan sembari mengusap rambut lembut yang dimiliki Andara."Iya. Andara sangat pintar. Dia sama sekali tak rewel saat Saka sibuk menolong orang kecelakaan," sahut Adelia mengusap punggung Alya yang berada dalam gendongannya."Iya. Terimakasih sudah menjaga Andara!" ucap Arini tersenyum senang mendengarnya."Iya. Sama-sama. Kalo begitu kami ke depan dulu, ya!" gegas Devian pergi bersama anak dan istrinya.Lentik indah bulu mata Arini tak berhenti me
Sesaat, dahi ibu mengernyit. Langkah kakinya mulai berjalan menghampiri Farel yang sibuk dengan benda layar pipih tersebut."Apa? Mereka kecelakaan!" kata Farel mengejutkan ibu dara.."Kecelakaan?" tanya ibu terkejut.Farel menoleh. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa saat suara ibu mengagetkan dirinya. Dengan cepat, ia mematikan ponsel dan memasukkan ke dalam saku jas hitam miliknya."Siapa yang kecelakaan? Apa terjadi sesuatu dengan Saka dan keluarganya? Keponakan kamu bagaimana?" tanya Ibu memastikan.Farel tersenyum dan memegang bahu ibunya yang tertutup dengan kain batik yang di kenakan."Saka dan keluarganya baik-baik saja, Bu. Mereka sedang dalam perjalanan menuju ke sini," tutur Farel menjelaskan."Trus, siapa orang yang kamu maksud? Siapa yang kecelakaan?" tanya Ibu masih penasaran.Farel menghela nafas panjang. Beginilah jadinya jika ibu mendengar berita yang menghebohkan. Harus menjelaskan secara detail agar tak salah paham ke depannya."Yang kecelakaan adalah teman-te
Terserah ka ...," kata Arini terbelalak kaget saat saka meraih tangannya dan mencium bibirnya dengan mesra. Rasanya memang sangat berbeda. Semoga, hari ini dan seterusnya aku merasakan hal yang indah seperti ini. Tidak canggung lagi, tidak ada pertengkaran batin lagi dan bisa mencintai dia lagi. Momen inilah yang sangat aku rindukan selama ini! gumam batin Arini membalas ciuman mesra tersebut.Kedua tangannya dengan erat memegang t-shirt hitam yang di kenakan oleh Saka. Saka mulai melepas ciuman itu secara perlahan. Senyum manisnya tertoreh menatap wajah cantik mempesona yang berada dalam dekapannya."Secepatnya! Secepatnya aku akan meresmikan hubungan ini," ucap Saka memegang kedua pipi chubby Arini.Arini tersenyum sembari menganggukkan kepala. Sebuah isyarat kalo iya sangat setuju dengan apa yang telah di putuskan oleh Saka.Sesampai di rumah, Arini terkejut saat melihat kamar miliknya terhias cantik layaknya seperti pengantin baru. Terhias bunga-bunga mawar, lampu yang bersina
"Arini, apa dia Andara?" tanya Farel yang mengejutkan semuanya. "Bagaimana kakak tau kalo dia adalah Andara?" tanya Arini penasaran. Farel mengangkat tubuh andara dan memangku tepat di atas pahanya. "Ya, saka yang memberitahu kakak," jawab Farel yang lagi dan lagi mengejutkan mereka. Perkataan Farel yang membuat rasa penasaran mereka bertambah. Seakan tau kehidupan Saka sehari-harinya. "Saka? Saka siapa yang kakak maksud?" tanya Arini memastikan dan berharap saka yang di maksud bukan ayahnya andara, tapi orang lain. "Siapa lagi kalo bukan saka tunanganmu itu," tegas Farel yang membuat arini seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Arini termenung, terdiam memikirkan semua ucapan dari kakaknya. Rasa bersalah yang selama ini ia lakukan pada Saka mulai menghampiri dirinya. "Waktu itu kakak berniat untuk bertobat sesuai kemauan ayah, tapi banyak sekali masalah yang menimpa kakak. Menahan lapar setiap harinya dan juga sempat menjadi gelandangan, kakakpun juga mengalaminya. Untu
"Meskipun kami saling mencintai, kami tetap tidak bisa bersama, Bu!" tukas Arini menjelaskan."Apa penolakanmu ini karena janji dengan almarhum kakek Rendra?" tanya ibu yang mengejutkan Arini."Almarhum?" tanya Arini mengernyit.Sepulang dari rumah sakit, Saka bergegas menuju ke rumah Arini. Rasa rindu tak tertahan pada sang putra membuatnya tak bisa jauh lagi."Andara, kamu benar-benar membuat daddy rindu!" gumam Saka seraya menatap ke arah baju yang sudah terbungkus rapi dalam totebag."Semoga ukurannya sesuai dengan tubuh kamu!" gumam Saka meletakkan totebag itu tepat di sampingnya." Kita langsung ke rumah tadi pagi, ya Pak!" perintah Saka ke arah sopir pribadinya."Baik, Pak!" jawab sopir itu menambah kecepatan laju kendaraannya.Arini menghela nafas panjang. Kedua matanya mengerling menatap ke arah jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sebuah jam yang menunjukkan pukul 8 malam. "Sayang, ini sudah malam, lho! Kenapa kamu masih sibuk main? Kamu nggak ngantuk?" tanya
Sesaat, ia terbangun. Kedua bola matanya seakan tak mampu mengerjap melihat sebuah foto Andara berada dalam dekapannya Saka. Apa kamu tak ingin ke sini? Ke pantai, bersamaku dan bersama putra kita! Sebuah pesan yang membuat Arini seakan tak mampu menegak salivanya sendiri."Putra kita? Kenapa dia bilang seperti itu? Apa dia sudah tau yang sebenarnya?" Arini seakan tak percaya. Berulang kali ia menatap ke arah layar pipih itu dan berharap penglihatannya salah. Tapi, harapannya sirna. Foto yang di kirim oleh Saka, memang benar-benar nyata. Sama sekali tak memakai sistem edit."Tidak! Dia tak boleh mengambil Andara dariku!" gegas Arini mengambil kunci dan pergi meninggalkan tempat usahanya. Semua karyawan yang baru datangpun terkejut melihatnya. Kedua mata mereka seakan tak berhenti menatap ke arah Arini yang pergi dengan buru-buru."Tumben si boss sudah tiba sebelum kita datang?" tanya Salsa seraya mengernyit menatap mobil atasannya itu mulai hilang dari hadapan mereka."Iya. Akhir-a
Siapa lelaki yang mau menjadi suami pura-puranya arini? tanya Saka dalam hati dan melangkah menghampiri.Saka mencoba untuk tersenyum dan bersikap santai menyikapi akting yang akan di jalankan oleh mereka."Maaf, sudah membuat kalian menunggu!" kata Saka teekejut saat suami pura-pura arini menoleh ke arahnya."Saka?" kata Adrian spontan mengejutkan mereka. Terutama Arini.Arini seakan tak mampu menegak salivanya saat mendengar ucapan Adrian."Kak Adrian mengenalnya?" bisik Arini penasaran.Saka mengernyit menatap mereka yang sedang berdiskusi untuk berakting di depannya.Ia menghela nafas seraya menyeruput minuman yang sudah ia pesan lebih dulu."Arini, dia sahabat kakak. Dan tak mungkin juga, aku berakting sebagai suami kamu. Dia tak mungkin percaya! Dia terlalu jenius untuk di bohongi," jawab Adrian dengan nada pelan.Arini menghela nafas panjang. Ia tak menyangka jika rencananya akan gagal total seketika. Tak sesuai harapan.Ini sama saja aku mempermalukan diriku sendiri di depanny