Matahari pagi mulai menampakkan cahayanya. Sinarnya mulai menembus jendela kamar milik Arini Ardelia. Seorang perawat yang harus berhenti karena kejadian yang tak terduga terjadi kepadanya. Sebuah kesalahan besar yang seharusnya tak ingin ia lakukan dan tak ingin menimpa dirinya.
Sejenak, ia duduk termenung menatap foto dirinya sewaktu masih bekerja di dunia medis. Jari jemari tangannya tak berhenti mengusap foto tampan yang terlihat jelas merangkul dirinya saat itu. Arsaka Narendra, seorang dokter tampan yang begitu jenius dan baik hati.
"Apa kamu mencariku setelah kejadian itu?" tanya Arini memicing menatap foto Saka yang tersenyum ke arahnya. Sesaat, air matanya jatuh tepat mengenai wajah Saka yang ada di balik figura tersebut.
Flashback
Dua tahun yang lalu
Ardelia, perawat cantik sekaligus asisten pribadi dokter Saka. Setiap hari, ia harus menahan amarah setiap kali beda pendapat dengan dokter Saka.Kalo bukan karna uang, sudah pasti Ia akan meninggalkan pekerjaannya sebagai seorang perawat.
Perlahan, Arini mendesah sebal. Kedua matanya memicing menatap ke arah pintu ruangan dokter Saka yang masih tertutup rapat.
Dr. dr. Arsaka Narendra. Nama itu terukir di papan nama yang ada di atas pintu masuk.
"Lagi lagi, dia menjadi artis di rumah sakit ini. Untuk kesekian kalinya, beberapa pasien menginap karena dirinya!" gumam Arini seraya menghela nafas panjang. Perlahan, ia mulai memasang senyum untuk masuk ke ruangan tersebut.
Sejak kesalahan yang ia perbuat pada Saka, Arini harus memasang senyum manisnya setap kali berbicara dengan dokter tampan pemikat hati tersebut.
"Siang, Dok!" sapa Arini menghampiri dokter Saka.
Saka mendongak. Ia menyeringai melihat Arini tersenyum begitu manis.
"Bagaimana?" tanya Saka menerima beberapa laporan dari Arini.
"Semua baik-baik saja. Dan seharusnya, hari ini mereka bisa pulang ke rumah masing-masing," jawab Arini menjelaskan.
"Ya sudah. Kalo begitu, kamu bisa infokan pada mereka semua!" perintah Saka dengan senyum manisnya.
Arini mengernyit. Ia sudah menduga kalo Saka akan memerintahkan hal tersebut kepadanya. Kedua matanya memicing menatap dokter saka yang mulai sibuk dengan beberapa laporan yang menunggu.
"Dokter Saka yang tampan," lirih Arini.
"Iya," jawab Saka mendongak.
"Menurut saya, alangkah baiknya kalo dokter yang mengatakannya. Saya yakin, mereka pasti akan mendengarkan semua kata dan ucapan yang keluar dari mulut dokter," tutur Arini seraya mengedipkan matanya.
Dahi saka mengerut. Ia tak habis pikir jika asisten pribadinya tak bisa menangani masalah yang menurutnya sangat enteng.
"Kamu menyuruh saya?" tanya Saka terlihat agak keberatan.
"Iya."
Saka menghela nafas panjang.
"Arini, kamu asisten saya. Dan seharusnya, tugas ini sudah menjadi tanggung jawab kamu," kata Saka mengingatkan.
"Iya, saya tau. Tapi, saya sudah bilang pada mereka, tapi mereka tak mau mendengarkannya. Lagian, ini semua juga karena dokter."
"Apa maksud kamu?" tanya Saka mendelik.
"Saya harap Dokter bisa menangani ini dengan cepat. Banyak pasien yang menumpuk di IGD karena tak mendapatkan ruang rawat karena dokter!" ujar Arini mengejutkan Saka."Saya permisi!" kata Arini pergi meninggalkannya.
Saka hanya menyeringai. Untuk kesekian kalinya, ia harus menerima saran dari asisten pribadinya yang selalu memprotesnya.
"Dia pasti lagi datang bulan! Kelihatan banget, emosinya mulai meledak-ledak seperti itu," gumam Saka menebak.
Drt ... Drt ...
My Darling calling ...
Senyum Saka mulai merekah. Hampir satu bulan lamanya, sang kekasih hati mulai menghubungi dirinya kembali.
"Ya, Sayang!" jawab Saka senang bukan main.
Tanpa sepengetahuan Saka, Arini mengamatinya dari balik pintu. Kedua matanya memicing menatap dokter Saka yang masih sibuk dengan ponselnya.
"Bisa-bisanya dia tertawa seperti itu. Emang dasar nggak punya perasaan!" gumam Arini dalam hati seraya menutup pintu itu secara perlahan.
****
Devian Arendra, pengusaha properti yang berstatus duda beranak satu. Tampan, kaya dan mempunyai sifat playboy, itulah yang melekat di dirinya. Sejenak, kedua bola matanya mengarah pada wanita yang duduk di depannya. Seorang sekretaris yang baru bekerja satu tahun di perusahaannya.
"Aura, apa kamu mengerti dengan apa yang saya maksud?" tanya Devian membuyarkan lamunan Aura.
"I- ya, Pak. Saya mengerti!" jawab Aura menyilangkan kedua kakinya yang putih mulus tanpa bekas.
Devian mengernyit. Ia baru menyadari kalo sekertarisnya mempunyai tubuh yang begitu indah. Sesaat, jiwa playboynya pun mulai kembali lagi. Kedua bola matanya tak berhenti berkedip melihat ke arah indah yang di miliki Aura.
"Pak?" Aura membuyarkan lamunan Devian.
"Iya."
"Bapak kenapa? Apa bapak baik-baik saja?" tanya aura penasaran.
Devian tersenyum. Ia mulai mendekat menghampiri sekertaris cantik yang duduk di depannya.
"Apa kamu mempunyai kekasih?" tanya Devian duduk di sampingnya.
Aura tak mampu berkedip. Tatapan Devian begitu serasa menembus ke dalam hatinya. Ia seakan terpesona dengan ketampanan yang di miliki atasannya itu.
"Kalo seandainya saya tidak mempunyai kekasih, apa Bapak mau menikah dengan saya? " tanya Aura berharap lebih.
Devian mengernyit. Ia tak habis pikir jika sekertarisnya berani berkata seperti itu padanya.
"Maaf, Pak. Kalo kata-kata saya ini terdengar begitu lancang. Tapi, saya hanya ingin mencari pendamping hidup bukan kekasih," tutur Aura yang mengejutkan Devian.
Devian tersenyum tipis mendengarnya. Baru kali ini ia bertemu dengan wanita yang menawarkan dirinya untuk menikah. Biasanya, ia selalu mendapati wanita yang menginginkan uang darinya.
"Aku suka wanita sepertimu. Kapan kamu mengenalkan saya pada kedua orangtua kamu?" Kata-kata Devian membuat Aura terperangah. Aura tak menyangka jika atasannya menanggapi perkataannya dengan serius.
"Bapak, serius? Bapak tidak cari tau dulu, siapa saya?" tanya Aura memastikan.
"Saya tak peduli. Secepatnya kamu atur pertemuan saya dengan keluarga kamu," ucap Devian yang begitu manis. Kata-kata manis, puitis dan romantis kini mulai terlontar dari bibir Devian.
Jika ia benar-benar melamarku, aku akan memutuskan hubunganku dengan Saka. Devian merupakan lelaki yang sempurna untukku, meskipun statusnya duda beranak satu. Tapi, dia memiliki kekayaan yang sangat melimpah di bandingkan dengan Saka. Kesempatan tak datang dua kali. Aku tak bisa melewatkan hal yang bersejarah bagi hidupku. Ini yang terbaik buat masa depanku! gumam batin Aura tersenyum dan terkejut saat Devian mencium punggung tangannya.
***
Saka menggeliat. Sejenak, ia mengerling melihat beberapa chat bertumpuk di ponsel miliknya.
(Tiga hari lagi, kakak akan menikah)
(Usahakan kamu pulang ke rumah!)
"Menikah? Dengan siapa? Apa kakek menjodohkannya lagi?" Pertanyaan Saka yang benar-benar membuat dirinya penasaran.
Rumah sakit
Dengan langkahnya yang begitu perfect, Saka menuju ke ruang kerjanya bersama Arini yang selalu ada di belakangnya. Sejenak, langkah kakinya terhenti saat melihat beberapa pasien duduk di ruang antrian menunggu kedatangannya.
"Dokter, kenapa lama banget? Saya nungguin dokter dari tadi, lho!" ucap pasien tersebut seraya mengedipkan bola matanya seperti boneka barbie.
"Dokter Saka, akhirnya datang juga!" sahut ibu-ibu satunya.
Arini yang melihatnya hanya bisa menghela nafas panjang. Hampir setiap hari ia selalu melihat drama yang terjadi pada ibu-ibu itu.
Saka tersenyum tipis. Ia tak menyangka jika aura ketampanannya begitu luar biasa. Dari anak kecil, remaja, ibu-ibu semua terpikat karenanya.
"Ibu-ibu, sebelumnya saya minta maaf. Saya hanya ingin menegaskan kalo saat ini, saya sudah mempunyai kekasih! Dan saya tak mau karena ini, hubungan saya dan kekasih saya menjadi renggang," ucap Saka mengejutkan mereka semua.
"Dokter saka sudah memiliki kekasih?" tanya salah satu pasien tersebut.
Saka melirik Arini yang sedari tadi sangat sibuk dengan pekerjaannya. Biasanya, Arini selalu menegur orang yang selalu menggoda Saka di saat bekerja. Perlahan, Saka menyenggol tubuh Arini yang padat berisi itu.
"Apa, Dok?" tanya Arini sedikit bergeser dan mendongak ke arah dokter Saka.
"Kenapa kamu diam saja," lirih Saka seraya melirik ibu-ibu yang tak berhenti melihat gerak geriknya.
Arini mengernyit. Kedua bola matanya berputar ke arah ibu-ibu yang sangat terobsesi dengan dokter Saka.
"Kalo boleh tau, siapa kekasih dokter?" tanya salah satu pasien itu penasaran.
"Iya. Saya juga penasaran!" sahut yang lain.
"Wah, beruntung sekali bisa memiliki kekasih seperti dokter Saka."
Arini mendesah dan hanya bisa menggelengkan kepala dengan pelan.
"Dia, kekasih saya!" jawab Saka merangkul Arini dengan erat.
Arini terbelalak kaget. Ia tak menyangka jika dokter saka membuat pernyataan yang seharusnya tak terucap dari mulut sang dokter.
"Apa maksud, Dokter?" lirih Arini mencubit pinggang Saka.
"Jadi, kekasih dokter suster Arini?" tunjuk mereka serempak. Terkejut dan terperangah, itulah yang terjadi pada mereka.
"Iya, suster Arini adalah kekasih saya. Ya 'kan, Sayang?" tanya Saka mengedipkan satu matanya.
Arini mengernyit. Ia bingung dengan apa yang dilakukan oleh Saka kepadanya.
Sialan! Bisa-bisanya dia membuatku dalam masalah besar. Apa dia tak memikirkan keselamatanku akan tindakan bodohnya ini? gumam batin Arini mengernyitkan dahi.
Sesaat, Arini seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Tatapan mereka begitu tajam. Perlahan, ia mulai melepas rangkulan Saka dan mencoba untuk menjelaskan akan kebenarannya.
"Ibu-ibu, sebelumnya saya ...," kata Arini terhenti dan terkejut saat mereka tersenyum tiba-tiba ke arahnya.
"Syukurlah, kalo suster Arini yang menjadi kekasih Dokter Saka. Cocok banget!" ujar salah satu dari mereka.
"Iya, saya juga sudah menebaknya kalo kalian itu berjodoh!" sahut yang lain.
Saka dan Arini mengerling. Mereka menatap satu sama lain dan tak menyangka jika ibu-ibu itu malah mendukung hubungan mereka.
****
Di kamar, Aura mondar-mandir ke sana kemari. Tangan kanannya tak berhenti memegang handphone miliknya. Ia bingung, bagaimana caranya memutuskan Saka dengan cara baik-baik.
"Apa alasannya?" tanyanya berpikir.
Ia menulis beberapa pesan di ponsel dan menghapusnya kembali. Jari jemari tangannya seakan menolak menulis kata-kata perpisahan untuk saka.
"Maafkan aku, Sayang. Aku tak bisa mempertahankan janji kita. Mungkin ini yang terbaik buat kita," gumam Aura menatap foto Saka yang terpampang jelas di figura.
"Aura, kamu sudah memilih Devian. Mau nggak mau, kamu harus putus dengan Saka!" katanya seorang diri seraya menarik nafas dan membuangnya. Jari jemari tangannya dengan cepat memblokir nomor Saka.
***
"Apa kamu mau ikut pulang ke Jakarta?" tanya Saka mensejajarkan diri mengikuti langkah Arini yang berjalan di sampingnya.
"Apa Dokter mau pulang ke Jakarta?" tanya Arini balik.
"Heem. Besok kakakku akan menikah. Aku tak mau melewatkan momen-momen yang indah itu. Dan aku juga ingin melamar kekasihku," ucap Saka seraya menaikkan alis tebal miliknya.
"Besok?"
"Heem."
"Emang kita boleh cuti? Trus, siapa yang menggantikan posisi kita?" tanya Arini bingung.
"Kamu nggak usah khawatir! Saya sudah mempersiapkan itu semua," ucap Saka tersenyum senang.
"Dokter sudah mempersiapkan semuanya?" tanya Arini mengernyit.
"Heem. Setelah ini, kamu mau kemana?" tanya Saka menghentikan langkah Arini.
"Saya mau pulang, Dok!" Jawab Aura.
"Kamu ikut saya, ya?" kata Saka yang spontan menggandeng tangan Arini.
Arini tidak bisa menolak. Bagaimana pun juga, Saka sudah membantu banyak dirinya selama ini. Ia sangat berhutang budi pada saka. Sejenak, ia mengerling saat Saka mengajaknya ke toko perhiasan yang ada di kota Papua. Kedua bola matanya tak berhenti berputar melihat berbagai jenis perhiasan yang ada di toko tersebut.
"Wah, bagus banget!" kata Arini yang begitu terpesona dengan keindahan bentuk dan model perhiasan.
"Pilihlah satu cincin yang kamu inginkan dan pas di jari tangan kamu." Perkataan Saka yang membuat Arini terbelalak kaget.
"Untuk saya, Dok?" tanya Arini menunjuk dirinya sendiri.
"Iya," jawab Saka yang membuat Arini tak mampu mengedipkan matanya.
What? Dia membelikan cincin untukku? tanya batin Arini seakan tak percaya.
"Iya," jawab Saka yang membuat Arini tak mampu mengedipkan matanya.What? Dia membelikan cincin untukku? batin Arini bertanya, seakan tak percaya. Ia tak menyangka jika Saka begitu baik dan sangat perhatian kepadanya. Hatinya seakan berbunga-bunga mengimbangi senyum manis yang sempat tertoreh.Saka melirik jari tangan Arini yang ukurannya mungkin hampir sama dengan jari jemari tangan kekasihnya."Bisa saya bantu?" tanya karyawan toko tersebut mengagetkan mereka."Iya. Saya ingin mencari cincin pernikahan. Bisa tolong carikan cincin yang cocok untuk kekasih saya?" tanya Saka tersenyum manis."Oh, tentu saja bisa!" jawab karyawan tersebut seraya mengambil beberapa cincin."Ini cincin keluaran baru, Mas. Pasti sangat cocok di jari mbaknya," kata karyawan tersebut menyodorkan cincin itu tepat di hadapan mereka.Arini terbelalak kaget mendengarnya. Ia tak habis pikir jika karyawan toko itu mengira kalo dirinya adalah kekasihnya dokter
Saka? gumam batin Aura yang berdiri di balik pintu."Sabar, ya. Mungkin, sebentar lagi," kata Devian membelai rambut indah putrinya itu. Tatapan matanya mengarah ke arah pintu masuk yang terlihat sepi. Devian tersenyum tipis saat melihat putri kecilnya tak berhenti menguap sedari tadi. Matanya memerah dan matanya terlihat begitu sayu."Sayang, papi antar kamu ke kamar, ya?" pinta devian memangku tubuh gendut putrinya."Tapi, alya mau menunggu om saka, Pi," ucap Alya seraya menyandarkan kepalanya tepat di dada sang ayah.Secara perlahan, Aura menghampiri mereka yang masih saja duduk terdiam di teras rumah."Alya, ini sudah malam. Tidur, yuk!" ajak Aura begitu manis pada alya, putri sambungnya saat ini."Tidak, alya mau bertemu dengan om Saka," jawabnya sembari memejamkan kedua matanya."Tapi sa ...," kata Aura terhenti saat Devian mengkodenya untuk tidak meneruskan kata-katanya. Aura tersenyum. Ia tak menyangka jika ia memiliki s
Perkenalkan, saya arini asisten pribadinya dokter Saka," ucap Arini mengulurkan tangannya."Dokter saka?" Aura terkejut. Hatinya kian berdesir begitu hebat dengan penuturan Arini. Pikirannya mulai tertuju pada Saka kekasihnya."Iya, dokter Saka kekasih mbak," kata Arini yang membuatnya semakin panik. "Kebetulan mbak aura di sini, saya hanya ingin memberikan ini untuk dokter saka," ujar Arini menyerahkan tas kertas yag berisi sesuaatu untuk saka.Aura semakin yakin kalo saka yang dimaksud itu adalah saka kekasihnya, adik dari suaminya. Ya Tuhan, apa ini hanya kebetulan atau memang kenyataan yang harus aku hadapi? tanya batin aura terperangah saat melihat sosok pemuda yang turun dari mobil yang berwarna hitam tersebut.Saka tersenyum senang saat tiba di depan rumah peninggalan orangtuanya. Sudah lama ia tak menginjakkan kaki di rumah yang saat ini di tempati oleh devian. Tak ada yang berubah dan masih terlihat sama. Hanya saja, hiasan lampu kerlip yang meng
Hentikan! Saka, cukup!" teriak aura yang tak bisa menghentikan mereka.Hati saka benar-benar hancur. Ia tak menyangka jika dua orang yang ia sayangi tega mengkhianati dirinya."Bisa-bisanya kakak menikah dengan kekasihku sendiri!" ketus Saka yang terus menghajar Devian."Dokter stop!" ujar Arini menghentikan tangan Saka yang akan melayang ke arah wajah Devian.Saka benar-benar tak terima dengan apa yang terjadi. Tatapannya terus menatap Aura yang begitu perhatian dengan kakaknya."Sayang, apa kamu baik-baik saja?" Perkataan Aura yang membuat hati Saka semakin teriris-iris. Wanita yang seharusnya memberi perhatian lebih kepadanya kini malah berpindah ke lain hati. Ke hati sang kakak."Aku tak apa!" jawab Devian mencoba untuk berdiri. Tatapannya memicing menatap Saka yang juga menatap dirinya dengan tajam."Kakak nggak menyangka, kamu melakukan hal yang memalukan seperti ini. Hanya demi wanita, kamu berani memukul kakakkmu seperti
"Siapa Arini? Temen kamu itu cewek pa cowok?" tanya ayah yang berharap yang memberikan cincin pada putrinya adalah seorang cowok."Temen Arini ...," kata Arini menatap ke arah ayah dan ibunya yang sangat penasaran akan jawaban darinya.Drt ... Drt ...Pandangan mata Arini beralih pada ponsel yang ada di genggaman tangannya. Kedua matanya mengerling melihat nama yang tertera di balik layar pipih tersebut."Dr. Saka?" tanya Arini mulai mengangkat telepon."Iya, Dok!" jawab Arini menjauh dari ayah dan ibunya.Ayah dan ibu saling menatap satu sama lain. Mereka sangat bingung melihat putrinya begitu panik saat mendapat telepon dari dokter Saka."Apa ibu sudah tau wajah dokter Saka seperti apa?" tanya Ayah berbisik seraya menatap putrinya begitu sibuk dengan ponselnya."Belum, Yah!" jawab ibu juga memicing melihat Arini yang berdiri di depan pintu."Ayah sangat penasaran. Seperti apa dokter itu, berani-bera
"Ayah saya juga sama seperti dokter. Cuma bedanya, ayah saya adalah korban tabrak lari sedangkan dokter malah korban menabrak dirinya sendiri," tutur Arini mencibir."Saya heran, kenapa dokter bisa menjadi orang bodoh seperti ini hanya karena wanita itu?"Pertanyaan Arini membuat Saka memicing menatapnya. Untuk pertama kalinya, Arini menyebutnya sebagai orang bodoh."Apa kamu bilang?" tanya Saka.Arini mengernyit, ia mengulum bibir mungilnya saat tersadar dengan apa yang ia katakan."Kata dokter Han, dokter nggak boleh banyak gerak. Dokter masih dalam masa pemulihan, nanti dokter tambah sakit lho! Mendingan saat ini, dokter istirahat, ya!" ucap Arini mengalihkan pembicaraan."Saya tau itu! Apa kamu lupa saya ini siapa?" tanya Saka yang membuat Arini terdiam."Pergilah! Saya ingin istirahat!" kata Saka memalingkan wajahnya dan mencoba memejamkan matanya.Arini mengernyit heran. Tak biasanya, Saka tak membahas apa yang membuat hatinya sakit hati
Putrinya kambuh? Apa maksud dokter adalah Alya?" tanya Saka penasaran."Iya, siapa lagi kalo bukan Alya. Bukankah putrinya hanya Alya?""Iya, benar. Tapi, kenapa dokter bilang kalo putrinya kambuh? Apa maksud dokter?" tanya dokter penasaran.CeklekSemua mata tertuju pada Sarah yang terlihat panik saat membuka pintu."Maaf, Dokter Han. Ada pasien yang membutuhkan dokter," ucap Sarah dengan nafas terengah-engah."Baik, saya akan segera ke sana!" ucap Dokter Han bersiap untuk berdiri."Dok ...," kata Saka terhenti."Saya tinggal dulu, ya! Pikirkan kesehatan kamu jangan memikirkan orang lain," kata dokter Han tersenyum dan pergi meninggalkan Saka."Permisi, Dok!" pamit Sarah pergi."Apa yang sebenarnya terjadi pada Alya? Apa dia punya penyakit yang serius?" tanya Saka bingung. Jari jemari tangannya dengan cepat mengambil ponsel dan berniat untuk menghubungi kakaknya. Namun, jari jemari tangannya terhenti
Sejenak, Arini terkejut saat amplop di tangannya melayang ke tangan orang lain."Tak seharusnya, kamu mendapatkan uang ini!" ketus Aura tiba-tiba.Arini mengerling, ia berdiri dan memicing menatap Aura yang berdiri di depannya."Apa maksud mbak Aura? Jelas-jelas itu uang saya. Tolong kembalikan!" kata Arini menengadah tangan kanannya."Heh, siapa kamu? Berani-beraninya kamu memerintah saya!" ucap Aura sombong.Arini menghela nafas panjang. Ia tak habis pikir jika wanita yang selalu di banggakan oleh dokter Saka ternyata memiliki sifat yang begitu angkuh. Tak seperti wajahnya yang sangat cantik dan manis."Saya hanya orang biasa, Mbak. Nggak seperti mbak Aura yang kaya raya," ucap Arini sinis.Di dalam, Saka mengernyit saat mendengar suara yang mengganggu istirahatnya."Ada apa di luar?" tanya Saka menghela nafas dan mencoba untuk memejamkan matanya kembali. Tapi, kedua matanya terbuka kembali saat suara Au
"Iya," jawab Arini seraya melipat bibirnya."Apa mungkin kita bisa sampai rumah sebelum acara kita di mulai?" Pertanyaan Saka yang membuat rasa cemas Arini datang menghampiri."Jika kita datang terlambat, apa iya kita akan gagal menikah lagi?" tanya Arini seakan tak mampu menegak salivanya sendiri.Saka menoleh dan tersenyum menatap arini yang begitu takut kehilangan dirinya.Dengan belaian lembut dan perhatian, Saka membelai rambut Arini yang masih terurai rapi dengan hiasan cantik di kepalanya."Aku tak akan biarkan itu semua terjadi. Pernikahan kita akan terlaksana meskipun cobaan datang menghadangku!" ucap Saka membuat hati Arini sedikit lega. Senyumnya mengembang. Kegigihan Saka memang sudah tak bisa di ragukan lagi."Maaf, Dok. Pak Bondan ingin bicara dengan Anda," ucap sang sopir menyodorkan ponsel ke arah Saka.Ada apa lagi pak Bondan ini. Apa dia tidak bisa berbicara padaku saat aku tiba di sana! kata batin Saka menghela nafas panjang dan menatap nama pak Bondan yang tertera
"Kenapa? Dia sedang tidur. Dan tak masalah jika aku menciummu di depannya," tutur Saka yang mengejutkan Arini."Benarkah dia tertidur?" tanya Arini menoleh menatap sang buah hati ya memang tertidur pulas.Tak biasanya dia tertidur pulas seperti ini? Apalagi tidur tanpa susu sebelumnya? kata batin Arini berpikir.Lamunan Arini buyar saat saka mentoel dagu indahnya."Melamun apa?" tanya Saka mengernyit.Arini menyeringai."Tidak. Hanya saja, Andara tak seperti biasanya. Tertidur lelap seperti ini. Biasanya, kalo dia ingin tidur, dia tak jauh-jauh dari susu," tutur Arini mengernyit heran. "Benarkah? Tapi, sejak tadi malam dia tertidur pulas di gendonganku," kata Saka duduk dan merebahkan tubuh mungil andara tepat di pangkuannya."Coba kamu periksa dia! Aku takut terjadi sesuatu padanya," gumam Arini memegang kening dan pipi chubby yang di miliki putranya itu."Bagaimana? Panas?" tanya Saka memastikan."Tidak! Suhu tubuhnya normal," ucap Arini seraya melipat bibirnya.Saka menghela nafa
Arini menoleh. Kedua bola matanya terbelalak kaget dan seakan tak percaya dengan apa yang ia lihat. Lelaki yang akan menjadi suaminya terlihat baik-baik saja. Begitu gagah memakai seragam operasi yang di kenakan. Dia baik-baik saja! gumam batin Arini tersenyum saat Saka menoleh ke arahnya.Saka tersenyum dan berjalan menghampiri wanita dan putra kecilnya yang juga tersenyum ke arahnya."Dia menangani orang yang hampir saja menabrak mobilnya dan dia menyuruh kami untuk menunggunya di sini bersama jagoan kecil kalian ini," tutur Devian menjelaskan sembari mengusap rambut lembut yang dimiliki Andara."Iya. Andara sangat pintar. Dia sama sekali tak rewel saat Saka sibuk menolong orang kecelakaan," sahut Adelia mengusap punggung Alya yang berada dalam gendongannya."Iya. Terimakasih sudah menjaga Andara!" ucap Arini tersenyum senang mendengarnya."Iya. Sama-sama. Kalo begitu kami ke depan dulu, ya!" gegas Devian pergi bersama anak dan istrinya.Lentik indah bulu mata Arini tak berhenti me
Sesaat, dahi ibu mengernyit. Langkah kakinya mulai berjalan menghampiri Farel yang sibuk dengan benda layar pipih tersebut."Apa? Mereka kecelakaan!" kata Farel mengejutkan ibu dara.."Kecelakaan?" tanya ibu terkejut.Farel menoleh. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa saat suara ibu mengagetkan dirinya. Dengan cepat, ia mematikan ponsel dan memasukkan ke dalam saku jas hitam miliknya."Siapa yang kecelakaan? Apa terjadi sesuatu dengan Saka dan keluarganya? Keponakan kamu bagaimana?" tanya Ibu memastikan.Farel tersenyum dan memegang bahu ibunya yang tertutup dengan kain batik yang di kenakan."Saka dan keluarganya baik-baik saja, Bu. Mereka sedang dalam perjalanan menuju ke sini," tutur Farel menjelaskan."Trus, siapa orang yang kamu maksud? Siapa yang kecelakaan?" tanya Ibu masih penasaran.Farel menghela nafas panjang. Beginilah jadinya jika ibu mendengar berita yang menghebohkan. Harus menjelaskan secara detail agar tak salah paham ke depannya."Yang kecelakaan adalah teman-te
Terserah ka ...," kata Arini terbelalak kaget saat saka meraih tangannya dan mencium bibirnya dengan mesra. Rasanya memang sangat berbeda. Semoga, hari ini dan seterusnya aku merasakan hal yang indah seperti ini. Tidak canggung lagi, tidak ada pertengkaran batin lagi dan bisa mencintai dia lagi. Momen inilah yang sangat aku rindukan selama ini! gumam batin Arini membalas ciuman mesra tersebut.Kedua tangannya dengan erat memegang t-shirt hitam yang di kenakan oleh Saka. Saka mulai melepas ciuman itu secara perlahan. Senyum manisnya tertoreh menatap wajah cantik mempesona yang berada dalam dekapannya."Secepatnya! Secepatnya aku akan meresmikan hubungan ini," ucap Saka memegang kedua pipi chubby Arini.Arini tersenyum sembari menganggukkan kepala. Sebuah isyarat kalo iya sangat setuju dengan apa yang telah di putuskan oleh Saka.Sesampai di rumah, Arini terkejut saat melihat kamar miliknya terhias cantik layaknya seperti pengantin baru. Terhias bunga-bunga mawar, lampu yang bersina
"Arini, apa dia Andara?" tanya Farel yang mengejutkan semuanya. "Bagaimana kakak tau kalo dia adalah Andara?" tanya Arini penasaran. Farel mengangkat tubuh andara dan memangku tepat di atas pahanya. "Ya, saka yang memberitahu kakak," jawab Farel yang lagi dan lagi mengejutkan mereka. Perkataan Farel yang membuat rasa penasaran mereka bertambah. Seakan tau kehidupan Saka sehari-harinya. "Saka? Saka siapa yang kakak maksud?" tanya Arini memastikan dan berharap saka yang di maksud bukan ayahnya andara, tapi orang lain. "Siapa lagi kalo bukan saka tunanganmu itu," tegas Farel yang membuat arini seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Arini termenung, terdiam memikirkan semua ucapan dari kakaknya. Rasa bersalah yang selama ini ia lakukan pada Saka mulai menghampiri dirinya. "Waktu itu kakak berniat untuk bertobat sesuai kemauan ayah, tapi banyak sekali masalah yang menimpa kakak. Menahan lapar setiap harinya dan juga sempat menjadi gelandangan, kakakpun juga mengalaminya. Untu
"Meskipun kami saling mencintai, kami tetap tidak bisa bersama, Bu!" tukas Arini menjelaskan."Apa penolakanmu ini karena janji dengan almarhum kakek Rendra?" tanya ibu yang mengejutkan Arini."Almarhum?" tanya Arini mengernyit.Sepulang dari rumah sakit, Saka bergegas menuju ke rumah Arini. Rasa rindu tak tertahan pada sang putra membuatnya tak bisa jauh lagi."Andara, kamu benar-benar membuat daddy rindu!" gumam Saka seraya menatap ke arah baju yang sudah terbungkus rapi dalam totebag."Semoga ukurannya sesuai dengan tubuh kamu!" gumam Saka meletakkan totebag itu tepat di sampingnya." Kita langsung ke rumah tadi pagi, ya Pak!" perintah Saka ke arah sopir pribadinya."Baik, Pak!" jawab sopir itu menambah kecepatan laju kendaraannya.Arini menghela nafas panjang. Kedua matanya mengerling menatap ke arah jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sebuah jam yang menunjukkan pukul 8 malam. "Sayang, ini sudah malam, lho! Kenapa kamu masih sibuk main? Kamu nggak ngantuk?" tanya
Sesaat, ia terbangun. Kedua bola matanya seakan tak mampu mengerjap melihat sebuah foto Andara berada dalam dekapannya Saka. Apa kamu tak ingin ke sini? Ke pantai, bersamaku dan bersama putra kita! Sebuah pesan yang membuat Arini seakan tak mampu menegak salivanya sendiri."Putra kita? Kenapa dia bilang seperti itu? Apa dia sudah tau yang sebenarnya?" Arini seakan tak percaya. Berulang kali ia menatap ke arah layar pipih itu dan berharap penglihatannya salah. Tapi, harapannya sirna. Foto yang di kirim oleh Saka, memang benar-benar nyata. Sama sekali tak memakai sistem edit."Tidak! Dia tak boleh mengambil Andara dariku!" gegas Arini mengambil kunci dan pergi meninggalkan tempat usahanya. Semua karyawan yang baru datangpun terkejut melihatnya. Kedua mata mereka seakan tak berhenti menatap ke arah Arini yang pergi dengan buru-buru."Tumben si boss sudah tiba sebelum kita datang?" tanya Salsa seraya mengernyit menatap mobil atasannya itu mulai hilang dari hadapan mereka."Iya. Akhir-a
Siapa lelaki yang mau menjadi suami pura-puranya arini? tanya Saka dalam hati dan melangkah menghampiri.Saka mencoba untuk tersenyum dan bersikap santai menyikapi akting yang akan di jalankan oleh mereka."Maaf, sudah membuat kalian menunggu!" kata Saka teekejut saat suami pura-pura arini menoleh ke arahnya."Saka?" kata Adrian spontan mengejutkan mereka. Terutama Arini.Arini seakan tak mampu menegak salivanya saat mendengar ucapan Adrian."Kak Adrian mengenalnya?" bisik Arini penasaran.Saka mengernyit menatap mereka yang sedang berdiskusi untuk berakting di depannya.Ia menghela nafas seraya menyeruput minuman yang sudah ia pesan lebih dulu."Arini, dia sahabat kakak. Dan tak mungkin juga, aku berakting sebagai suami kamu. Dia tak mungkin percaya! Dia terlalu jenius untuk di bohongi," jawab Adrian dengan nada pelan.Arini menghela nafas panjang. Ia tak menyangka jika rencananya akan gagal total seketika. Tak sesuai harapan.Ini sama saja aku mempermalukan diriku sendiri di depanny