"Iya," jawab Saka yang membuat Arini tak mampu mengedipkan matanya.
What? Dia membelikan cincin untukku? batin Arini bertanya, seakan tak percaya. Ia tak menyangka jika Saka begitu baik dan sangat perhatian kepadanya. Hatinya seakan berbunga-bunga mengimbangi senyum manis yang sempat tertoreh.
Saka melirik jari tangan Arini yang ukurannya mungkin hampir sama dengan jari jemari tangan kekasihnya.
"Bisa saya bantu?" tanya karyawan toko tersebut mengagetkan mereka.
"Iya. Saya ingin mencari cincin pernikahan. Bisa tolong carikan cincin yang cocok untuk kekasih saya?" tanya Saka tersenyum manis.
"Oh, tentu saja bisa!" jawab karyawan tersebut seraya mengambil beberapa cincin."Ini cincin keluaran baru, Mas. Pasti sangat cocok di jari mbaknya," kata karyawan tersebut menyodorkan cincin itu tepat di hadapan mereka.
Arini terbelalak kaget mendengarnya. Ia tak habis pikir jika karyawan toko itu mengira kalo dirinya adalah kekasihnya dokter saka.
"Maaf, tapi ka ...," kata Arini terhenti saat Saka meraih tangannya. Kedua mata Arini tak berhenti mengerjap. Ia seakan sulit menegak salivanya sendiri saat Saka memasukkan cincin itu di jari manisnya.
"Kenapa dia memakaikannya untukku?" tanyanya dalam hati. Degup jantungnya kian berdebar saat menatap wajah tampan Saka yang kini ada di depannya.
"Semoga saja jari manis kamu ini sama seperti dia!" ujar Satria yang membuat senyum Arini memudar.
Sialan! Ternyata aku hanya sebagai contoh belaka baginya. Arini ... bisa-bisanya kamu Gr dan mengharap cinta dari dia. Heh, bikin malu saja! gerutu Arini dalam hati.
"Cocok banget di tangan kamu." Saka memandang cincin itu sangat indah di jari manis Arini.
Arini tertunduk. Ia begitu malu pada dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia berpikir lebih dengan perasaannya pada dokter Saka. Perlahan, ia mulai mengatur nafasnya dan mencoba untuk tersenyum.
"Dok, bagaimana kalo ukurannya berbeda? Apa nggak sebaiknya dokter menghubungi kekasih dokter dan menanyakan ukurannya?" kata Arini memberi saran.
"Arini, kalo saya menghubungi dia, berarti nggak surprise, dong!" ucap Saka menatap Arini seraya menopangkan satu tangan di dagunya.
Arini menghela nafas panjang. Ia tak bisa membantah Saka, jika Saka sudah seperti itu."Ya sudah, kalo dokter sudah begitu yakin," lirihnya tersenyum tipis.
Saka tersenyum tipis seraya membelai rambut Arini yang begitu lembut.
"Nah, gitu dong! Sekali-kali jadilah orang yang penurut!"
"Apaan, sih, Dok!" gumam Arini menyingkirkan tangan Saka.
"Sekarang, kamu bisa memilih satu cincin yang harganya sesuai dengan gaji kamu," kata Saka yang membuat Arini tak percaya.
"Buat apa, Dok! Dokter 'kan sudah memilih cincin ini?" tunjuk Arini pada cincin yang melingkar di jari manisnya.
"Kamu nggak mau?" Pertanyaan Saka yang membuat Arini bingung.
"Dokter serius?" tanya Arini memastikan.
"Iya," jawab Saka tersenyum melihat asisten pribadinya sumringah seperti itu.
Tanpa buang waktu, Arini mulai melihat beberapa cincin yang berjejer sangat indah di balik etalase tersebut. Kilau dan bentuk cincin itu begitu menggoda dirinya, sampai-sampai ia bingung untuk memilihnya.
"Mbak, saya lihat cincin yang ini!" tunjuk Arini seraya melepaskan cincin pilihan Saka. Sesaat, dahinya mengerut. Kedua tangannya tak berhenti memutar jari jemari tangannya yang sangat sulit untuk melepas cincin tersebut.
"Dok, cincinnya tak bisa di lepas!" ujar Arini mencoba sekuat tenaga tetapi tetap saja tak bisa.
Saka terkejut.
"Kamu jangan bercanda!" ucap Saka mulai panik.
"Serius, Dok!" kata Arini menarik cincin itu kembali.
****
Suasana hening dan mencekam, kini menghampiri keluarga Aura. Ia tak berhenti menatap raut wajah sang ibu yang terlihat begitu sedih dengan keputusannya.
"Ma, ini yang terbaik buat kita," ucap Aura seraya memegang jari jemari tangan mama Dian. Aura menoleh ke arah sang papa. Ia mengkode agar papa bisa membantunya untuk membujuk sang ibu tercinta.
"Ma, Aura tak mau hidup susah seperti ini. Aura sudah mendapatkan lelaki yang jauh lebih mapan dan bisa menjaga Aura. Aura tak mau keluarga kita di rendahkan sama semua orang lagi," kata Aura membela dirinya sendiri.
"Aura benar, Ma. Lagian, Devian juga bertanggung jawab, kaya raya dan menerima putri kita apa adanya," sahut papa Aura yang terkenal akan matrenya.
Mama Dian mendesah. Perlahan, ia menoleh ke arah anak dan suaminya yang duduk di sampingnya.
"Tapi, mama masih kepikiran dengan Saka. Bagaimana kalo dia tau tentang pernikahan kamu dengan devian?" tanya Mama yang sangat menyayangi Saka.
"Ma, sudahlah! Papa yakin, Saka akan menerima semua ini dengan lapang dada!" kata papa.
"Tapi tetap saja, Pa. Mama nggak enak sama Saka. Apalagi, Saka pernah bilang sama mama kalo sepulang dari Papua, dia akan meminta Aura untuk menjadi tunangannya," bantah mama.
Aura meraih kedua tangan ibunya."Tujuh tahun lamanya kami pacaran, Ma. Aura capek menunggu kepastian yang tak jelas. Mama ingat 'kan? Saka pernah bilang kalo ia menjadi Dokter, dia akan melamar Aura. Tapi apa? Dia seakan tak ingat akan janjinya pada kita," tutur Aura mengingatkan mamanya kembali.
"Iya, tapi ...," kata mama Dian terhenti.
"Sudahlah, Ma. Pokoknya, papa setuju dengan keputusan Aura. Pernikahan sebentar lagi dan tak mungkin dibatalkan begitu saja hanya karena Saka," sahut papa tegas dan pergi begitu saja.
"Ini yang terbaik buat kita, Ma!" gumam Aura membelai tangan mamanya dengan erat.
Mama Dian terdiam. Beliau tak mampu membantah segala ucapan yang terlontar dari mulut putrinya. Beliau mencoba untuk tersenyum, meskipun di dalam hati kecilnya sangat tersakiti. Beliau juga benar-benar tak bisa menghentikan pernikahan putrinya yang seharusnya tak terjadi.
Maafkan mama, Saka. Mama tak bisa menjaga anak mama untuk kamu! kata batin mama dian sedih.
Selesai packing, Arini merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ia tak berhenti memandang cincin yang bersinar di jari manisnya itu. Bersinar dan sangat cantik.
"Kamu pakai saja. Anggap saja itu hadiah ulang tahun dariku. Akhir bulan ini, kamu ulang tahun 'kan?" Kata-kata Saka yang membuat wajahnya kembali merah merona. Senyum manisnya kembali tertoreh. Ia tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya saat ini.
"Ya Tuhan, aku tak menyangka mendapatkan hadiah mahal ini dari dokter Saka. Aku tak menyangka, dia merelakan cincin ini untukku. Padahal, ini harganya 3 kali lipat dari gajiku," kata Arini menatap cincin tersebut.
Drt ... Drt ...
Getaran ponsel mengagetkan dirinya. Sejenak, ia melirik ke arah ponsel yang tergeletak di meja riasnya.
Dokter Saka calling ...
Kedua matanya mengerling saat orang yang ia bicarakan mendadak menghubungi dirinya. "Dokter Saka?" tanyanya sumringah. Dengan cepat, ia meraih ponselnya dan mulai mengangkatnya.
"Iya, Dok!" jawab Arini.
(Kita berangkat sekarang! Aku sudah ada di depan kost kamu.)
Arini terbangun dan membuka sedikit tirai jendela yang ada di kamarnya. Sesaat, ia mulai tertegun dengan penampilan Saka yang begitu perfect. Tampan dan berkelas seperti orang kaya lainnya.
****
Serba putih. Anggun, cantik, terlihat begitu jelas di diri Aura. Gaun putih panjang melekat di tubuh idealnya. Semua tamu undangan pun sangat terpukau melihat kecantikan yang dimiliki aura. Begitu menawan dan mempesona.
"Sebentar lagi adikku akan datang. Aku harap kamu jangan sampai terpikat olehnya," bisik Devian mentoel dagu Aura yang saat ini sudah sah menjadi istrinya.
"Nggak bakalan, Sayang. Meskipun adik kamu lebih ganteng dari kamu, lebih mapan daripada kamu, aku akan tetap setia bersamamu," ucap Aura yang sangat pandai merangkai kata-kata manis.
"Benarkah?"
"Ya. I love you," ucap Aura yang begitu romantis. Tangan kanannya tak berhenti melepas tangan suaminya. Begitu erat.
Di mobil, Saka tak sabar ingin bertemu dengan Aura. Sepanjang perjalanan, ia selalu membayangkan betapa bahagianya Aura saat menerima dirinya menjadi calon suaminya.
"Aura, dulu aku pernah bilang. Jika aku pulang dari Papua, aku akan melamar kamu. Tapi, karena rasa rindu dan rasa cintaku yang begitu dalam, aku ingin langsung menikah denganmu." Saka memasukkan cincin itu ke dalam kotaknya kembali. Tapi, tanpa sengaja cincin itu terjatuh saat sopir taksi menghentikan mobilnya secara tiba-tiba.
"Ada apa, Pak?" tanya Saka penasaran. Ia masih belum menyadari kalo cincin yang ada di tangannya terjatuh entah kemana.
"Di depan ada korban tabrak lari, Pak!" jawab pak sopir
Kedua mata Saka memicing dan tanpa banyak buang waktu, Saka keluar dan menghampiri kerumunan orang yang tak jauh dari mobilnya.
Saka mulai masuk dan mencoba mengecek keadaan korban. Banyak darah yang keluar dari hidung korban.
"Denyut nadinya masih ada," gumam batin Saka mengecek leher dan nadi korban."Tolong, bawa ke mobil. Saya akan membawanya ke rumah sakit!" ucap Saka.
Dengan cepat, mereka saling bergotong royong dan membawa korban masuk ke dalam mobil yang ia tumpangi.
"Pak, kita ke rumah sakit!" gegas Saka yang juga masuk ke dalam mobil.
"Mas, ini hp korban. Siapa tau ada keluarga yang bisa di hubungi," kata salah satu orang yang menemukan hp korban tersebut.
"Terimakasih. Pak, tolong ngebut! Orang ini banyak kehilangan darah!" perintah Saka melihat korban yang seperti seseorang yang ia kenal.
****
Tok tok tok
"Assalamualaikum, ayah, ibu, Arini pulang!" teriak Arini yang tak sabar ingin memeluk bertemu dengan kedua orang tuanya.
"Ayah, Ibu ...," teriak Arini sekali lagi. Tak ada jawaban. Pandangan matanya bergeser melihat dari kaca jendela yang tembus dalam rumahnya.
"Sepi? Apa mereka masih jualan?" tanya Arini yang berputar tak melihat gerobak milik Ayahnya.
"Ternyata benar belum pulang," desah Arini duduk di kursi yang ada di teras rumahnya.
"Tapi, ini 'kan sudah siang. Seharusnya, mereka sudah ada di rumah," gumam Arini tersenyum saat ibunya berjalan pelan menuju rumahnya. Raut wajahnya terlihat begitu lelah dan letih. Sampai-sampai tak menyad a*i keberadaan Arini saat ini.
Langkah ibu Dara terhenti. Kedua matanya yang sayu tak berhenti mengerjap saat melihat putri kesayangannya berdiri di hadapannya.
"Arini," kata Ibu Dara.
"Ibu," kata Arini memeluk tubuh besar sang ibu.
"Akhirnya, kamu pulang juga." Ibu Dara tak berhenti membelai rambut indah anaknya tersebut. Bau parfumnya terasa begitu sama sebelum arini bekerja di luar kota. Air mata haru juga menetes mengiringi kebahagiaan yang terpancar.
"Iya, Bu. Arini dapat cuti seminggu," jawab Arini melepas pelukannya. Jari jemari tangannya mulai mengusap air mata yang jatuh membasahi pipi ibunya.
"Kenapa kamu tak bilang sama ibu dan ayah kalo kamu akan pulang hari ini?" tanya Ibu seraya mentoel hidung mancung putrinya.
"Namanya juga surprise, Bu."
"Surprise? Apa itu surprise?" Arini terkekeh melihat ibunya yang sangat polos.
"Surprise itu kejutan, ibuku yang cantik!" jelas Arini merangkul kembali ibunya.
"O ... kejutan? Ibu kira apaan!"
Drt ... Drt ...
Getaran ponsel begitu terasa di paha Arini.
"Sebentar, ya, Bu! Arini angkat telpon dulu!" seru Arini mengambil poselnya. Kedua matanya terbelalak melihat sang ayah menghubungi dirinya. Hal yang tak mungkin ayah lakukan meskipun memegang handphone.
Ayah calling ...
"Ayah!" lirih Arini mencoba menjawab teleponnya.
"Assalamualaikum, Ayah," jawab Arini terbelalak kaget saat mengetahui keberadaan ayahnya saat ini. Tubuhnya lemas. Air mata yang tadinya kering kini mulai berkaca-kaca.
"Ada apa, Nak?" tanya ibu penasaran.
"Baik, saya akan ke sana!" jawab Arini menutup teleponnya. Arini mengatur nafasnya dan mulai memberitahukan kabar yang terjadi pada ibunya.
"Ayah kecelakaan, Bu. Kita ke rumah sakit sekarang!" kata Arini.
"Ya Allah, Ayah!"
"Ibu tenang! Ayah pasti baik-baik sajai!" kata Arini mencoba menenangkan sang ibu.
Di rumah sakit, Saka menunggu di depan ruang IGD. Ia tak berhenti menatap ke arah jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sesaat,, ia berdiri ketika dokter Han keluar dari ruanvg IGD.
"Bagaimana, Dok?" tanya Saka panik.
"Saka? Jika kamu berkenan tolong bantu kami menangani pasien di IGD. Banyak pasien di dalam yang terlantar," kata Dokter Han, yang merupakan senior dokter saka.
"Dengan senang hati, Dok!" gegas Saka memasuki ruang IGD tersebut.
Di rumah, Devian tak berhenti menghubungi adiknya. Ia mondar-mandir ke sana kemari menunggu di teras bersama sang buah hati.
"Om saka mana? Kok nggak pulang-pulang?" tanya Alya yang membuat Aura terperangah mendengar nama yang tak asing baginya.
Saka? tanya Aura dalam hati.
Saka? gumam batin Aura yang berdiri di balik pintu."Sabar, ya. Mungkin, sebentar lagi," kata Devian membelai rambut indah putrinya itu. Tatapan matanya mengarah ke arah pintu masuk yang terlihat sepi. Devian tersenyum tipis saat melihat putri kecilnya tak berhenti menguap sedari tadi. Matanya memerah dan matanya terlihat begitu sayu."Sayang, papi antar kamu ke kamar, ya?" pinta devian memangku tubuh gendut putrinya."Tapi, alya mau menunggu om saka, Pi," ucap Alya seraya menyandarkan kepalanya tepat di dada sang ayah.Secara perlahan, Aura menghampiri mereka yang masih saja duduk terdiam di teras rumah."Alya, ini sudah malam. Tidur, yuk!" ajak Aura begitu manis pada alya, putri sambungnya saat ini."Tidak, alya mau bertemu dengan om Saka," jawabnya sembari memejamkan kedua matanya."Tapi sa ...," kata Aura terhenti saat Devian mengkodenya untuk tidak meneruskan kata-katanya. Aura tersenyum. Ia tak menyangka jika ia memiliki s
Perkenalkan, saya arini asisten pribadinya dokter Saka," ucap Arini mengulurkan tangannya."Dokter saka?" Aura terkejut. Hatinya kian berdesir begitu hebat dengan penuturan Arini. Pikirannya mulai tertuju pada Saka kekasihnya."Iya, dokter Saka kekasih mbak," kata Arini yang membuatnya semakin panik. "Kebetulan mbak aura di sini, saya hanya ingin memberikan ini untuk dokter saka," ujar Arini menyerahkan tas kertas yag berisi sesuaatu untuk saka.Aura semakin yakin kalo saka yang dimaksud itu adalah saka kekasihnya, adik dari suaminya. Ya Tuhan, apa ini hanya kebetulan atau memang kenyataan yang harus aku hadapi? tanya batin aura terperangah saat melihat sosok pemuda yang turun dari mobil yang berwarna hitam tersebut.Saka tersenyum senang saat tiba di depan rumah peninggalan orangtuanya. Sudah lama ia tak menginjakkan kaki di rumah yang saat ini di tempati oleh devian. Tak ada yang berubah dan masih terlihat sama. Hanya saja, hiasan lampu kerlip yang meng
Hentikan! Saka, cukup!" teriak aura yang tak bisa menghentikan mereka.Hati saka benar-benar hancur. Ia tak menyangka jika dua orang yang ia sayangi tega mengkhianati dirinya."Bisa-bisanya kakak menikah dengan kekasihku sendiri!" ketus Saka yang terus menghajar Devian."Dokter stop!" ujar Arini menghentikan tangan Saka yang akan melayang ke arah wajah Devian.Saka benar-benar tak terima dengan apa yang terjadi. Tatapannya terus menatap Aura yang begitu perhatian dengan kakaknya."Sayang, apa kamu baik-baik saja?" Perkataan Aura yang membuat hati Saka semakin teriris-iris. Wanita yang seharusnya memberi perhatian lebih kepadanya kini malah berpindah ke lain hati. Ke hati sang kakak."Aku tak apa!" jawab Devian mencoba untuk berdiri. Tatapannya memicing menatap Saka yang juga menatap dirinya dengan tajam."Kakak nggak menyangka, kamu melakukan hal yang memalukan seperti ini. Hanya demi wanita, kamu berani memukul kakakkmu seperti
"Siapa Arini? Temen kamu itu cewek pa cowok?" tanya ayah yang berharap yang memberikan cincin pada putrinya adalah seorang cowok."Temen Arini ...," kata Arini menatap ke arah ayah dan ibunya yang sangat penasaran akan jawaban darinya.Drt ... Drt ...Pandangan mata Arini beralih pada ponsel yang ada di genggaman tangannya. Kedua matanya mengerling melihat nama yang tertera di balik layar pipih tersebut."Dr. Saka?" tanya Arini mulai mengangkat telepon."Iya, Dok!" jawab Arini menjauh dari ayah dan ibunya.Ayah dan ibu saling menatap satu sama lain. Mereka sangat bingung melihat putrinya begitu panik saat mendapat telepon dari dokter Saka."Apa ibu sudah tau wajah dokter Saka seperti apa?" tanya Ayah berbisik seraya menatap putrinya begitu sibuk dengan ponselnya."Belum, Yah!" jawab ibu juga memicing melihat Arini yang berdiri di depan pintu."Ayah sangat penasaran. Seperti apa dokter itu, berani-bera
"Ayah saya juga sama seperti dokter. Cuma bedanya, ayah saya adalah korban tabrak lari sedangkan dokter malah korban menabrak dirinya sendiri," tutur Arini mencibir."Saya heran, kenapa dokter bisa menjadi orang bodoh seperti ini hanya karena wanita itu?"Pertanyaan Arini membuat Saka memicing menatapnya. Untuk pertama kalinya, Arini menyebutnya sebagai orang bodoh."Apa kamu bilang?" tanya Saka.Arini mengernyit, ia mengulum bibir mungilnya saat tersadar dengan apa yang ia katakan."Kata dokter Han, dokter nggak boleh banyak gerak. Dokter masih dalam masa pemulihan, nanti dokter tambah sakit lho! Mendingan saat ini, dokter istirahat, ya!" ucap Arini mengalihkan pembicaraan."Saya tau itu! Apa kamu lupa saya ini siapa?" tanya Saka yang membuat Arini terdiam."Pergilah! Saya ingin istirahat!" kata Saka memalingkan wajahnya dan mencoba memejamkan matanya.Arini mengernyit heran. Tak biasanya, Saka tak membahas apa yang membuat hatinya sakit hati
Putrinya kambuh? Apa maksud dokter adalah Alya?" tanya Saka penasaran."Iya, siapa lagi kalo bukan Alya. Bukankah putrinya hanya Alya?""Iya, benar. Tapi, kenapa dokter bilang kalo putrinya kambuh? Apa maksud dokter?" tanya dokter penasaran.CeklekSemua mata tertuju pada Sarah yang terlihat panik saat membuka pintu."Maaf, Dokter Han. Ada pasien yang membutuhkan dokter," ucap Sarah dengan nafas terengah-engah."Baik, saya akan segera ke sana!" ucap Dokter Han bersiap untuk berdiri."Dok ...," kata Saka terhenti."Saya tinggal dulu, ya! Pikirkan kesehatan kamu jangan memikirkan orang lain," kata dokter Han tersenyum dan pergi meninggalkan Saka."Permisi, Dok!" pamit Sarah pergi."Apa yang sebenarnya terjadi pada Alya? Apa dia punya penyakit yang serius?" tanya Saka bingung. Jari jemari tangannya dengan cepat mengambil ponsel dan berniat untuk menghubungi kakaknya. Namun, jari jemari tangannya terhenti
Sejenak, Arini terkejut saat amplop di tangannya melayang ke tangan orang lain."Tak seharusnya, kamu mendapatkan uang ini!" ketus Aura tiba-tiba.Arini mengerling, ia berdiri dan memicing menatap Aura yang berdiri di depannya."Apa maksud mbak Aura? Jelas-jelas itu uang saya. Tolong kembalikan!" kata Arini menengadah tangan kanannya."Heh, siapa kamu? Berani-beraninya kamu memerintah saya!" ucap Aura sombong.Arini menghela nafas panjang. Ia tak habis pikir jika wanita yang selalu di banggakan oleh dokter Saka ternyata memiliki sifat yang begitu angkuh. Tak seperti wajahnya yang sangat cantik dan manis."Saya hanya orang biasa, Mbak. Nggak seperti mbak Aura yang kaya raya," ucap Arini sinis.Di dalam, Saka mengernyit saat mendengar suara yang mengganggu istirahatnya."Ada apa di luar?" tanya Saka menghela nafas dan mencoba untuk memejamkan matanya kembali. Tapi, kedua matanya terbuka kembali saat suara Au
Arini menghela nafas panjang. Ia tau kalo dokter saka tidak nafsu makan karena mengingat pertemuannya dengan Aura."Haruskah aku meninggalkannya di saat ia rapuh seperti ini?" gumam batin Arini seraya melipat bibir mungilnya.Dengan penuh perhatian, Arini menutupi tubuh Saka dengan selimut tebal yang tersedia di apartemen."Cepet sembuh, Dok! Aku nggak tega melihat dokter seperti ini," ucap Arini pergi meninggalkan Saka.Kedua mata Saka terbuka dan menegak salivanya sendiri dengan paksa. Ia mengernyit seraya melirik Arini yang masih sibuk di dapur miliknya."Apa aku terlalu menyedihkan? Sampai-sampai dia mengasihaniku seperti itu," kata Saka menghela nafas panjang dan mencoba untuk memejamkan matanya kembali.****Devian tertidur pulas di samping Alya. Wajahnya terlihat lelah menjaga putrinya semalaman."Pak Dev ... Pak ...," ujar Surti membangunkan majikannya itu."Surti," jawab Devian mulai terbangun dari tidurnya.
"Iya," jawab Arini seraya melipat bibirnya."Apa mungkin kita bisa sampai rumah sebelum acara kita di mulai?" Pertanyaan Saka yang membuat rasa cemas Arini datang menghampiri."Jika kita datang terlambat, apa iya kita akan gagal menikah lagi?" tanya Arini seakan tak mampu menegak salivanya sendiri.Saka menoleh dan tersenyum menatap arini yang begitu takut kehilangan dirinya.Dengan belaian lembut dan perhatian, Saka membelai rambut Arini yang masih terurai rapi dengan hiasan cantik di kepalanya."Aku tak akan biarkan itu semua terjadi. Pernikahan kita akan terlaksana meskipun cobaan datang menghadangku!" ucap Saka membuat hati Arini sedikit lega. Senyumnya mengembang. Kegigihan Saka memang sudah tak bisa di ragukan lagi."Maaf, Dok. Pak Bondan ingin bicara dengan Anda," ucap sang sopir menyodorkan ponsel ke arah Saka.Ada apa lagi pak Bondan ini. Apa dia tidak bisa berbicara padaku saat aku tiba di sana! kata batin Saka menghela nafas panjang dan menatap nama pak Bondan yang tertera
"Kenapa? Dia sedang tidur. Dan tak masalah jika aku menciummu di depannya," tutur Saka yang mengejutkan Arini."Benarkah dia tertidur?" tanya Arini menoleh menatap sang buah hati ya memang tertidur pulas.Tak biasanya dia tertidur pulas seperti ini? Apalagi tidur tanpa susu sebelumnya? kata batin Arini berpikir.Lamunan Arini buyar saat saka mentoel dagu indahnya."Melamun apa?" tanya Saka mengernyit.Arini menyeringai."Tidak. Hanya saja, Andara tak seperti biasanya. Tertidur lelap seperti ini. Biasanya, kalo dia ingin tidur, dia tak jauh-jauh dari susu," tutur Arini mengernyit heran. "Benarkah? Tapi, sejak tadi malam dia tertidur pulas di gendonganku," kata Saka duduk dan merebahkan tubuh mungil andara tepat di pangkuannya."Coba kamu periksa dia! Aku takut terjadi sesuatu padanya," gumam Arini memegang kening dan pipi chubby yang di miliki putranya itu."Bagaimana? Panas?" tanya Saka memastikan."Tidak! Suhu tubuhnya normal," ucap Arini seraya melipat bibirnya.Saka menghela nafa
Arini menoleh. Kedua bola matanya terbelalak kaget dan seakan tak percaya dengan apa yang ia lihat. Lelaki yang akan menjadi suaminya terlihat baik-baik saja. Begitu gagah memakai seragam operasi yang di kenakan. Dia baik-baik saja! gumam batin Arini tersenyum saat Saka menoleh ke arahnya.Saka tersenyum dan berjalan menghampiri wanita dan putra kecilnya yang juga tersenyum ke arahnya."Dia menangani orang yang hampir saja menabrak mobilnya dan dia menyuruh kami untuk menunggunya di sini bersama jagoan kecil kalian ini," tutur Devian menjelaskan sembari mengusap rambut lembut yang dimiliki Andara."Iya. Andara sangat pintar. Dia sama sekali tak rewel saat Saka sibuk menolong orang kecelakaan," sahut Adelia mengusap punggung Alya yang berada dalam gendongannya."Iya. Terimakasih sudah menjaga Andara!" ucap Arini tersenyum senang mendengarnya."Iya. Sama-sama. Kalo begitu kami ke depan dulu, ya!" gegas Devian pergi bersama anak dan istrinya.Lentik indah bulu mata Arini tak berhenti me
Sesaat, dahi ibu mengernyit. Langkah kakinya mulai berjalan menghampiri Farel yang sibuk dengan benda layar pipih tersebut."Apa? Mereka kecelakaan!" kata Farel mengejutkan ibu dara.."Kecelakaan?" tanya ibu terkejut.Farel menoleh. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa saat suara ibu mengagetkan dirinya. Dengan cepat, ia mematikan ponsel dan memasukkan ke dalam saku jas hitam miliknya."Siapa yang kecelakaan? Apa terjadi sesuatu dengan Saka dan keluarganya? Keponakan kamu bagaimana?" tanya Ibu memastikan.Farel tersenyum dan memegang bahu ibunya yang tertutup dengan kain batik yang di kenakan."Saka dan keluarganya baik-baik saja, Bu. Mereka sedang dalam perjalanan menuju ke sini," tutur Farel menjelaskan."Trus, siapa orang yang kamu maksud? Siapa yang kecelakaan?" tanya Ibu masih penasaran.Farel menghela nafas panjang. Beginilah jadinya jika ibu mendengar berita yang menghebohkan. Harus menjelaskan secara detail agar tak salah paham ke depannya."Yang kecelakaan adalah teman-te
Terserah ka ...," kata Arini terbelalak kaget saat saka meraih tangannya dan mencium bibirnya dengan mesra. Rasanya memang sangat berbeda. Semoga, hari ini dan seterusnya aku merasakan hal yang indah seperti ini. Tidak canggung lagi, tidak ada pertengkaran batin lagi dan bisa mencintai dia lagi. Momen inilah yang sangat aku rindukan selama ini! gumam batin Arini membalas ciuman mesra tersebut.Kedua tangannya dengan erat memegang t-shirt hitam yang di kenakan oleh Saka. Saka mulai melepas ciuman itu secara perlahan. Senyum manisnya tertoreh menatap wajah cantik mempesona yang berada dalam dekapannya."Secepatnya! Secepatnya aku akan meresmikan hubungan ini," ucap Saka memegang kedua pipi chubby Arini.Arini tersenyum sembari menganggukkan kepala. Sebuah isyarat kalo iya sangat setuju dengan apa yang telah di putuskan oleh Saka.Sesampai di rumah, Arini terkejut saat melihat kamar miliknya terhias cantik layaknya seperti pengantin baru. Terhias bunga-bunga mawar, lampu yang bersina
"Arini, apa dia Andara?" tanya Farel yang mengejutkan semuanya. "Bagaimana kakak tau kalo dia adalah Andara?" tanya Arini penasaran. Farel mengangkat tubuh andara dan memangku tepat di atas pahanya. "Ya, saka yang memberitahu kakak," jawab Farel yang lagi dan lagi mengejutkan mereka. Perkataan Farel yang membuat rasa penasaran mereka bertambah. Seakan tau kehidupan Saka sehari-harinya. "Saka? Saka siapa yang kakak maksud?" tanya Arini memastikan dan berharap saka yang di maksud bukan ayahnya andara, tapi orang lain. "Siapa lagi kalo bukan saka tunanganmu itu," tegas Farel yang membuat arini seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Arini termenung, terdiam memikirkan semua ucapan dari kakaknya. Rasa bersalah yang selama ini ia lakukan pada Saka mulai menghampiri dirinya. "Waktu itu kakak berniat untuk bertobat sesuai kemauan ayah, tapi banyak sekali masalah yang menimpa kakak. Menahan lapar setiap harinya dan juga sempat menjadi gelandangan, kakakpun juga mengalaminya. Untu
"Meskipun kami saling mencintai, kami tetap tidak bisa bersama, Bu!" tukas Arini menjelaskan."Apa penolakanmu ini karena janji dengan almarhum kakek Rendra?" tanya ibu yang mengejutkan Arini."Almarhum?" tanya Arini mengernyit.Sepulang dari rumah sakit, Saka bergegas menuju ke rumah Arini. Rasa rindu tak tertahan pada sang putra membuatnya tak bisa jauh lagi."Andara, kamu benar-benar membuat daddy rindu!" gumam Saka seraya menatap ke arah baju yang sudah terbungkus rapi dalam totebag."Semoga ukurannya sesuai dengan tubuh kamu!" gumam Saka meletakkan totebag itu tepat di sampingnya." Kita langsung ke rumah tadi pagi, ya Pak!" perintah Saka ke arah sopir pribadinya."Baik, Pak!" jawab sopir itu menambah kecepatan laju kendaraannya.Arini menghela nafas panjang. Kedua matanya mengerling menatap ke arah jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sebuah jam yang menunjukkan pukul 8 malam. "Sayang, ini sudah malam, lho! Kenapa kamu masih sibuk main? Kamu nggak ngantuk?" tanya
Sesaat, ia terbangun. Kedua bola matanya seakan tak mampu mengerjap melihat sebuah foto Andara berada dalam dekapannya Saka. Apa kamu tak ingin ke sini? Ke pantai, bersamaku dan bersama putra kita! Sebuah pesan yang membuat Arini seakan tak mampu menegak salivanya sendiri."Putra kita? Kenapa dia bilang seperti itu? Apa dia sudah tau yang sebenarnya?" Arini seakan tak percaya. Berulang kali ia menatap ke arah layar pipih itu dan berharap penglihatannya salah. Tapi, harapannya sirna. Foto yang di kirim oleh Saka, memang benar-benar nyata. Sama sekali tak memakai sistem edit."Tidak! Dia tak boleh mengambil Andara dariku!" gegas Arini mengambil kunci dan pergi meninggalkan tempat usahanya. Semua karyawan yang baru datangpun terkejut melihatnya. Kedua mata mereka seakan tak berhenti menatap ke arah Arini yang pergi dengan buru-buru."Tumben si boss sudah tiba sebelum kita datang?" tanya Salsa seraya mengernyit menatap mobil atasannya itu mulai hilang dari hadapan mereka."Iya. Akhir-a
Siapa lelaki yang mau menjadi suami pura-puranya arini? tanya Saka dalam hati dan melangkah menghampiri.Saka mencoba untuk tersenyum dan bersikap santai menyikapi akting yang akan di jalankan oleh mereka."Maaf, sudah membuat kalian menunggu!" kata Saka teekejut saat suami pura-pura arini menoleh ke arahnya."Saka?" kata Adrian spontan mengejutkan mereka. Terutama Arini.Arini seakan tak mampu menegak salivanya saat mendengar ucapan Adrian."Kak Adrian mengenalnya?" bisik Arini penasaran.Saka mengernyit menatap mereka yang sedang berdiskusi untuk berakting di depannya.Ia menghela nafas seraya menyeruput minuman yang sudah ia pesan lebih dulu."Arini, dia sahabat kakak. Dan tak mungkin juga, aku berakting sebagai suami kamu. Dia tak mungkin percaya! Dia terlalu jenius untuk di bohongi," jawab Adrian dengan nada pelan.Arini menghela nafas panjang. Ia tak menyangka jika rencananya akan gagal total seketika. Tak sesuai harapan.Ini sama saja aku mempermalukan diriku sendiri di depanny