Miranda mendesah. Dia teringat betapa bahagianya Astrid di hari pernikahannya dengan Lukas. Senyuman penuh sukacita tak henti-hentinya menghiasi wajahnya yang cantik. Sang kakak berusaha bersikap sama meskipun hatinya terluka. Demikian pula dengan Lukas. Beberapa kali Miranda memergoki mantan kekasihnya itu curi-curi pandang ke arahnya.
Oleh karena itulah Miranda selalu berusaha selalu menjenguk adiknya di rumah pada hari dan jam kerja. Di saat Lukas sedang tidak berada di rumah. Meskipun sesekali tak sengaja mereka berpapasan juga, namun Miranda selalu menekan perasaannya dan berusaha bersikap biasa saja.
Lukas pun demikian. Dia menyadari statusnya telah berubah. Astridlah istrinya yang sah. Dia berkewajiban menjaga perasaan perempuan itu dan membuatnya bahagia. Namun rupanya hal itu justru membuat batin Lukas tertekan. Lelah rasanya menanggung beban seberat itu di usianya yang masih sangat muda, yaitu dua puluh dua tahun. Hati kecil pria itu menjerit setiap kali Astrid keceplosan mengeluh tentang rasa sakit yang mendera tubuhnya akibat mengurangi konsumsi obat-obat leukimia.
Akhirnya pria yang kedewasaannya belum matang itu terjerumus dalam pergaulan yang tidak sehat. Narkoba membuatnya bermimpi selama beberapa saat. Keluar sementara dari kehidupan nyata yang membuat batinnya tersiksa.
Miranda menghela napas panjang. Ditatapnya foto sang adik lekat-lekat.
“Astrid,” ucapnya sendu. “Kamu nggak keberatan kan, kalau kubiarkan Joy berhubungan dengan ayah kandungnya? Lukas sudah menjalani hukumannya. Anakmu juga membutuhkan figur seorang ayah. Aku sebagai tantenya Joy memang sangat menyayanginya. Juga berusaha melakukan yang terbaik baik baginya. Tapi tetap saja aku punya keterbatasan sebagai manusia. Yaitu tak mampu menjadi figur seorang ayah bagi Joy. Panutan bagi anakmu itu untuk menjadi laki-laki sejati.”
Gadis itu meraih tisu lagi. Diusapnya air mata yang mulai mengalir kembali. Entah kenapa hatinya mulai terasa tenang setelah mengungkapkan kegundahan hatinya di depan foto Astrid.
“Bicaralah melalui hati kecilku, Dik. Atau datanglah lewat mimpiku. Katakan saja kalau kamu menolak anakmu menjalin hubungan dekat ayah kandungnya. Janji ya, Dik. Aku tunggu. Kalau sampai besok pagi tidak ada tanda apapun darimu, maka kusimpulkan kamu tak mempermasalahkan aku membiarkan Lukas menjalin kedekatan dengan Joy.”
Kembali dipeluknya erat-erat foto Astrid. Setelah itu dikembalikannya pada tempat asalnya tergantung.
Hati Miranda terasa lapang. Dia lalu berbaring kembali di samping keponakannya yang masih terlelap. Wajahnya tersenyum tulus. Dipejamkannya matanya. Tak lama kemudian dia pun tertidur.
***
Pukul enam pagi alarm ponsel Miranda berbunyi dengan nyaring. Gadis itu terbangun. Dimatikannya alarm. Lalu dia mengambil posisi duduk di atas ranjang. Joy masih pulas dalam tidurnya.
Miranda teringat pada kata-katanya tadi malam. Tentang permintaannya agar mendiang Astrid memberinya tanda jika tidak setuju kakaknya membiarkan Lukas mendekati Joy.
“Nggak ada pertanda apapun dari Astrid,” cetus gadis itu pada dirinya sendiri. “Baik lewat mimpi maupun hati kecilku. Apakah ini artinya dia nggak masalah Joy kuberitahu tentang Lukas dan menjalin kedekatan dengan ayahnya itu?”
Gadis itu memejamkan mata. Kemudian dihelanya napas panjang beberapa kali. Miranda berusaha menajamkan nalurinya. Menelisik jauh ke dalam relung-relung hati nuraninya. Siapa tahu mendiang adiknya menitipkan pesan.
Beberapa saat kemudian sepasang mata bulat berbulu lentik milik gadis itu terbuka. Hati nuraninya tak memberikan petunjuk apapun. Berarti sang adik tak menghalang-halangi niatnya untuk memperkenalkan Lukas sebagai ayah kandung Joy.
“Jangan kuatir, Astrid,” ucap gadis itu seraya memandang ke arah foto mendiang adiknya yang tergantung di dinding kamar. “Sebagaimana janjiku dulu padamu, Joy tetap berada dalam pengasuhanku. Takkan kuberikan dia pada siapapun. Kedekatannya dengan Lukas nanti akan kupantau….”
Setelah berkata demikian, Miranda meraih ponselnya kembali. Dikirimnya pesan WA pada Lukas.
[Selamat pagi, Lukas. Sori pagi-pagi WA. Kapan kamu bisa kutelepon?”]
Beberapa saat kemudian, muncul pesan balasan dari adik iparnya itu.
[Pagi, Mira. Kalau kamu nggak keberatan, aku saja yang meneleponmu sekarang….]
Dan hati pria itu girang sekali ketika Miranda membalas pesan WA-nya demikian:
[Ok.]
“Terima kasih, Tuhan!” seru Lukas di dalam kamar tidurnya. “Sungguh ini sebuah anugerah yang tak ternilai dariMu. Miranda mengirimiku pesan WA duluan dan bahkan bersedia kutelepon! Semoga ini menjadi awal yang baik bagiku untuk menjalin hubungan dengan anakku. Amin.”
Selanjutnya pria yang telah menanti sekian tahun untuk dapat bertemu kembali dengan buah hatinya itu menelepon Miranda. Pembicaraan mereka berlangsung dengan tenang, tanpa emosi. Semuanya demi kebaikan Joy Abraham. Seorang anak tak berdosa yang membutuhkan kasih sayang merata dari keluarganya.
***
“Halo, Om Lukas. Apa kabar?” sapa Joy ketika bertemu ayah kandungnya untuk yang kedua kali.
Hari itu dia diajak Miranda pergi ke arena permainan di mal lain. Lukas sudah menunggu di sana. Gadis itu mengizinkan adik iparnya tersebut menghabiskan waktu satu hingga dua jam bermain dengan Joy di arena permainan tersebut.
Lukas menerima maksud kakak iparnya itu dengan lapang dada. Dia tahu tak mudah bagi Miranda untuk langsung mempercayainya dengan memberikan alamat lengkapnya. Bagaimanapun juga mereka sudah bertahun-tahun tak bertemu. Gadis itu masih harus memantapkan hatinya untuk benar-benar percaya pada Lukas.
“Joy…. Mulai sekarang, jangan panggil dengan sebutan Om, ya,” ujar Miranda merevisi kata-kata keponakannya.
“Lho, kenapa memangnya, Tante?” tanya si bocah keheranan.
“Karena panggilan itu kurang tepat, Sayang,” jawab si tante sambil tersenyum.
Dada Lukas berdebar-debar mendengarnya. Sebentar lagi Miranda akan memberitahu Joy siapa aku yang sebenarnya, batin pria itu galau. Kira-kira gimana reaksi anak ini, ya?
“Terus Joy mesti manggil gimana?” cecar bocah itu tak puas. “Masa Kakak Lukas?”
Terdengar suara Miranda dan Lukas tertawa keras. Suasana tegang mencair sudah. Selanjutnya Miranda memangku keponakan tercintanya itu dan berkata, “Om ini sebenarnya ayahnya Joy. Jadi mulai sekarang Joy panggil Papa, ya?”
“Hah?!”
Joy terbelalak. Mulut bocah itu ternganga saking kagetnya. “Masa ini papanya Joy?” sergahnya tak percaya. “Kata Tante Mira, Papa pergi jauh nggak tahu kemana. Kok sekarang tiba-tiba muncul?”
Lukas tersentak. Dia merasa bersalah. Sembari menguatkan hatinya, pria itu mengelus-elus rambut putranya.
“Papa sudah pulang sekarang, Joy. Papa…Papa minta maaf sudah terlalu lama pergi meninggalkanmu. Papa…Papa bekerja mencari uang di tempat yang…ehm…jauh. Sekarang Papa sudah kembali dan nggak akan pergi-pergi lagi….”
Wajah tampan Lukas basah oleh air mata. Sungguh dia tak dapat menahan perasaannya lagi. Bahkan penjelasannya terhadap Joy tadi diucapkannya dengan terbata-bata. Penjelasan yang merupakan skenario yang dirancang Miranda untuknya.
“Sudah, sudah. Jangan nangis lagi, dong. Joy maafkan, deh. Iya kan, Tante?” tanya si bocah sembari menoleh ke arah Miranda.
Miranda mengangguk mantap. Lukas merasa tersentuh. Dipeluknya tubuh montok bocah itu sambil menangis tersedu-sedu. Joy sampai kebingungan melihat tangisan ayahnya semakin menjadi-jadi.
“Joy sudah memaafkanmu, Kas,” ucap Miranda tenang. “Mulai sekarang kalau kamu ingin bertemu dengannya, silakan menghubungiku terlebih dahulu. Nanti akan kuatur jadwal yang tidak mengganggu kegiatan Joy maupun pekerjaanku. Percayalah. Aku takkan menghalang-halangi upayamu mendekatkan diri dengan anak kandungmu.”“Terima kasih banyak, Mira,” sahut Lukas seraya melepaskan pelukannya terhadap Joy. Dihapusnya air matanya dengan tisu yang disodorkan oleh gadis itu.“Sudahlah, biar bagaimanapun juga kita kan masih keluarga. Kamu suami almarhumah Astrid. Jadi merupakan adik iparku,” cetus Miranda seolah-olah mengingatkan mantan kekasihnya itu agar kelak tidak menyimpan harapan terhadap dirinya.Gadis itu melakukannya demi kebaikan mereka bersama. Dia dulu telah merelakan pria ini untuk menjadi pendamping hidup adiknya tercinta. Dan hal itu akan tetap dipertahankannya sampai kapanpun. Meskipun Astrid sendiri telah tiada.Lukas mengangguk mengiyakan. Dirangkulnya bahu Joy dengan penuh kasih say
“Salah seorang klienmu kemarin menelepon ke kantor, Miranda. Dia komplain pada resepsionis. Katanya kamu tidak profesional dalam bekerja,” tegur Rosita, perempuan setengah baya yang merupakan pemilik kantor pemasaran properti tempat Miranda bekerja.Gadis itu mengernyitkan dahi. Seumur-umur berprofesi sebagai broker properti, baru kali ini ada klien yang mengadukan kinerjanya di kantor.“Maaf, Bu Rosita,” ucap Miranda sopan.Gadis itu lalu duduk persis di depan bosnya tersebut. “Klien saya yang mana, ya? Kenapa dia tidak menelepon saya saja kalau mau komplain? Sampe repot-repot menelepon ke kantor,” komentarnya tenang.Rosita menatap anak buahnya itu dengan sorot mata tidak suka. “Justru itu yang mau kutanyakan padamu, Mir. Kenapa kamu memblokir nomor HP orang itu sehingga dia kesulitan menghubungimu?”Lawan bicaranya terbelalak. “Mem…memblokir?” cetus gadis itu kaget. Tiba-tiba ingatannya terbersit pada sosok pemuda tampan ala Korea yang merupakan pewaris tunggal perusahaan bakery te
Terdengar desahan lega lawan bicaranya. Gadis itu jadi merasa geli sendiri. Baru kali ini ada klien yang panik karena brokernya tak terdengar lagi suaranya di telepon.“Well, kalau begitu saya tutup teleponnya sekarang, Miranda,” ucap Carlos selanjutnya. “Supaya kamu bisa segera mengirim nomor rekening kantormu pada saya melalui WA.”“Siap, Pak Carlos. Terima kasih,” jawab si broker lugas.Pembicaraan mereka berdua itu pun berakhir. Miranda menghela napas lega. Lumayan, komisi dari penjualan ruko ini cukup besar. Bisa menopang hidupku hingga empat-lima bulan ke depan. Karena biaya Joy sekarang sudah ditanggung oleh papanya. Aku sekarang jadi bisa lebih santai menikmati hidup atau….Tiba-tiba mata gadis itu menjadi berbinar-binar. Hei! Inilah saatnya aku mulai menabung buat membeli properti! serunya girang dalam hati. Selama ini aku bekerja mati-matian setiap hari. Joy bahkan tak jarang kuajak menemaniku open house ataupun pameran properti di mal saat weekend. Tapi penghasilanku dari
“Saya minta maaf kalau sikap saya tadi tidak berkenan di hati Bu Victoria,” kata Miranda sepenuh hati. “Bukan maksud saya menyinggung perasaan Ibu. Saya justru merasa kagum dengan keanggunan yang terpancar dari diri Ibu dan….”“Sudahlah,” potong Victoria tak sabar. “Tidak usah berbelit-belit. Tolong jelaskan saja, bagaimana kamu bisa membujuk anakku sampai membeli ruko yang harganya di atas harga pasar? Ini sama sekali bertolak-belakang dengan kebiasaan Carlos. Membeli properti tanpa menawar terlebih dahulu. Didikan saya terhadap anak saya selama ini tidak seperti itu!”Lagi-lagi Miranda terkesiap. Perempuan ini luar biasa, komentar gadis itu dalam hati. Dari luar tampak begitu anggun dan berpendidikan. Tapi ternyata lidahnya tajam sekali. Kalau dia memang keberatan anaknya membeli ruko itu dengan harga tinggi, kenapa setuju saja diajak ke kantor notaris ini untuk menyaksikan penandatanganan akta jual-beli?! Dasar nggak waras. Untung pihak penjual sudah pulang. Kalau nggak, mereka bi
Pada suatu hari Miranda menjemput keponakannya lebih awal di daycare. Joy yang digandeng gurunya turun dari lantai dua tampak gembira menyambut kedatangan tantenya tersebut.“Akhirnya Tante Mira bisa juga menjemput Joy lebih awal. Hehehe…,” komentar anak cerdas itu sambil tersenyum lucu.Miranda tergelak mendengar gurauan keponakan kesayangannya itu. Gadis itu membungkukkan badannya lalu mencium kedua pipi bulat si bocah. Joy meringis kegelian.“Pekerjaan Tante hari ini udah selesai. Jadi langsung ke sini jemput kamu, Sayang,” ujar gadis itu menjelaskan.Digamitnya lengan sang keponakan. Dia lalu berpamitan pada guru yang mengantar Joy. Demikian pula anak laki-laki itu dengan riang mengucapkan sampai jumpa besok pada perempuan dewasa berkuncir ekor kuda tersebut.Begitu duduk di dalam mobil, Joy langsung bertanya, “Kita mau pergi ke mana dulu, Tante? Masa langsung pulang ke rumah?”Dahi Miranda mengernyit. “Kalau nggak pulang ke rumah, terus mau ke mana, Nak? Besok kamu kan masih haru
Senyuman hangat merekah di wajahnya yang tampan. Kelihatan sekali pria itu senang bertemu Miranda lagi. Si gadis menyambut keramahan kliennya itu dengan sikap ceria.“Halo, Pak Carlos. Nggak nyangka saya bisa ketemu Bapak di sini. Hehehe…,” ucap Miranda riang.“Saya sering datang berkunjung ke taman ini, Mir,” kata kliennya memberitahu. “Mengingatkan saya pada taman kota yang dulu suka saya datangi di Australia. Memang di sana lebih besar dan bagus, sih. Tapi dibanding dengan taman-taman lainnya di kota ini, Taman Flora ini kondisinya menurutku paling ok sih, buat refreshing. Hehehe….”Belum pernah Miranda melihat pembawaan Carlos serileks ini. Pria itu kelihatan begitu nyaman berada di taman yang rimbun ini. Penampilannya masih semi formal seperti biasanya. Barangkali dia baru pulang dari kantor, tebak gadis itu dalam hati.“Lho, Tante Mira kenal sama Om ini?” tanya Joy menyela percakapan dua insan tersebut.Si tante mengangguk mengiyakan. Dia lalu menjelaskan, “Om Carlos ini salah s
“Kenapa, Mir? Aneh ya, kalau manggil aku pakai nama langsung? Hahaha….”Derai tawa Carlos terdengar merdu di telinga gadis itu. Gila, kok tiba-tiba orang ini jadi kelihatan menarik gini, ya? batin Miranda tak habis pikir. Apa gara-gara sikapnya begitu manis pada Joy sehingga bikin aku terpikat begini?Tiba-tiba mata gadis itu melotot. What?! Aku terpikat sama orang kaya sombong ini?! jeritnya dalam hati.“Jangan melotot gitu dong, Mir. Serem tahu. Hahaha….”Miranda jadi salah tingkah. Wajahnya merah padam. Ya, Tuhan, keluh gadis itu dalam hati. Aku kok jadi kayak gadis puber yang jatuh cinta!“Tante Mira!”Seruan Joy membuat si tante terkejut. Bocah itu tertawa geli. “Kacang panjang Joy sudah habis. Bisa minta punya Tante?”“Oh, ya. Ini, Joy,” jawab Miranda seraya menyodorkan semua kacang panjang di tangannya.Tindakan gadis itu diikuti oleh Carlos. Pria itu memberikan sejumlah kacang panjang kepada anak laki-laki yang bari dikenalnya tersebut.“Nanti kalau sudah habis, minta lagi sam
Alangkah terkejutnya gadis itu melihat nama yang tertera pada layar perangkat komunikasinya itu. Carlos Martin! serunya dalam hati. Ada apa dia tiba-tiba meneleponku? Bukankah proses transaksi ruko komplek CBD sudah sepenuhnya selesai? Sertifikat asli sudah selesai balik-namanya. Juga sudah diambil Carlos sendiri di kantor notaris. Hal itu sudah kukonfirmasi langsung lewat telepon pada orang itu sekaligus si asisten notaris. Terus ada hal apalagi yang bikin dia nelepon aku sekarang?“Tante, kok nggak diterima teleponnya?” tanya Joy penasaran. “Udah bunyi berkali-kali, lho.”“Oh, iya. Sebentar,” sahut tantenya singkat. Ditekannya logo bergambar telepon dan berwarna hijau pada layar ponselnya. Lalu dengan nada suara dibuat agak berwibawa, Miranda menyapa orang yang meneleponnya, “Halo, Carlos. Ada yang bisa dibantu?”“Halo, Miranda. Apa kabar?” sahut suara di seberang sana manis sekali. Seandainya dada si gadis dapat dibelah saat itu juga, akan terlihat betapa jantungnya berdetak sa
Miranda merasa hidupnya bagaikan mimpi. Semuanya berjalan begitu cepat. Perkawinannya dengan Carlos, KDRT yang dialaminya, musibah keguguran yang menimpanya, tuntutannya terhadap sang suami atas tindak pidana kekerasan, dan yang terakhir adalah perceraiannya dengan konglomerat muda tersebut.Wanita itu menghela napas panjang. Dia sudah hidup berdua lagi dengan Joy di rumah lamanya. Kembali menjalani kehidupan mereka sebelum dirinya menikah dengan Carlos. Setiap pagi mengantarkan keponakannya itu ke sekolah sekaligus tempat penitipan anak. Lalu dia melanjutkan hari dengan bergelut dalam kesibukan sebagai broker properti.Rosita, pemilik kantor pemasaran properti tempatnya bekerja, tidak banyak bertanya tentang perceraiannya. Demikian pula dengan rekan-rekannya sesama broker properti. Mereka memahami bahwa pasti ada alasan serius yang membuat Miranda melepaskan diri dari keluarga Martin. Tak mudah mendapatkan hati seorang konglomerat muda seperti Carlos Martin. Kalau sampai Miranda tak
Keinginan Miranda dipenuhi oleh Victoria. Putranya itu diperiksa kondisi kejiwaannya oleh Dokter Asih. Hasilnya ternyata Carlos mengalami gangguan jiwa berat. Kombinasi antara depresi dan bipolar. Oleh karena itulah sikap pria itu tidak konsisten, terutama terhadap istrinya sendiri. Terkadang dai dapat bersikap sayang sekali, tapi tak jarang berubah menjadi acuh tak acuh. Demikian pula dia dulu tak segan-segan melakukan kekerasan fisik dan mental terhadap Miranda ketika naik darah waktu mengetahui Lukas berenang di kolam renang rumah mereka.Tuntutan kasus KDRT terhadap Carlos dicabut oleh Miranda. Wanita itu benar-benar menepati janjinya untuk tak menggugat harta gono-gini dalam gugatan cerainya. Victoria menghargai tindakan menantunya tersebut. Diam-diam dia meminta pengacaranya untuk menggunakan segala cara demi mempercepat persidangan hingga Miranda segera putus hubungan dengan keluarga Martin.Winda, kuasa hukum Miranda yang mencurigai hal itu kemudian memberitahu kliennya. Miran
Kata-kata kuasa hukumnya itu membuat harga diri Victoria tersentuh. Itulah sebabnya wanita itu mengikis egonya hingga bahkan merendahkan dirinya dengan menemui sang menantu di tempat tinggalnya.Victoria datang berdua dengan Ridwan. Miranda sendiri telah siap menghadapi kedua tamu spesialnya itu dengan didampingi oleh Dokter Asih dan seorang wanita paruh baya yang merupakan kuasa hukumnya. Nama pengacara itu adalah Winda, rekanan Dokter Asih yang berpengalaman menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan.Kedua belah pihak saling bersalaman ketika bertemu. Hanya Victoria dan Miranda yang tidak. Wajah kedua wanita itu terlihat kaku sekali saat berhadapan. Bahkan Victoria sengaja tak memandang ke arah menantunya itu. Saking dia membutuhkan kerja sama Miranda demi kebebasan Carlos. Jika tidak, najis sekali baginya menginjakkan kaki di rumah ini!Miranda sendiri dengan gagah menengadahkan wajahnya dan menatap sang ibu mertua. Bagaimanapun dia adalah tuan rumah ini, wajib memperlak
Miranda dimintai keterangannya di kantor polisi, sedangkan Carlos yang menjadi tersangka pelaku kekerasan dijebloskan ke dalam sel tahanan. Laki-laki itu berteriak-teriak histeris bagaikan orang gila.“Lepaskan aku! Berani-beraninya kalian menangkapku. Kalian tidak tahu siapa aku? Aku ini Carlos Martin, pemilik Martin Bakery. Siapa pejabat di kota ini yang tidak kenal aku? Bahkan atasan kalian pun akan menghukum kalian semua jika tahu aku diperlakukan seperti ini!”Dokter Asih geleng-geleng kepala melihat kelakuan suami pasiennya itu. Orang kaya yang berakal sehat tidak akan membuka jati dirinya sefrontal itu di hadapan penegak hukum. Biasanya justru akan bersikap tenang dan bahkan tak mengeluarkan sepatah katapun sampai kuasa hukum datang mewakili dirinya.Perilaku Carlos yang emosional itu menunjukkan ketidakstabilan mentalnya. Oleh karenanya diperlukan observasi psikologis yang mendalam untuk mendukung pemeriksaan kepolisian lebih lanjut.Sementara itu Victoria sendiri dibawa ke
Tiba-tiba Victoria yang sejak tadi diam saja bangkit berdiri dan berteriak keras sekali, “Cukup, Miranda! Berani-beraninya kamu bersikap tidak sopan di depan suamimu sendiri. Kamu lupa siapa Carlos Martin? Dia ini adalah pewaris tunggal keluarga Martin yang terpandang. Siapa yang tidak kenal bisnis Martin Bakery yang sangat luas jaringannya? Dasar kamu ini kacang lupa kulitnya. Dengar ya, Miranda. Kamu ini bukan siapa-siapa kalau tidak menikah dengan putraku!”Sang menantu menyeringai sinis. Ditatapnya ibu mertuanya itu dengan berani. “Nyonya Victoria Martin, saya memang bukan berasal dari keluarga terpandang. Saya ini cuma seorang perempuan pekerja keras yang kebetulan dipertemukan dengan seorang pemuda kaya raya, yaitu putra Anda si Carlos Martin. Semula saya kira dia laki-laki yang baik, terhormat, dan mempunyai integritas. Sayang sekali dugaan saya salah besar. Seandainya orang-orang di luaran sana tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam perkawinan kami, mereka pasti mendukung penu
“Enak sekali ikan salmon panggang ini, Mir. Saos madu lemonnya meresap dengan sempurna. Membuat ikannya terasa moist, manis, dan segar. Hmm…, Mama bisa makan banyak, nih. Hehehe…,” puji Victoria saat makan siang bersama Miranda dan Carlos esok siangnya.Sang menantu tersenyum senang mendengar pujian ibu mertuanya tersebut. Tak sia-sia dia mencari ikan salmon dengan kualitas terbaik. Juga meminta koki rumahnya memasak ikan super mahal itu sesuai kegemaran Victoria. Si koki sampai membuat menu itu sebanyak dua kali untuk dicicipi rasanya oleh Miranda. Pada upaya yang terakhir sang nyonya rumah akhirnya merasa puas dan meminta agar menu tersebut dibuat agak banyak sebagai hidangan utama makan siang hari ini.“Ibu Victoria perfeksionis sekali orangnya. Apalagi ikan salmon adalah makanan favoritnya. Beliau sudah pernah menikmati kelezatan ikan itu dengan berbagai cara penyajian. Jadi saya harap menu kreasi Anda nanti tidak mengecewakan, bahkan kalau bisa justru membuat mama mertua saya it
Beberapa hari kemudian setelah menitipkan Joy sepulang sekolah ke tempat kerja Lukas, Miranda menemui Dokter Asih di tempat praktiknya. Istri Carlos itu menceritakan musibah keguguran yang dialaminya. Tak lupa dituturkannya latar belakang yang menyebabkan hal menyakitkan itu terjadi. Air mata bercucuran membasahi pipinya yang mulus. Wanita itu sampai heran sendiri dirinya ternyata masih belum dapat mengikhlaskan kenyataan pahit tersebut. Dokter Asih seperti biasa bersikap tenang. Ia manggut-manggut saja mendengarkan curahan hati pasiennya.“Saya sudah tidak kuat lagi, Dok. Cukup sudah penderitaan ini saya tanggung. Kalau tetap mengalah terus seperti ini, kesehatan mental saya bisa terganggu. Itu tidak baik bagi perkawinan saya dan pola pengasuhan terhadap Joy. Anak itu harus diselamatkan. Jangan sampai dia terkena dampak ketidakharmonisan rumah tangga tantenya. Saya akan merasa berdosa sekali pada mendiang ibunya kalau hal itu sampai terjadi.”“Baiklah kalau begitu, Bu Miranda. Saya m
Malam itu Victoria mengunjungi Miranda di rumah sakit. Dia membawakan tim burung dara buat menantunya itu. Miranda langsung memakannya di depan sang ibu mertua. Wanita itu tahu Victoria Martin akan merasa tersinggung jika pemberiannya tidak dihargai langsung di depan matanya.“Enak sekali tim burung dara ini,” ucap Miranda dengan nada suara yang dibuat seceria mungkin. “Terima kasih banyak ya, Ma. Badan Miranda jadi terasa lebih segar setelah memakannya.”Victoria tersenyum senang. Dia sendiri yang telah meminta koki rumah tangganya untuk membuatkan Miranda tim burung dara yang diberi ramuan obat Cina untuk memulihkan kesehatan tubuh setelah mengalami keguguran. Tadi wanita itu telah mencicipinya sedikit di rumah dan merasa puas sekali dengan masakan kokinya itu.“Syukurlah kalau kamu menyukainya, Nak. Tahu nggak, itu burung dara dengan kualitas terbaik di negeri ini. Mama khusus memesannya dari supplier buatmu. Demikian juga dengan ramuan obat Cina yang terkandung di dalamnya, sangat
Air mata Miranda jatuh bercucuran. Isak tangis wanita itu terdengar begitu menyayat hati. Kedua tangannya diarahkan ke depan, meminta botol kaca berisi remahan janinnya. Carlos menuruti keinginan istrinya. Dimasukkannya botol itu ke dalam genggaman tangan Miranda. Wanita itu segera memeluk benda tersebut erat-erat. Inilah darah daging yang tak disadarinya telah tumbuh dalam rahimnya. Anak kandungnya sendiri!Mama telah berdosa besar kepadamu, Nak, sesal Miranda dalam hati. Sungguh aku ini orang tua yang tak becus melindungi anak sendiri. Maafkan Mama ya, Nak. Benar-benar ini terjadi di luar kemampuan Mama sebagai manusia….Kemudian dirasakannya rangkulan Carlos pada bahunya. Pria itu berbisik dengan lembut di sisi telinganya, “Akan kita kuburkan dengan baik anak ini, Sayang. Di halaman depan rumah kita pun boleh. Dia akan menyaksikan kedua orang tuanya melanjutkan hidup dengan bahagia. Adik-adiknya akan lahir dan membuat perkawinan kita semakin harmonis.”Miranda diam saja tak menangg