Miranda terharu. Dia dapat merasakan pria ini masih menyimpan cinta terhadap dirinya. Sorot mata dan kata-kata yang dilontarkan Lukas menunjukkan hal itu.
Dia masih ingat kata-kata-kata yang kuucapkan dulu saat kami masih bersama, keluh gadis itu dalam hati. Ah, masa-masa itu memang indah. Tapi sudah berlalu. Aku rela berkorban demi kebahagiaan Astrid, adikku tercinta….
“Lalu gimana ceritanya kamu sampai bisa menjadi pemilik arena permainan ini?” tanya Miranda ingin tahu.
Lukas mendesah sejenak. Dia lalu menjawab, “Papa-mamaku meninggal dunia akibat kecelakaan pesawat terbang, Mira. Mereka ternyata mempunyai asuransi jiwa yang uang pertanggungannya sangat besar. Tentu saja ahli warisnya adalah aku sebagai anak tunggal. Di samping itu juga ada kompensasi yang tidak sedikit dari perusahaan penerbangan yang bersangkutan. Sejumlah dana itu kupakai buat membeli arena ini enam bulan yang lalu. Pemiliknya menjual tempat ini karena mau beralih pada bidang usaha lain….”
“Kamu sudah kaya sekarang. Dan jadi bos,” sindir Miranda sambil menyeringai.
Pria di hadapannya kembali meringis. “Kamu tahu sendiri, Mira. Aku bukan tipe orang yang mudah tergiur oleh harta benda. Kalau aku adalah orang seperti itu…sori, nggak mungkin aku bersedia menikah dengan Astrid.”
Miranda menelan ludah. Dia tahu maksud mantan kekasihnya ini. Demi memenuhi permintaan gadis itu untuk menjadi suami Astrid, Lukas sampai rela meninggalkan keluarganya sendiri. Padahal orang tuanya secara finansial jauh lebih mampu dibandingkan Astrid yang hanya hidup berdua dengan Miranda.
“Tante Mira!”
Gadis itu menoleh. Tampak Joy berlari mendekat ke arahnya. Bocah lucu itu tertawa-tawa senang. Kedua pipinya merona segar menandakan betapa dia banyak mengeluarkan keringat hari itu.
Miranda mengambil tisu. Disekanya peluh keponakannya tersebut. Padahal arena itu ber-AC, tapi Joy selalu berkeringat setiap kali bermain di sana. Gadis itu memberikan botol minum kepada si bocah. Joy menenggak isinya sampai tinggal separuh.
“Joy sudah selesai main, Tante. Kita makan yuk, sekarang. Perutku lapar sekali,” celetuk anak laki-laki itu lucu. Tangannya mengelus-elus perutnya yang agak buncit.
Si tante mengangguk setuju. Pandangannya beralih pada Lukas. “Aku mau ajak Joy makan,” ujarnya singkat.
“Bolehkah aku ikut, Mira?” tanya pria itu penuh harap. Dia ingin bercengkerama dengan putra kandung yang baru pertama kali ini dilihatnya.
Dan hati pria itu kecewa saat melihat mantan kekasihnya menggeleng pelan. “Sori, Kas. Jangan dulu,” pinta gadis itu tenang. “Aku masih butuh waktu untuk mencerna segala hal yang kamu ceritakan tadi. Jangan kuatir. Kamu bisa menghubungiku kapan saja kamu mau untuk mengetahui kabar Joy. Berapa nomor WA-mu? Akan kutelepon sekarang juga supaya kamu juga bisa tahu nomor WA-ku.”
Lukas girang sekali. Segera dikeluarkannya ponsel dari dalam kantung celananya. Hmm…, kehidupan Lukas benar-benar sudah membaik, komentar Miranda dalam hati melihat ponsel pria itu berlogo buah apel dan merupakan tipe terbaru.
Dulu pria itu tidak pernah mengikuti perkembangan gadget. Pendapatannya sebagai marketing bank banyak terpakai untuk kebutuhan rumah tangganya bersama Astrid. Apalagi setelah istrinya itu hamil. Lukaslah yang menanggung biaya kontrol dokter dan suplemen-suplemen ibu hamil yang dikonsumsi istrinya.
Semenjak divonis menderita penyakit leukimia, Miranda melarang Astrid bekerja lagi sebagai kasir di sebuah rumah makan. Dia ingin adiknya itu santai dan tidak terlalu lelah. Sesekali diberinya Astrid uang sebagai pegangan.
Ah, di dunia ini banyak sekali hal tak terduga yang terjadi, cetus Miranda dalam hati. Siapa yang menduga Lukas bisa muncul kembali di hadapannya? Padahal dia sudah berusaha untuk menghindari ayah kandung Joy itu dengan cara menjual rumah lamanya dan pindah ke hunian lain yang tak diketahui orang-orang yang mengenalnya!
Barangkali Tuhan menganggap hukuman bagi Lukas sudah selesai, batin gadis itu mengambil kesimpulan. Kalau memang demikian, aku harus memikirkan baik-baik langkah apa yang harus kuambil ke depannya. Demi kebaikan semua pihak. Terutama Joy….
***
Malam itu Miranda gelisah sekali. Joy sudah tidur pulas di sampingnya. Pelan-pelan gadis itu bangkit berdiri dari atas tempat tidurnya. Dia lalu berjalan perlahan menuju ke dinding tempat pigura foto Astrid tergantung.
Diambilnya foto tersebut. Dia lalu berjalan kembali ke tempat tidur. Setelah duduk di atas pembaringan, dia memperhatikan foto yang dipegangnya. Dielus-elusnya benda itu dengan penuh perasaan. Miranda menghela napas panjang.
“Astrid…,” desisnya getir. “Kamu tahu nggak, tadi siang aku ketemu siapa di mal? Ah, barangkali kamu sendiri juga sudah tahu, Dik. Di atas sana mungkin kamu dapat melihat apa saja yang terjadi pada Joy, putra tunggalmu….”
Mata Miranda mulai berkaca-kaca. Semakin lama semakin basah hingga jatuh berlinangan. Gadis itu menangis sesenggukan. Wajahnya merah sekali. Seakan-akan ini adalah akumulasi dari beban yang disimpannya dalam dada semenjak bertemu Lukas tadi siang.
“Lukas ternyata tidak sejahat yang kupikirkan, Trid,” tutur gadis itu di depan foto almarhumah adiknya. “Dia tersandung kasus narkoba lalu diselamatkan ayahnya. Tapi orang itu ternyata masih tak merestui perkawinan kalian. Dia mengajukan syarat agar Lukas putus hubungan denganmu. Suamimu terpaksa menyetujuinya. Tujuannya agar dia segera dibebaskan sehingga bisa kembali kepadamu. Ternyata Lukas harus menjalani rehabilitasi di RSKO Jakarta selama delapan bulan. Dan setelah bebas, rumah kita sudah dijual sehingga dia kehilangan jejak….”
Kalimat Miranda terhenti. Tangisannya semakin menjadi-jadi. Dipeluknya erat-erat foto Astrid. Pandangannya lalu berpaling pada Joy yang masih berbaring. Kedua mata anak itu masih tertutup rapat. Terdengar suara halus dengkurannya.
Miranda merasa lega. Diraihnya tisu yang terletak di atas bufet samping tempat tidurnya. Dihapusnya air matanya. Gadis itu menghela napas panjang. Sekali, dua kali, tiga kali. Perasaannya menjadi lebih tenang sekarang.
“Adikku Sayang, ternyata kamu lebih mengenal Lukas daripada kakakmu ini,” lanjutnya pelan seraya menatap foto Astrid penuh kerinduan. “Kamu dulu nggak pernah sekalipun menyalahkan Lukas. Katamu mungkin dia sedang ada masalah sehingga menghilang tanpa jejak. Tak sekalipun kamu meragukan integritasnya sebagai seorang laki-laki. Malah aku yang marah-marah karena dia tak kunjung pulang menemanimu yang kesakitan di rumah.”
Miranda teringat waktu itu dia datang mengunjungi adiknya di rumah peninggalan orang tua mereka. Astrid tampak pucat dan lemas. Sang kakak gemas sekali begitu mengetahui Lukas sudah tiga hari tidak pulang dan tak bisa dihubungi. Amarah menggelegak dalam hatinya. Itu tampak jelas tersirat pada ekspresi wajahnya.
Astrid sendiri berusaha meredakan kemarahan kakaknya. Dia bilang mungkin suaminya sedang ada masalah dan tak ingin merepotkan dirinya. Astrid sendiri merasa bersalah karena sering mengeluh kesakitan dan membuat Lukas serba salah.
Sejak hamil perempuan itu memang mengurangi konsumsi obat-obat leukimia. Hal itu dilakukannya atas petunjuk dokter demi mengurangi efek samping terhadap kesehatan janin dalam kandungannya. Namun rupanya hal itu berdampak terhadap rasa sakit yang diderita Astrid. Setiap hari dia mengeluh dan membuat suaminya tertekan.
Semenjak adik dan mantan kekasihnya menikah, Miranda memang keluar dari rumah peninggalan orang tuanya. Dia merasa harus menjaga perasaan adiknya. Jangan sampai Astrid cemburu kalau melihatnya berbicara dengan Lukas. Oleh karena itu Miranda memutuskan untuk kos namun tetap rutin berkunjung ke rumah yang ditempati Astrid dan Lukas tersebut.
Miranda mendesah. Dia teringat betapa bahagianya Astrid di hari pernikahannya dengan Lukas. Senyuman penuh sukacita tak henti-hentinya menghiasi wajahnya yang cantik. Sang kakak berusaha bersikap sama meskipun hatinya terluka. Demikian pula dengan Lukas. Beberapa kali Miranda memergoki mantan kekasihnya itu curi-curi pandang ke arahnya.Oleh karena itulah Miranda selalu berusaha selalu menjenguk adiknya di rumah pada hari dan jam kerja. Di saat Lukas sedang tidak berada di rumah. Meskipun sesekali tak sengaja mereka berpapasan juga, namun Miranda selalu menekan perasaannya dan berusaha bersikap biasa saja.Lukas pun demikian. Dia menyadari statusnya telah berubah. Astridlah istrinya yang sah. Dia berkewajiban menjaga perasaan perempuan itu dan membuatnya bahagia. Namun rupanya hal itu justru membuat batin Lukas tertekan. Lelah rasanya menanggung beban seberat itu di usianya yang masih sangat muda, yaitu dua puluh dua tahun. Hati kecil pria itu menjerit setiap kali Astrid keceplosan me
“Joy sudah memaafkanmu, Kas,” ucap Miranda tenang. “Mulai sekarang kalau kamu ingin bertemu dengannya, silakan menghubungiku terlebih dahulu. Nanti akan kuatur jadwal yang tidak mengganggu kegiatan Joy maupun pekerjaanku. Percayalah. Aku takkan menghalang-halangi upayamu mendekatkan diri dengan anak kandungmu.”“Terima kasih banyak, Mira,” sahut Lukas seraya melepaskan pelukannya terhadap Joy. Dihapusnya air matanya dengan tisu yang disodorkan oleh gadis itu.“Sudahlah, biar bagaimanapun juga kita kan masih keluarga. Kamu suami almarhumah Astrid. Jadi merupakan adik iparku,” cetus Miranda seolah-olah mengingatkan mantan kekasihnya itu agar kelak tidak menyimpan harapan terhadap dirinya.Gadis itu melakukannya demi kebaikan mereka bersama. Dia dulu telah merelakan pria ini untuk menjadi pendamping hidup adiknya tercinta. Dan hal itu akan tetap dipertahankannya sampai kapanpun. Meskipun Astrid sendiri telah tiada.Lukas mengangguk mengiyakan. Dirangkulnya bahu Joy dengan penuh kasih say
“Salah seorang klienmu kemarin menelepon ke kantor, Miranda. Dia komplain pada resepsionis. Katanya kamu tidak profesional dalam bekerja,” tegur Rosita, perempuan setengah baya yang merupakan pemilik kantor pemasaran properti tempat Miranda bekerja.Gadis itu mengernyitkan dahi. Seumur-umur berprofesi sebagai broker properti, baru kali ini ada klien yang mengadukan kinerjanya di kantor.“Maaf, Bu Rosita,” ucap Miranda sopan.Gadis itu lalu duduk persis di depan bosnya tersebut. “Klien saya yang mana, ya? Kenapa dia tidak menelepon saya saja kalau mau komplain? Sampe repot-repot menelepon ke kantor,” komentarnya tenang.Rosita menatap anak buahnya itu dengan sorot mata tidak suka. “Justru itu yang mau kutanyakan padamu, Mir. Kenapa kamu memblokir nomor HP orang itu sehingga dia kesulitan menghubungimu?”Lawan bicaranya terbelalak. “Mem…memblokir?” cetus gadis itu kaget. Tiba-tiba ingatannya terbersit pada sosok pemuda tampan ala Korea yang merupakan pewaris tunggal perusahaan bakery te
Terdengar desahan lega lawan bicaranya. Gadis itu jadi merasa geli sendiri. Baru kali ini ada klien yang panik karena brokernya tak terdengar lagi suaranya di telepon.“Well, kalau begitu saya tutup teleponnya sekarang, Miranda,” ucap Carlos selanjutnya. “Supaya kamu bisa segera mengirim nomor rekening kantormu pada saya melalui WA.”“Siap, Pak Carlos. Terima kasih,” jawab si broker lugas.Pembicaraan mereka berdua itu pun berakhir. Miranda menghela napas lega. Lumayan, komisi dari penjualan ruko ini cukup besar. Bisa menopang hidupku hingga empat-lima bulan ke depan. Karena biaya Joy sekarang sudah ditanggung oleh papanya. Aku sekarang jadi bisa lebih santai menikmati hidup atau….Tiba-tiba mata gadis itu menjadi berbinar-binar. Hei! Inilah saatnya aku mulai menabung buat membeli properti! serunya girang dalam hati. Selama ini aku bekerja mati-matian setiap hari. Joy bahkan tak jarang kuajak menemaniku open house ataupun pameran properti di mal saat weekend. Tapi penghasilanku dari
“Saya minta maaf kalau sikap saya tadi tidak berkenan di hati Bu Victoria,” kata Miranda sepenuh hati. “Bukan maksud saya menyinggung perasaan Ibu. Saya justru merasa kagum dengan keanggunan yang terpancar dari diri Ibu dan….”“Sudahlah,” potong Victoria tak sabar. “Tidak usah berbelit-belit. Tolong jelaskan saja, bagaimana kamu bisa membujuk anakku sampai membeli ruko yang harganya di atas harga pasar? Ini sama sekali bertolak-belakang dengan kebiasaan Carlos. Membeli properti tanpa menawar terlebih dahulu. Didikan saya terhadap anak saya selama ini tidak seperti itu!”Lagi-lagi Miranda terkesiap. Perempuan ini luar biasa, komentar gadis itu dalam hati. Dari luar tampak begitu anggun dan berpendidikan. Tapi ternyata lidahnya tajam sekali. Kalau dia memang keberatan anaknya membeli ruko itu dengan harga tinggi, kenapa setuju saja diajak ke kantor notaris ini untuk menyaksikan penandatanganan akta jual-beli?! Dasar nggak waras. Untung pihak penjual sudah pulang. Kalau nggak, mereka bi
Pada suatu hari Miranda menjemput keponakannya lebih awal di daycare. Joy yang digandeng gurunya turun dari lantai dua tampak gembira menyambut kedatangan tantenya tersebut.“Akhirnya Tante Mira bisa juga menjemput Joy lebih awal. Hehehe…,” komentar anak cerdas itu sambil tersenyum lucu.Miranda tergelak mendengar gurauan keponakan kesayangannya itu. Gadis itu membungkukkan badannya lalu mencium kedua pipi bulat si bocah. Joy meringis kegelian.“Pekerjaan Tante hari ini udah selesai. Jadi langsung ke sini jemput kamu, Sayang,” ujar gadis itu menjelaskan.Digamitnya lengan sang keponakan. Dia lalu berpamitan pada guru yang mengantar Joy. Demikian pula anak laki-laki itu dengan riang mengucapkan sampai jumpa besok pada perempuan dewasa berkuncir ekor kuda tersebut.Begitu duduk di dalam mobil, Joy langsung bertanya, “Kita mau pergi ke mana dulu, Tante? Masa langsung pulang ke rumah?”Dahi Miranda mengernyit. “Kalau nggak pulang ke rumah, terus mau ke mana, Nak? Besok kamu kan masih haru
Senyuman hangat merekah di wajahnya yang tampan. Kelihatan sekali pria itu senang bertemu Miranda lagi. Si gadis menyambut keramahan kliennya itu dengan sikap ceria.“Halo, Pak Carlos. Nggak nyangka saya bisa ketemu Bapak di sini. Hehehe…,” ucap Miranda riang.“Saya sering datang berkunjung ke taman ini, Mir,” kata kliennya memberitahu. “Mengingatkan saya pada taman kota yang dulu suka saya datangi di Australia. Memang di sana lebih besar dan bagus, sih. Tapi dibanding dengan taman-taman lainnya di kota ini, Taman Flora ini kondisinya menurutku paling ok sih, buat refreshing. Hehehe….”Belum pernah Miranda melihat pembawaan Carlos serileks ini. Pria itu kelihatan begitu nyaman berada di taman yang rimbun ini. Penampilannya masih semi formal seperti biasanya. Barangkali dia baru pulang dari kantor, tebak gadis itu dalam hati.“Lho, Tante Mira kenal sama Om ini?” tanya Joy menyela percakapan dua insan tersebut.Si tante mengangguk mengiyakan. Dia lalu menjelaskan, “Om Carlos ini salah s
“Kenapa, Mir? Aneh ya, kalau manggil aku pakai nama langsung? Hahaha….”Derai tawa Carlos terdengar merdu di telinga gadis itu. Gila, kok tiba-tiba orang ini jadi kelihatan menarik gini, ya? batin Miranda tak habis pikir. Apa gara-gara sikapnya begitu manis pada Joy sehingga bikin aku terpikat begini?Tiba-tiba mata gadis itu melotot. What?! Aku terpikat sama orang kaya sombong ini?! jeritnya dalam hati.“Jangan melotot gitu dong, Mir. Serem tahu. Hahaha….”Miranda jadi salah tingkah. Wajahnya merah padam. Ya, Tuhan, keluh gadis itu dalam hati. Aku kok jadi kayak gadis puber yang jatuh cinta!“Tante Mira!”Seruan Joy membuat si tante terkejut. Bocah itu tertawa geli. “Kacang panjang Joy sudah habis. Bisa minta punya Tante?”“Oh, ya. Ini, Joy,” jawab Miranda seraya menyodorkan semua kacang panjang di tangannya.Tindakan gadis itu diikuti oleh Carlos. Pria itu memberikan sejumlah kacang panjang kepada anak laki-laki yang bari dikenalnya tersebut.“Nanti kalau sudah habis, minta lagi sam
Miranda merasa hidupnya bagaikan mimpi. Semuanya berjalan begitu cepat. Perkawinannya dengan Carlos, KDRT yang dialaminya, musibah keguguran yang menimpanya, tuntutannya terhadap sang suami atas tindak pidana kekerasan, dan yang terakhir adalah perceraiannya dengan konglomerat muda tersebut.Wanita itu menghela napas panjang. Dia sudah hidup berdua lagi dengan Joy di rumah lamanya. Kembali menjalani kehidupan mereka sebelum dirinya menikah dengan Carlos. Setiap pagi mengantarkan keponakannya itu ke sekolah sekaligus tempat penitipan anak. Lalu dia melanjutkan hari dengan bergelut dalam kesibukan sebagai broker properti.Rosita, pemilik kantor pemasaran properti tempatnya bekerja, tidak banyak bertanya tentang perceraiannya. Demikian pula dengan rekan-rekannya sesama broker properti. Mereka memahami bahwa pasti ada alasan serius yang membuat Miranda melepaskan diri dari keluarga Martin. Tak mudah mendapatkan hati seorang konglomerat muda seperti Carlos Martin. Kalau sampai Miranda tak
Keinginan Miranda dipenuhi oleh Victoria. Putranya itu diperiksa kondisi kejiwaannya oleh Dokter Asih. Hasilnya ternyata Carlos mengalami gangguan jiwa berat. Kombinasi antara depresi dan bipolar. Oleh karena itulah sikap pria itu tidak konsisten, terutama terhadap istrinya sendiri. Terkadang dai dapat bersikap sayang sekali, tapi tak jarang berubah menjadi acuh tak acuh. Demikian pula dia dulu tak segan-segan melakukan kekerasan fisik dan mental terhadap Miranda ketika naik darah waktu mengetahui Lukas berenang di kolam renang rumah mereka.Tuntutan kasus KDRT terhadap Carlos dicabut oleh Miranda. Wanita itu benar-benar menepati janjinya untuk tak menggugat harta gono-gini dalam gugatan cerainya. Victoria menghargai tindakan menantunya tersebut. Diam-diam dia meminta pengacaranya untuk menggunakan segala cara demi mempercepat persidangan hingga Miranda segera putus hubungan dengan keluarga Martin.Winda, kuasa hukum Miranda yang mencurigai hal itu kemudian memberitahu kliennya. Miran
Kata-kata kuasa hukumnya itu membuat harga diri Victoria tersentuh. Itulah sebabnya wanita itu mengikis egonya hingga bahkan merendahkan dirinya dengan menemui sang menantu di tempat tinggalnya.Victoria datang berdua dengan Ridwan. Miranda sendiri telah siap menghadapi kedua tamu spesialnya itu dengan didampingi oleh Dokter Asih dan seorang wanita paruh baya yang merupakan kuasa hukumnya. Nama pengacara itu adalah Winda, rekanan Dokter Asih yang berpengalaman menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan.Kedua belah pihak saling bersalaman ketika bertemu. Hanya Victoria dan Miranda yang tidak. Wajah kedua wanita itu terlihat kaku sekali saat berhadapan. Bahkan Victoria sengaja tak memandang ke arah menantunya itu. Saking dia membutuhkan kerja sama Miranda demi kebebasan Carlos. Jika tidak, najis sekali baginya menginjakkan kaki di rumah ini!Miranda sendiri dengan gagah menengadahkan wajahnya dan menatap sang ibu mertua. Bagaimanapun dia adalah tuan rumah ini, wajib memperlak
Miranda dimintai keterangannya di kantor polisi, sedangkan Carlos yang menjadi tersangka pelaku kekerasan dijebloskan ke dalam sel tahanan. Laki-laki itu berteriak-teriak histeris bagaikan orang gila.“Lepaskan aku! Berani-beraninya kalian menangkapku. Kalian tidak tahu siapa aku? Aku ini Carlos Martin, pemilik Martin Bakery. Siapa pejabat di kota ini yang tidak kenal aku? Bahkan atasan kalian pun akan menghukum kalian semua jika tahu aku diperlakukan seperti ini!”Dokter Asih geleng-geleng kepala melihat kelakuan suami pasiennya itu. Orang kaya yang berakal sehat tidak akan membuka jati dirinya sefrontal itu di hadapan penegak hukum. Biasanya justru akan bersikap tenang dan bahkan tak mengeluarkan sepatah katapun sampai kuasa hukum datang mewakili dirinya.Perilaku Carlos yang emosional itu menunjukkan ketidakstabilan mentalnya. Oleh karenanya diperlukan observasi psikologis yang mendalam untuk mendukung pemeriksaan kepolisian lebih lanjut.Sementara itu Victoria sendiri dibawa ke
Tiba-tiba Victoria yang sejak tadi diam saja bangkit berdiri dan berteriak keras sekali, “Cukup, Miranda! Berani-beraninya kamu bersikap tidak sopan di depan suamimu sendiri. Kamu lupa siapa Carlos Martin? Dia ini adalah pewaris tunggal keluarga Martin yang terpandang. Siapa yang tidak kenal bisnis Martin Bakery yang sangat luas jaringannya? Dasar kamu ini kacang lupa kulitnya. Dengar ya, Miranda. Kamu ini bukan siapa-siapa kalau tidak menikah dengan putraku!”Sang menantu menyeringai sinis. Ditatapnya ibu mertuanya itu dengan berani. “Nyonya Victoria Martin, saya memang bukan berasal dari keluarga terpandang. Saya ini cuma seorang perempuan pekerja keras yang kebetulan dipertemukan dengan seorang pemuda kaya raya, yaitu putra Anda si Carlos Martin. Semula saya kira dia laki-laki yang baik, terhormat, dan mempunyai integritas. Sayang sekali dugaan saya salah besar. Seandainya orang-orang di luaran sana tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam perkawinan kami, mereka pasti mendukung penu
“Enak sekali ikan salmon panggang ini, Mir. Saos madu lemonnya meresap dengan sempurna. Membuat ikannya terasa moist, manis, dan segar. Hmm…, Mama bisa makan banyak, nih. Hehehe…,” puji Victoria saat makan siang bersama Miranda dan Carlos esok siangnya.Sang menantu tersenyum senang mendengar pujian ibu mertuanya tersebut. Tak sia-sia dia mencari ikan salmon dengan kualitas terbaik. Juga meminta koki rumahnya memasak ikan super mahal itu sesuai kegemaran Victoria. Si koki sampai membuat menu itu sebanyak dua kali untuk dicicipi rasanya oleh Miranda. Pada upaya yang terakhir sang nyonya rumah akhirnya merasa puas dan meminta agar menu tersebut dibuat agak banyak sebagai hidangan utama makan siang hari ini.“Ibu Victoria perfeksionis sekali orangnya. Apalagi ikan salmon adalah makanan favoritnya. Beliau sudah pernah menikmati kelezatan ikan itu dengan berbagai cara penyajian. Jadi saya harap menu kreasi Anda nanti tidak mengecewakan, bahkan kalau bisa justru membuat mama mertua saya it
Beberapa hari kemudian setelah menitipkan Joy sepulang sekolah ke tempat kerja Lukas, Miranda menemui Dokter Asih di tempat praktiknya. Istri Carlos itu menceritakan musibah keguguran yang dialaminya. Tak lupa dituturkannya latar belakang yang menyebabkan hal menyakitkan itu terjadi. Air mata bercucuran membasahi pipinya yang mulus. Wanita itu sampai heran sendiri dirinya ternyata masih belum dapat mengikhlaskan kenyataan pahit tersebut. Dokter Asih seperti biasa bersikap tenang. Ia manggut-manggut saja mendengarkan curahan hati pasiennya.“Saya sudah tidak kuat lagi, Dok. Cukup sudah penderitaan ini saya tanggung. Kalau tetap mengalah terus seperti ini, kesehatan mental saya bisa terganggu. Itu tidak baik bagi perkawinan saya dan pola pengasuhan terhadap Joy. Anak itu harus diselamatkan. Jangan sampai dia terkena dampak ketidakharmonisan rumah tangga tantenya. Saya akan merasa berdosa sekali pada mendiang ibunya kalau hal itu sampai terjadi.”“Baiklah kalau begitu, Bu Miranda. Saya m
Malam itu Victoria mengunjungi Miranda di rumah sakit. Dia membawakan tim burung dara buat menantunya itu. Miranda langsung memakannya di depan sang ibu mertua. Wanita itu tahu Victoria Martin akan merasa tersinggung jika pemberiannya tidak dihargai langsung di depan matanya.“Enak sekali tim burung dara ini,” ucap Miranda dengan nada suara yang dibuat seceria mungkin. “Terima kasih banyak ya, Ma. Badan Miranda jadi terasa lebih segar setelah memakannya.”Victoria tersenyum senang. Dia sendiri yang telah meminta koki rumah tangganya untuk membuatkan Miranda tim burung dara yang diberi ramuan obat Cina untuk memulihkan kesehatan tubuh setelah mengalami keguguran. Tadi wanita itu telah mencicipinya sedikit di rumah dan merasa puas sekali dengan masakan kokinya itu.“Syukurlah kalau kamu menyukainya, Nak. Tahu nggak, itu burung dara dengan kualitas terbaik di negeri ini. Mama khusus memesannya dari supplier buatmu. Demikian juga dengan ramuan obat Cina yang terkandung di dalamnya, sangat
Air mata Miranda jatuh bercucuran. Isak tangis wanita itu terdengar begitu menyayat hati. Kedua tangannya diarahkan ke depan, meminta botol kaca berisi remahan janinnya. Carlos menuruti keinginan istrinya. Dimasukkannya botol itu ke dalam genggaman tangan Miranda. Wanita itu segera memeluk benda tersebut erat-erat. Inilah darah daging yang tak disadarinya telah tumbuh dalam rahimnya. Anak kandungnya sendiri!Mama telah berdosa besar kepadamu, Nak, sesal Miranda dalam hati. Sungguh aku ini orang tua yang tak becus melindungi anak sendiri. Maafkan Mama ya, Nak. Benar-benar ini terjadi di luar kemampuan Mama sebagai manusia….Kemudian dirasakannya rangkulan Carlos pada bahunya. Pria itu berbisik dengan lembut di sisi telinganya, “Akan kita kuburkan dengan baik anak ini, Sayang. Di halaman depan rumah kita pun boleh. Dia akan menyaksikan kedua orang tuanya melanjutkan hidup dengan bahagia. Adik-adiknya akan lahir dan membuat perkawinan kita semakin harmonis.”Miranda diam saja tak menangg