"Sudah jam segini, kok belum datang?" desis Ratna, dengan mata melirik ke arah jam yang menempel di tembok atas pintu.
"Rizal janji datang jam berapa, Rat?" tanya Nay yang ikut ikutan melirik jam.
"Kemarin sih dia nggak ngomong mau datang jam berapa cuman bilangnya malam doang." Ratna menjawab sambil kembali memandang ponselnya.
"Ini sudah hampir jam sembilan looo ...." Seru Nay, lagi.
Ratna tak menjawab, dia hanya bisa melirik jam dan menunggu.
"Memangnya mau ngomongin apa sih?" tampaknya bukan hanya Ratna yang penasaran, Nay pun mempunyai rasa yang sama.
"Aku juga nggak tahu, Nay. Mungkin mau cerita tentang hubungannya bersama Mila?"
"Kamu tahu?" Nay yang kaget, bertanya, dengan mata terbeliak ke arah Ratna.
"Memangnya kenapa Nay, sampai kaget begitu," lirik Ratna dengan wajah dat
"Kamu beneran masih mau di sini? Sendirian aja? Apa mau aku temeni?" tanya Nay yang sudah bersiap siap, berkemas untuk segera pulang."Temenin dong," rajuk Ratna tanpa menoleh ke arah sahabatnya itu, dia tetap fokus ke arah laptop.[Hallo, Mas. Malam ini aku di kafe, nemenin Ratna, jadi nggak usah di jemput ya.]Mata Ratna sontak membulat dan berpaling fokus ke arah Nay yang masih berbincang di ponselnya."Nay, nggak! Kamu pulang saja, aku bercanda!"Terlambat, Nay sudah menutup ponselnya. Dan kini memandang tak mengerti pad Ratna."Eh kamu yang serius, dong!" ketus Nay yang terlihat gemes."Iya, aku serius, aku di sini sendiri saja. Kamu sana pulang!""Serius, Rat!"Lagi! Nay memastikan apa keinginan Ratna."Iya!""Ah, kamu becanda
Tak menggubris apa yang Ratna pinta, Aldo malah bungkam mulut Ratna kembali dengan lumatan bibir. Tangannya pun tak mau kalah, memilin, meremas dan mulai semakin berani turun ke bawah.Bukan hanya di bibir, Aldo juga memberikan tanda kepemilikannya di dada dan leher Ratna, membuat perempuan yang baru saja berstatus janda itu kembali mendesah."I love you."Aldo terus membisiki telinga Ratna, di sela sesapannya di tempat itu.Mata Ratna terpejam, sepertinya kini dia hanya bisa pasrah menerima serangan Aldo.Namun entah kenapa, saat tangan Aldo mulai menyentuh miliknya yang paling sensitif, Ratna berdiri dan menghempaskan tangan Aldo begitu saja. Matanya terlihat berkaca kaca dengan nafas tersengal."Ada apa, Sayang?" tanya Aldo yang kaget melihat perubahan sikap Ratna yang tadinya mulai pasrah kini malah berdiri menjauh.
Sesaat setelah Bunda menutup pintu kamar, Ratna membuka mata dan turun dari ranjangnya. Bergegas ganti baju dan memoles tipis wajahnya, agar tampak lebih segar.Sengaja hari ini dia menggunakan kaca mata hitam untuk menutupi matanya yang bengkak akibat menangis."Non!"Terdengar ketukan di pintu kamar, disertai panggilan untuk Ratna."Apa, Mak?" Ratna membuka pintu dan langsung bertanya pada perempuan separuh baya yang datang dengan membawa baki berisi sepiring bubur dan segelas teh."Lo, Non mau ke mana, kata Nyonya, si Non lagi sakit, kok sekarang malah sudah cantik, kayak mau pergi." Si Mak menatap penampilan Ratna dari atas ke bawah dengan tatapan heran."Nggak sakit, tadi cuman lagi ngantuk aja, kok Mak. Sekarang mau pergi, Mak." jawab Ratna, tangannya memeriksa tas yang ia selempangkan di bahu sebelah kanan.
"Mbak, saya Ratna, mau ketemu dengan ibu Diana Chalondra."Siang itu sepulang dari Panti, Ratna sengaja datang, ingin bertemu dengan Bunda di kantornya.Kali ini dia sudah membulatkan tekad untuk melakukan apa yang Umi katakan tadi padanya."Apakah sebelumnya sudah ada janji?" tanya mbak berseragam yang berdiri dari balik meja, sesaat saat melihat ada Ratna di depan mejanya."Tidak!" Ratna menjawab denganmenggelengkan kepalanya berulang kali, mulutnya tersenyum ramah."Maaf, kalau mau bertemu dengan ibu harus ada janji dulu." Mbak itu berkata cepat, dengan mata menatap Ratna tidak bersahabat."Tidak di tanyain dulu mbak, mau ketemu apa nggak?" Ratna bertanya setengah memaksa."Memangnya ada perlu apa, mbaknya ke sini?"Kini jawaban si mbak berseragam mulai terdengar ke
"Tapi ... apa?" Bunda mulai mendesak, agar Ratna tak lagi ragu untuk mengutarakan apa yang menjadi beban di hatinya."Anu ... Bunda, aku rasa dengan menepi untuk sementara adalah cara terbaik agar aku tahu apakah rasa aku alami ini tidak salah."Akhirnya Ratna memberanikan diri mengutarakan apa yang dia inginkan."Aku tak ingin jatuh di lubang yang sama untuk yang kedua kalinya, Bunda. Aku sadar aku tidak sempurna, karena ketidak sempurnanya itulah yang membuat aku harus berpikir panjang untuk membuka hati kembali."Sambung Ratna, kembali mencurahkan alasan keinginannya untuk menepi, yang tercipta setelah dia bertemu dengan Umi, tadi.Namun, tidak dia ceritakan pada Bunda dan mas Delon."Mmm ...."Hanya terdengar deheman Bunda, kemudian sepi.Berulang kali Ratna, Bunda dan Delon saling melirik tanpa berucap ka
" Rafi mana, Nay?"Ratna yang baru saja datang, sontak bertanya setelah tak melihat sosok satu satunya makhluk yang paling tampan di antara mereka.Pagi itu Ratna sengaja datang sesuai jadwal masuk kerja, karena ada sesuatu yang ingin ia rundingkan dengan Nay dan Rafi."Tadi sih bilangnya mau mendampingi karyawan baru yang akan menjadi jasa antar kita.""Nay, sebelum pulang, kita bertiga ngumpul sebentar, ya. Ada yang ingin aku bahas dengan kalian."Ratna meletakkan tasnya di mejanya sendiri, kemudian melangkah mendekati kursi depan meja Nay dan langung mendudukinya."Ada apa, Rat?" tanya Nay, dengan dahi mengkerut, matanya memandang Ratna dengan tatapan penasaran."Ada sesuatu yang harus kita bahas," ujar Ratna yang kemudian bersandar ke punggung kursi. Matanya terpejam, dan menarik nafas panjang dan membuangnya d
"Sejak kita semua sibuk, Lauren ada di rumah mama, sengaja aku pakai jasa baby sitter, jadi mama cuman ngawasi doang."Mila memberikan penjelasan pada Ratna, dengan berdiri di belakang Nay, dan mata fokus ke laptop milik sahabatnya itu. Sesaat, kemudian duduk di kursi depan meja Ratna."Alhamdulillah,sebenarnya kasihan juga sih kalau mamamu yang harus jaga Lauren, kalau tanpa pembantu, anakmu kan masa perkembangan, sedang aktif aktifnya itu?!" seru Ratna pada Mila yang menjawab hanya dengan menganggukkan kepala, berulang kali."Hei, kata si Nay, ada yang mau kamu bicarakan, tentang apa? Kalau bisa sekarang deh, habis makan siang aku ada janji," tanya Rafi, dia mengangkat dan meletakkan kursinya ke depan meja Ratna, samping Mila."Begini, mmm ...," Ratna menggantung ucapan, dengan mata menatap ketiga sahabatnya, bergantian."Aku dan Bunda akan pergi ke Prancis, dan tidak tah
"Bunda kali, Rat?" tanya Rafi, mencoba menebak."Aduh, ada apa, ya?" tanya Ratna, bergegas berdiri dan melangkah pergi menuju ke luar ruangan."Tidak biasanya bunda datang tanpa lebih dulu mengabarinya, ada urusan apa sampai harus datang sendiri ke kafe." Ratna berbisik sendiri, sambil melangkah menuruni tangga ke lantai dasar.Tanpa ia sadari ketiga sahabat itu pun ikut melangkah di belakangnya, dengan perlahan lahan.Mata Ratna menyapu setiap meja, mencoba menemukan orang yang mencarinya.Siang itu suasana kafe lumayan ramai, karena bertepatan dengan jam makan siang.Ratna terus mencari, hingga matanya tertuju ke kursi di pojok kanan, Ratna kaget saat melihat orang yang sedang mencarinya sedang duduk sendirian dan kini melambaikan tangan ke arahnya."Ibu! Ke sini sendirian? Ada apa?"Perempuan yang di sa
"Sudah siap?" tanya Delon, pada Aldo yang memasukkan semua perlengkapan istri dan dirinya ke dalam tas ransel yang Mak bawa tadi dari rumah.Terlihat Aldo menganggukkan kepalanya sekilas. Menjawab pertanyaan Delon.Hari itu hari ke empat setelah Ratna bangun dari tidurnya, dan dokter yang menangani Ratna sudah memberikan izin untuk pulang."Pak Ri, yang tas itu, nanti tolong di bawa ke rumah, ya. Jadi kita cuma bawa tas yang ini aja."Aldo menunjuk tas yang lebih besar untuk di bawa pak Ri yang mengiyakan perintah majikannya, serta langsung membawa pergi setelah sebelumnya pamit lebih dulu pada Aldo dan Ratna."Nanti kau pakai saja mobilku, Do. Aku bisa pakai taxi online nanti."Delon menyodorkan tangannya yang sedang memegang kunci mobil."Terima kasih," ucap Aldo, tangannya ikut maju mengambil kunci yang disodorkan Delon."
Terlanjur, dokter Siska sudah memencet tombol di atas kepala Ratna, memberitahukan bahwa ada sesuatu yang terjadi pada pasien."Apa yang kau lakukan?" tanya Aldo yang masuk ke dalam ruangan dengan raut wajah marah. Tangannya mengepal menahan geram."A-aku ...." jawab Siska yang tergagap, kaget! Wajahnya pucat seketika."Bang ...."Seperti tak percaya Aldo mendengar Ratna memanggilnya, seketika itu juga ia menoleh ke arah istrinya dan baru menyadari kalau perempuan yang ia cintai sudah bangun dari tidur panjang."Yang ...."Aldo mendekat ke arah Ratna, menggenggam tangan istrinya erat, dan menciumi setiap inci wajah perempuan yang sangat ia cintai.Membuat dokter Siska seketika itu juga mundur perlahan menuju pintu.Hampir saja dirinya menabrak beberapa dokter dan perawat yang berdatangan mendekati Ratna, dan mem
"Mas, baju yang mau di bawa yang mana?" tanya Mak siang itu.Mak sengaja di antar pak Ri untuk mengantarkan baju bersih yang akan di pakai Aldo, di rumah sakit. dan membawa balik baju yang sudah kotor untuk Mak cuci di rumah.Tanpa bicara, Aldo yang dengan wajah sangat menampakkan kesedihan, memberikan baju yang sudah ia lipat dalan paperbag yang lumayan besar pada Mak."Mbak gimana, Mas?" tanya Mak, dengan tangan terulur menerima paper bag dari Aldo."Masih tidur, Mak. Tolong doain, ya. Biar bisa cepat pulang ke rumah." Aldo sedikit tersenyum, senyum yang terlihat terpaksa."Iya, Mas. Saya dan Mak selalu berdoa semoga Mbak dan si kembar cepat pulang, biar rumahnya ramai." Pak Ri yang tadinya hanya terdiam mendengarkan, kali ini ikut membuka suara.Sudah sebulan lebih pasca kecelakaan, Ratna tak sadarkan diri. Terbaring lemah dengan beberapa
"Apa tidak sebaiknya kalau kamu, aku antar saja, Yang?" usul Aldo saat melihat istrinya mengambil kunci mobil, pagi itu setelah sarapan bersama."Tidak usah, aku baik baik saja, kok!" jawab Ratna yang mendekat untuk mencium pipi, dan punggung tangan kanan suaminya."Tapi perutmu sudah tak memungkinkan untuk menyetir, Yang ...."Jelas saja Aldo sangat khawatir dengan kondisi Ratna, yang memaksa menyiapkan sendiri acara tujuh bulanan si kembar yang rencananya akan di laksanakan seminggu lagi."Perutku tidak masalah kok, Bang. Asalkan kau tidak lagi terlalu mempermasalahkan," ujar Ratna, yang terus melangkah melewati dapur menuju ruang garasi.Setelah sebelumnya meminta Mak untuk membuka pintu garasi dan juga pintu pagar.Sambil mengikuti istrinya dari belakang, Aldo hanya bisa mengambil nafas panjang dan mengembuskannya dengan kasar.&n
Ratna terus mengulang pertanyaan yang sama hingga membuat dokter Agni sedikit gemas."Hei! Saya serius, Bu! Anda hamil. Selamat ya ...."Masih banyak lagi pesan yang dikatakan oleh dokter di depannya yang sedang membersihkan perut Ratna dari gel tadi. Namun, Ratna hanya bisa menangis sambil terus memandangi layar."Sekarang anda boleh berbalik ke kanan, baru kemudian bangun dengan perlahan," suruh dokter Agni pada Ratna yang ia ikuti."Benarkan apa yang aku bilang." Siska tersenyum sambil terus memainkan ponselnya."Memangnya dokter Siska bilang apa!" tanya dokter Agni yang kemudian pindah ke kursi miliknya dan menuliskan sesuatu di sana."Cuman minta traktiran kalau mereka berdua terbukti hamil," jawab dokter Siska, yang kemudian tertawa terbahak."Ah dokter Siska, ada ada saja!" seru dokter Agni, yang kemudian memberikan amplop co
"Nay, kamu kenapa?" tanya Ratna, saat tangan membuka pintu di ruangannya.Ini hari pertama Ratna kembali ke kafe setelah dua hari menemani Aldo di rumah."Aku nggak tahu, mungkin masuk angin," jawab Nay, wajahnya basah, dan terlihat menahan sesuatu yang sepertinya akan keluar dari mulut Nay."Kamu periksa saja, Nay. Jangan jangan kamu hamil." Rafi yang datang di belakang Ratna tiba tiba ikut buka suara."Iya, Nay. Periksa aja deh!" Seru Ratna mendukung apa yang di katakan Rafi"Tapi–""Kalau kamu nggak periksa malah fatal, pengin sembuh, terus minum obat anti masuk angin. Eh ... ternyata hamil, gimana? Kan pasti ada resiko dari obat yang kamu minum, Nay." Rafi Langsung memotong pembelaan Nay.Ada iba menggelantung di dada Rafi, melihat kondisi Nay saat ini."Tapi–""P
"Kamu nggak makan? Serius?" tanya Aldo setelah selesai menelan makanan yang tadi di dalam mulutnya kemudian ia dorong dengan cara meminum air mineral, hingga terasa kerongkongannya yang lega."Kenapa?" tanya Ratna, bersuara pelan dengan penuh perhatian."Kalau aku saja yang makan, gimana? Bolehkan? Dari pada jadi mubasir kan sayang, Yang," rayu Aldo, sambil menaik turunkan kedua alisnya bersamaanRatna tersenyum, dan ia sudah menduga sebelumnya. Hanya saja yang masih tidak ia percayai betapa Aldo sudah membuang urat malunya dengan makan sembarangan di tempat umum."Boleh?" tanya Aldo, lagi!"Boleh, silahkan?!"Ratna mendekatkan mangkok yang seharusnya menjadi miliknya untuk lebih dekat lagi dengan Aldo."Makasih ya, Sayang," ucap Aldo yang langsung mengeksekusi mie di hadapannya."Habis ini kita jala
"Sudah datang, Yang?" tanya Aldo yang sedang duduk di depan tv, sambil memangku buku tebal di pahanya. Saat merasa ada seseorang yang tiba tiba sudah mencium pipinya dari belakang."Iya ...." jawab Ratna, yang kemudian melangkah di samping Aldo, setelah tadi mencium pipi dan kening lelaki tampan bermata tajam itu.Dia sengaja pulang awal karena Mak menghubunginya tadi dan mengatakan kalau Aldo sedang sakit."Tadi kata Mak, Abang belum makan apa pun ya, kenapa? Mau aku buatin sesuatu?" tanya Ratna yang sudah duduk di samping kaki Aldo yang sedang selonjoran, sambil mencium punggung tangan suaminya itu. Kemudian berpindah memijat betis Aldo.Selama hampir setahun menikah, baru kali ini Aldo sakit hingga membuat nafsu makannya hilang. Aldo terkenal sangat menjaga sekali kesehatan badannya, dan itu yang membuat Ratna heran."Tidak usah, aku sendiri bingung dengan sakitku. Setiap meli
Ratna terjaga dari tidurnya saat merasakan sentuhan sentuhan halus pada kulit tubuhnya, terutama di bagian dada, tangan itu terasa meremasnya lembut.Ratna menggelinjang kegelian, gelenyar gelenyar kenikmatan itu mulai datang.Posisi tidur Ratna yang miring ke kanan, benar benar membuat tangan milik Aldo itu bergerak sangat bebas dari belakang punggungnya.Pura pura tak ingin di ganggu, Ratna menahan tangan itu. Dan memeluk di dadanya.Tapi beberapa detik kemudian, dia kembali merasakan serangan benda basah dan kenyal itu di bagian leher belakang area telinga dan bahunya yang terbuka.Mengundang sengatan birahi yang lebih besar lagi.Dengan sedikit terpaksa Ratna membuka matanya dan mengerjapnya berulang kali. Dan melihat ke arah jam, masih menunjukkan jam empat pagi."Akhirnya kau bangun juga." Aldo bersuara dengan suar