Ratna mencibir, mendengar pengakuan Aldo yang abu abu.
Tanpa basa basi lagi, Aldo mendekat dengan kedua tangan membingkai wajah Ratna, dan langsung melumat bibir maanis yang kini menjadi candu baginya.
Ratna membulatkan matanya, tak percaya dengan apa yang dilakukan oleh pria yang sebenar sudah mempunyai tempat yang beda di hati sang calon janda.
Lumatan itu sangat menggairahkan, tangan yang tadinya menahan badan Aldo dengan sekuat tenaga, akhirnya hanya bisa melemas, bahkan mulai mengelus dada bidang milik mantan bosnya.
Hingga keduanya saling melepaskan pagutan. Namun, Aldo tak membiarkan Ratna lepas begitu saja, dia tetap memeluk dan menyatukan kening mereka, di antara deru nafas.
"Aku mencintaimu, Rat. Menikahlah denganku." Aldo meminta dengan nafas yang masih tersengal-sengal, kedua tangannya masih terus membingkai wajah cantik Ratna.
"Aku tidak bisa." Ratna sontak menolak permintaan Aldo, dan mulai melolos
"Rat ... kok kamu tidur di sini? Nggak pulang? Pasti ada masalah ya?" selidik Rafi, langsung tanpa basa basi."Mmm ...."Ratna terbangun tanpa membuka mata, saat badannya bergetar pelan karena tangan Rafi di pundak."Ada apa? Cerita dong.""Aku pusing, Fi.""Sebentar, ya."Terdengar langkah Rafi keluar dari ruangan berlari menuruni tangga.Ratna kembali memejamkan matanya, kepergian Aldo yang tanpa kata terus saja menari di benak perempuan yang mencepol rambutnya asal."Rat, ayo sarapan dulu."Ratna membuka matanya saat badannya teraasa sedikit berguncang karena tangan Rafi di bahunya untuk yang ke dua kali."Apa ini, Fi?" tanya Ratna saat melihat di depannya ada bungkusan di atas piring lengkap dengan sendok."Gado gado milik
"Rat ...."Ratna sontak menoleh ke arah pintu kamar yang tadi belum sempat dia tutup kembali."Ya, Bun!?" jawab Bunda setelah tersenyum ke arah sosok perempuan yang pernah melahirkannya."Bolehkah bunda masuk?""Masuklah, Bun. Kenapa harus pamit?" Ratna menjawab dengan mata masih menatap ke cermin, membersihkan wajahnya dari sisa make up."Apakah ada masalah di kafe, Rat?"Bunda melangkah mendekat kemudian duduk di tepi ranjang, persis di belakang punggung Ratna."Tidak ada Bun.""Jadi apa alasanmu semalam tidak pulang.""Aku ....""Ada apa, Rat?"Bunda akhirnya bertanya lagi setelah beberapa saat, beliau tidak sabar melihat Ratna yang tak lagi melanjutkan ucapannya."Mmm ...."Ratna sepertinya bingung harus memulai dari mana, dia tak ingin bunda kecewa dengan keadaannya."Bun, salahnya di mana, jika seorang perempuan tidak bisa punya anak
"jadi kamu ditolak?" tanya Nay pada lelaki yang datang ke rumah, hanya untuk sekedar curhat tentang hubungannya dengan Ratna. Ada rasa tak percaya pada raut wajah yang ditunjukkan Nay. Aldo mengangguk lesu, terlihat mengusap wajahnya berulang kali. Sore itu di kediaman Nay terlihat agak ramai, ada beberapa dari wedding organizer (WO) yang sedang melakukan tugasnya menyiapkan dekorasi rumah. Membuat Nay, Aldo dan Ronald memilih berbicara di ruang tengah. "Sebenarnya ada masalah apa di balik pernikahan Ratna yang dulu? Sepertinya dia menyimpan sesuatu yang tak ingin aku tahu." Aldo bertanya, matanya berulang kali menatap Nay yang duduk berdampingan bersama Ronald. Berdua memakan kacang rebus yang berada di wadah atas paha Nay. "Aku–" "Nay aku pergi dulu, ya? Lauren aku bawa." Tiba tiba Mila yang baru saja keluar dari dalam kamarnya, memotong ucapan Nay. Mila pamit sambil m
[Ada di mana , Do?] Bunda bertanya melalui ponselnya.[Dalam perjalanan, Bun. Dari rumah Nay tadi, apa yang bisa aku lakukan untuk Bunda? ] jawab seseorang di seberang ponselnya.[Kalau sekarang ketemuan bisa, nggak?] tanya Bunda, penuh harap.[Ke mana, Bunda?][Nanti bunda kirimkan lokasinya ya di aplikasi hijau][Iya, Bun. Siap]Mendengar kesanggupan Aldo, Bunda segera menutup panggilan, bersamaan dengan turunnya Ratna dari lantai atas.****"Sudah siap, Rat?" tanya Bunda.Ratna melangkah lesu, mendekat dengan kepala mengangguk pelan berulang kali."Ada apa? Kamu sakit?" Bunda bertanya dengan tatapan penuh perhatian."Tidak, lebih baik kita segera bergegas, mumpung masih sore," elak Ratna, yang tersenyum terpaksa.Bunda mengangguk, menyetujui usul putrinya, mereka kemudian melangkah beriringan dalam diam.Di sela sela konsentrasinya berkemudi
"Pilihlah warna dan baju yang kamu suka, Rat!" pinta Bunda saat dirinya disodorkan gambar beberapa baju pesta yang terlihat berpasangan.Ratna membolak balikkan beberapa halaman yang berisi baju- baju yang terlihat sangat bagus dengan harga yang terbilang 'wow'."Tidak, aku percaya pilihan bunda adalah yang terbaik." Ratna kembali mendorong kertas kertas bergambar itu arah sang bunda.Ratna bakalan tampak bingung saat dihadapkan pada beberapa pilihan yang menurutnya bagus semua. Apalagi dia takut tidak sesuai dengan selera sang bunda.Bunda tersenyum, apalagi saat mendengar Aldo pun menyamakan jawaban seperti yang Ratna katakan.Melihat Bunda yang tampak sibuk berdiskusi masalah model dan warna dengan Hj. Sulastri– owner dari butik yang mereka datangi.Ratna memilih pindah duduk dari kursi yang letak awalnya berdampingan dengan Bunda,
"Dik!?" panggil Delon dari pintu yang ada di antara balkon dan kamar."Ada apa, Mas!?" Ratna menoleh, kemudian duduk dari tidurnya, memberikan tempat untuk kakak lelakinya untuk duduk."lagi melamun kan apa, hingga tak mendengar panggilanku? Ini surat ceraimu! Tadi dibawa ke kantorku oleh pengacara yang menangani nya." Delon meletakkan map warna putih transparan ke atas meja, kemudian duduk di samping Ratna."Tidak ada kok. Terimakasih ya, apakah ada kendala saat mengurusnya, Mas?""Lancar, Tidak ada kendala. Sepertinya Rizal juga tidak datang saat persidangan."Ratna tak menjawab. Namun, kedua bibirnya terlihat membentuk huruf '0'."Apa rencanamu setelah ini, Dik?""Tidak ada, aku hanya menjalani hidup, kerja di kafe, nemeni Bunda, dan –""Lamaran Aldo tidak kamu pertimbangkan, Dik?" Delon lan
Ratna hanya bisa pasrah saat tahu warna baju yang Bunda pilih untuk dia pakai, ternyata berwarna senada dengan yang dikenakan Aldo, sedangkan Bunda sendiri, memilih warna biru yang lebih gelap lagi.Walhasil selama perjalanan dari parkir mobil yang lumayan jauh tempatnya dari rumah Nay, Aldo dan Ratna menjadi pusat perhatian.Ratna tampil cantik sekali, rambut yang biasanya di cepol seadanya kini berubah menjadi cepol yang anggun. Seperti sedang memperlihatkan keseksian lehernya yang jenjang dan putih.Anehnya, Ratna memilih bergandengan tangan dengan Bunda, membiarkan Aldo yang membuntutinya dari belakang. Hingga memasuki pagar rumah Nay yang halamannya sudah di sulap menjadi indah luar biasa.Sekilas dilihatnya di sebelah kanan, beberapa orang yang ia kenal dulu saat masih sekolah, termasuk Mila dan Rizal, yang asik bercanda bersama Lauren.Ratna tersenyum ke arah sahabat dan mantan suaminya itu, tanpa mereka berdua sadari
"Bunda ...!"Nay yang sedang duduk di pinggir ranjang, bersama dua perempuan berseragam sama, seketika bersorak kegirangan saat melihat Bunda yang duluan masuk ke dalam kamar.Dan seperti ada yang memberikan perintah, dua perempuan yang tadi membantu Nay, bergegas keluar dari kamar."Hai ...!" Ratna pun melambaikan tangan ke arah Nay yang sedang berpelukan dengan Bunda."Hei, jangan nangis!" Bunda langsung memberikan saputangan yang dibawanya kepada Nay, agar tidak merusak riasan."Aku senang kamu mau datang, dari tadi aku tunggu tunggu kok belum masuk masuk." Nay berkata sambil menahan isaknya memeluk Ratna.Bunda dan Ratna saling berpandangan saat mendengar apa yang di katakan Nay. Ada senyum yang berbeda yang Ratna tunjukkan saat itu.Senyum terimakasih pada Bunda karena telah memaksanya untuk ikut masuk menemui Nay."Kok sepi, Nay. Yang lain pada ke mana?" tanya Diandra yang kebagian menjadi orang terakhir
"Sudah siap?" tanya Delon, pada Aldo yang memasukkan semua perlengkapan istri dan dirinya ke dalam tas ransel yang Mak bawa tadi dari rumah.Terlihat Aldo menganggukkan kepalanya sekilas. Menjawab pertanyaan Delon.Hari itu hari ke empat setelah Ratna bangun dari tidurnya, dan dokter yang menangani Ratna sudah memberikan izin untuk pulang."Pak Ri, yang tas itu, nanti tolong di bawa ke rumah, ya. Jadi kita cuma bawa tas yang ini aja."Aldo menunjuk tas yang lebih besar untuk di bawa pak Ri yang mengiyakan perintah majikannya, serta langsung membawa pergi setelah sebelumnya pamit lebih dulu pada Aldo dan Ratna."Nanti kau pakai saja mobilku, Do. Aku bisa pakai taxi online nanti."Delon menyodorkan tangannya yang sedang memegang kunci mobil."Terima kasih," ucap Aldo, tangannya ikut maju mengambil kunci yang disodorkan Delon."
Terlanjur, dokter Siska sudah memencet tombol di atas kepala Ratna, memberitahukan bahwa ada sesuatu yang terjadi pada pasien."Apa yang kau lakukan?" tanya Aldo yang masuk ke dalam ruangan dengan raut wajah marah. Tangannya mengepal menahan geram."A-aku ...." jawab Siska yang tergagap, kaget! Wajahnya pucat seketika."Bang ...."Seperti tak percaya Aldo mendengar Ratna memanggilnya, seketika itu juga ia menoleh ke arah istrinya dan baru menyadari kalau perempuan yang ia cintai sudah bangun dari tidur panjang."Yang ...."Aldo mendekat ke arah Ratna, menggenggam tangan istrinya erat, dan menciumi setiap inci wajah perempuan yang sangat ia cintai.Membuat dokter Siska seketika itu juga mundur perlahan menuju pintu.Hampir saja dirinya menabrak beberapa dokter dan perawat yang berdatangan mendekati Ratna, dan mem
"Mas, baju yang mau di bawa yang mana?" tanya Mak siang itu.Mak sengaja di antar pak Ri untuk mengantarkan baju bersih yang akan di pakai Aldo, di rumah sakit. dan membawa balik baju yang sudah kotor untuk Mak cuci di rumah.Tanpa bicara, Aldo yang dengan wajah sangat menampakkan kesedihan, memberikan baju yang sudah ia lipat dalan paperbag yang lumayan besar pada Mak."Mbak gimana, Mas?" tanya Mak, dengan tangan terulur menerima paper bag dari Aldo."Masih tidur, Mak. Tolong doain, ya. Biar bisa cepat pulang ke rumah." Aldo sedikit tersenyum, senyum yang terlihat terpaksa."Iya, Mas. Saya dan Mak selalu berdoa semoga Mbak dan si kembar cepat pulang, biar rumahnya ramai." Pak Ri yang tadinya hanya terdiam mendengarkan, kali ini ikut membuka suara.Sudah sebulan lebih pasca kecelakaan, Ratna tak sadarkan diri. Terbaring lemah dengan beberapa
"Apa tidak sebaiknya kalau kamu, aku antar saja, Yang?" usul Aldo saat melihat istrinya mengambil kunci mobil, pagi itu setelah sarapan bersama."Tidak usah, aku baik baik saja, kok!" jawab Ratna yang mendekat untuk mencium pipi, dan punggung tangan kanan suaminya."Tapi perutmu sudah tak memungkinkan untuk menyetir, Yang ...."Jelas saja Aldo sangat khawatir dengan kondisi Ratna, yang memaksa menyiapkan sendiri acara tujuh bulanan si kembar yang rencananya akan di laksanakan seminggu lagi."Perutku tidak masalah kok, Bang. Asalkan kau tidak lagi terlalu mempermasalahkan," ujar Ratna, yang terus melangkah melewati dapur menuju ruang garasi.Setelah sebelumnya meminta Mak untuk membuka pintu garasi dan juga pintu pagar.Sambil mengikuti istrinya dari belakang, Aldo hanya bisa mengambil nafas panjang dan mengembuskannya dengan kasar.&n
Ratna terus mengulang pertanyaan yang sama hingga membuat dokter Agni sedikit gemas."Hei! Saya serius, Bu! Anda hamil. Selamat ya ...."Masih banyak lagi pesan yang dikatakan oleh dokter di depannya yang sedang membersihkan perut Ratna dari gel tadi. Namun, Ratna hanya bisa menangis sambil terus memandangi layar."Sekarang anda boleh berbalik ke kanan, baru kemudian bangun dengan perlahan," suruh dokter Agni pada Ratna yang ia ikuti."Benarkan apa yang aku bilang." Siska tersenyum sambil terus memainkan ponselnya."Memangnya dokter Siska bilang apa!" tanya dokter Agni yang kemudian pindah ke kursi miliknya dan menuliskan sesuatu di sana."Cuman minta traktiran kalau mereka berdua terbukti hamil," jawab dokter Siska, yang kemudian tertawa terbahak."Ah dokter Siska, ada ada saja!" seru dokter Agni, yang kemudian memberikan amplop co
"Nay, kamu kenapa?" tanya Ratna, saat tangan membuka pintu di ruangannya.Ini hari pertama Ratna kembali ke kafe setelah dua hari menemani Aldo di rumah."Aku nggak tahu, mungkin masuk angin," jawab Nay, wajahnya basah, dan terlihat menahan sesuatu yang sepertinya akan keluar dari mulut Nay."Kamu periksa saja, Nay. Jangan jangan kamu hamil." Rafi yang datang di belakang Ratna tiba tiba ikut buka suara."Iya, Nay. Periksa aja deh!" Seru Ratna mendukung apa yang di katakan Rafi"Tapi–""Kalau kamu nggak periksa malah fatal, pengin sembuh, terus minum obat anti masuk angin. Eh ... ternyata hamil, gimana? Kan pasti ada resiko dari obat yang kamu minum, Nay." Rafi Langsung memotong pembelaan Nay.Ada iba menggelantung di dada Rafi, melihat kondisi Nay saat ini."Tapi–""P
"Kamu nggak makan? Serius?" tanya Aldo setelah selesai menelan makanan yang tadi di dalam mulutnya kemudian ia dorong dengan cara meminum air mineral, hingga terasa kerongkongannya yang lega."Kenapa?" tanya Ratna, bersuara pelan dengan penuh perhatian."Kalau aku saja yang makan, gimana? Bolehkan? Dari pada jadi mubasir kan sayang, Yang," rayu Aldo, sambil menaik turunkan kedua alisnya bersamaanRatna tersenyum, dan ia sudah menduga sebelumnya. Hanya saja yang masih tidak ia percayai betapa Aldo sudah membuang urat malunya dengan makan sembarangan di tempat umum."Boleh?" tanya Aldo, lagi!"Boleh, silahkan?!"Ratna mendekatkan mangkok yang seharusnya menjadi miliknya untuk lebih dekat lagi dengan Aldo."Makasih ya, Sayang," ucap Aldo yang langsung mengeksekusi mie di hadapannya."Habis ini kita jala
"Sudah datang, Yang?" tanya Aldo yang sedang duduk di depan tv, sambil memangku buku tebal di pahanya. Saat merasa ada seseorang yang tiba tiba sudah mencium pipinya dari belakang."Iya ...." jawab Ratna, yang kemudian melangkah di samping Aldo, setelah tadi mencium pipi dan kening lelaki tampan bermata tajam itu.Dia sengaja pulang awal karena Mak menghubunginya tadi dan mengatakan kalau Aldo sedang sakit."Tadi kata Mak, Abang belum makan apa pun ya, kenapa? Mau aku buatin sesuatu?" tanya Ratna yang sudah duduk di samping kaki Aldo yang sedang selonjoran, sambil mencium punggung tangan suaminya itu. Kemudian berpindah memijat betis Aldo.Selama hampir setahun menikah, baru kali ini Aldo sakit hingga membuat nafsu makannya hilang. Aldo terkenal sangat menjaga sekali kesehatan badannya, dan itu yang membuat Ratna heran."Tidak usah, aku sendiri bingung dengan sakitku. Setiap meli
Ratna terjaga dari tidurnya saat merasakan sentuhan sentuhan halus pada kulit tubuhnya, terutama di bagian dada, tangan itu terasa meremasnya lembut.Ratna menggelinjang kegelian, gelenyar gelenyar kenikmatan itu mulai datang.Posisi tidur Ratna yang miring ke kanan, benar benar membuat tangan milik Aldo itu bergerak sangat bebas dari belakang punggungnya.Pura pura tak ingin di ganggu, Ratna menahan tangan itu. Dan memeluk di dadanya.Tapi beberapa detik kemudian, dia kembali merasakan serangan benda basah dan kenyal itu di bagian leher belakang area telinga dan bahunya yang terbuka.Mengundang sengatan birahi yang lebih besar lagi.Dengan sedikit terpaksa Ratna membuka matanya dan mengerjapnya berulang kali. Dan melihat ke arah jam, masih menunjukkan jam empat pagi."Akhirnya kau bangun juga." Aldo bersuara dengan suar