Nay tak lagi menunggu jawaban atau tolakan dari Ratna lagi, dia langsung menyuapkan sesendok nasi dan lauk yang sudah ia beri kuah ke dalam mulut Ratna.
"Tadi kamu dari mana, Nay? Aku seperti mendengar kamu tadi berkata tentang hamil-hamil gitu?" Ratna bertanya pada Nay sebelum akhirnya membuka mulutnya lagi.
Mendengar pertanyaan Ratna, Nay langsung merubah ekspresi wajahnya, dia tak menyangka kalau Ratna mendengar tadi.
"Mimpi kali kamu, aku nggak ngomong apa -apa kok?!" sangkal Nay, dia tak ingin Ratna sakit hati saat tahu apa yang terjadi tadi.
"Aku bangun dari tadi, Nay. Aku tadi malah berusaha mengambil air sendiri, tapi malah jatuh ke bawah."
Sontak Nay menurunkan pandangannya ke bawah kursi, dan benar di sana ada segelas air mineral yang masih bisa utuh, tergeletak tak berdaya di bawah, berada di antara kaki ranjang dan kaki kursi.
Nay kembali menyuapkan sesendok nasi sebelum mengulurkan tangannya mengambil ge
"Bruugh!"Delon terhenti saat di depannya terjadi incident, sang sekretaris menabrak orang yang baru saja keluar dari ruangan bagian keuangan."Maap, Pak!" ujar pria yang tampaknya terburu buru itu pada Deni, sang sekretaris.Orang tersebut langsung pergi setelah sebelumnya juga menundukkan kepalanya kepada Delon.Delon terdiam, dengan mata menyipit saat melihat wajah orang yang tadi menabrak Deni. Sepertinya dia sedang mengingat sesuatu."Ah ...." Delon berseru sambil menjetikkan tangan kirinya, di bibirnya ada senyum yang tak bisa di artikan."Den, kamu cari tahu siapa orang yang baru saja menabrak kamu, aku ingin identitas lengkapnya ada di mejaku sebelum makan siang.""Siap, Pak." jawab sang sekretaris yang kemudian langsung berlalu dari samping Delon mengikuti ke mana tadi arah orang yang menabraknya pergi.Delon melangkah sendirian ke arah lift yang khusus untuk para petinggi kantor. Hingga pintu l
"Delon--""Bunda bersiap siaplah, aku mau ke ruanganku sebentar, ada yang ingin aku lihat." Delon langsung memotong ucapan bunda, sambil membalikkan badannya cepat."Tapi, Delon--""Hanya sebentar, bunda. Aku janji." Sekali lagi, dari ambang pintu, Delon memotong ucapan bundanya.Ia kemudian melangkah lebar ke arah ruangannya, di sana sudah ada sang sekretaris yang tersenyum menyambut Delon dengan sebuah map."Apakah kau sudah mendapatkan apa yang aku suruh?" tanya Delon dari luar ruangannya, tampak sekali dia sudah tak bisa mengendalikan rasa penasaran nya."Sudah, Pak!" jawab Deni, kepalanya mengangguk sesaat.Delon segera menerima map yang di sodorkan Deni kepadanya, sambil melangkah ke kursi di belakang meja kerjanya."Mmm ..." Delon hanya berdehem, sambil membaca isi map."Ada apa dengan orang itu, Pak? Sepertinya anda mempunyai masalah pribadi?" tanya Deni yang rupanya terus mengamati air mu
Ratna terbangun saat merasa ada yang mengelus rambutnya pelan. Matanya mengerjap berulang kali, rasanya tak percaya saat melihat sosok perempuan separuh baya yang berada di sampingnya."Ibu ...! Ada apa ibu repot-repot ke mari?" tanya Ratna yang terdengar agak ketus."Maaf sudah membangunkan mu ....""Ibu belum menjawab pertanyaanku. Ada kepentingan apa yang membuat ibu mau datang, aku pikir ibu tidak sekedar menjengukku, iya kan?" tanya Ratna lagi yang kemudian bangun dari tidur dan memilih duduk dengan bersandar menggunakan bantal yang ia susun dengan tangan yang bebas dari infus."Aku hanya ingin menyampaikan rasa bersalah Rizal kepadamu, dia tak sengaja membuatmu luka seperti ini, jadi tolong, jangan membuat ini menjadi sebuah masalah." Ibu menjelaskan maksud kedatangannya dengan raut wajah sedih, entah ... apakah itu jujur atau tidak?"Sudah kumaafkan, ibu tidak perlu khawatir tentang itu." Ratna menjawab dengan lugas, kini t
"Anda ternyata seorang ibu yang berlidah tajam, untung saja dapat menantu menurut seperti Ratna, kalau tidak mungkin anda sudah diberi racun sianida." Aldo langsung menjawab pertanyaan perempuan separuh baya yang masih duduk di samping ranjang Ratna, dengan kata kata yang tak kalah pedas."Ngaku saja kalau kalian ternyata adalah pasangan selingkuhan bukan? Mana ada baru kerja saja sudah dapat gaji sebesar itu?" Ibunya Rizal terus berusaha menyakiti hati Ratna. Tampak sekali kalau beliau masih sangat tidak puas dengan jawaban Aldo."Yang selingkuh kan anak anda, kenapa marahnya malah ke saya dan Ratna? Anda aneh ...."Mendengar ujaran Aldo, Ratna dan Nay yang baru datang tak kuasa menyembunyikan senyum mereka. Namun, tidak dengan sang mantan mertua, mata beliau mendelik tak suka pada Aldo yang masih menyisakan senyum di wajahnya."Dengar, Ratna. Kalau kalau kamu masih ingin bersama Rizal. Ku beri waktu sampai besok, kalau tidak?! Ibu tidak bisa
"Maap, permisi, Dokter ingin memeriksa pasien." Suara seorang perawat perempuan masuk ke dalam ruangan, sontak Ratna, Bunda dan Delon mengurai pelukan mereka.Delon dan Bunda langsung menepi, memberikan tempat yang lebih luas untuk sang Dokter dan perawat, meninggalkan Ratna yang menyambut tamu spesial nya, dengan senyuman.Ratna melihat betapa akrabnya dokter yang biasa memeriksanya dengan pak Aldo, yang kemudian di biarkan mendekat ke sisi tepi ranjangnya.Sang Dokter di bantu perawat kemudian melakukan pemeriksaan rutin.Perawat itu dengan cekatan melepaskan selang infus dari lengan mulus Ratna, kemudian membuka perban di kepala, membersihkan, mengobati dan menggantikannya dengan yang lebih kecil, hanya sekedar untuk menutup jahitan akibat luka robek saat membentur tembok.Lagi, Ratna memerhatikan sikap Nay yang diam seribu bahasa. Dengan pandangan mata yang tak lepas dari sosok si Dokter tampan yang sedang serius memeriksa det
"Diandra?" ulang Nay, yang merasa asing dengan nama yang di sebut oleh bunda."Ya, itu nama yang almarhum ayahnya dulu sematkan pada Ratna, sebelum pihak panti merubahnya. Entah dengan alasan apa mereka mengubahnya." Bunda menjawab, matanya menatap nanar ke depan.Mulut Nay langsung membentuk huruf 'o' saat mendengar penjelasan dari perempuan cantik yang duduk di sebelahnya."Diandra, nama yang cantik ya ... Bun?""Dulu, kami adalah keluarga yang kurang beruntung, kemiskinan membuat bunda harus tega mengirim Delon ke desa, untuk dirawat oleh kakeknya di sana. Dan memutuskan hanya Diandra yang kami rawat sendiri."Tanpa menjawab pertanyaan Nay, Bunda tanpa diminta langsung memulakan cerita hidupnya pada perempuan berhidung bangir itu."Tahun '97, saat yang paling sulit bagi keluarga kami, kehidupan yang mulai membaik kembali memburuk saat penjarahan dan perampasan yang tak dapat kami kendalikan, semuanya bagai mimpi buruk, m
Dooock! Dock!"Rizal cepat buka pintunya!" Suara ketukan keras di pintu dan jerit suara ibu yang tampak tidak sabar dari luar pintu membuat lelaki yang baru saja meletakkan punggungnya ke ranjang, harus kembali berdiri lagi dan melangkah terseok ke arah pintu."Ada apa, Bu?" tanya Rizal pada sang ibu yang langsung masuk ke dalam rumah tanpa butuh ijin dari sang pemiilik."Kau harus membatalkan rencana mu untuk menceraikan Ratna!" seru ibu yang sudah duduk di kursi, dengan mata menatap tajam ke arah Rizal."Tidak bisa!""Bisa!""Bu ... bukankah ini keinginanmu agar aku cepat cepat mempunyai keturunan." Rizal yang dulunya tak pernah membantah kemauan sang ibu kini bingung dengan perubahan sikap perempuan yang telah melahirkannya."Kau bisa mempunyai keturunan bersama Ratna?""Aku sudah menjalani pernikahan ini selama bertahun tahun, Bu. Tapi dia belum juga hamil.""Kalian bisa punya anak, percayalah pada ibu." Tampak
"Akhirnya kau pulang juga." Mila menyambut Nay yang baru saja tiba di rumahnya."Ya, hari ini hari terakhir Ratna dirawat, dia akan di bawa pulang-""Diandra, Nay! Bukan Ratna." Mila memotong ucapan Nay yang ingin menjelaskan alasan kenapa dia pulang."Bagaimana kau tahu?" tanya Nay, matanya membesar karena kaget saat Mila tahu nama asli Ratna.Jari tangan Mila menunjuk ke kursi yang berada di samping kanan Nay yang masih berdiri."Apa itu?" Nay picingkan matanya saat melihat ada tumpukan dus di atas kursi yang di tunjuk oleh tangan Mila."Tadi ada lelaki yang datang ke sini bawa ini semua, dan juga berjanji bakalan datang lagi besok, buat benerin rumah," jawab Mila, yang memilih duduk di depan kursi yang berisikan kardus."Lelaki itu juga yang menceritakan sedikit siapa dirinya dan siapa Ratna." Mila menambahi penjelasannya."Siapa? Apakah dia-""Delon! Dia menyebutkan namanya adalah Delon, kakak kandu
"Sudah siap?" tanya Delon, pada Aldo yang memasukkan semua perlengkapan istri dan dirinya ke dalam tas ransel yang Mak bawa tadi dari rumah.Terlihat Aldo menganggukkan kepalanya sekilas. Menjawab pertanyaan Delon.Hari itu hari ke empat setelah Ratna bangun dari tidurnya, dan dokter yang menangani Ratna sudah memberikan izin untuk pulang."Pak Ri, yang tas itu, nanti tolong di bawa ke rumah, ya. Jadi kita cuma bawa tas yang ini aja."Aldo menunjuk tas yang lebih besar untuk di bawa pak Ri yang mengiyakan perintah majikannya, serta langsung membawa pergi setelah sebelumnya pamit lebih dulu pada Aldo dan Ratna."Nanti kau pakai saja mobilku, Do. Aku bisa pakai taxi online nanti."Delon menyodorkan tangannya yang sedang memegang kunci mobil."Terima kasih," ucap Aldo, tangannya ikut maju mengambil kunci yang disodorkan Delon."
Terlanjur, dokter Siska sudah memencet tombol di atas kepala Ratna, memberitahukan bahwa ada sesuatu yang terjadi pada pasien."Apa yang kau lakukan?" tanya Aldo yang masuk ke dalam ruangan dengan raut wajah marah. Tangannya mengepal menahan geram."A-aku ...." jawab Siska yang tergagap, kaget! Wajahnya pucat seketika."Bang ...."Seperti tak percaya Aldo mendengar Ratna memanggilnya, seketika itu juga ia menoleh ke arah istrinya dan baru menyadari kalau perempuan yang ia cintai sudah bangun dari tidur panjang."Yang ...."Aldo mendekat ke arah Ratna, menggenggam tangan istrinya erat, dan menciumi setiap inci wajah perempuan yang sangat ia cintai.Membuat dokter Siska seketika itu juga mundur perlahan menuju pintu.Hampir saja dirinya menabrak beberapa dokter dan perawat yang berdatangan mendekati Ratna, dan mem
"Mas, baju yang mau di bawa yang mana?" tanya Mak siang itu.Mak sengaja di antar pak Ri untuk mengantarkan baju bersih yang akan di pakai Aldo, di rumah sakit. dan membawa balik baju yang sudah kotor untuk Mak cuci di rumah.Tanpa bicara, Aldo yang dengan wajah sangat menampakkan kesedihan, memberikan baju yang sudah ia lipat dalan paperbag yang lumayan besar pada Mak."Mbak gimana, Mas?" tanya Mak, dengan tangan terulur menerima paper bag dari Aldo."Masih tidur, Mak. Tolong doain, ya. Biar bisa cepat pulang ke rumah." Aldo sedikit tersenyum, senyum yang terlihat terpaksa."Iya, Mas. Saya dan Mak selalu berdoa semoga Mbak dan si kembar cepat pulang, biar rumahnya ramai." Pak Ri yang tadinya hanya terdiam mendengarkan, kali ini ikut membuka suara.Sudah sebulan lebih pasca kecelakaan, Ratna tak sadarkan diri. Terbaring lemah dengan beberapa
"Apa tidak sebaiknya kalau kamu, aku antar saja, Yang?" usul Aldo saat melihat istrinya mengambil kunci mobil, pagi itu setelah sarapan bersama."Tidak usah, aku baik baik saja, kok!" jawab Ratna yang mendekat untuk mencium pipi, dan punggung tangan kanan suaminya."Tapi perutmu sudah tak memungkinkan untuk menyetir, Yang ...."Jelas saja Aldo sangat khawatir dengan kondisi Ratna, yang memaksa menyiapkan sendiri acara tujuh bulanan si kembar yang rencananya akan di laksanakan seminggu lagi."Perutku tidak masalah kok, Bang. Asalkan kau tidak lagi terlalu mempermasalahkan," ujar Ratna, yang terus melangkah melewati dapur menuju ruang garasi.Setelah sebelumnya meminta Mak untuk membuka pintu garasi dan juga pintu pagar.Sambil mengikuti istrinya dari belakang, Aldo hanya bisa mengambil nafas panjang dan mengembuskannya dengan kasar.&n
Ratna terus mengulang pertanyaan yang sama hingga membuat dokter Agni sedikit gemas."Hei! Saya serius, Bu! Anda hamil. Selamat ya ...."Masih banyak lagi pesan yang dikatakan oleh dokter di depannya yang sedang membersihkan perut Ratna dari gel tadi. Namun, Ratna hanya bisa menangis sambil terus memandangi layar."Sekarang anda boleh berbalik ke kanan, baru kemudian bangun dengan perlahan," suruh dokter Agni pada Ratna yang ia ikuti."Benarkan apa yang aku bilang." Siska tersenyum sambil terus memainkan ponselnya."Memangnya dokter Siska bilang apa!" tanya dokter Agni yang kemudian pindah ke kursi miliknya dan menuliskan sesuatu di sana."Cuman minta traktiran kalau mereka berdua terbukti hamil," jawab dokter Siska, yang kemudian tertawa terbahak."Ah dokter Siska, ada ada saja!" seru dokter Agni, yang kemudian memberikan amplop co
"Nay, kamu kenapa?" tanya Ratna, saat tangan membuka pintu di ruangannya.Ini hari pertama Ratna kembali ke kafe setelah dua hari menemani Aldo di rumah."Aku nggak tahu, mungkin masuk angin," jawab Nay, wajahnya basah, dan terlihat menahan sesuatu yang sepertinya akan keluar dari mulut Nay."Kamu periksa saja, Nay. Jangan jangan kamu hamil." Rafi yang datang di belakang Ratna tiba tiba ikut buka suara."Iya, Nay. Periksa aja deh!" Seru Ratna mendukung apa yang di katakan Rafi"Tapi–""Kalau kamu nggak periksa malah fatal, pengin sembuh, terus minum obat anti masuk angin. Eh ... ternyata hamil, gimana? Kan pasti ada resiko dari obat yang kamu minum, Nay." Rafi Langsung memotong pembelaan Nay.Ada iba menggelantung di dada Rafi, melihat kondisi Nay saat ini."Tapi–""P
"Kamu nggak makan? Serius?" tanya Aldo setelah selesai menelan makanan yang tadi di dalam mulutnya kemudian ia dorong dengan cara meminum air mineral, hingga terasa kerongkongannya yang lega."Kenapa?" tanya Ratna, bersuara pelan dengan penuh perhatian."Kalau aku saja yang makan, gimana? Bolehkan? Dari pada jadi mubasir kan sayang, Yang," rayu Aldo, sambil menaik turunkan kedua alisnya bersamaanRatna tersenyum, dan ia sudah menduga sebelumnya. Hanya saja yang masih tidak ia percayai betapa Aldo sudah membuang urat malunya dengan makan sembarangan di tempat umum."Boleh?" tanya Aldo, lagi!"Boleh, silahkan?!"Ratna mendekatkan mangkok yang seharusnya menjadi miliknya untuk lebih dekat lagi dengan Aldo."Makasih ya, Sayang," ucap Aldo yang langsung mengeksekusi mie di hadapannya."Habis ini kita jala
"Sudah datang, Yang?" tanya Aldo yang sedang duduk di depan tv, sambil memangku buku tebal di pahanya. Saat merasa ada seseorang yang tiba tiba sudah mencium pipinya dari belakang."Iya ...." jawab Ratna, yang kemudian melangkah di samping Aldo, setelah tadi mencium pipi dan kening lelaki tampan bermata tajam itu.Dia sengaja pulang awal karena Mak menghubunginya tadi dan mengatakan kalau Aldo sedang sakit."Tadi kata Mak, Abang belum makan apa pun ya, kenapa? Mau aku buatin sesuatu?" tanya Ratna yang sudah duduk di samping kaki Aldo yang sedang selonjoran, sambil mencium punggung tangan suaminya itu. Kemudian berpindah memijat betis Aldo.Selama hampir setahun menikah, baru kali ini Aldo sakit hingga membuat nafsu makannya hilang. Aldo terkenal sangat menjaga sekali kesehatan badannya, dan itu yang membuat Ratna heran."Tidak usah, aku sendiri bingung dengan sakitku. Setiap meli
Ratna terjaga dari tidurnya saat merasakan sentuhan sentuhan halus pada kulit tubuhnya, terutama di bagian dada, tangan itu terasa meremasnya lembut.Ratna menggelinjang kegelian, gelenyar gelenyar kenikmatan itu mulai datang.Posisi tidur Ratna yang miring ke kanan, benar benar membuat tangan milik Aldo itu bergerak sangat bebas dari belakang punggungnya.Pura pura tak ingin di ganggu, Ratna menahan tangan itu. Dan memeluk di dadanya.Tapi beberapa detik kemudian, dia kembali merasakan serangan benda basah dan kenyal itu di bagian leher belakang area telinga dan bahunya yang terbuka.Mengundang sengatan birahi yang lebih besar lagi.Dengan sedikit terpaksa Ratna membuka matanya dan mengerjapnya berulang kali. Dan melihat ke arah jam, masih menunjukkan jam empat pagi."Akhirnya kau bangun juga." Aldo bersuara dengan suar