Fernando, yang awalnya enggan, akhirnya tidak bisa menahan rasa ingin tahunya. “Puzzle itu terlihat sulit. Aku tidak yakin kita bisa menyelesaikannya.”
Joen tersenyum lebar. “Ayo coba saja. Aku yakin kita bisa melakukannya bersama. Lagipula, aku suka sekali bermain puzzle, dan aku pikir akan lebih menyenangkan jika kita melakukannya bersama.”
Itu adalah puzzle potongan pesawat. Fernando menyukai pesawat, sehingga rasa ingin tahunya semakin membuatnya mau menyentuh puzzle tersebut.
Fernando mulai merasa tergerak oleh semangat Joen, akhirnya duduk di meja puzzle dan mulai membantu. Meskipun dia masih terlihat dingin, sikapnya mulai melunak sedikit demi sedikit. Joen, yang sangat ahli dalam menyusun puzzle, menunjukkan keterampilannya dengan penuh percaya diri, dan Fernando mulai terlibat dalam kegiatan tersebut.
Selama beberapa hari berikutnya, Joen terus berusaha mengajak Fernando bermain berbagai jenis puzzle dan permainan lain. Di
Fernando awalnya merasa bingung dan agak tidak nyaman melihat Joen yang berbicara sendiri, berdiri di pintu dan memerhatikan dengan rasa ingin tahu. Dia tidak bisa memahami sepenuhnya mengapa Joen berbicara sendiri, dan merasa canggung karena tidak tahu bagaimana merespons.Namun, seiring waktu, Fernando mulai merasa tertarik. Dia melihat betapa serius dan bersemangatnya Joen saat menyusun puzzle, dan dia menyadari betapa banyak usaha yang Joen lakukan. Fernando memutuskan untuk duduk di dekat Joen dan memperhatikan dengan lebih teliti, berharap bisa memahami lebih baik tentang apa yang sedang dilakukan Joen.Joen yang tiba-tiba menyadari kehadiran Fernando, merasa malu dan berhenti sejenak. Dia menoleh dan melihat Fernando duduk di dekatnya, tatapan Fernando yang penuh perhatian membuatnya merasa canggung. “Oh, hai, Kakak Fernando. Kamu sudah lama di sini?”Fernando merasa sedikit ragu namun berusaha untuk berbicara dengan sopan, menjawab, “Iy
Nayla dibawa ke rumah sakit, masih dalam keadaan lemas dan sangat terguncang. Dia merasa seperti semua harapan dan impian yang dia miliki hancur berkeping-keping.Di rumah sakit, Nayla dikelilingi oleh dokter dan perawat yang mencoba untuk menstabilkannya. Dia tidak bisa berbicara dengan jelas atau pun menjelaskan perasaannya. Semua yang ada di pikirannya adalah gambar-gambar tentang Joen dan ketidakmampuan untuk melawan keadaan ini.Nayla mendapatkan perawatan juga terhadap mentalnya, perasaan kesedihan dan stres yang mendalam mengganggu setiap sudut pikirannya.Ketika Nayla sadar dari pingsannya, dia merasa seperti baru saja bangkit dari mimpi buruk. Dengan rasa sakit yang mendalam di hatinya, dia tahu dia harus mengambil langkah-langkah hukum untuk melawan permohonan cerai dan hak asuh Zavier. Dia tidak bisa membiarkan Joen pergi tanpa perjuangan.Dokter dan perawat memberikan dukungan yang dibutuhkan Nayla, dan dia merasa sedikit lebih tenang dengan a
Pria tampan itu terlihat tidak berdaya, membagi perasaannya kepada dua wanita yang menurutnya sama-sama penting.Nadira menatap suaminya dengan wajah sendu, menyadari betapa perhatian Michael tampaknya lebih banyak terarah pada Nayla. “Aku mengerti. Dan aku tidak ingin membuatmu merasa tertekan atau membebanimu. Tapi aku juga merasa kesulitan. Kita harus bisa berbagi perhatian dan kasih di saat-saat seperti ini.”Michael mendekati Nadira dan memegang tangannya lagi dengan lembut. “Nadira, aku sangat menghargai pengertian dan dukunganmu. Aku tahu ini bukan situasi yang mudah untukmu. Aku berjanji akan melakukan yang terbaik untuk membagi waktu dan perhatian antara kamu dan Nayla.”"Dia ada di lantai kelima dari Rumah Sakit ini. Bagaimana bila aku menjengguknya sebentar dan melihat apa yang perlu kubantu? Setelah itu, aku akan kembali lagi kemari untukmu."Nadira mengangguk dengan lembut, mencoba untuk menenangkan perasaannya. &ldquo
Dengan mata memerah, Michael melihat ke arah Nayla. "Pria itu sama sekali tidak tahu budi. Setelah semua yang kamu lakukan untuknya, dia membalasnya dengan cara ini."Nayla yang masih dalam keadaan lemah hanya bisa menatap kosong. Kemarahan Michael tidak membuatnya merasa lebih baik, dan dia merasa terlalu lelah untuk merespons. Michael, yang merasa sangat marah dan frustrasi, berdiri di samping tempat tidur Nayla dengan ekspresi penuh kekesalan.Namun, meskipun kemarahan Michael terhadap Zavier tampak jelas, dia tidak mengambil langkah konkret untuk membantu Nayla.Michael memijit keningnya sendiri dengan gelisah. Michael merasa bahwa situasi ini, meskipun sangat menyedihkan, adalah sesuatu yang harus dihadapi Nayla sendiri. Dia merasa bahwa Nayla seharusnya tidak lagi bersama pria yang begitu tidak menghargainya.Dalam hati, Michael bermonolog, "ada baiknya mereka cerai. Aku... aku akan memilikimu setelah semuanya putus! Nadira dan Nayla akan menjadi mi
Nadira merasakan ketulusan dalam kata-kata Michael, tetapi dia juga mulai merasa cemas tentang situasi yang sedang berkembang. Dia ingin percaya bahwa Michael bisa menyeimbangkan perhatian dan kasih sayangnya, tetapi dia juga merasa perlu mendiskusikan perasaan mereka dengan jujur.Sementara itu, Michael merasa terpecah antara dua wanita yang sangat penting dalam hidupnya. Dia harus mencari cara untuk memberikan dukungan yang adil kepada Nayla, sementara tetap menjaga hubungan yang kuat dengan Nadira.Meskipun dia merasa mampu untuk mencintai dan merawat keduanya, tantangan emosional dan praktis yang dihadapi membuatnya merasa tertekan.Berbohong adalah cara yang bisa dipikirkan olehnya saat ini.Michael tahu bahwa untuk mewujudkan rencana ini, dia harus sangat hati-hati dan bijaksana dalam menangani semua hubungan dan perasaan yang terlibat. Dia berharap bahwa dengan waktu dan usaha, mereka semua bisa menemukan jalan keluar yang terbaik dari situasi yang
Dengan semangat baru, Zavier kembali ke sesi fisioterapi keesokan harinya. Dia berusaha keras untuk memperbaiki setiap langkah, menjaga agar setiap gerakan tetap akurat dan kuat. Dia mulai melihat beberapa kemajuan kecil, seperti peningkatan jarak tempuh dan penurunan rasa sakit, yang memberinya harapan baru.Petugas keamanan yang telah menjadi saksi perjuangan Zavier, memberikan pujian dan dorongan. “Kamu melakukan pekerjaan yang sangat baik, Zavier. Setiap hari kamu menunjukkan kemajuan, meskipun lambat. Tetaplah berfokus dan teruslah berusaha.”Zavier merespons dengan senyuman tipis, merasa lebih termotivasi. “Terima kasih. Aku akan terus berusaha keras. Aku tidak bisa menyerah sekarang.”Selama beberapa minggu ke depan, Zavier terus melanjutkan latihan dengan dedikasi yang tak tergoyahkan. Dia menghadapi kesulitan dan kemajuan dengan sikap yang sama. Setiap hari adalah kesempatan untuk memperbaiki diri, dan Zavier memanfaatkan setiap
Zavier berdiri dari kursinya dan berjalan perlahan mendekati layar dengan penuh perhatian. Hujan deras dan kegelapan malam membuat gambar sedikit kabur, tetapi dia bisa mengenali Nayla. Dia tampak sangat tidak nyaman, berdiri dengan tubuh basah kuyub, menggigil karena dingin. Melihat kondisi Nayla, Zavier merasa campur aduk antara kekhawatiran dan kebingungan.“Ini benar-benar tidak mungkin,” Zavier bergumam pada dirinya sendiri. “Kenapa dia masih berada di sini dalam keadaan seperti ini?”Tanpa berpikir panjang, Zavier memutuskan untuk membuka pintu. Dia melangkah keluar, dan hujan yang deras menyambutnya. Dengan cepat, dia mendekati Nayla, yang tampaknya tidak menyadari kedatangan Zavier karena kondisinya yang sangat tidak nyaman.“Nayla!” Zavier memanggilnya dengan nada khawatir, membuat Nayla menoleh dengan susah payah.Nayla menatap Zavier dengan mata penuh keputusasaan. Tubuhnya menggigil, dan air hujan mengalir d
Zavier merasa marah karena wanita yang duduk di hadapannya saat ini, tidak seperti wanita miliknya di masa lalu."Kamu harus menganti pakaianmu yang basah!" seru Zavier, berusaha mengalihkan pembicaraan dengan menariknya ke kamar."Di lemari ada pakaianmu, gantilah!" seru Zavier dengan ketus.Nayla mengikuti langkah suaminya yang tidak berjalan dengan cepat dan masih pincang."Zavier, kakimu-""Kakiku tidak masalah, kamu urus dirimu sendiri atau nanti kamu sakit, lalu merepotkanku!"Zavier mengambil satu stel pakaian tidur lalu melemparkannya kepada Nayla dan mendorongnya masuk ke dalam kamar mandi."Zav, aku mau pulang-""Ganti dulu pakaiannya!""Tapi ini pakaian tidur-"Bam!Pintu kamar mandi ditutup oleh Zavier.Sesaat kemudian, Nayla keluar dari kamar mandi dengan pakaian tidur miliknya di masa lalu. Sebuah kemeja tidur dari kain sutera halus yang pernah dia pakai selama menjadi istri Zavier.
***Akhir yang bahagia***Zavier tersenyum dingin, tatapannya penuh perhitungan. "Mereka bersekongkol," jawabnya dengan nada rendah namun tegas. "Mereka mencuri identitas Nayla dan membuat istriku menderita sampai lupa ingatan. Mereka mempermainkan hidupnya, menghapus kenangan berharga yang pernah kami miliki. Jika mereka pikir bisa lolos begitu saja, mereka salah besar."Asistennya tetap tenang di ujung telepon, menunggu instruksi lebih lanjut. "Apa rencana Anda, Tuan?"Zavier menatap jauh ke depan, matanya dipenuhi dengan tekad. "Rebut kembali wajahnya," katanya penuh arti, "dan biarkan dia yang palsu itu lupa ingatan. Buat dia merasakan apa yang dialami Nayla. Jika mereka berani mengambil hidup istriku, maka aku akan mengambil kembali apa yang mereka curi. Wajah yang mereka ciptakan, kenangan yang mereka bentuk... biarkan semuanya hancur dan musnah."Asistennya mengangguk di ujung telepon, memahami apa yang dimaksud oleh Zavier. "Baik, Tuan. Saya akan m
Sefia tersentak dan menoleh dengan cepat, matanya memperlihatkan keterkejutan yang jelas. "Oh, Zavier... Aku hanya... ada urusan mendadak," jawabnya tergagap. "Kamu tidak perlu khawatir. Ini hanya pertemuan singkat."Namun, Zavier tidak begitu saja percaya. Ada sesuatu dalam sikap wanita itu yang membuatnya curiga, dan keinginannya untuk mencari tahu lebih lanjut muncul dengan kuat.Tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia membiarkan Sefia pergi lebih dulu, tetapi tidak lama kemudian, Zavier masuk ke mobilnya dan mulai mengikuti dari belakang.Zavier menjaga jarak, memastikan bahwa Sefia tidak menyadari keberadaannya. Dia mengemudi perlahan, mengikuti mobil Sefia dengan hati-hati. Setiap belokan yang diambil wanita itu semakin mempertegas kecurigaan Zavier. "Apa yang sebenarnya dia sembunyikan?" gumamnya dalam hati."Dia memang tidak terlihat seperti Nayla yang menjadi milikku, matanya, suaranya berbeda, juga tingginya. Mengapa aku tidak pernah menyadarinya?" g
"Sara, a-aku akan memberimu bayaran tambahan... untuk... untuk apa yang terjadi tadi malam."Mendengar itu, kedua mata Sara membulat dan timbunan air mata mulai berkumpul dengan cepat.Kata-kata itu menusuk hati Sara. Seolah-olah semua yang terjadi di antara mereka hanyalah sebuah transaksi, bukan sesuatu yang memiliki makna.Wajahnya yang semula penuh cinta berubah menjadi kemarahan yang tak tertahankan. "Bayaran?" sergahnya dengan suara tajam, matanya menatap Bram dengan penuh kekecewaan."Jadi, menurutmu aku hanya seorang pelayan yang bisa dibeli? Apa yang terjadi semalam hanyalah sesuatu yang bisa kau bayar untuk menghapusnya?"Bram terdiam, tidak menyangka reaksi Sara akan sekeras itu. Ia membuka mulut, mencoba mencari kata-kata untuk meredakan situasi, tetapi Sara melanjutkan sebelum dia sempat berbicara."Aku bukan barang yang bisa kau tawar, Tuan Bram yang terhormat! Apa pun yang terjadi semalam... itu bukan hanya tentang uang
Telinganya seolah tuli terhadap kata-kata yang dilontarkan Sara. Baginya, dalam kondisi mabuk itu, Sara adalah Nayla yang kembali kepadanya, dan ini adalah kesempatan untuk merengkuh wanita yang selama ini ia dambakan."Jangan pergi lagi, Nayla... kumohon..." bisiknya penuh keputusasaan, menahan tubuh Sara di atas ranjang. Merobek pakaian yang dia kenakan dan mulai menyesapi leher jenjang milik Sara.Sara berusaha mendorong Bram menjauh, mencoba menyadarkannya dari keadaan mabuknya. "Tuan Bram, ini bukan Nayla! Kamu mabuk! Lepaskan aku!" katanya dengan suara keras dan gemetar. Namun, usahanya tidak cukup kuat untuk membuat Bram sadar.Perasaan takut dan kebingungan bercampur dalam benak Sara. Ia tahu bahwa pria ini sangat terobsesi dengan Nayla, tetapi ia tidak pernah menyangka akan berada dalam situasi seperti ini.Dalam upaya terakhir, ia mengumpulkan semua kekuatan yang ia punya dan berhasil melepaskan diri dari cengkeraman Bram, berguling dari ranjang
Wajah Nadia—atau Nayla, seperti yang sering terlintas di pikirannya—begitu mirip dengan sosok yang ia ingat sebagai istri yang ia cintai. Bukan hanya dari segi penampilan fisik, tetapi juga dari cara dia berbicara, senyuman lembutnya, dan caranya melihat ke arah Zavier seolah mengenali bagian terdalam jiwanya. Setiap tatapan mata, setiap gerakan tubuh, terasa seperti sebuah déjà vu yang tak dapat dijelaskan.Bibirnya dan ciumannya.Namun, wanita yang sekarang berada di rumahnya—yang selama ini ia yakini sebagai Nayla—terasa berbeda.Seolah-olah ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tak terlihat namun bisa ia rasakan. Tatapan matanya kosong dan jauh, sentuhannya tidak lagi memberikan kehangatan yang dulu pernah mereka bagi."Apakah aku telah dibutakan oleh keputusasaanku untuk mendapatkan kembali istriku? Apakah wanita itu benar-benar Nayla?" pikir Zavier.Zavier menggenggam kepalanya dengan kedua tangan, berusa
Zavier segera menoleh ke arah Nayla, yang sekarang duduk tegak di sofa dengan rambut kusut dan matanya yang setengah terbuka. Ia tahu bahwa situasinya bisa menjadi buruk jika tidak segera mengendalikan keadaan."Nayla, tenang dulu," ujarnya dengan nada menenangkan di ponselnya. "Aku sedang membantu seseorang yang membutuhkan bantuan. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan."Namun, kata-kata itu tidak cukup untuk menenangkan Sefia. "Membantu seseorang? Di tengah malam seperti ini? Dan suara wanita itu, kenapa dia bersamamu?" Sefia semakin naik pitam, suaranya menggambarkan kemarahan dan rasa cemburu yang membara.Zavier menghela napas panjang, menyadari bahwa penjelasan sederhana tidak akan cukup untuk meredakan amarah wanita yang mengaku sebagai istrinya itu."Nadia sedang menghadapi situasi yang rumit, dan aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Percayalah, aku tidak melakukan hal yang salah," jawabnya dengan tenang, meskipun dalam hatinya dia tahu ba
Zavier menatapnya dalam-dalam, seolah mencoba mencari jawaban di balik tatapan mata Nadia. "Mungkin ada sesuatu dalam dirimu yang lebih dari sekadar wajah yang mirip dengan Nayla. Mungkin, entah bagaimana, kita pernah memiliki hubungan yang lebih dari yang kita sadari.""atau... kamu adalah Nayla yang asli?" tanya Zavier, tetapi pertanyaan itu lebih kepada dirinya sendiri karena Nadia hanya menatapnya dengan wajah sendu.Mereka duduk dalam diam untuk sesaat, menikmati kehangatan yang masih tersisa dari momen itu. Meski ada banyak kebingungan dan pertanyaan yang masih menggantung di udara, keduanya merasakan ikatan yang aneh tapi nyata, seolah-olah takdir telah mempertemukan mereka kembali setelah waktu yang lama terpisah.Hujan mulai turun dengan deras di luar, butiran airnya membasahi jendela dan terdengar irama lembut yang menenangkan suasana.Zavier memandang keluar sejenak sebelum menoleh kembali ke arah Nayla. Tanpa banyak bicara, ia menuntunnya ke r
Zavier kembali melangkah menuju Nayla dan berkata, "Kamu istirahat di dalam dan aku akan mengantar Joen pulang terlelbih dahulu. Setelah itu, aku akan datang dan membawa makanan untukmu, okey?"Nayla mengangguk dengan patuh dan memberikan senyuman yang hangat lalu melambaikan tangan kepada Joen.Mereka pun kembali masuk ke mobil, dan Zavier mengantarkan Joen pulang ke rumah.Sepanjang perjalanan, pikirannya berputar-putar, memikirkan langkah-langkah yang harus diambil. Siapa sebenarnya wanita yang ia bawa ke rumah kosong itu? Apakah dia benar-benar Nayla yang asli, atau hanya hasil dari obsesi gila Bram yang menciptakan tiruan?Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benaknya, dan Zavier tahu, jawaban yang akan ia temukan mungkin akan mengubah segalanya.Setelah memastikan Joen kembali dengan aman, Zavier segera kembali ke rumah kosong tersebut. Ia harus berbicara dengan wanita itu, mencari tahu siapa sebenarnya dia, dan apa yang sebenarnya ter
Setelah kehabisan tenaga untuk melampiaskan amarahnya, Bram berjalan terseok-seok ke arah kamarnya. Pintu dibanting keras di belakangnya, menandakan bahwa ia tidak ingin diganggu.Sara berdiri di depan pintu, sementara beberapa pelayan mulai dia atur untuk membersihkan pecahan kaca yang berhamburan di ruangan tamu.Beberapa saat kemudian, terdengar suara botol dibuka dan bau alkohol menyebar dari balik pintu. Bram menenggak minuman keras dengan kasar, mencoba menghilangkan rasa frustrasi dan kehampaan yang begitu dalam.Dia merasa telah melakukan segalanya—mengubah Sefia menjadi mirip Nayla, dan berpikir bisa memiliki Nayla perlahan—namun kenyataannya, Nayla yang sesungguhnya masih tetap tidak dapat dia miliki.Dalam kamar yang gelap itu, Bram merasa benar-benar kalah. Tidak peduli seberapa banyak dia mencoba mengendalikan keadaan, kenyataan selalu membuatnya merasa seperti sedang mengejar bayangan yang tak pernah bisa ia raih.Pria itu