Hari-hari berikutnya di rumah sakit menjadi sangat menegangkan bagi Michael. Dia terus berada di sisi Nadira, berusaha memberikan dukungan emosional dan fisik sebanyak mungkin. Meskipun Nadira merasa semakin lemah, dia tetap berusaha untuk menunjukkan keberanian dan keteguhan.
Dokter memberikan kabar bahwa Nadira mungkin tidak memiliki banyak waktu tersisa. Michael merasa tertekan dan hancur, namun dia berusaha untuk tetap kuat demi Nadira. Dia merawat Nadira dengan penuh kasih dan berusaha untuk memberikan semua perhatian dan cinta yang dia miliki.
Malam demi malam, Michael terus berjaga di samping Nadira. Dia berbicara dengannya tentang masa depan yang cerah, mengenang momen-momen indah mereka bersama, dan berharap untuk waktu tambahan yang bisa mereka habiskan bersama. Meskipun mereka tahu bahwa waktu mereka bersama semakin pendek, mereka tetap berusaha untuk menciptakan kenangan indah yang akan dikenang selamanya.
Ketika Nadira akhirnya mengalami kondisi yan
Nayla terkejut, hampir tidak bisa mencerna informasi itu. "Hamil? Tapi bagaimana bisa? Nadira… dia…""Dengar dulu, Dokter belum selesai menyampaikan laporannya," sela Michael dengan ketus.Dokter mengangguk lalu melanjutkan, "Namun, kabar baiknya adalah kehamilan ini tampaknya memberikan dorongan yang luar biasa pada tubuh Nadira, seolah memberikan kekuatan ekstra untuk bertahan hidup.""Ini adalah kasus yang sangat jarang, dan kami belum sepenuhnya memahami mekanismenya. Namun, kami yakin bahwa kehamilan ini telah memainkan peran besar dalam pemulihannya."Nayla, yang masih merasa kelelahan namun berusaha untuk fokus, menatap dokter dengan keheranan. "Jadi, kehamilan ini… memberikan kekuatan pada Nadira? Bagaimana mungkin?"Dokter mengangguk. "Secara medis, ini adalah fenomena yang sangat jarang terjadi. Ada beberapa studi yang menunjukkan bahwa kehamilan dapat memengaruhi kondisi kesehatan ibu secara dramatis, tetapi tidak ad
"Zavier," Nayla memulai, suaranya bergetar penuh harapan dan cinta, "aku punya berita baik. Nadira—dia ternyata hamil. Kamu tidak akan percaya, tapi kehamilan ini memberinya kekuatan yang luar biasa. Dia sekarang berjuang untuk bertahan hidup di ICU, dan berita ini membuat semua orang merasa sangat terharu."Nayla menatap wajah Zavier yang tenang, seolah berharap dia bisa merasakan kehadiran kata-katanya. "Aku tahu ini mungkin terdengar tidak nyata, tapi Nadira sangat kuat. Dia memberikan harapan baru bagi kami semua. Meskipun keadaannya masih kritis, dia menunjukkan kekuatan yang luar biasa. Dan aku percaya, Zavier, jika kamu mendengar ini, kamu juga bisa melakukan hal yang sama."Dengan lembut, Nayla menggenggam tangan Zavier lebih erat, matanya mulai basah dengan air mata. "Aku merindukanmu, Zavier. Aku sangat berharap kamu memiliki kekuatan yang sama seperti Nadira. Kami semua sangat membutuhkanmu. Joen dan aku merasa kehilangan tanpa kehadiranmu di sisi kami
Nayla tidak melihat, saat air matanya jatuh mengenai pipi dingin Zavier, kelopak mata pria itu berkedut sedikit, menandakan ada sebuah respon kecil.Dengan air mata yang masih mengalir, Nayla tetap duduk di samping Zavier, menggenggam tangannya dengan harapan dan perasaan yang mendalam. Di tengah kesedihan dan kecemasan, dia berpegang pada keyakinan bahwa cinta dan harapan mereka cukup untuk membawa Zavier kembali dari kegelapan.Di dalam ruang perawatan yang tenang, Nayla merasakan kebisingan emosional yang tidak tertahan. Zavier, terbaring tidak sadarkan diri, menjadi pusat dari semua harapan dan kesedihan Nayla. Dia ingin memberikan sesuatu yang spesial, mencoba untuk menghubungi Zavier melalui cara yang penuh dengan cinta dan kehangatan. Dengan lembut, Nayla mulai menyanyikan sebuah lagu yang penuh makna, lagu yang selama ini mereka nikmati bersama."Di sini, dalam gelap malam… aku berharap agar kamu mendengar… suara ini, suara hatiku…"
Nayla akhirnya merasa sedikit lebih tenang dalam pelukan Michael, dan dia mulai membisikkan terima kasih kepada Michael atas dukungannya. "Terima kasih, Michael. Aku merasa sedikit lebih baik sekarang. Aku hanya merasa sangat kehilangan."Michael mengangguk, membelai bahu Nayla. "Aku di sini untukmu. Jangan ragu untuk berpegang padaku. Kita akan menghadapi ini bersama-sama."Sefia melihat mereka berpisah dan, setelah beberapa saat, memutuskan untuk menunggu mereka pergi.Dengan lembut, dia menjauh dari tempat kejadian agar Nayla yang berjalan ke arahnya tidak mengetahui keberadaannya.Setelah Michael dan Nayla meninggalkan area itu, Sefia perlahan memasuki ruang perawatan di mana Zavier masih terbaring koma. Langkahnya lembut, dan hatinya dipenuhi dengan campuran rasa haru dan rasa ingin tahu. Dia menatap Zavier yang terbujur kaku dengan penuh perhatian, merasa betapa pentingnya momen ini."Ternyata kamu koma lagi," bisik Sefia dengan senyuman penu
Zavier membuka matanya perlahan, tatapannya masih penuh kebingungan dan kelemahan. Cahaya kamar membuat pandangannya kabur dan kedua matanya terasa sakit.Saat mengenali wanita yang berada di sisinya saat ini adalah Sefia, Zavier melanjutkan kalimatnya dengan susah payah."Kamu… yang bernyanyi untukku?" tanyanya dengan suara yang hampir tidak terdengar, penuh dengan keraguan.Sefia merasa hatinya bergetar mendengar pertanyaan itu. Dengan lembut, dia mengangguk dan mendekatkan dirinya lebih dekat ke tempat tidur Zavier."Ya, aku. Aku mencoba untuk memberikanmu semangat. Tapi… aku tidak pernah tahu jika itu benar-benar sampai kepadamu."Sefia berbohong dan segera memanfaatkan kesempatan atas absennya Nayla pada saat itu.Beberapa saat kemudian, Zavier mulai bisa fokus dalam jarak pandangnya."Ma... na, Nayla?"Mendengar bahwa Zavier mencari keberadaan Nayla, dia memutuskan untuk membuat sebuah fitnahan agar st
Sefia mendekat dan meraih tangan Zavier lalu menempelkannya di tengah dadanya, "sama seperti ruang dalam hatiku, hanya ada dirimu seorang."Zavier tersenyum tipis dan menarik tangannya.Beberapa saat kemudian, Zavier mencoba berbicara lagi, suaranya masih lemah tetapi penuh dengan tekad. "Aku ingin berbicara dengan Nayla… aku ingin tahu, mengapa dan… mengungkapkan alasannya menerimaku tapi mencintai Michael.""Untuk Joen! Masa kamu tidak bisa menebak kelicikan wanita itu?""Jo-joen? Bagaimana keadaan anak itu?"Sefia mengangkat bahunya, "sepertinya dia tetap menjadi anak yang kurang- hum, maksudku terbatas, ahh... kamu mengerti maksudku!"Zavier termenung, membayangkan Joen yang dia kenal tidak lama, tetapi dia menyayangi gadis kecil itu."Dia anakku dan aku, Ayah biologisnya," ucap Zavier lalu menoleh ke arah Sefia."Aku ingin menemuinya, di mana dia sekarang?"Sefia mengangguk, dengan penuh rasa cemburu.
"A-aku, Zavier ... "Di luar dugaan, pria itu menoleh ke arah lain seraya berkata, "bawalah Joen kemari. Aku ingin berbicara dengannya," sahut Zavier dengan ketus.Hati dan pikiran Zavier sangat kesal karena melihat Michael masih juga berada di antara mereka. Padahal semua masalah yang dia alami saat ini semuanya bersumber dari keadaan Michael yang hendak melecehkan Nayla."Zavier, apakah aku mempunyai waktu untuk berbicara lagi denganmu?" tanya Nayla dengan pasrah, melihat sikap Zavier yang kembali dingin dan pandangannya seolah-olah mengusir Nayla.Zavier merenung sejenak sebelum akhirnya menoleh kembali dan melihat ke arah Nayla.Sedetik kemudian, Zavier mengangkat telunjuknya ke arah Michael, "usir pria ini dalam hidupmu bila kamu masih ingin berbicara denganku."Nayla terkejut dan melihat ke arah Michael, "tapi, aku tidak memiliki hubungan apa pun dengannya. Dia hanya seorang teman.""Teman? Teman tapi mesra?" Zavier mencibir lal
"K-kamu!" Nayla mengarahkan telunjuknya kepada Sefia dengan kedua mata memerah."Aku apa? Ayo, katakan dan bela diri kalian yang menjijikan di mata Zavier!"Baru saja Nayla henda menyahut lagi, tiba-tiba ada dua orang perawat yang menghampiri mereka."Mohon maaf, ini Rumah Sakit. Silakan kalian semua keluar dari sini dan mungkin bisa membicarakan hal lainnya di luar Rumah Sakit. Pasien atas nama Tuan Zavier memanggil kami untuk memastikan kalian tidak berada di luar kamarnya lagi karena dia bisa mendengar semua yang kalian katakan."Michael mengangguk lalu menarik tangan Nayla lagi, "kita ke ruangan Nadira saja!"Nayla masih ingin menyahut, tetapi semua kalimat tertelan di kerongkongannya karena perawat itu memberikan tatapan tajam agar mereka tidak ribut.Sesaat kemudian, Zavier, yang masih berada di dalam kamarnya, bisa merasakan perubahan atmosfer di luar. Rasa penasarannya semakin menjadi-jadi. Apakah mereka sudah bubar? Apa yang sebenar
***Akhir yang bahagia***Zavier tersenyum dingin, tatapannya penuh perhitungan. "Mereka bersekongkol," jawabnya dengan nada rendah namun tegas. "Mereka mencuri identitas Nayla dan membuat istriku menderita sampai lupa ingatan. Mereka mempermainkan hidupnya, menghapus kenangan berharga yang pernah kami miliki. Jika mereka pikir bisa lolos begitu saja, mereka salah besar."Asistennya tetap tenang di ujung telepon, menunggu instruksi lebih lanjut. "Apa rencana Anda, Tuan?"Zavier menatap jauh ke depan, matanya dipenuhi dengan tekad. "Rebut kembali wajahnya," katanya penuh arti, "dan biarkan dia yang palsu itu lupa ingatan. Buat dia merasakan apa yang dialami Nayla. Jika mereka berani mengambil hidup istriku, maka aku akan mengambil kembali apa yang mereka curi. Wajah yang mereka ciptakan, kenangan yang mereka bentuk... biarkan semuanya hancur dan musnah."Asistennya mengangguk di ujung telepon, memahami apa yang dimaksud oleh Zavier. "Baik, Tuan. Saya akan m
Sefia tersentak dan menoleh dengan cepat, matanya memperlihatkan keterkejutan yang jelas. "Oh, Zavier... Aku hanya... ada urusan mendadak," jawabnya tergagap. "Kamu tidak perlu khawatir. Ini hanya pertemuan singkat."Namun, Zavier tidak begitu saja percaya. Ada sesuatu dalam sikap wanita itu yang membuatnya curiga, dan keinginannya untuk mencari tahu lebih lanjut muncul dengan kuat.Tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia membiarkan Sefia pergi lebih dulu, tetapi tidak lama kemudian, Zavier masuk ke mobilnya dan mulai mengikuti dari belakang.Zavier menjaga jarak, memastikan bahwa Sefia tidak menyadari keberadaannya. Dia mengemudi perlahan, mengikuti mobil Sefia dengan hati-hati. Setiap belokan yang diambil wanita itu semakin mempertegas kecurigaan Zavier. "Apa yang sebenarnya dia sembunyikan?" gumamnya dalam hati."Dia memang tidak terlihat seperti Nayla yang menjadi milikku, matanya, suaranya berbeda, juga tingginya. Mengapa aku tidak pernah menyadarinya?" g
"Sara, a-aku akan memberimu bayaran tambahan... untuk... untuk apa yang terjadi tadi malam."Mendengar itu, kedua mata Sara membulat dan timbunan air mata mulai berkumpul dengan cepat.Kata-kata itu menusuk hati Sara. Seolah-olah semua yang terjadi di antara mereka hanyalah sebuah transaksi, bukan sesuatu yang memiliki makna.Wajahnya yang semula penuh cinta berubah menjadi kemarahan yang tak tertahankan. "Bayaran?" sergahnya dengan suara tajam, matanya menatap Bram dengan penuh kekecewaan."Jadi, menurutmu aku hanya seorang pelayan yang bisa dibeli? Apa yang terjadi semalam hanyalah sesuatu yang bisa kau bayar untuk menghapusnya?"Bram terdiam, tidak menyangka reaksi Sara akan sekeras itu. Ia membuka mulut, mencoba mencari kata-kata untuk meredakan situasi, tetapi Sara melanjutkan sebelum dia sempat berbicara."Aku bukan barang yang bisa kau tawar, Tuan Bram yang terhormat! Apa pun yang terjadi semalam... itu bukan hanya tentang uang
Telinganya seolah tuli terhadap kata-kata yang dilontarkan Sara. Baginya, dalam kondisi mabuk itu, Sara adalah Nayla yang kembali kepadanya, dan ini adalah kesempatan untuk merengkuh wanita yang selama ini ia dambakan."Jangan pergi lagi, Nayla... kumohon..." bisiknya penuh keputusasaan, menahan tubuh Sara di atas ranjang. Merobek pakaian yang dia kenakan dan mulai menyesapi leher jenjang milik Sara.Sara berusaha mendorong Bram menjauh, mencoba menyadarkannya dari keadaan mabuknya. "Tuan Bram, ini bukan Nayla! Kamu mabuk! Lepaskan aku!" katanya dengan suara keras dan gemetar. Namun, usahanya tidak cukup kuat untuk membuat Bram sadar.Perasaan takut dan kebingungan bercampur dalam benak Sara. Ia tahu bahwa pria ini sangat terobsesi dengan Nayla, tetapi ia tidak pernah menyangka akan berada dalam situasi seperti ini.Dalam upaya terakhir, ia mengumpulkan semua kekuatan yang ia punya dan berhasil melepaskan diri dari cengkeraman Bram, berguling dari ranjang
Wajah Nadia—atau Nayla, seperti yang sering terlintas di pikirannya—begitu mirip dengan sosok yang ia ingat sebagai istri yang ia cintai. Bukan hanya dari segi penampilan fisik, tetapi juga dari cara dia berbicara, senyuman lembutnya, dan caranya melihat ke arah Zavier seolah mengenali bagian terdalam jiwanya. Setiap tatapan mata, setiap gerakan tubuh, terasa seperti sebuah déjà vu yang tak dapat dijelaskan.Bibirnya dan ciumannya.Namun, wanita yang sekarang berada di rumahnya—yang selama ini ia yakini sebagai Nayla—terasa berbeda.Seolah-olah ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tak terlihat namun bisa ia rasakan. Tatapan matanya kosong dan jauh, sentuhannya tidak lagi memberikan kehangatan yang dulu pernah mereka bagi."Apakah aku telah dibutakan oleh keputusasaanku untuk mendapatkan kembali istriku? Apakah wanita itu benar-benar Nayla?" pikir Zavier.Zavier menggenggam kepalanya dengan kedua tangan, berusa
Zavier segera menoleh ke arah Nayla, yang sekarang duduk tegak di sofa dengan rambut kusut dan matanya yang setengah terbuka. Ia tahu bahwa situasinya bisa menjadi buruk jika tidak segera mengendalikan keadaan."Nayla, tenang dulu," ujarnya dengan nada menenangkan di ponselnya. "Aku sedang membantu seseorang yang membutuhkan bantuan. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan."Namun, kata-kata itu tidak cukup untuk menenangkan Sefia. "Membantu seseorang? Di tengah malam seperti ini? Dan suara wanita itu, kenapa dia bersamamu?" Sefia semakin naik pitam, suaranya menggambarkan kemarahan dan rasa cemburu yang membara.Zavier menghela napas panjang, menyadari bahwa penjelasan sederhana tidak akan cukup untuk meredakan amarah wanita yang mengaku sebagai istrinya itu."Nadia sedang menghadapi situasi yang rumit, dan aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Percayalah, aku tidak melakukan hal yang salah," jawabnya dengan tenang, meskipun dalam hatinya dia tahu ba
Zavier menatapnya dalam-dalam, seolah mencoba mencari jawaban di balik tatapan mata Nadia. "Mungkin ada sesuatu dalam dirimu yang lebih dari sekadar wajah yang mirip dengan Nayla. Mungkin, entah bagaimana, kita pernah memiliki hubungan yang lebih dari yang kita sadari.""atau... kamu adalah Nayla yang asli?" tanya Zavier, tetapi pertanyaan itu lebih kepada dirinya sendiri karena Nadia hanya menatapnya dengan wajah sendu.Mereka duduk dalam diam untuk sesaat, menikmati kehangatan yang masih tersisa dari momen itu. Meski ada banyak kebingungan dan pertanyaan yang masih menggantung di udara, keduanya merasakan ikatan yang aneh tapi nyata, seolah-olah takdir telah mempertemukan mereka kembali setelah waktu yang lama terpisah.Hujan mulai turun dengan deras di luar, butiran airnya membasahi jendela dan terdengar irama lembut yang menenangkan suasana.Zavier memandang keluar sejenak sebelum menoleh kembali ke arah Nayla. Tanpa banyak bicara, ia menuntunnya ke r
Zavier kembali melangkah menuju Nayla dan berkata, "Kamu istirahat di dalam dan aku akan mengantar Joen pulang terlelbih dahulu. Setelah itu, aku akan datang dan membawa makanan untukmu, okey?"Nayla mengangguk dengan patuh dan memberikan senyuman yang hangat lalu melambaikan tangan kepada Joen.Mereka pun kembali masuk ke mobil, dan Zavier mengantarkan Joen pulang ke rumah.Sepanjang perjalanan, pikirannya berputar-putar, memikirkan langkah-langkah yang harus diambil. Siapa sebenarnya wanita yang ia bawa ke rumah kosong itu? Apakah dia benar-benar Nayla yang asli, atau hanya hasil dari obsesi gila Bram yang menciptakan tiruan?Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benaknya, dan Zavier tahu, jawaban yang akan ia temukan mungkin akan mengubah segalanya.Setelah memastikan Joen kembali dengan aman, Zavier segera kembali ke rumah kosong tersebut. Ia harus berbicara dengan wanita itu, mencari tahu siapa sebenarnya dia, dan apa yang sebenarnya ter
Setelah kehabisan tenaga untuk melampiaskan amarahnya, Bram berjalan terseok-seok ke arah kamarnya. Pintu dibanting keras di belakangnya, menandakan bahwa ia tidak ingin diganggu.Sara berdiri di depan pintu, sementara beberapa pelayan mulai dia atur untuk membersihkan pecahan kaca yang berhamburan di ruangan tamu.Beberapa saat kemudian, terdengar suara botol dibuka dan bau alkohol menyebar dari balik pintu. Bram menenggak minuman keras dengan kasar, mencoba menghilangkan rasa frustrasi dan kehampaan yang begitu dalam.Dia merasa telah melakukan segalanya—mengubah Sefia menjadi mirip Nayla, dan berpikir bisa memiliki Nayla perlahan—namun kenyataannya, Nayla yang sesungguhnya masih tetap tidak dapat dia miliki.Dalam kamar yang gelap itu, Bram merasa benar-benar kalah. Tidak peduli seberapa banyak dia mencoba mengendalikan keadaan, kenyataan selalu membuatnya merasa seperti sedang mengejar bayangan yang tak pernah bisa ia raih.Pria itu