Hari berikutnya, sebuah artikel muncul di salah satu situs berita besar. Artikel tersebut mengungkapkan bahwa semua tuduhan terhadap Nayla tidak benar dan bahwa ada konspirasi untuk menjatuhkannya. Nama Kayla disebut sebagai dalang, bersama dengan beberapa tokoh berpengaruh lainnya.
Kayla merasa terkejut dan marah ketika membaca artikel tersebut. Dia tahu bahwa Zavier yang berada di balik semua ini. Dengan reputasinya yang hancur, dia merasa tidak berdaya dan marah pada anak tirinya.
Sefia merasa semakin tertekan. Dia tahu bahwa Zavier mungkin tidak akan memaafkannya. Dia mencoba menghubungi Zavier untuk berbicara, tetapi Zavier menolak untuk menjawab teleponnya.
Dengan reputasi Nayla yang pulih, kariernya mulai bangkit kembali. Dia berterima kasih kepada Zavier atas dukungannya, meskipun mereka tidak kembali bersama. Nayla tahu bahwa Zavier telah mempertaruhkan banyak hal untuk membantunya, dan dia merasa berhutang budi padanya.
Kayla belum selesai. Mesk
Di sisi lain, Kayla merasa puas melihat hasil dari rencananya. Dia yakin bahwa kali ini, Nayla tidak akan bisa bangkit lagi. Namun, dia tidak menyadari bahwa Zavier sedang merencanakan sesuatu untuk menghentikan ibu tirinya sekali dan untuk selamanya.Zavier menghubungi beberapa temannya di dunia hukum dan media untuk mengumpulkan bukti-bukti yang bisa digunakan melawan Kayla. Dia tahu bahwa langkah ini sangat berisiko, tetapi dia tidak bisa membiarkan wanita licik itu terus merusak hidup Nayla.Zavier mengundang Kayla dan Sefia untuk berbicara di rumah mereka. Ketika mereka semua sudah berkumpul, Zavier mulai berbicara dengan suara serius.“Kayla, Sefia, aku tahu bahwa kalian berdua yang berada di balik semua berita palsu tentang Nayla,” kata Zavier dengan tegas.Kayla mencoba menyangkal dengan tertawa kecil. “Zavier, kamu salah. Kami tidak melakukan apa-apa kali ini. Bukankah Mando bisa menyelidiknya untukmu?”Zavier mengg
Kayla tidak pernah merasa serapuh ini. Kemarahan dan rasa penghinaan menguasai dirinya setelah konfrontasi dengan Zavier. Dia tidak bisa membiarkan anak tirinya membela Nayla.Baginya, ini adalah masalah harga diri dan keluarga. Dia harus mengambil tindakan lebih jauh."Kamu tidak boleh menginjak rumahku lagi!" seru Zavier lalu keluar dari ruang pengadilan dengan langkah mantap.Kayla terduduk lemas di kursi terdakwa, mendengar semua itu. Apalagi melihat Zavier menarik tangan Nayla meninggalkan ruangan pengadilan yang kembali hening setelah semua selesai.Zavier menarik Nayla sampai ke ruangan yang sepi. Michael ingin menyusul mereka, tetapi Mando dan Cahyo selalu menghalangi jalan pria itu."Mereka hanya berbicara sebentar. Berikan ruang untuk mereka," ucap Mando dengan tegas sehingga Michael menghela napas panjang dan memutuskan untuk menunggu.Di dalam salah satu ruangan di gedung pengadilan, Zavier menahan Nayla dengan sebelah tangan men
Nayla terkejut, tetapi berusaha menormalkan perasaannya, "tidak. Dia sama sekali tidak mirip denganmu.""Lalu mengapa, kamu dan Michael tidak tinggal bersama?""Ini urusan pribadi. Kamu tidak memiliki hak ikut campur terlalu banyak." Nayla hendak berdiri usai melontarkan kalimat ketus, tetapi Zavier segera menahannya."Aku pikir kita kemari untuk membahas tentang tender?" Nayla menatap Zavier dengan kedua mata yang bening dan membulat sempurna."Lepaskan tanganmu, Zavier. Jaga etikamu!" seru Nayla, mulai merasa gelisah."Atau kamu akan menamparku lagi? Ini masih terasa nyeri."Zavier tersenyum tipis dan segera menarik Nayla dalam pelukan, "aku hanya merindukanmu. Biarlah aku memelukmu sebentar."Nayla mematung, dia merasa bingung karena dia tidak bisa membohongi dirinya bahwa dia juga merindukan pelukan ini."Apakah membahas tender membutuhkan pelukan? Atau kamu kurang percaya diri sehingga menawarkan tubuhmu untukku?"P
"Jadi kita akan bersaing dengan adil?" tanya Zavier sambil mengekori langkah Nayla menuju keluar dari ruangan tersebut."Ya, aku akan menunjukkan kemampuanku. Berjanjilah untuk tunduk pada peraturanku pada saat aku menang."Ting!List terbuka dan Nayla masuk ke dalamnya diikuti Zavier.Saat pintu lift tertutup, Zavier mendekatkan bibirnya ke telinga Nayla, "aku pasti patuh."Bisikannya membuat Nayla merinding dan sedikit geli. Namun, debaran dalam jantungnya membuat dia tidak bisa fokus dengan baik."Aah, kita sudah sampai," ucapnya dengan canggung.Saat pintu lift terbuka, Michael sudah menunggu di depan lift. Keningnya berkerut pada saat melihat kebersamaan Nayla dalam satu lift yang sama."A-aku, kami bertemu di bawah tadi," sapa Nayla dengan canggung lalu segera keluar dari lift."Bibirnya manis sekali dan itu milikku," bisik Zavier saat melewati Michael sehingga wajah pria itu merah padam.Zavier terkekeh dan
Zavier menyimpan kembali tangannya dan menatap kepergian kedua orang itu dengan senyum penuh misteri."Dia milikku," gumam Zavier dengan tatapan dingin.***Acara malam itu berlangsung dengan megah, di sebuah ballroom mewah yang dipenuhi oleh cahaya lampu kristal dan dekorasi elegan. Para tamu berdansa di lantai dansa yang luas, sementara para pelayan berlalu-lalang membawa nampan-nampan berisi minuman dan cemilan yang disajikan dengan mewah. Musik jazz yang lembut mengalun, menciptakan suasana yang hangat dan nyaman.Nayla dan Michael tiba bersama, tampak serasi dengan pakaian pesta mereka. Nayla terlihat elegan dengan gaun tipis berwarna biru muda yang menunjukkan kemolekan lekuk tubuhnya. Tangan Michael tidak hentinya menempel di punggung Nayla yang terlihat terbuka sampai ke pinggangnya.Zavier meneguk minumannya dengan kasar melihat itu dan merasa cemburu.Michael tak pernah jauh dari sisi Nayla, memperhatikan setiap gerak-geriknya. Set
Nayla terdiam, wajahnya memucat saat rasa bersalah menyerang dirinya. "Michael, aku bisa menjelaskan..." dia mencoba berbicara, namun suaranya terputus-putus.Zavier tetap tenang meskipun situasi semakin memanas. Dia menatap Michael dengan senyum tipis di wajahnya, seolah tidak merasa bersalah sedikitpun. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Michael. Kami hanya berbicara."Michael mendekat lebih jauh, kini berdiri di antara Zavier dan Nayla. "Jauhi istriku," katanya dengan nada rendah yang mengancam, "Aku sudah memperingatkanmu sebelumnya, Zavier."Zavier mengangkat alis, seolah merasa tertantang. "Tentu, Michael. Tapi ingat, Nayla punya hak untuk memilih apa yang diinginkannya."Sebelum Michael bisa bereaksi, Nayla menarik tangannya, mencoba menghentikan konfrontasi yang semakin panas. "Michael, ayo kita pergi," bisiknya, matanya memohon agar pria itu tidak memperpanjang masalah.Dengan tatapan yang masih marah, Michael akhirnya mengalah dan mengg
Setelah berendam di kamar mandi, mencoba meredakan ketegangan dan menenangkan dirinya, Nayla keluar dengan tubuh yang terasa lebih segar, namun pikirannya masih berkecamuk. Saat dia meraih ponselnya yang tergeletak di meja rias, layar ponsel itu menyala, menampilkan sebuah pesan yang baru saja masuk.Pesan itu berasal dari Zavier."Kapan kamu akan mempertemukan aku dengan Joen?"Nayla terdiam, menatap layar ponsel itu dengan perasaan campur aduk. Pesan dari Zavier membuat hatinya semakin tak menentu.Dia memang sudah berjanji akan mempertemukan Joen dengan ayah kandungnya, tetapi dia tahu, sebuah hal lain akan terjadi pada saat Zavier mulai melakukan test DNA."Apa yang harus kulakukan pada saat Zavier mengetahui tentang anaknya itu? Akankah dia merebutnya dariku?" monolog Nayla dengan wajah termenung di depan meja rias.Bip bip.Sebuah pesan masuk lagi dan itu dari Zavier."Kapan?"Nayla mendengkus lalu mengetik balasan
Zavier memberikan tepuk tangan kecil. "Luar biasa, Joen! Kamu sangat hebat!"Joen tersenyum malu-malu dan kemudian mendekati Zavier, meraih tangannya dengan lembut. Zavier merasa hatinya meleleh melihat sikap manis gadis kecil itu.Nayla tersenyum bahagia melihat interaksi mereka. Dalam hati, Nayla mengakui bahwa Joen jarang begitu dekat dengan orang baru. "Kamu benar-benar punya sentuhan ajaib, Zavier," gumam Nayla sambil menatap Zavier dan gerakannya dalam bermain bersama Joen.Zavier merasa bangga dan bahagia. "Aku senang bisa membuatnya nyaman. Joen adalah gadis yang luar biasa."Nayla mengangguk. "Dia memang luar biasa. Joen memiliki caranya sendiri untuk menunjukkan kasih sayang dan rasa nyaman. Aku sangat berterima kasih kamu bisa menerima dan menghargainya.""Mengapa kamu ingin bertemu dengannya? Dia adalah anak Michael. Bukan anakmu, hentikan kecurigaanmu yang tidak beralasan itu," tegas Nayla sambil tersenyum penuh percaya diri.Za
***Akhir yang bahagia***Zavier tersenyum dingin, tatapannya penuh perhitungan. "Mereka bersekongkol," jawabnya dengan nada rendah namun tegas. "Mereka mencuri identitas Nayla dan membuat istriku menderita sampai lupa ingatan. Mereka mempermainkan hidupnya, menghapus kenangan berharga yang pernah kami miliki. Jika mereka pikir bisa lolos begitu saja, mereka salah besar."Asistennya tetap tenang di ujung telepon, menunggu instruksi lebih lanjut. "Apa rencana Anda, Tuan?"Zavier menatap jauh ke depan, matanya dipenuhi dengan tekad. "Rebut kembali wajahnya," katanya penuh arti, "dan biarkan dia yang palsu itu lupa ingatan. Buat dia merasakan apa yang dialami Nayla. Jika mereka berani mengambil hidup istriku, maka aku akan mengambil kembali apa yang mereka curi. Wajah yang mereka ciptakan, kenangan yang mereka bentuk... biarkan semuanya hancur dan musnah."Asistennya mengangguk di ujung telepon, memahami apa yang dimaksud oleh Zavier. "Baik, Tuan. Saya akan m
Sefia tersentak dan menoleh dengan cepat, matanya memperlihatkan keterkejutan yang jelas. "Oh, Zavier... Aku hanya... ada urusan mendadak," jawabnya tergagap. "Kamu tidak perlu khawatir. Ini hanya pertemuan singkat."Namun, Zavier tidak begitu saja percaya. Ada sesuatu dalam sikap wanita itu yang membuatnya curiga, dan keinginannya untuk mencari tahu lebih lanjut muncul dengan kuat.Tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia membiarkan Sefia pergi lebih dulu, tetapi tidak lama kemudian, Zavier masuk ke mobilnya dan mulai mengikuti dari belakang.Zavier menjaga jarak, memastikan bahwa Sefia tidak menyadari keberadaannya. Dia mengemudi perlahan, mengikuti mobil Sefia dengan hati-hati. Setiap belokan yang diambil wanita itu semakin mempertegas kecurigaan Zavier. "Apa yang sebenarnya dia sembunyikan?" gumamnya dalam hati."Dia memang tidak terlihat seperti Nayla yang menjadi milikku, matanya, suaranya berbeda, juga tingginya. Mengapa aku tidak pernah menyadarinya?" g
"Sara, a-aku akan memberimu bayaran tambahan... untuk... untuk apa yang terjadi tadi malam."Mendengar itu, kedua mata Sara membulat dan timbunan air mata mulai berkumpul dengan cepat.Kata-kata itu menusuk hati Sara. Seolah-olah semua yang terjadi di antara mereka hanyalah sebuah transaksi, bukan sesuatu yang memiliki makna.Wajahnya yang semula penuh cinta berubah menjadi kemarahan yang tak tertahankan. "Bayaran?" sergahnya dengan suara tajam, matanya menatap Bram dengan penuh kekecewaan."Jadi, menurutmu aku hanya seorang pelayan yang bisa dibeli? Apa yang terjadi semalam hanyalah sesuatu yang bisa kau bayar untuk menghapusnya?"Bram terdiam, tidak menyangka reaksi Sara akan sekeras itu. Ia membuka mulut, mencoba mencari kata-kata untuk meredakan situasi, tetapi Sara melanjutkan sebelum dia sempat berbicara."Aku bukan barang yang bisa kau tawar, Tuan Bram yang terhormat! Apa pun yang terjadi semalam... itu bukan hanya tentang uang
Telinganya seolah tuli terhadap kata-kata yang dilontarkan Sara. Baginya, dalam kondisi mabuk itu, Sara adalah Nayla yang kembali kepadanya, dan ini adalah kesempatan untuk merengkuh wanita yang selama ini ia dambakan."Jangan pergi lagi, Nayla... kumohon..." bisiknya penuh keputusasaan, menahan tubuh Sara di atas ranjang. Merobek pakaian yang dia kenakan dan mulai menyesapi leher jenjang milik Sara.Sara berusaha mendorong Bram menjauh, mencoba menyadarkannya dari keadaan mabuknya. "Tuan Bram, ini bukan Nayla! Kamu mabuk! Lepaskan aku!" katanya dengan suara keras dan gemetar. Namun, usahanya tidak cukup kuat untuk membuat Bram sadar.Perasaan takut dan kebingungan bercampur dalam benak Sara. Ia tahu bahwa pria ini sangat terobsesi dengan Nayla, tetapi ia tidak pernah menyangka akan berada dalam situasi seperti ini.Dalam upaya terakhir, ia mengumpulkan semua kekuatan yang ia punya dan berhasil melepaskan diri dari cengkeraman Bram, berguling dari ranjang
Wajah Nadia—atau Nayla, seperti yang sering terlintas di pikirannya—begitu mirip dengan sosok yang ia ingat sebagai istri yang ia cintai. Bukan hanya dari segi penampilan fisik, tetapi juga dari cara dia berbicara, senyuman lembutnya, dan caranya melihat ke arah Zavier seolah mengenali bagian terdalam jiwanya. Setiap tatapan mata, setiap gerakan tubuh, terasa seperti sebuah déjà vu yang tak dapat dijelaskan.Bibirnya dan ciumannya.Namun, wanita yang sekarang berada di rumahnya—yang selama ini ia yakini sebagai Nayla—terasa berbeda.Seolah-olah ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tak terlihat namun bisa ia rasakan. Tatapan matanya kosong dan jauh, sentuhannya tidak lagi memberikan kehangatan yang dulu pernah mereka bagi."Apakah aku telah dibutakan oleh keputusasaanku untuk mendapatkan kembali istriku? Apakah wanita itu benar-benar Nayla?" pikir Zavier.Zavier menggenggam kepalanya dengan kedua tangan, berusa
Zavier segera menoleh ke arah Nayla, yang sekarang duduk tegak di sofa dengan rambut kusut dan matanya yang setengah terbuka. Ia tahu bahwa situasinya bisa menjadi buruk jika tidak segera mengendalikan keadaan."Nayla, tenang dulu," ujarnya dengan nada menenangkan di ponselnya. "Aku sedang membantu seseorang yang membutuhkan bantuan. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan."Namun, kata-kata itu tidak cukup untuk menenangkan Sefia. "Membantu seseorang? Di tengah malam seperti ini? Dan suara wanita itu, kenapa dia bersamamu?" Sefia semakin naik pitam, suaranya menggambarkan kemarahan dan rasa cemburu yang membara.Zavier menghela napas panjang, menyadari bahwa penjelasan sederhana tidak akan cukup untuk meredakan amarah wanita yang mengaku sebagai istrinya itu."Nadia sedang menghadapi situasi yang rumit, dan aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Percayalah, aku tidak melakukan hal yang salah," jawabnya dengan tenang, meskipun dalam hatinya dia tahu ba
Zavier menatapnya dalam-dalam, seolah mencoba mencari jawaban di balik tatapan mata Nadia. "Mungkin ada sesuatu dalam dirimu yang lebih dari sekadar wajah yang mirip dengan Nayla. Mungkin, entah bagaimana, kita pernah memiliki hubungan yang lebih dari yang kita sadari.""atau... kamu adalah Nayla yang asli?" tanya Zavier, tetapi pertanyaan itu lebih kepada dirinya sendiri karena Nadia hanya menatapnya dengan wajah sendu.Mereka duduk dalam diam untuk sesaat, menikmati kehangatan yang masih tersisa dari momen itu. Meski ada banyak kebingungan dan pertanyaan yang masih menggantung di udara, keduanya merasakan ikatan yang aneh tapi nyata, seolah-olah takdir telah mempertemukan mereka kembali setelah waktu yang lama terpisah.Hujan mulai turun dengan deras di luar, butiran airnya membasahi jendela dan terdengar irama lembut yang menenangkan suasana.Zavier memandang keluar sejenak sebelum menoleh kembali ke arah Nayla. Tanpa banyak bicara, ia menuntunnya ke r
Zavier kembali melangkah menuju Nayla dan berkata, "Kamu istirahat di dalam dan aku akan mengantar Joen pulang terlelbih dahulu. Setelah itu, aku akan datang dan membawa makanan untukmu, okey?"Nayla mengangguk dengan patuh dan memberikan senyuman yang hangat lalu melambaikan tangan kepada Joen.Mereka pun kembali masuk ke mobil, dan Zavier mengantarkan Joen pulang ke rumah.Sepanjang perjalanan, pikirannya berputar-putar, memikirkan langkah-langkah yang harus diambil. Siapa sebenarnya wanita yang ia bawa ke rumah kosong itu? Apakah dia benar-benar Nayla yang asli, atau hanya hasil dari obsesi gila Bram yang menciptakan tiruan?Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benaknya, dan Zavier tahu, jawaban yang akan ia temukan mungkin akan mengubah segalanya.Setelah memastikan Joen kembali dengan aman, Zavier segera kembali ke rumah kosong tersebut. Ia harus berbicara dengan wanita itu, mencari tahu siapa sebenarnya dia, dan apa yang sebenarnya ter
Setelah kehabisan tenaga untuk melampiaskan amarahnya, Bram berjalan terseok-seok ke arah kamarnya. Pintu dibanting keras di belakangnya, menandakan bahwa ia tidak ingin diganggu.Sara berdiri di depan pintu, sementara beberapa pelayan mulai dia atur untuk membersihkan pecahan kaca yang berhamburan di ruangan tamu.Beberapa saat kemudian, terdengar suara botol dibuka dan bau alkohol menyebar dari balik pintu. Bram menenggak minuman keras dengan kasar, mencoba menghilangkan rasa frustrasi dan kehampaan yang begitu dalam.Dia merasa telah melakukan segalanya—mengubah Sefia menjadi mirip Nayla, dan berpikir bisa memiliki Nayla perlahan—namun kenyataannya, Nayla yang sesungguhnya masih tetap tidak dapat dia miliki.Dalam kamar yang gelap itu, Bram merasa benar-benar kalah. Tidak peduli seberapa banyak dia mencoba mengendalikan keadaan, kenyataan selalu membuatnya merasa seperti sedang mengejar bayangan yang tak pernah bisa ia raih.Pria itu