Di dalam kantor dengan suasana mencekam dan aura dingin dari seorang Zavier terasa menusuk kedua orang yang terpaku di tempatnya berdiri.
"T-tuan," sapa Mando diikuti dengan sapaan dari Cahyo, "S-selamat pagi, Tuan Zavier."
Zavier menatap langsung ke mata Cahyo lalu ke arah Mando, berusaha menemukan jawaban di balik pandangan tenang kedua pria itu. "Aku tahu ada sesuatu yang kalian sembunyikan dariku. Aku ingin tahu semuanya tentang kejadian tiga tahun lalu. Tidak ada lagi rahasia."
Mando menelan salivanya, lalu menoleh ke arah Cahyo.
Cahyo menggigit bibirnya, merasa terpojok. Dia tahu saat ini pasti akan datang, tetapi dia tidak siap menghadapinya. "Baiklah, Tuan," katanya dengan suara lemah. "Ada banyak hal yang perlu Anda ketahui. Tapi, saya harus meminta Anda untuk bersabar. Ini bukan cerita yang mudah diceritakan."
Zavier duduk di sofa, menyilangkan tangan di dada. "Aku sudah cukup bersabar. Mulailah bercerita."
Cahyo menarik napas panj
Mando mengangguk. "Saya akan segera mengurusnya, Tuan. Apakah ada hal lain yang perlu saya lakukan?"Zavier berpikir sejenak sebelum menjawab, "Ya, pastikan tidak ada satu pun informasi hari ini bocor. Biarkan mereka tahu apa yang selama ini mereka tahu saja. Biarkan mereka dalam tanggapan mereka sendiri. Aku akan tetap berpura-pura tidak mengingat banyak hal.""Baik, Tuan. Saya akan segera menghubungi tim untuk melacak keberadaan Ibu tiri Anda," jawab Mando sambil meraih ponselnya."Dan Cahyo ... "Cahyo segera berdiri dengan canggung, "saya, Tuan.""Cari keberadaan Nayla, selidiki semua tentang dia saat ini, tetapi jangan sampai dia tahu mengenai penyelidikanmu!""B-baik, Tuan."Zavier menatap keluar jendela, pikirannya terus berkecamuk. Dia tahu bahwa ibu tirinya, Kayla sudah menghabiskan banyak aset perusahaan hanya untuk bersenang-senang. Dia pasti akan menuntut sebuah pembalasan sempurna untuk aset Sefia yang juga dilarikan oleh
Setelah berpamitan dengan tas-tasnya seperti mereka adalah sahabat lama, Kayla memutuskan untuk menjualnya secara online. Dia mengambil foto-foto terbaik dari tas-tas tersebut, menulis deskripsi yang penuh pujian, dan mengunggahnya ke sebuah situs penjualan barang mewah. Dalam waktu singkat, dia mendapat respons dari seorang pembeli yang tampaknya sangat tertarik."Ahhh, dia menawar dengan harga fantastis!" seru Kayla dengan bahagia. Memimpikan dia akan segera bisa keluar negeri dengan uang hasil penjualan tas mewah yang akan dia peroleh.Pembeli itu mengaku sebagai kolektor tas mewah dan menawarkan harga yang sangat tinggi untuk semua tas Kayla. Dengan penuh harapan, Kayla setuju dan mengirimkan tas-tas itu ke alamat yang diberikan. Pembeli tersebut mengatakan akan mentransfer uang segera setelah menerima tas-tas tersebut."Saya sudah kirim tas tersebut, segera transfer uangnya," ucap Kayla melalui panggilan video kepada pembeli tas."Baik, sekarang juga
Sefia mundur beberapa langkah dengan panik saat menerima perkataan tersebut. Tubuhnya langsung bergetar dan ketakutan. Sementara Zavier berdiri dan menatap Sefia dalam-dalam.Pria berwajah dingin itu melangkah dan mendekati Sefia."Aku sudah mengetahui hal ini, Sefia. Aku tidak pernah menyentuhmu dan tidak pernah merasa membuat ini," ucap Zavier seraya menempelkan telunjuknya ke perut Sefia."Seorang Ayah pasti memiliki ikatan bathin yang kuat dengan sang bayi. Aku katakan kepadamu, aku ... Zavier, tidak memiliki ikatan sama sekali dengan bayi ini!""Tapi, Zav ... ini anakmu, Ibu Tirimu berbohong. Kumohon dengarkan aku, Zavier," pinta Sefia dengan panik.Zavier menaikkan sudut bibirnya. Semua sudah seperti dugaannya saat ini. Wanita yang mengklaim dirinya sebagai istri kedua ini adalah seseorang yang licik dan sudah mempermainkan kehidupannya."Kita akan lihat nanti, jaman sekarang, bukan hal yang sulit untuk melakukan test DNA."Sefi
Zavier menggelengkan kepala, berusaha menyusun potongan-potongan ingatan yang kacau. "Aku... aku tidak tahu pasti. Tapi aku merasa dia sangat penting. Sesuatu tentangnya... aku harus tahu lebih banyak."Sefia mengangguk, memahami perasaan Zavier walau dalam dirinya sangat cemburu. "Kita akan mencari tahu bersama. Jangan khawatir, kamu tidak sendiri."Mendengar perkataan Sefia, Zavier menepis tangan Sefia dengan kasar, "aku tidak membutuhkanmu. Kamu boleh segera pergi.""K-kamu mengusirku? B-bagaimana dengan anak ini?""D-dia tidak bersalah, Zav ... " Sefia segera berlutut dengan tubuh gemetar dan memohon dengan penuh ketakutan di hadapan Zavier."Komohon," ucap Sefia dengan kedua mata berkaca-kaca.Zavier mengerutkan dahinya, dia tidak ingin dikatakan sebagai seorang yang kejam terhadap ibu hamil. Dengan tatapan tajam, dia menoleh ke arah Cahyo yang tetap setia berada di sana."Dia dan Kayla boleh tinggal bersama sampai bayi itu dilah
Cahyo memandang Mando dengan mata melotot, tetapi kemudian melihat betapa konyolnya situasi ini. Mando berdiri dengan satu kaki, mencoba menghindari rasa sakit, sementara Cahyo mencoba menahan tawa yang mulai muncul.Mando, yang biasanya tenang, akhirnya tertawa. "Serius, Cahyo? Menendangku? Itu caramu melampiaskan amarah?"Cahyo, yang sekarang juga tersenyum, menggelengkan kepala. "Maaf, Mando. Aku hanya merasa sangat marah. Semua rahasia ini, semua tekanan... Aku tidak tahu harus melampiaskannya ke mana."Mando mendekati Cahyo dan menepuk pundaknya. "Kita semua ada di sini untuk Tuan Zavier, dan kita semua merasakan tekanan yang sama. Tapi menendang teman sendiri bukanlah solusi."Usai berkata demikian, Mando membalas sebuah tendangan ke tulang kaki Cahyo, membuat pria itu melompat-lompat dan berteriak kesakitan."Pembalasan yang sempurna, bukan?" ucap Mando dengan tawa kemenangan.Cahyo akhirnya tertawa terbahak-bahak, dan Mando ikut tert
Kayla mengangguk lalu mengikuti langkah Mando keluar dari ruangan makan tersebut.Dengan semua mata tertuju padanya, Kayla menyadari bahwa dia harus sangat berhati-hati. Namun, di balik air mata palsunya, ada tekad kuat untuk menemukan cara agar dia bisa bertahan dan mungkin, suatu hari, membalikkan keadaan kembali ke tangannya.Keesokan harinya, Zavier memutuskan untuk mengambil langkah tegas. Setelah mempelajari lebih lanjut tentang Nayla, dia merasa harus menemukan Nayla dan mendapatkan jawaban yang jelas tentang masa lalunya."Cahyo, Mando," panggil Zavier dengan suara datar.Cahyo dan Mando, yang baru saja berdamai setelah insiden lucu kemarin, berdiri di hadapan Zavier dengan sikap siap. "Apa yang harus kami lakukan, Tuan?" tanya Cahyo.Zavier "Aku ingin kalian pergi dan mencari Nayla. Kita butuh jawaban tentang apa yang sebenarnya terjadi . Aku ingin bertemu dan berbicara dengannya."Mando memandang majikannya dengan serius. "Kami aka
Nayla pergi meninggalkan mereka yang masih bingung dan terkejut atas jawaban yang diberikan oleh sang nyonya tersebut.Setelah beberapa saat dalam keheningan, Cahyo dan Mando tidak sanggup berkata-kata lagi. Mereka pun pergi dari kafe tersebut dengan langkah lesu. Saat berada di dalam mobil, Cahyo kembali memukul kemudi dengan marah."Coba kamu bilang, Mando! Apa yang harus kita katakan kepada Tuan muda pemarah itu?" Cahyo memijit keningnya.Mando menjawab, "Katakan apa adanya, Nayla tidak ingin bertemu dengannya. Semakin berbohong, perputaran cerita yang harus kamu hasilkan di atas kebohongan itu akan semakin rumit. Biarkan saja Tuan Muda kita belajar menerima sebuah kenyataan."Cahyo kembali memijit keningnya, di sisi lain, dia juga setuju dengan perkataan Mando yang memang terasa masuk akal.Keesokan harinya, mereka menghadap ke Zavier dan menceritakan semua yang mereka alami. Zavier duduk di balik meja kerjanya, wajahnya tegang menunggu kabar dari mereka."Bagaimana? Apa kalian me
"Aah, hanya dua pertanyaan untuk sesi wawancara hari ini!" Nayla menutup bibirnya dan tersenyum lebar."Baiklah, terima kasih atas waktunya, Nona Almira. Senang sekali hari ini saya dapat bertemu langsung dengan Anda. Saya pribadi bisa melihat dan percaya bahwa Anda pasti sangat cantik di balik topeng yang menyembunyikan identitas Anda.Nayla tersenyum lalu menganggukkan kepalanya, "terima kasih."Sesi wawancara berakhir, namun Zavier masih terpaku di tempat dalam ruang kantor yang terlihat mewah namun sepi tersebut."Kamu menambatkan hati kepada seseorang yang sudah meninggalkan sesuatu yang berharga untukmu. Itu adalah bayi dalam kandunganmu. Berarti pria yang beruntung itu adalah Michael," ucap Zavier dengan nada kecewa.Satu minggu kemudian, Zavier memutuskan untuk pergi melihat keadaan Nayla dengan diam-diam dan menyamar. Dia mengenakan pakaian sederhana, topi, dan kacamata hitam untuk menyembunyikan identitasnya. Dengan hati yang penuh harap dan cemas, Zavier mengendarai mobil t
***Akhir yang bahagia***Zavier tersenyum dingin, tatapannya penuh perhitungan. "Mereka bersekongkol," jawabnya dengan nada rendah namun tegas. "Mereka mencuri identitas Nayla dan membuat istriku menderita sampai lupa ingatan. Mereka mempermainkan hidupnya, menghapus kenangan berharga yang pernah kami miliki. Jika mereka pikir bisa lolos begitu saja, mereka salah besar."Asistennya tetap tenang di ujung telepon, menunggu instruksi lebih lanjut. "Apa rencana Anda, Tuan?"Zavier menatap jauh ke depan, matanya dipenuhi dengan tekad. "Rebut kembali wajahnya," katanya penuh arti, "dan biarkan dia yang palsu itu lupa ingatan. Buat dia merasakan apa yang dialami Nayla. Jika mereka berani mengambil hidup istriku, maka aku akan mengambil kembali apa yang mereka curi. Wajah yang mereka ciptakan, kenangan yang mereka bentuk... biarkan semuanya hancur dan musnah."Asistennya mengangguk di ujung telepon, memahami apa yang dimaksud oleh Zavier. "Baik, Tuan. Saya akan m
Sefia tersentak dan menoleh dengan cepat, matanya memperlihatkan keterkejutan yang jelas. "Oh, Zavier... Aku hanya... ada urusan mendadak," jawabnya tergagap. "Kamu tidak perlu khawatir. Ini hanya pertemuan singkat."Namun, Zavier tidak begitu saja percaya. Ada sesuatu dalam sikap wanita itu yang membuatnya curiga, dan keinginannya untuk mencari tahu lebih lanjut muncul dengan kuat.Tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia membiarkan Sefia pergi lebih dulu, tetapi tidak lama kemudian, Zavier masuk ke mobilnya dan mulai mengikuti dari belakang.Zavier menjaga jarak, memastikan bahwa Sefia tidak menyadari keberadaannya. Dia mengemudi perlahan, mengikuti mobil Sefia dengan hati-hati. Setiap belokan yang diambil wanita itu semakin mempertegas kecurigaan Zavier. "Apa yang sebenarnya dia sembunyikan?" gumamnya dalam hati."Dia memang tidak terlihat seperti Nayla yang menjadi milikku, matanya, suaranya berbeda, juga tingginya. Mengapa aku tidak pernah menyadarinya?" g
"Sara, a-aku akan memberimu bayaran tambahan... untuk... untuk apa yang terjadi tadi malam."Mendengar itu, kedua mata Sara membulat dan timbunan air mata mulai berkumpul dengan cepat.Kata-kata itu menusuk hati Sara. Seolah-olah semua yang terjadi di antara mereka hanyalah sebuah transaksi, bukan sesuatu yang memiliki makna.Wajahnya yang semula penuh cinta berubah menjadi kemarahan yang tak tertahankan. "Bayaran?" sergahnya dengan suara tajam, matanya menatap Bram dengan penuh kekecewaan."Jadi, menurutmu aku hanya seorang pelayan yang bisa dibeli? Apa yang terjadi semalam hanyalah sesuatu yang bisa kau bayar untuk menghapusnya?"Bram terdiam, tidak menyangka reaksi Sara akan sekeras itu. Ia membuka mulut, mencoba mencari kata-kata untuk meredakan situasi, tetapi Sara melanjutkan sebelum dia sempat berbicara."Aku bukan barang yang bisa kau tawar, Tuan Bram yang terhormat! Apa pun yang terjadi semalam... itu bukan hanya tentang uang
Telinganya seolah tuli terhadap kata-kata yang dilontarkan Sara. Baginya, dalam kondisi mabuk itu, Sara adalah Nayla yang kembali kepadanya, dan ini adalah kesempatan untuk merengkuh wanita yang selama ini ia dambakan."Jangan pergi lagi, Nayla... kumohon..." bisiknya penuh keputusasaan, menahan tubuh Sara di atas ranjang. Merobek pakaian yang dia kenakan dan mulai menyesapi leher jenjang milik Sara.Sara berusaha mendorong Bram menjauh, mencoba menyadarkannya dari keadaan mabuknya. "Tuan Bram, ini bukan Nayla! Kamu mabuk! Lepaskan aku!" katanya dengan suara keras dan gemetar. Namun, usahanya tidak cukup kuat untuk membuat Bram sadar.Perasaan takut dan kebingungan bercampur dalam benak Sara. Ia tahu bahwa pria ini sangat terobsesi dengan Nayla, tetapi ia tidak pernah menyangka akan berada dalam situasi seperti ini.Dalam upaya terakhir, ia mengumpulkan semua kekuatan yang ia punya dan berhasil melepaskan diri dari cengkeraman Bram, berguling dari ranjang
Wajah Nadia—atau Nayla, seperti yang sering terlintas di pikirannya—begitu mirip dengan sosok yang ia ingat sebagai istri yang ia cintai. Bukan hanya dari segi penampilan fisik, tetapi juga dari cara dia berbicara, senyuman lembutnya, dan caranya melihat ke arah Zavier seolah mengenali bagian terdalam jiwanya. Setiap tatapan mata, setiap gerakan tubuh, terasa seperti sebuah déjà vu yang tak dapat dijelaskan.Bibirnya dan ciumannya.Namun, wanita yang sekarang berada di rumahnya—yang selama ini ia yakini sebagai Nayla—terasa berbeda.Seolah-olah ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tak terlihat namun bisa ia rasakan. Tatapan matanya kosong dan jauh, sentuhannya tidak lagi memberikan kehangatan yang dulu pernah mereka bagi."Apakah aku telah dibutakan oleh keputusasaanku untuk mendapatkan kembali istriku? Apakah wanita itu benar-benar Nayla?" pikir Zavier.Zavier menggenggam kepalanya dengan kedua tangan, berusa
Zavier segera menoleh ke arah Nayla, yang sekarang duduk tegak di sofa dengan rambut kusut dan matanya yang setengah terbuka. Ia tahu bahwa situasinya bisa menjadi buruk jika tidak segera mengendalikan keadaan."Nayla, tenang dulu," ujarnya dengan nada menenangkan di ponselnya. "Aku sedang membantu seseorang yang membutuhkan bantuan. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan."Namun, kata-kata itu tidak cukup untuk menenangkan Sefia. "Membantu seseorang? Di tengah malam seperti ini? Dan suara wanita itu, kenapa dia bersamamu?" Sefia semakin naik pitam, suaranya menggambarkan kemarahan dan rasa cemburu yang membara.Zavier menghela napas panjang, menyadari bahwa penjelasan sederhana tidak akan cukup untuk meredakan amarah wanita yang mengaku sebagai istrinya itu."Nadia sedang menghadapi situasi yang rumit, dan aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Percayalah, aku tidak melakukan hal yang salah," jawabnya dengan tenang, meskipun dalam hatinya dia tahu ba
Zavier menatapnya dalam-dalam, seolah mencoba mencari jawaban di balik tatapan mata Nadia. "Mungkin ada sesuatu dalam dirimu yang lebih dari sekadar wajah yang mirip dengan Nayla. Mungkin, entah bagaimana, kita pernah memiliki hubungan yang lebih dari yang kita sadari.""atau... kamu adalah Nayla yang asli?" tanya Zavier, tetapi pertanyaan itu lebih kepada dirinya sendiri karena Nadia hanya menatapnya dengan wajah sendu.Mereka duduk dalam diam untuk sesaat, menikmati kehangatan yang masih tersisa dari momen itu. Meski ada banyak kebingungan dan pertanyaan yang masih menggantung di udara, keduanya merasakan ikatan yang aneh tapi nyata, seolah-olah takdir telah mempertemukan mereka kembali setelah waktu yang lama terpisah.Hujan mulai turun dengan deras di luar, butiran airnya membasahi jendela dan terdengar irama lembut yang menenangkan suasana.Zavier memandang keluar sejenak sebelum menoleh kembali ke arah Nayla. Tanpa banyak bicara, ia menuntunnya ke r
Zavier kembali melangkah menuju Nayla dan berkata, "Kamu istirahat di dalam dan aku akan mengantar Joen pulang terlelbih dahulu. Setelah itu, aku akan datang dan membawa makanan untukmu, okey?"Nayla mengangguk dengan patuh dan memberikan senyuman yang hangat lalu melambaikan tangan kepada Joen.Mereka pun kembali masuk ke mobil, dan Zavier mengantarkan Joen pulang ke rumah.Sepanjang perjalanan, pikirannya berputar-putar, memikirkan langkah-langkah yang harus diambil. Siapa sebenarnya wanita yang ia bawa ke rumah kosong itu? Apakah dia benar-benar Nayla yang asli, atau hanya hasil dari obsesi gila Bram yang menciptakan tiruan?Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benaknya, dan Zavier tahu, jawaban yang akan ia temukan mungkin akan mengubah segalanya.Setelah memastikan Joen kembali dengan aman, Zavier segera kembali ke rumah kosong tersebut. Ia harus berbicara dengan wanita itu, mencari tahu siapa sebenarnya dia, dan apa yang sebenarnya ter
Setelah kehabisan tenaga untuk melampiaskan amarahnya, Bram berjalan terseok-seok ke arah kamarnya. Pintu dibanting keras di belakangnya, menandakan bahwa ia tidak ingin diganggu.Sara berdiri di depan pintu, sementara beberapa pelayan mulai dia atur untuk membersihkan pecahan kaca yang berhamburan di ruangan tamu.Beberapa saat kemudian, terdengar suara botol dibuka dan bau alkohol menyebar dari balik pintu. Bram menenggak minuman keras dengan kasar, mencoba menghilangkan rasa frustrasi dan kehampaan yang begitu dalam.Dia merasa telah melakukan segalanya—mengubah Sefia menjadi mirip Nayla, dan berpikir bisa memiliki Nayla perlahan—namun kenyataannya, Nayla yang sesungguhnya masih tetap tidak dapat dia miliki.Dalam kamar yang gelap itu, Bram merasa benar-benar kalah. Tidak peduli seberapa banyak dia mencoba mengendalikan keadaan, kenyataan selalu membuatnya merasa seperti sedang mengejar bayangan yang tak pernah bisa ia raih.Pria itu