Di atas ranjang, Gio sedang menghisap sesuatu. Hidungnya mengendus dengan sangat dalam. Kinanti berjalan cepat, menghempaskan barang yang diduga Kinanti adalah sejenis narkoba, sabu. "Apa yang kamu lakukan? Kamu sudah gila?"Gio di atas ranjang berusaha membuka matanya yang sangat merah seperti hidungnya, nyaris mengeluarkan lendir. Wajahnya terlihat sangat menakutkan. Dia sakau! Calon suami Kinanti itu meraba-raba ranjang, berusaha menemukan butiran sabu. Kinanti sudah menghempasnya jauh ke lantai. "Sejak kapan kamu menggunakan barang haram ini? Jangan katakan jika uangku kamu gunakan untuk membeli barang haram ini?""Jawaaaab!" Kinanti menghentakkan kaki ke lantai. Dia sangat emosi. Belum selesai persoalan cincin emas mereka, Gio malah sedang mabuk sabu. "Mana …." Gio merangkak turun dari ranjang. Kembali meraba lantai. Berharap menemukan butiran sabu. "Berheeenti! Diam di sana!" Kinanti menarik kaos bagian belakang Gio. "Aku pulang lebih cepat mau menyelesaikan masalah kita,
Bruakgh!Kinanti marah, benar-benar muak pada sikap Gio. Dia sudah lelah dibohongi. Tak mendengarkan permintaan lelaki itu, Kinanti tetap pergi. Dia membanting pintu saat sudah berada di luar. Sengaja melampiaskan semua rasa kesal di hatinya. Berharap Gio tahu, Kinanti benar-benar sakit hati, marah, kecewa padanya. "Dia pikir dia itu siapa? Walaupun tidak ada yang mau menikahiku, aku masih bisa menemukan orang lain. Hidup sendiri jauh lebih baik daripada terus dibohongi seperti ini! Huh!"Kinanti segera menaiki lift. Menekan tombol di dindingnya, menuju lantai dasar. Di bahkan belum berganti baju sejak pulang bekerja. Berharap bisa menyelesaikan masalah dengan Gio, tetapi justru kemelut baru tercipta.Selain pengangguran, Gio juga seorang pecandu narkoba. Apa yang diharapkan Kinanti dari lelaki seperti itu?Ting! Lift sudah berhenti. Kinanti berada di lantai dasar. Dia masih mematung beberapa saat, bingung kemana akan pergi. "Sekarang aku harus kemana?"Entah sudah berapa kali Kin
Tak p akal. Kinanti segera mengejar kedua penjambret tadi. Dia berjongkok mengambil batu sekepalan tangan, cukup berat untuk diangkat. Kinanti mengambil ancang-ancang, melempar batu tadi pada lelaki yang membawa tasnya. Terdengar suara mengaduh disertai suara benda jatuh ke tanah. "Good Job! Gak sia-sia aku selalu ada di urutan teratas lempar lembing waktu sekolah." Kinanti tersenyum penuh kemenangan. Kinanti segera berlari menuju lelaki yang tersungkur di tanah, kesakitan. Memegangi kepala sambil memiringkan tubuh. Langsung ditarik tas kerjanya. Kedua tangan lelaki itu memegangi bagian belakang kepalanya. Cairan berwarna merah kental melumuri jemarinya. "Awas kamu, ya!" Lelaki yang menodongkan pisau pada Kinanti memelotot, mencoba mengancam Kinanti. Lampu penerangan di jalan mulai dinyalakan. Dalam remang-remang cahaya bayangan tubuh Kinanti terlihat utuh. Dia mulai berubah menjadi wanita kuat dari masalah yang datang."Ada apa ini?""Dia mau menjambret saya, Pak!"Pengemudi ken
Suara baritone yang sangat dikenal Kinanti. Sekian lama Kinanti merindukan suara itu. Dia terkejut dan segera berbalik, "Ayah?"Abimanyu Permana refleks melepas tangannya dari pundak Kinanti. Menjauh dari anak sulung Haidar Baskoro. Di belakang mereka lelaki dengan setelan celana kain hitam dan kemeja putih itu membelalakkan mata. "Kinanti, sekarang apa lagi yang kamu perbuat? Belum selesai kasusmu yang kemarin, sekarang kamu sudah bersama lelaki lain?""Tidak Ayah, biar Kinanti jelaskan dulu. Kami tidak ada hubungan apa-apa."Kinanti mencoba meriah tangan Ayahnya. Haidar Baskoro terlanjur kecewa padanya. Setiap kata atau penjelasan yang keluar dari mulut Kinanti hanya dianggapnya kemunafikan. "Apa kamu tidak bosan buat malu keluarga, hah?""Dengarkan Kinanti dulu Yah," teriak Kinanti. Dia tahu lelaki tua itu selalu menang dalam perdebatan, jalan satu-satunya adalah meninggikan intonasi, mencoba mendominasi."Keributan yang Ayah lihat tadi, karena ada dua orang penjambret mencoba me
Kinanti yang sekarang sudah berbeda. Mahkota juga hatinya telah dia serahkan pada Gio. Nama lelaki itu telah diukir dalam hatinya. Namun, semua yang terjadi tidak seindah bayangannya. "Kinanti mencintainya Yah, tidak bisa meninggalkannya.Dia … dia pembohong Yah, dia berjanji akan menikahiku, tetapi dia masih berhubungan dengan mantan kekasihnya. Gio, dia …."Mulut Kinanti tertutup. Tak sanggup mengatakan kelanjutan cerita. Dia berhenti sebentar, menarik napas dalam lalu mengembuskannya pelan."Gio seorang pemakai narkoba, dia bahkan sakau kemarin. Tabungan Kinanti digunakan hanya untuk membeli barang itu.""Apaaa? Sakau? Jadi selain bertato dia juga pemakai narkoba? Bukankah dia mencintaimu? Saat terakhir bertemu dia bilang akan bertanggung jawab dan segera menikahimu. Wajah dan cara berbicaranya terlihat sangat meyakinkan." Haidar Baskoro duduk di sofa. Keningnya berkerut mendengar penjelasan Kinanti. "Itu awalnya Yah, aku juga tertipu." Kinanti mulai menangis terisak. Hidupnya ki
Haidar Baskoro dan istrinya kaget. Menatap Kinanti dengan wajah heran. Itu adalah kali pertama mereka melihat anak sulung mereka begitu emosional, hingga menampar Gio. Gio mematung. Ada gambar telapak tangan memerah di pipinya. Panas dan nyeri berdenyut seketika, "Beraninya kamu!""Apa? Kurang keras? Mau lagi?" Kinanti melangkah maju. Napasnya masih tersengal, dia begitu emosi, "Kamu bilang aku wanita murahan? Gampangan?""Kamu memang seperti itu." Satu sudut bibir Gio terangkat naik. Kentara sangat menghina dan merendahkan. Bugh! Satu kepalan tangan melayang mengenai wajah Gio. Kali ini dia jatuh ke lantai terkapar, meringis kesakitan. Dua pukulan sekaligus didapatnya. "Jangan pernah lagi kamu menjelekkan Kinanti. Cobalah berkaca terlebih dahulu sebelum mulut kotormu menuduhnya seperti itu." Haidar Baskoro membalikkan badan, "Kinanti, ayo kita pulang. Percuma saja berbicara dengan lelaki macam dia!"Ibu Kinanti menarik lengan Kinanti, "Ayo, Nak!"Kinanti mengikuti langkah kedua o
Suara kicauan burung yang bertengger di pohon trembesi sekitar apartemen terdengar meriah. Matahari baru mulai bersinar. Semburat kuning terang menyinari langit kelabu.Cinta yang mendalam di ujung keputus-asaan. Kinanti. Dia benar-benar berharap pada Gio. Hidupnya telah diserahkan seluruhnya. Lihatlah dua orang manusia yang tidur saling berpelukan usai berbaikan. Persetubuhan adalah cara paling cepat menyelesaikan masalah. Kebutuhan batin adalah sesuatu yang saling tidak bisa ditolak keduanya. Kinanti meringkuk dalam pelukan Gio, keduanya berbagi selimut. Kemarahan sudah hilang. Binar cinta berpendar dari mata keduanya. "Jangan pernah meninggalkanku." Kinanti mendongak mencari jawaban dari Gio. "Asal kamu sabar menunggu. Pernikahan bukan hal yang mudah dan murah untuk dilakukan."Kinanti mencubit perut Gio, "Kalau sudah tahu seperti itu, kenapa kamu memakai uang tabunganku hanya untuk membeli sabu, hah?""Itu … itu, aku pinjam. Nanti akan kukembalikan ….""Berhenti memakai barang
Kinanti tersenyum seperti bulan sabit di langit malam, sangat indah. Dia menatap seorang lelaki yang duduk di samping kursinya. Gio mengantarnya, mereka naik bus bersama. Jemari lentik Kinanti digenggam erat oleh Gio. Situasi seperti itu adalah hal yang lama dimimpikan Kinanti. Hari itu Kinanti tidak memakai kacamatanya. Dia mencoba menggunakan lensa mata. Sedikit perubahan yang membuatnya tampil beda, cantik. "Kamu pulang jam berapa nanti? Mau kujemput?"Kinanti tersenyum, "Aku pulang seperti biasa, mungkin di jam enam sudah sampai apartemen." Kinanti berhenti berbicara. Dia memandang wajah Gio sebentar lalu melanjutkan, "Carilah pekerjaan!" Gio menatapnya sebentar, lalu ke arah depan, "Setelah mengantarmu aku akan coba menemui temanku. Mencari pekerjaan adalah sesuatu yang sulit dengan titelku, mantan narapidana."Terlihat keputusasaan di mata Gio. Kinanti membaca keraguan dan keengganan di balik kata-kata Gio. "Apa-apa lihat-lihat?" Suara dingin penuh ketidaksukaan Gio terdeng
“Sepuluh ….” “Se-belas ….” Keringat Kinanti mulai bercucuran. “Dua … argghh.” Kinanti melepas kedua tangan di belakang tempurung kepala. Mulutnya terbuka, mengambil udara sebanyak mungkin. Seakan-akan lubang hidungnya tak cukup untuk menghirup udara. “Cas-sandra, ka … pan terakhir kali kamu berolahraga? Kenapa begitu berat dan kaku semua otot-ototmu?” Kinanti menyeka keringat di wajahnya. Dengan terengah-engah Kinanti berbicara pada tubuh yang ditempatinya. Setelah itu dia mengalah, merebahkan tubuhnya di atas lantai. Menatap langit biru yang penuh kapas putih. “Lihatlah Cassandra, langitnya indah. Apa kamu pernah menikmati langit seperti ini?” Kinanti mengangkat tangan kanannya, menarik segaris senyuman, “Mungkin suatu saat nanti kalo kita bertemu, aku akan mengajakmu bersantai di bawah langit seperti ini.” “Tapi … aku saja tidak tahu cara keluar dari tubuhmu, lalu kamu bagaimana? Jika aku menempati ragamu, di mana ruhmu? Apa kamu masih hidup? Dimana kamu sekarang?” “Sampai
“Jangan panggil aku gendut dan bodoh!” pekik Kinanti dengan penuh amarah.“Lalu harus kupanggil apa? Babi?”Kinanti menatap balik tanpa berkedip pada salah satu geng perisak di kelasnya, “Dasar gadis manja kekanakan. Kamu dan teman-temanmu pasti hanya tahu cara menghamburkan uang saku, mengoles lipstik di bibir dan mencibir orang lain. Otakmu pasti hanya berisi angin!”“Berani ngelawan lo sekarang?”Angela melirik ke kiri dan kanan, "Bin, Sophi … kita kasih pelajaran dia.”Seketika Kinanti berteriak, “Jangan sentuh rambutku, lepaskan!”“Hahaha ….” Ketiga anggota geng sok cantik tertawa. Mereka malah mendekat, mengerumuni Kinanti. Hingga dia terpojok ke dinding, “Lo, ikut perkumpulan apa, sih? kok, jadi pinter ngelawan sekarang?”“Arrrghh ….” Kinanti semakin kesakitan Angela makin menarik dengan kuat. Beberapa helai rambut Casandra jatuh ke lantai, “Hhentikaan, sakit!”Pemilik tubuh asli pasti sering diperlakukan seperti ini. Terbukti gadis yang menarik rambut di depan Kinanti tak terl
Josh berkonsentrasi penuh mengemudikan mobil. Namun, sesekali dia melirik anak majikannya lewat kaca spion. Ada yang berbeda pada gadis SMA itu.Kinanti bukan anak kecil lagi. Dia tahu Josh beberapa kali mencuri pandang lewat spion mobil yang menghadap ke belakang. Dalam hati Kinanti tahu, usahanya merubah penampilan tidak sia-sia. Tadi pagi, hampir setengah jam dia berada di depan kaca meja rias. Merapikan alis Casandra, mengikat rambut agar terlihat pantas untuk wajah chubby pemilik tubuh. Dia juga lari pagi sepuluh putaran mengelilingi rumah keluarganya itu sekitar satu jam lebih. Jika rutin melakukannya Kinanti pikir berat badan Casandra akan berkurang setidaknya dua sampai tiga kilogram.“Non Casandra hari ini terlihat beda.” Akhirnya Josh buka suara. “Perbedaannya bikin aku tambah cantik atau sebaliknya?” Kinanti merasa perlu mendengarkan pendapat orang lain. Terlebih laki-laki, mereka punya selera yang berbeda dari perempuan.“Jadi lebih menarik, enak dilihat.”“Aahh, kamu m
Pukul 04.00 pagi ….Kinanti bangun lebih awal. Langit masih gelap. Burung-burung belum berkicau menyambut surya, mereka mungkin lelap mengerami telur di sarang. Matahari bahkan masih bersembunyi di belahan dunia lain. Di bawah ranjang Kinanti ada timbangan digital. Sepertinya Casandra yang asli selalu rajin menimbang berat badan. Dia turun dari ranjang, menarik keluar timbangan tadi. Segera naik di atas timbangan. Jarum timbangan dengan cepat bergerak ke kanan, hampir menyentuh batas, “Wow, 85 kg. Yang benar saja. Pantas aku susah bangun tanpa berpegangan.”“Mulai hari ini aku akan membantumu berdiet, ini juga demi diriku. Kau tau kan, Obesitas menjadi masalah juga penyumbang kematian terbesar. Jangan mati muda karena terlalu banyak makanan nikmat yang ternyata racun.”Sejak masuk ke tubuh Casandra, Kinanti jadi sering berbicara seorang diri. Dia merasa punya seorang teman. Raga yang ditempatinya adalah milik Casandra, tetapi jiwanya tetap Kinanti. Mereka berbagi tempat.Kinanti men
“Lain kali ajak om, jika ingin jalan-jalan. om bisa menunjukkan banyak hal baru jika kamu mau.”Kinanti tak habis pikir. Seperti apa hubungan Casandra dengan papa tirinya. Apa mereka sedekat itu? Hingga biasa jalan-jalan bersama saat malam?Teringat jika di buku diary yang ditulis Casandra dia justru memanggil papa tirinya dengan ‘lelaki itu’. Itu artinya hubungan mereka tidak sedekat itu. Kinanti malah merasakan ada kebencian mendalam Casandra.Sayangnya Kinanti belum selesai membaca buku diary itu. Dia bertekad akan membacanya saat naik ke kamar tidur Casandra nanti.“Oh, ok. Next time! Aku mau tidur dulu.” Kinanti menyudahi pembicaraan. Dia merasa tidak ada hal lagi yang bisa dibicarakan dengan papa tiri Casandra, ingin segera melanjutkan membaca diary Casandra untuk mengetahui semua hal tentang dunia baru dan lingkungan si pemilik tubuh.“Kenapa aku merasa papa tiri Casandra adalah tipe orang yang sama dengan Gunawan.” Sudut mata Kinanti melirik ke arah belakang. William, papa
Kinanti meraih jaket di belakang pintu. Sepertinya jaket hoodie hitam itu sering dikenakan oleh Casandra. Masih tersisa aroma parfum di sana. Dia mengikat asal rambutnya sebahunya. Berjalan keluar dari kamar. Menyusuri koridor untuk sampai anak tangga.Rumah mewah itu selalu sepi. Orang tua pemilik tubuh asli Kinanti pasti bekerja setiap hari. Casandra mungkin kesepian."Apa yang mungkin jadi masalah Casandra di rumah ini? Kedua orang tuanya terlihat menyayanginya?""Dia punya segalanya."Sambil menuruni anak tangga, dia melihat ke sekeliling rumah berlantai dua itu. "Kecuali di sekolah, sepertinya dia adalah target Bullyan teman sekelasnya."Kinanti memastikan tidak ada yang mengikutinya. Dia membuka pintu utama sangat pelan. Keluar dengan santai, itu rumahnya."Aku tak perlu takut, ini adalah rumahku sendiri." Kinanti berbicara seorang diri untuk mengurangi gugup dan ketakutannya. Mendekati gerbang, Kinanti segera mengintip dari sela jerujinya. Menatap keadaan di luar, itu adala
Semua hal yang tersaji di depan mata kadang tak sama dengan kenyataan yang ada. Ada beberapa orang yang selalu memakai topeng, menutupi wajah asli mereka. Netra melihat rupa, tetapi hati bisa melihat semua.Kinanti mulai memahami dunia ini. Ada banyak hal yang harus dirasakan dengan hati. Dipertimbangkan dengan logika agar semua menjadi jujur apa adanya.“Kamu belum tidur, Casandra?”Kinanti tersentak kaget. Dia tidak mendengar pintunya dibuka apalagi suara derap langkah. Tiba-tiba saja, Papa tiri Casandra sudah ada di belakang tempat duduknya. Kinanti berbalik, “Bb-elum, Om.”“Ada perlu apa, Om kemari?” Di balik punggungnya Kinanti menutup buku diary Casandra. Menggesernya lebih ke tengah meja belajarnya.“Kenapa jadi canggung lagi? Saat di meja makan tadi kamu lebih terlihat santai?”“Ah, itu hanya perasaan Om,” kilah Kinanti.Entah kenapa Kinanti merasa risih dan tidak suka dengan tatapan suami mama Casandra ini. Jadi dia beringsut. Melangkah ke samping. Setidaknya tidak berada di
“Kinanti … Kinanti … Kinanti ….” Sayup-sayup Kinanti mendengar suara ibunya memanggil. Dia menoleh ke segala arah, “Ibu … Ibu di mana? Ibu ….” Kinanti terus meracau dalam tidurnya. Memanggil ibunya berulang kali, kerinduan dan kesedihan yang menumpuk membuatnya bermimpi buruk. “Casandra … Casandra?” Dalam kebingungan dia melihat bayangan ibunya tergulung kabut gelap. Perlahan-lahan kian samar dan menghilang. Kinanti mengerjap, keningnya basah oleh keringat. “Ibu …,” panggilnya ketika sadar dari mimpi. “Ada apa, Sayang?” Seorang perempuan langsung memeluk Kinanti. Mengelus rambutnya yang berantakan, “Kamu kenapa, Casandra?” Perempuan di hadapan Kinanti ini masih memakai pakaian kerja. Ada aroma parfum mahal khas orang-orang kaya yang biasa Kinanti cium saat pelanggan di perpustakaannya datang. Tahulah Kinanti perempuan itu ada di sana karena pemilik tubuh asli. Dia pasti ibu dari Casandra pikir Kinanti, “Aku bermimpi Bu,” ucap Kinanti. Perempuan yang memeluknya merenggangkan pel
Berpijak di atas bumi yang sama, menatap matahari dan bulan yang tetap bersinar bergantian tiap harinya. Langit yang selalu berwarna dasar biru dengan sentuhan awan putih. Namun, di ruang dan waktu yang berbeda. Kinanti masih belum memahami di mana kini dia berada?Hidup keduanya lebih membingungkan untuk dijalani. Kenapa dia tidak mati saja. Setidaknya dia tahu tujuan kehidupan setelahnya, jika tidak ke surga pasti ke neraka.Bentuk gedung, jalan, lingkungan dan daerah yang sama, tetapi dengan nama berbeda. Dia hampir mati kebingungan saat memikirkan semua ini.“Seharusnya, jika ini benar tahun 2013. Presiden negara Indonesia sekarang adalah Bapak Susilo Bambang Yudoyono, benar?”Sang supir menatap Kinanti dengan aneh dari kaca Spion, “Nona, Presiden Indonesia sekarang adalah Max Muhammad. Siapa itu Bapak Susilo Bambang Yudoyono?””“Apa? Aah, kepalaku makin pusing.” Kinanti terkaget. Semua hal sangat berbeda. Bagaimana dia bisa pulang ke tempat asalnya. Di mana dia berada sebenarnya