Ia tidak menghiraukanku, tetapi tatapannya sangatlah tajam ke arahku. Ketika aku membawakan pesanan ke meja yang Naka duduki, pria berambut merah itu kembali melemparkan siulan.
“Hei, Alice kita bertemu lagi di sini. Sepertinya kita berjodoh, haha!”Sekilas aku melirik Naka, menelusuri raut mukanya. Namun yang kudapat hanya wajah tanpa ekspresi. Huh, pikiranku kembali goyah ketika berdekatan dengannya. Hatiku masih lemah …. Aku melemparkan senyuman tipis dan segera beranjak dari sana. Ketika aku ingin mendatangi Dinda, pria kemarin yang bernama Juna melambaikan tangan ke arahku dengan wajah sedikit menggoda. Teman-teman Naka saling bertatapan, tetapi Naka menatapku dengan mata tajamnya seolah aku sudah melakukan kesalahan besar. Aku menunduk mencoba untuk tidak merespon Juna dulu.“Kamu lama sekali, meja nomor dua belas sudah lama menunggu, cepat antar pesanannya.”Aku mengangguk samar dan segera memBaru saja aku duduk di meja dan membuka komputer jinjing, pintu kamar kembali terbuka. Aku langsung berdiri bersamaan dengan Naka yang masuk ke kamar yang kutempati.Aku bertanya padanya, “Ada apa, kamu butuh sesuatu?”Pria itu diam saja, aku masih diam di tempat menunggunya mengatakan sesuatu.“Apa yang ingin kamu katakan? Jangan membuat waktuku terbuang sia-sia, aku harus belajar sekarang!” ucapku sedikit kesal padanya, pasalnya ia juga tidak mengatakan apapun. Aku tidak tahu apa maksudnya hingga ia datang ke kamarku lagi setelah perbincangan tadi.Naka terlihat ragu-ragu, aku menghembuskan napas kesal. Kedua tanagnku mendorong tubuhnya keluar kamar, “Pikirkan apa yang ingin kamu katakan, setelah siap baru katakan padaku. Jangan seperti pria bodoh dengan berdiri dengan ragu-ragu. Menyebalkan!”“Alice!”“Apa!”“Alice, jangan bekerja lagi. Kamu butuh uang, ‘kan? A
Aku pergi ke kampus pagi-pagi sekali, ini adalah hari terakhir Ulangan Akhir Semester. Hari ini pun tepat satu bulan aku bekerja, gajiku sudah ada di dalam rekening. Tidak banyak, tetapi aku yakin bisa cukup untuk kehidupanku setelah tiba di kota kelahiranku.Aku sudah mengatakan kepada Robi bahwa aku tidak bisa bekerja saat waktu libur, aku harus pulang ke kota kelahiranku. Robi pun memberikanku izin.Setelah selesai ulangan, aku ingin berbicara pada Diva. Tapi aku tidak bisa menemukan keberadaanya setelah ia keluar dari kelas. Sepertinya ia pergi ke kantin, ia terlihat pusing saat mengerjakan soal ulangan.Aku berjalan menuju kantin sekolah, saat perjalanan aku tak sengaja berpapasan dengan Naka. Baik aku maupun Naka, kami bersikap seolah tidak saling kenal. Dan itu bermulai saat perbincangan tentang Naka yang melarangku bekerja. Sejak aku menolak perintahnya, ia bersikap seolah tidak mengenalku.Aku menurutinya, aku tidak pernah menyapanya walau
Walaupun aku bingung, apa yang pernah kukatakan pada Javin dan Joana sebelumnya. Aku mengangguk tipis dan berucap dengan suara rendah, “Tentu saja, aku akan menepati janji yang pernah kuucapkan.”Javin menatapku lama, hatiku sakit. Ternyata Javin tidak mengenaliku ….“Jadi kakak adalah kakak kami? Kakak bukan suruhan bibi untuk menyakiti kami, ‘kan?” ucapnya polos. Matanya masih menatapku.Aku tidak tahan lagi, aku segera memeluk Javin dan Joana dengan air mata yang mengalir deras.“Apa Paman dan Bibi sering menyakiti Javin?”Pria cilik ini mengangguk, “Bibi mengirimi aku dan Joana makanan basi. Joana jadi sakit.”Aku mengepalkan kedua tanganku. Setelah menghapus air mata di wajah dan menghirup udara banyak-banyak, aku berucap lembut, “Sekarang Paman dan Bibi tidak akan menyakiti Javin dan Joana lagi. Kakak akan menjaga kalian.”Joana menatapku dnegan mata bulatn
Setelah tiba di penginapan, aku segera memesan ayam goreng sesuai keinginan Javin sebelumnya.Sambil menunggu pesanan tiba, aku mendekati Javin dan Joana yang duduk di kursi. “Kakak sudah memesan ayam goreng untuk Javin dan Joana, sekarang ayo mandi dulu.”Selepas memandikan mereka, pesanan tiba. Aku segera menghidangkannya dan membiarkan Javin dan Joana memakannya dengan lahap.“Javin sangat suka ayam goreng, ya?” pria cilik ini mengangguk, aku tersenyum tipis memandangnya.“Kalau Joana, ayam gorengnya enak?”Joana mengangguk, “Iya, Jo suka ayam goreng.”Aku mengangguk lalu membelai puncak kepalanya, “Ayo habiskan ayamnya.”Mereka mengangguk dan kembali memakan ayam goreng dengan lahap. Melihat itu, aku tersenyum tipis.*****Paginya, sebelum Javin dan Joana bangun aku segera pergi menuju rumah Paman dan Bibi. Butuh keberanian mengingat kali terakhir aku mendat
Hari ini aku mendatangi Yumna bersama kedua adikku, uang yang kubawa sudah menipis, tidak lama lagi tidak ada uang yang bisa kugunakan.Setelah tiba di tempat Yumna, aku segera menghubunginya. Tidak lama ia pun muncul dengan wajah berseri-seri. “Hai, sudah lama kita tidak bertemu, bagaimana kabarmu, Alice?”Aku tersenyum tipis, “Seperti yang kamu lihat, aku baik saja. Bagaimana dengamu?”“Tentu saja aku baik-baik saja! Masuklah, maaf kalau rumah ini tidak sebagus rumahmu.” Aku menggeleng tegas.“Tidak apa yang kamu katakan, rumahmu sangat bagus bahkan aku tidak memiliki rumah untukku pulang.” Ucapku lembut.Yumna memandang Javin dan Joana, “Hei, apa kalian sudah baik-baik saja? Apa tidak lelah saat ke sini, hm?”Javin menjawab dengan wajah datarnya, “Tidak, kami baik-baik saja, terima kasih!” sedang Joana tersenyum tipis.“Kalian ingin makan apa, aku akan si
Sebenarnya, ke mana arah kehidupanku? Setelah jauh darinya, pikiranku masih saja tertuju padanya. Apakah dia tahu bahwa aku hanyalah korban saja? Apakah dia akan menelponku dan mengajakku kembali? Apakah dia akan mengatakan padaku bahwa dia masih menyukaiku walau yang sudah terjadi sebelumnya? Aku berusaha untuk menghilangkan dia dari pikiranku, tapi ketika kebenaran menghantamku, dia kembali memenuhi isi pikiranku. Apakah usahaku selama ini hanya sia-sia saja? Mataku terpejam, bayangan kebersamaanku dengan Naka justru menari-nari. Hal itu membuatku kesal, mengapa melupakannya begiu sulit untuk dilakukan? Apakah aku begitu bodoh sampai tidak bisa menghilangkan hal yang membuatku kesakitan? “Lupakan, Alice! Naka dan Pak Dean adalah sumber masalah. Orang normal akan melupakan dan menjauhi sumber masalah.” “Lihatlah kedua adikmu, apakah kondisi mereka baik-baik saja setelah semua yang terjadi. Tidak, ‘kan?” sisi lain dari
Ia memegang tanganku, “Mendengar kamu mengatakan itu, aku jadi ingin memanggilmu idiot. Cepat ceritakan, apa yang terjadi padamu?”Aku menghela napas, “Jangan memanggilku wanita bodoh setelah kamu tahu apa yang terjadi denganku. Jika kamu berjanji, aku akan menceritakannya.”“Kamu mengatakan itu membuatku ingin memanggilmu wanita idiot mulai sekarang. Tapi karena aku penasaran, aku akan berjanji tidak akan memanggilmu wanita idiot.”Aku menggaruk kepalaku, “Kamu sudah berjanji, jadi jangan melanggarnya!”Yumna mengangguk, “Iya, cepat ceritakan!”Aku menyugar rambut ke belakang, “Jadi saat aku tiba di kota tempatku berkuliah, aku tidak tahu bagaimana, tapi koperku tertukar. Aku sadar saat sudah datang di tempat kosku, aku menghubunginya karena ada informasi pribadinya di dalam koper. Aku dan pria asing ini bertemu di Kafe dekat tempatku tinggal.” Yumna langsung memotong.
“Uang tabukanku akan habis, aku tidak bisa selamanya menumpang di tempat Yumna.” Aku berujar lirih, ujung tanganku memijit pangkal kening.Aku menatap komputer jinjing di atas meja, “Tidak apa, lagipula aku tidak akan kuliah lagi.”Air mataku menetes, “Aku ingin kuliah sejujurnya. Tapi sampai kapan aku akan bersikap egois? Aku sudah merasakan hidup yang baik saat ayah ada, sekarang adikku tidak akan merasakan kebahagiaan lagi. Setelah ayahku tiada, Javin dan Joana kesepian dan hidup serba kekurangan.”Setelah memindahkan beberapa data-data penting dari komputer jinjing, aku mengiklankannya di Internet.“Aku tahu ini tidaklah mahal, tapi aku yakin uangnya bisa bertahan sampai aku menemukan pekerjaan.”Aku sudah mengirimkan beberapa surat lamaran pekerjaan, belum ada satu pun yang menghubungiku, aku sedikit stress dibuatnya.Javin masuk ke dalam kamar, “Kakak, apa aku boleh ikut Club Dance?
MATAKU berkaca-kaca ketika berdiri tepat di depan makam diva. Aku memejamkan kedua mataku dengan tangan yang bergetar.“Alice ….” Suara lirih itu terdengar membuatku mendongak menatap Naka.Aku mengusahakan diri untuk tersenyum tipis. “Aku tidak apa, Naka.” ujarku pelan.Naka mengangguk tipis, ia jongkok di depan makam dengan kedua tangannya menaruh bunga yang sudah ia persiapkan sebelumnya.“Diva, kunjungan kali ini … aku datang bersama Alice. Bukankah kamu merindukan temanmu, hm?” Naka terkekeh setelah mengatakan itu.“Sudah lama, ya … Gavin sekarang sudah bisa memukul keningku. Putramu itu sepertinya memiliki dendam pribadi, setiap bertemu pasti tangannya menuju keningku.” Naka menggerutu sambil tertawa.Aku meliriknya, sikap Naka sekarang terlihat jelas jika ia sedang sedih. Aku jongkok tepat di sampingnya. “Maaf … seharusnya aku menemuimu sejak dulu. Sekarang … kita tidak bisa mengobrol seperti dulu lagi.”Aku membasahi bibir bawahku, tanganku memainkan bunga baru yang tersebar d
Aku tertegun mendengarkan perkataannya. Jadi aku memberanikan diri untuk menatap kedua bola matanya dalam-dalam. “Apa maksudmu?”Naka terkekeh singkat. “Aku membayangkan jika kita bisa bersama seperti dulu.”“Berhentilah berkhayal, itu tidak akan pernah terjadi.” Ujarku ketus.“Bagaimana jika itu bisa terjadi?” suara bisikan Naka terasa hangat menyapu bagian leherku. Ia mulai mengecupi disepanjang leherku. Sedang mataku terpejam dengan kedua tangan terkepal kuat-kuat.“Alice, kamu bahkan tidak menolakku.” Ucapnya setelah lima menit berlalu.Aku langsung mendorongnya menjauh. “Menjauh dariku!” ujarku dingin, aku menunduk menyembunyikan wajahku yang terasa memanas.“Jangan seperti ini lagi, aku tidak menyukainya!”Setelah mengatakan itu, aku membalikkan badanku segera. Lenganku dicekal cukup kuat, tubuhku ditarik untuk lebih dekat dengannya. Ia langsung saja menyatukan bibir, tanganku bergetar dengan kepalan yang kuat.Aku ingin sekali mendorong tubuhnya, tetapi tanganku tak bisa digera
Setelah Naka mengatakan ada tempat yang harus kukunjungi, rasa penasaranku meningkat. Jadi, aku menyetujuinya.Naka membawaku menuju sebuah kamar yang letaknya sedikit di belakang, dekat dengan gudang. Melihatnya, aku sedikit bingung dan was-was apa yang akan Naka lakukan.Begitu pintu terbuka, suasana ruangan yang Naka tunjukkan padaku terasa begitu familiar. Aku mengamatinya dengan pandangan yang berbinar.“Kamar ini ….” Ucapku dengan suara tertahan, aku cukup kagum dengan nuansa kamar ini. Pasalnya, beberapa barang di kamar ini terasa manis bila dilihat.“Alice, apakah kamu merasakan sesuatu?” tanya Naka pelan.Aku mengangguk semangat. “Kamarnya terasa hangat, siapa pemilik kamar ini?”Naka berjalan mendekatiku, ia memegang pergelangan tanganku lalu menuntunku untuk mendatangi sebuah lemari kaca yang di dalamnya dipenuhi oleh boneka. Aku sangat mengenali boneka itu, jadi aku menatapnya dan berkata. “Boneka ini, bukankah ini adalah milikku?”Aku membuka lemari kaca lalu memeriksanya
Seperti ucapannya, Naka benar-benar tidak mengizinkanku untuk pergi dari rumahnya. Pada akhirnya, aku bermalam di rumahnya dengan perasaan setengah kesal.“Aku mengerti, aku akan bermalam di rumahmu.” Ucapku dengan penuh kekesalan.Setelah aku mengatakan itu, Naka tertawa bahagia. Ia mendekatkan tubuhnya ke arahku lalu berbisik tepat di telinga. “Kamu sendiri yang mengatakannya, jadi jangan menyesal.”Ia mengedipkan matanya dengan genit, aku bergidik ngeri melihatnya. “Aku tidak mau tidur sekamar denganmu!”“Eh, aku tidak mengatakan itu. Tapi jika kamu menginginkan untuk tidur bersamaku, yah aku tidak akan menolaknya, Alice.” Ia berkata sambil tertawa mengejek.“Apa-apaan, aku tahu isi kepalamu. Sudahlah, lebih baik aku pulang sekarang.” Ucapku dengan kesal.Naka menghentikan langkahku, ia berjalan semakin mendekatiku. “Aku hanya menggodamu. Baiklah, kamu tidurlah di kamarku, aku akan tidur di kamar lain. Di rumahku ada banyak kamar kosong, jadi tidak perlu menginap di tempat lain.” I
Aku datang menemui Javin. Dia sudah memutuskan untuk tinggal sendiri di apartemennya. Aku membawakan makanan kesukaannya dan menunggunya hingga waktunya pulang bekerja.Melihat suasana apartemennya, terasa begitu menenangkan. Sepi.Aku membaringkan tubuhku di kursi empuk, tanpa sengaja kesadaranku hilang. Aku terlelap hingga Javin datang membangunkanku.“Kenapa kakak tidak memberitahuku jika ingin datang berkunjung?” tanyanya sambil berjalan membawakan segelas air.“Aku hanya ingin menumpang beristirahat saja.” Ucapku sambil terkekeh.“Ada apa?” pertanyaan dari Javin membuatku melepaskan gelas yang kupegang.“Javin, menurutmu apakah seseorang perlu untuk menjadi jahat?” tanyaku tanpa menatap wajahnya.“Kak, setiap manusia memiliki sisi baik dan jahat. Jika sisi baik dan jahat lebih mendominasi, menurutku bisa merugikan diri sendiri atau orang lain. Tapi di sini, jika porsi baik dan jahatnya seimbang, itu lebih bagus.” Javin menatapku lurus dengan wajah dingin khasnya.“Apa yang ingin
Aku memukul lengannya kuat-kuat, kesal karena perkataannya berhasil membuat jantungku berdebar. “Apa yang kamu katakan?”“Aku hanya bercanda, kamu dari tadi tegang terus. Ada apa?” jawabnya seperti tak berdosa.“Itu karena kamu. Parfum itu menggangguku, cepat ganti baju sana!” ucapku pada akhirnya, persetan dengan rasa malu, aku benar-benar tidak bisa mengontrol isi pikiranku sekarang.“Memangnya apa yang salah dengan parfumku? Bukannya kamu paling menyukai bau parfum ini?” Naka malah mendekatkan tubuhnya ke arah tubuhku.“Coba cium, bukannya bau ini terasa menenangkan?” ia berkata sambil terkekeh pelan.Aku mendorongnya menjauhi tubuhku. “Ganti bajumu atau aku pergi?”Setelah aku mengatakan itu, ia menurut. Tangannya terangkat untuk melepas bajunya dan aku langsung terpekik kaget. “Jangan membuka bajumu di sini, aku seorang wanita, Naka!”“Alice, kamu sudah terbiasa melihat tubuhku. Ada apa denganmu?” ia tak menghiraukan ucapanku dan kembali melanjutkan kegiatannya untuk melepaskan b
Saat makan malam bersama Naka, banyak hal yang diobrolkan bersamanya. Mendengarkan tentang kota yang pernah menjadi saksi bisu kehidupanku, mendengarkan teman-teman yang kukenal semasa kuliah. Aku jadi merindukannya.“Mungkin salah satu alasanmu berhenti untuk berkuliah, karena masalah hubungan kita waktu itu. Aku benar-benar menyesal, aku terlalu menyakitimu, Alice.” Naka menunduk, ia lagi-lagi mengatakan itu.“Naka, berhentilah membahas masa lalu. Apa yang terjadi saat itu, jangan menyalahkan dirimu sendiri. Aku juga bersalah, seharusnya aku lebih kuat agar bisa menolak Dean. Seharusnya aku tidak kehausan saat melihat kenyamanan yang Dean tawarkan. Bukankah aku yang salah?” ucapku lembut.“Saat Diva tahu masalah itu, awalnya dia sangat marah padaku. Diva menyalahkanku karena bersikap kasar padamu.” Naka mengatakan itu dengan bola mata yang berkaca-kaca.“Diva benar-benar orang yang baik, aku sangat beruntung pernah menjadi temannya. Saat itu, kamu pernah bilang mengenai permintaan D
Setelah cuti cukup lama, hari ini aku memutuskan untuk mengakhirinya. Suasana kantor terasa berbeda, mungkin karena aku sudah terlalu nyaman dengan suasana rumah setelah cuti sangat lama.Aku langsung saja menuju ke ruanganku, tumpukan kertas yang menggunung menyambutku. Aku menghela napas, mencoba mengerjakannya dengan semangat.Hari ini, tepat lima hari sudah berlalu setelah makan malam bersama Naka. Pria itu, kembali menghubungiku lagi untuk makan siang bersama, katanya ada hal yang ingin dibicarakan.Jadi aku menyetujuinya dan memberikan alamat kantorku padanya. Saat jam sudah menunjukkan waktu makan siang, aku segera menuju parkiran.Di sana, Naka berdiri di depan mobil berwarna hitam dengan senyuman tipis. Ia melambaikan tangannya ke arahku. “Alice,” serunya pelan.Aku mengangguk tipis berjalan ke arahnya. Di belakangku, suara Adam memanggil namaku membuat langkahku berhenti.“Alice!” teriaknya.Tubuhku terasa kaku, seperti baru saja ketahuan sedang melakukan kesalahan. Aku mena
Setelah pertemuanku dengan Naka, tepat dua minggu setelahnya Naka menghubungiku. Ia mengajakku untuk bertemu di sebuah restoran di pusat kota.Malam ini, aku sudah bersiap untuk bertemu dengannya. Entah apa yang ingin ia katakan padaku, walau begitu pikiranku merasa perbincangan ini bukan sesuatu yang baik.Aku menyiapakan diriku sebaik-baiknya. Walau banyak kejutan yang terjadi dalam hidupku akhir-akhir ini, kenyataan yang akan kuterima nantinya pasti tetap membuatku terguncang.“Sudah lama menungguku?” ucapku ketika sampai.Naka menggeleng dengan senyuman tipis khas pria itu. “Tidak, aku juga baru datang. Duduklah,”Naka mengulurkan buku menu. “Malam ini, aku akan mentraktirmu makanan enak. Jadi pesanlah.”Aku menerima buku menu sambil sesekali menatapnya.“Alice, apa kamu ingat saat pertama kali kamu mengenalku? Saat itu, aku sudah lama mengenalmu, tapi kamu sama sekali tidak mengenalku. Di kampus, hanya kamu yang tidak mengenalku.” Ia menatap gelas di tangannya sambil terkekeh pel