Kaira melangkah dengan gamang ke arah sebuah kamar, ia tidak bisa berkutik. Sebab, di belakangnya, ada dua orang bertubuh kekar mengawal dirinya. Mereka suruhan Madam. Kaira terus berjalan sambil menahan tangis. Wanita itu tidak ingin terdengar suara tangisannya karena pasti, akan memicu kemarahan dua orang itu.Setibanya di kamar itu, Kaira dipaksa masuk, kedua orang itu mendorong kuat tubuh wanita itu hingga hampir tersungkur. Sampai di dalam, ia melihat seorang pria bertubuh gempal, bertelanjang dada. Tatapannya begitu tajam ketika melihat Kaira masuk. Seperti harimau yang hendak memangsa buruannya.Kaira menelan ludah. Memejamkan mata sejenak, ketika lelaki bertubuh gempal itu mendekat dan berusaha menjamah tubuhnya. Kaira sebisa mungkin menghindar agar tidak sampai tersentuh.Lelaki itu tampak kesal dengan perlakuan Kaira, ia pun makin mendekat dan mencengkeram rahang Kaira kuat, membuat wanita itu terpekik."Ahh!""Berani kau menghindariku. Kau itu sudah aku bayar mahal, jadi ja
Kaivan menggenggam sebelah tangan Kaira yang terbalut infus. Napasnya terdengar lemah dari balik selang oksigen. Pria itu tertunduk dan masih tidak habis pikir, kenapa bisa Kaira diculik dan dibawa ke rumah bordir itu.Pemuda itu terus meminta informasi dari anak buahnya tentang perkembangan kasus Kaira, ia ingin menyelidiki karena penasaran dengan pelaku yang begitu tega dan jahat kepada istrinya."Bangun, Sayang. Aku janji, tidak akan pernah melepaskan orang-orang yang telah menyakitimu. Semoga kau tidak mengalami trauma lagi. Aku mohon, lekas lah sadar, Sayang," monolog Kaivan sambil terus tertunduk. Tidak terasa, air mata Kaivan menetes membasahi kedua pipinya. Kesedihan dan penyesalan kembali melanda pemuda itu."Maafkan aku, Kaira. Tidak bisa menjagamu dengan baik, sampai kau harus mengalami semua ini," sesal Kaivan yang terus tertunduk.Kaivan tertidur di samping Kaira sambil menggenggam sebelah tangannya. Begitu erat seraya tidak ingin melepaskannya. Kaivan benar-benar menjag
Setelah mendapatkan perawatan selama satu minggu, kondisi Kaira membaik. Wanita itu sudah tidak terlalu ketakutan meski masih ada trauma dalam dirinya. Kaivan senantiasa setia menjaga sang istri. Walaupun, ia disibukan oleh pekerjaannya. Namun, tidak menggoyahkan hati pemuda tersebut untuk selalu menjaga Kaira.Kaira banyak murung dan jarang bicara semenjak kejadian itu, ia masih tidak menyangka jika kakak kandungnya tega melakukan hal keji itu padanya. Bahkan Tasya, begitu dendam pada Kaira dan bekerja sama dengan Karin untuk menyingkirkan dirinya."Sayang, ada apa? Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Kaivan yang melihat Kaira tampak melamun duduk di ranjang menatap ke arah jendela.Kaira sedikit terkejut. Namun, berusaha untuk menyembunyikan apa yang tengah ia pikirkan karena belum siap mengatakan semuanya pada Kaivan. Wanita itu terdiam tanpa kata."Kaira," panggil Kaivan lembut.Pemuda itu mendekat ke arah Kaira dan memeluk istrinya dari belakang. Menyandarkan dagu ke sebelah pun
Kaira berjalan sambil menangis di tengah rinai hujan yang turun cukup deras. Wanita itu menyeret dengan malas koper, mengangklek tas berukuran sedang di pundak kirinya. Tangis Kaira semakin menjadi kala ia harus kembali teringat peristiwa beberapa waktu lalu. Perempuan berambut hitam sepinggang dengan tinggi semampai tersebut di usir keluarganya dari rumah karena perbuatan yang tidak sengaja dan bukan kehendaknya terjadi."Pergi kau dari sini! Rumah ini tidak pantas di huni perempuan hina sepertimu!" usir wanita setengah baya yang berdiri di hadapan Kaira dengan lantang dan tatapan menyeringai."Jangan usir aku dari rumah. Aku mohon. Papa, Mama, Kak Karin, dan Kak Kevin," mohon Kaira dengan mengiba sambil bersimpuh di kaki sang kakak perempuannya."Jangan tunjukkan wajah sok polosmu di hadapan kami! Kau telah mencoreng nama baik keluarga ini dengan perbuatan kotor dan hinamu! Kami tidak ingin menanggung aibmu!" ucap Karin semakin menunjukkan amarahnya, dengan suara yang lantang."Seba
Kaira bersama gadis itu menoleh ke arah pintu dan langsung mendekatinya. Empat orang pria tampak mendorong sebuah brankar dan menerobos masuk ruangan IGD."Suster, dokter! Tolong bantu kami! Ada korban kecelakaan," seru salah seorang dari mereka.""Apa yang terjadi?" tanya Kaira sambil mengambil stetoskop dari saku jasnya."Pasien mengalami luka memar pada kening. Patah pada tangan dan kaki kiri. Pendarahan pada tangan Kiri. Paha kanan sobek cukup dalam," jelas salah seorang dari petugas paramedis yang membawa orang itu ke rumah sakit.Sekujur tubuh orang itu berlumur darah hingga sulit di kenali. Kondisinya sangat memprihatinkan sekali.Berapa suhu dan tekanan darahnya? Sudah menghubungi keluarganya?" tanya Kaira kembali sambil memeriksa denyut nadinya."Mereka masih di jalan. Suhu tubuhnya tiga puluh tujuh derajat. Tekanan darahnya tujuh puluh per seratus."Pindahkan ke ruang pemeriksaan itensif. siapkan larutan Nacl 0,9 persen infus 500 mili liter. Kasa, obat merah, dan alkohol," pi
Pasien tak kunjung sadarkan diri pasca melakukan operasi kemarin karena kecelakaan. Ferdinan, pria yang menunggu orang itu sejak kemarin, masih setia melihat perkembangannya dari balik jendela ruang ICU.Pria tinggi berkulit hitam manis itu menatap iba ke arah pasien yang di tubuhnya terdapat kabel listrik yang mengarah ke monitor perekam detak jantung. Kedua lubang hidungnya terdapat selang oksigen untuk membantu pernapasan. Kaki dan tangan kiri orang itu terbalut perban. tangan kanan terbalut selang infus dan paha kanan yang dijahit. Tidak terbayangkan, begitu parah luka yang di derita pasien tersebut. Rasanya, ingin sekali Ferdinan menangis tersedu-sedu melihat kondisi orang itu."Kenapa separah ini? Apa yang sebenarnya terjadi padamu? Kenapa orang yang begitu teliti dan selalu berhati-hati saat berkendara sepertimu bisa luka seperti ini?" tanya Ferdinan dengan raut wajah sedih."Ferdinan memalingkan wajah. Tak mampu melihatnya. Namun, kedua bola matanya membulat sempurna saat mel
Seorang wanita tua duduk di kursi roda sambil menatap ke arah jendela kamarnya. Memandangi langit cerah di pagi hari. Wajahnya tampak terlihat begitu sedih. Perempuan muda bersama lelaki setengah baya datang menghampirinya.Netra mereka menatap dalam ke arah wanita tua tersebut. M elangkah pelan mendekati sang wanita yang tengah menatap langit itu.Perempuan muda itu berjongkok di samping wanita tua di sebelahnya. Menggenggam tangan yang sudah mulai keriput karena termakan usia tersebut."Ma, kenapa melamun di kamar? Mama juga belum sarapan, bukan?" tanya perempuan muda bernama Karin tersebut.Kayana, nama wanita tua itu. Menoleh ke arah Karin dan menatapnya datar. Kedua matanya berkaca menahan tangis. Kayana menghela napas dalam."Apa kau sudah menemukannya?" tanya wanita tua itu lirih.Karin menggeleng. "Belum, Ma. Aku, Kak Kevin, dan Mas Erlan sudah berusaha mencarinya. Namun, kami belum berhasil menemukannya. Papa juga sudah berusaha mencari. Akan tetapi, hasilnya masih nihil," je
Satu bulan berlalu, kondisi Kaivan semakin membaik. Pria itu sudah mulai bisa menggerakkan tangan dan kakinya. Meskipun masih harus menggunakan kursi roda sebagi alat bantu berjalannya. Ferdinan menjaga Kaivan dengan baik, walau ia harus mondar-mandir ke kantor, rumah, dan rumah sakit. Namun, tidak sedikitpun mengeluh.Bahkan, ia rela kehilangan waktu banyak bersama kekasih hatinya, demi merawat Kaivan. Ferdinan sebagai pengganti kedua orang tua Kaivan yang tinggal jauh di negeri sakura mengurus bisnis mereka di sana. Kaivan tampak duduk di balkon ruangan kamar rumah sakit. Menikmati udara pagi hari yang sudah cukup lama tidak di rasakan, semenjak dirinya masuk rumah sakit. Ferdinan sedang berada di kafe membeli kopi dan kudapan. Begitu damai Kaivan merasakannya.Namun, kesenangannya terusik karena kehadiran seorang wanita seksi dengan menggunakan kaos putih lengan pendek ketat berkerah dan rok tutu selutut. Rambut panjang sebahunya ia ikat tinggi, anting panjang yang akan bergoyang