“Keterlaluan berani-beraninya dia pergi dari rumah tanpa sepengetahuan kita, ini pasti karena Ridwan hingga Kintani berani melawan kita..!” Pak Wisnu tak kuasa lagi menahan amarahnya. “Sudah Bang, jangan terus-teruskan menyalahkan Ridwan. Di surat itu kan Kintani bilang penyebabnya pergi dari rumah karena tak ingin dijodohkan dengan Romi nanti siang,” ujar Bu Anggini. “Iya tapi ini pasti ada kaitannya dengan Ridwan.” “Kaitan bagaimana bukankah sejak minggu yang lalu mereka udah nggak bisa berkomunikasi lagi, HP Kintani pun sekarang masih Abang sita,” Bu Anggini seperti tak rela jika semua yang terjadi kesalahan selalu ditujukan pada Ridwan yang memang tidak tahu menahu jika saat ini Kintani kabur dari rumahnya. “Apa kata Uda Gindo nanti jika tahu hal ini? Pasti dia sangat marah karena kita tak bisa menjaga Kintani, dia juga pasti menyalahkan kita karena pihak keluarga besar udah tahu semua hari ini Kintani dan Romi akan ditunangkan,” tutur Pak Wisnu. “Aku nggak perduli Uda Gindo
Sekitar jam 1 siang lewat Kintani baru terbangun dari tidurnya, rasa kantuk yang dialami saat perjalanan dengan bus ke Kota Padang itu semalam benar-benar membuat dirinya tidur pulas di kamar hotel yang ia sewa. Setelah mandi dan berganti pakaian ia pun turun ke lantai dasar hotel tempat di mana menyediakan segala macam menu makanan dan minuman untuk makan siang, sambil menikmati makan siang ia merenungi ke mana dia akan pergi menetap di kota itu. “Apakah aku harus kembali ke kos-kosanku dulu sembari melamar pekerjaan di kota ini? Rasanya nggak mungkin Ayah dan Ibu pasti akan menemukanku, atau aku cari kos-kosan yang lain saja?” pikir Kintani dalam hati. Ia terlihat kembali melanjutkan makan siangnya, setelah selesai dan duduk beberapa saat di sana, Kintani memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Di dalam kamar kembali gadis cantik itu bermenung, semua itu dikarenakan tekadnya yang belum benar-benar kuat akan ke mana ia harus pergi dan mencari tempat menetap di kota itu. Di saat ia
Sekitar jam 3 sore Pak Wisnu beserta rombongan tiba di Kota Padang, tujuan mereka tidak lain ke kos-kosan yang dulu pernah disewa dan dihuni Kintani saat masih kuliah di Falkultas Kedokteran Universitas A. Setelah memarkirkan mobilnya, Pak Wisnu langsung mendatangi satpam yang bertugas di samping kanan pagar pintu masuk ke bangunan kos-kosan bertingkat itu. “Eh, Pak Wisnu apa kabar?” rupanya satpam yang bertugas itu sangat mengenal Ayah Kintani itu, hingga dia yang dulu menyapa. “Alhamdulilah baik, Rudi.” “Sudah lama Pak Wisnu tak pernah datang, terlebih saat Kintani udah nggak ngekos lagi di sini. Kalau boleh tahu ada keperluan apa Pak Wisnu mampir?” tanya satpam yang bernama Rudi itu. “Kebetulan saja kami singgah, tadi ada keperluan di tempat lain. Kintani beberapa hari yang lalu ke Padang katanya mau kerja, kami pikir dia ngekosnya di sini ternyata nggak ada ya Rudi?” Pak Wisnu balik bertanya sembari menyembunyikan jika Kintani sebenarnya kabur dari rumah. “Nggak tuh Pak,” ja
Siang itu di sebuah restoran Ridwan mengajak Anggelina untuk bertemu setelah tadi malam gadis cantik bermata agak sipit itu terlibat pertengkaran dengan Papanya, pertengkaran itu sendiri dipicu karena Anggelina menyangka resignnya Ridwan dari perusahaan karena ulah Papanya. Tentu saja Pak Wijaya Kusuma berusaha keras untuk menyakinkan putrinya itu bahwasanya dia sama sekali tak ikut campur dengan permasalahan antara dia dan Ridwan, Anggelina tak mau percaya begitu saja pasalnya resign Ridwan dari kantor secara mendadak membuatnya merasa aneh dan tak wajar. “Akhirnya Bang Ridwan mau juga bertemu denganku setelah beberapa hari ini sengaja menghilang, aku nggak habis pikir kenapa Bang Ridwan memutuskan untuk resign dari kantor?” tanya Anggelina mengawali percakapan mereka di restoran itu. “Aku sama sekali tak sengaja menghilang, kemarin itu aku harus pulang ke kampung karena ada urusan keluarga yang sangat penting. Hari ini aku sengaja nelpon kamu ngajak ketemuan untuk menjelaskan sem
Selepas ashar sekitar jam 4 sore Pak Wisnu dan Bu Anggini tiba di kenagarian MK sekembalinya dari Kota Padang tadi malam, mereka ke nagarian MK itu tidak lain untuk mengunjungi rumah kedua orang tua Ridwan yang kebetulan saat itu mereka berdua ada di rumah. Kedatangan Pak Wisnu dan Bu Anggini tentu saja membuat Pak Rustam dan Bu Suci terkejut, karena belum lama ini Ayah Kintani itu datang ke sana bersama Pak Gindo Paman kandung putri Bu Anggini itu. Meskipun terkejut dan penuh tanda tanya, namun dengan ramah Pak Rustam dan Bu Suci menerima kunjungan mereka dan mengajak serta mempersilahkan Pak Wisnu dan Bu Anggini duduk di ruang tamu. “Maaf sebelumnya Uda Rustam dan Uni Suci, aku datang kembali ke sini kali ini bersama Anggini,” ucap Pak Wisnu. “Hemmm, tidak apa-apa Wisnu pintu rumah ini selalu terbuka bagi siapa saja yang hendak bertamu,bukankah begitu Suci?” ujar Pak Rustam. “Benar Wisnu, meskipun jujur saja kami tadi sempat terkejut atas kedatanganmu kembali berkunjung ke sini
“Belum tahu Ridwan, kami saat ini benar-benar panik dan pusing memikirkannya ke mana Kintani itu pergi,” jawab Bu Anggini dengan nada lesu. “Ibu udah tanya sama teman-temannya?” “Teman-teman Kintani di sini udah kami tanya semuanya, tapi tak satupun di antara mereka yang tahu.” “Maksudku teman-teman kuliahnya dulu, seperti Dila dan Eva?” tanya Ridwan lagi. “Kami nggak tahu nomor kontak mereka, Ridwan. Tadinya sih kami memang kepikiran untuk bertanya sama mereka,” jawab Bu Anggini. “Aku akan hubungi mereka nanti Bu, bertanya tentang Kintani.” “Oh, jadi kamu punya nomor kontak Dila dan Eva?” “Iya Bu.” “Kalau gitu mohon dengan sangat bantuanmu Ridwan untuk menanyakan apakah Kintani ada di sana bersama mereka,” Bu Anggini mohon bantuan pada Ridwan. “Baik Bu, aku akan bantu mencaritahu tentang Kintani pada mereka atau pada yang lainnya.” “Kami ucapkan terima kasih sebelumnya Ridwan, atas kesediaanmu membantu kami mencaritahu tahu di mana Kintani. Sekali lagi maafkan atas dugaan k
3 bulan kemudian.... Minggu pagi sekitar jam 10 Ridwan beserta Gita sekeluarga pergi ke sebuah rumah mewah yang sangat besar dengan perkarangan depan dan belakang juga luas, lokasi rumah itu tidak jauh dari rumah Gita karena berada satu kompleks. Mereka berangkat dengan mengendarai mobil pajero sport milik dan kemudikan oleh Ridwan, mobil itu Ridwan ambil sekitar satu minggu yang lalu di show room usahanya sendiri. Melihat dari fisik bangunan rumah mewah yang mereka tuju ditasir biaya pembuatannya hampir 350 milyar, lalu apa tujuan Ridwan beserta Gita sekeluarga ke sana? Setelah memarkirkan mobil pajero sport di halaman rumah mewah itu, Ridwan beserta Gita sekeluarga pun turun lalu berjalan ke teras. Saat tiba di depan pintu Ridwan bukannya mengetuk atau memencet bel yang ada, melainkan merogoh kantong celananya dan mengeluarkan sebuah kunci lalu dengan santainya membuka pintu rumah mewah itu. “Mari Kak, Bang kita masuk,” ajak Ridwan, Gita dan Aldi mengangguk seraya tersenyum lalu
Pagi-pagi sekali Ridwan telah bangun setelah mempersiapkan segala sesuatunya yang akan dibawa ke Bandara menuju Kota Padang, tak beberapa menit setelah Ia pun sarapan dengan Gita, Aldi dan Nisa di meja makan di ruangan tengah lantai bawah. “Sementara kamu akan ke Padang siapa yang kamu suruh untuk tinggal di rumahmu itu, Ridwan?” tanya Gita. “Setelah aku pikir-pikir lagi apa tidak sebaiknya Kak Gita dan juga Bang Aldi tinggal di sana aja, sementara rumah ini bisa disewakan nantinya,” usul Ridwan. “Hemmm, nggaklah Ridwan. Rumah itu milikmu dan kamu cepat atau lambatnya pasti akan menikah juga,” ujar Gita. “Loh, nggak jadi masalah. Rumah itu terlalu besar bisa didiami beberapa kepala keluarga, lagian kalian kan bukan orang lain lagi bagi aku.” “Iya sih, tapi biar kami tinggal di sini aja. Kalau memang belum ada yang kamu minta untuk menjaga rumah itu selama kamu pergi ke Padang ada baiknya kamu mencari satpam untuk berjaga-jaga di sana,” saran Gita. “Ya Kak, aku memang mempunyai r