"Jalan takdir seseorang tak ada yang bisa mengetahuinya kecuali si pembuat takdir itu sendiri."
_______________________________________Hari sabtu selepas sholat Dhuha. Ghania bersiap untuk menghadiri acara akad nikah Nissa yang dilaksanakan disalah satu hotel di jalan Hayam Wuruk.
Mengenakan gamis warna hijau botol berpotongan A dengan bahan yang lembut dan jatuh dipadu dengan pasmina model plisket warna abu-abu rokok membuat tampilan Ghania terlihat lebih anggun dan semakin cantik.Dan Arlena berjanji akan menjemputnya untuk bisa pergi bersama keacara pernikahan tersebut. Tepat pukul sepuluh pagi, mobil Agya berwarna merah parkir didepan rumah Ghania yang sederhana dengan halaman yang ditanami pohon buah seperti mangga manalagi, jambu air dan mlinjo.
"Mak, Qilla pergi dulu ya." Pamit Ghania pada wanita paruh baya yang mengantarnya hingga teras. Ibu Maesarah mengangguk dan mencium kening putrinya saat gadis itu menyalami tangannya dengan takjim.
"Mama ." Panggil seorang gadis kecil yang berdiri bersama ibu Maesarah. Ghania berjongkok untuk menyamakan tinggi badanya dengan gadis kecil didepannya.
"Khanza dirumah dulu, ya Nak. Besok baru mama ajak ketaman bermain."ucap Ghania sembari mencium puncak kepala Khanza dengan sayang.
Gadis kecil dengan mata indah dan pipi cubby itu mengangguk dan kembali berkata dengan riang," Berarti nanti sore, Khanza boleh main sama Feny, Ma ?"
"Iya, boleh. Tapi mainnya dirumah saja, ya. Suruh Feny datang kesini, oke?"
"Oke, Ma. Hati-hati dijalan." Sahut Khanza riang sembari mencium pipi Ghania.Ghania pun berdiri dan bersama Arlena bersiap menuju mobil yang sudah menunggu mereka.
"Lena, pergi dulu ya, Mak. Lain waktu, Lena akan main kesini."pamit Arlena sembari mencium punggung tangan ibu Maesarah.
"Iya, kamu sudah lama tidak nginap dirumah emak."
"Insya Allah, saat libur kerja nanti. Lena sempatkan nginap di rumah emak."
Ibu Maesarah kembali mengangguk dan tersenyum. Ikut melambaikan tangan bersama Khanza saat mobil meninggalkan pelantaran rumahnya.
"Beruntung banget ya, Nissa. dapat suami tajir, jadi bisa nikahan di hotel bintang lima." komentar Arleena saat mereka sudah berada didalam mobil menuju Jakarta.
Ghania yang duduk dibelakang hanya menyebik," Ini kode keras, bang Faisal." goda Ghania sembari tertawa. Pria yang sedang menyetir hanya tersenyum mendengar candaan Ghania.
"Kalau kami nanti, nikahnya di Senayan saja, La." sahut Faisal santai.
"Senayan? Memangnya mau demo anggota dewan."
"Bukan demo, La . Tapi memanfaatkan fasilitas negara untuk rakyat. Kan nggak apa-apa."
"Ngarang. Yang ada malah ditangkap sama satpol pp, bang." Kini giliran Arleena menanggapi ucapan Faisal, pria yang sudah melamarnya sebulan yang lalu.
"Kalau gitu, nanti acara nikahan kalian di Gelora Bung Karno saja. Lebih luas dan puas."
"Adu pinalty dong nanti." Ghania dan Arleena mau tak mau tertawa mendengar jawaban Faisal yang kadang suka nyeleneh.
"Tapi bener loh. Info yang aku dapat. Suaminya Nissa ini pewaris perusahaan tambang batu bara di Kalimantan." Arleena masih berusaha membahas apa yang dia dapatkan.
"Pasar batu bara lagi lesu. Banyak perusahaan tambang yang merumahkan karyawannya. Karena harga yang tidak stabil." Faisal menyampaikan pendapatnya.
"Wahhh... kalau seperti itu . Repot juga ya." balas Ghania.
"Kamu sendiri kapan ngenalkan kami ke calon suami."
"Calon suami dari Mars. Ntar deh kalau Allah tiba-tiba menjatuhkan seorang pria tampan, seksi dan tajir seperti pangeran Arab dihadapanku. Baru aku ajak kalian
kenalan." Sahut Ghania yang langsung mendapat cibiran dari Arleena," Dasar tukang halu.""Memangnya, pasienmu nggak ada yang jomblo, La."
"Pasienku semuanya jomblo, bang."
Faisal menaikkan kedua alisnya mendengar jawaban Ghania," Kok bisa , La?"
Ghania tersenyum simpul."Bisa dong, kan aku dokter anak."
"kampret. Aku kira beneran." Umpat Faisal merasa dibodohi oleh gadis cantik dibelakangnya.
Tak terasa mobil yang dikendarai Faisal sudah mendekati tempat acara. Dan tiba-tiba ada perasaan tak nyaman yang dirasakan Ghania, tapi gadis itu tak bisa menerkanya.
****************
Ghania bersama Arleena juga Faisal menempati kursi dideretan kedua dari tamu pengantin wanita. Ghania mengedarkan pandangan ke sekeliling ballroom yang disulap begitu indahnya. Di dominasi dengan warna biru laut yang lembut, dengan hiasan bunga segar yang mengeluarkan aroma wangi ditambah dengan kain dan lampu yang berpadu mengantarkan kesan mewah.
Disebelah kiri dekat panggung pelaminan pengantin, tim penghibur sudah siap ditempatnya. Sebuah meja yang didesign untuk acara pengucapan akad nikah pun di dominasi warna biru muda yang lembut dan mewah.
Puas menilai design ruangan pesta, kini Ghania sibuk membalas chat dari asisten perawatnya hingga tak menyadari kalau pasangan pengantin sudah memasuki ruangan dan duduk di kursi untuk melangsungkan akad nikah.
Ghania baru berhenti dengan ponselnya ketika suara mc meminta hadirin untuk khusyuk mendengarkan alunan ayat suci Al Qur'an.
Suara merdu qori membacakan surah An-Nur Ayat 32 , membuat telinga meminta hati untuk meresapinya.
"Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya."
Setelah selesai terdengar suara pria memandu pengucapan kalimat ijab kabul ke pengantin pria. Dan Ghania serasa sangat mengenal suara pria yang sedang bersiap mengucapkan kalimat sakral itu. Namun karena terhalang kepala orang yang duduk didepannya membuat dirinya tak bisa melihat dengan jelas wajah pengantin pria.
Jantung gadis itu tiba-tiba berdebar lebih cepat dari biasanya, saat telinganya kembali mendengar suara bariton yang sangat familiar ditelinganya.
"Kenapa suaranya , sangat mirif suara bang Harris?"gumam Ghania dalam hati. Gadis itu sedikit mengeser posisi duduknya sedikit ke pinggir agar bisa melihat dengan jelas wajah pengantin pria.
Dan mata indah gadis itu membola sempurna dibarengi dengan mulut yang terbuka saat si pengantin pria mengangkat wajahnya membuat tatapan mereka untuk sesaat bertemu.
Tampak si pria terkejut namun berusaha untuk ditutupinya. Sementara Ghania hampir saja berteriak karena terkejut saat menyadari kalau pria yang menjadi pengantin itu adalah pria yang ditunggunya selama ini.
Ya, dia adalah Syahidar Harris bin Abdurahman. Si ketua rohis di SMAnya, pria yang dikabarkan menyukai dirinya sehingga membuat dia pun menyukai pria ini dan selalu menunggunya.
Tanpa disadari airmata Ghania turun dengan sendirinya saat Harris berhasil mengucapkan kalimat Kabulnya dihadapan saksi dan wali nikah, walau sempat diulang dua kali karena gugup.
Arleena yang menyadari apa yang terjadi, langsung memegang tangan Ghania yang terasa dingin," La.' Panggil gadis itu.
Ghania berusaha tersenyum sembari menghapus airmatanya dengan selembar tissu pemberian Arleena."Aku , nggak apa-apa. Len."
"Ta-pi , itu benar bang Harris, La."
"Aku tahu. Dan inilah jawaban atas pintaku selama ini. Allah memang mempertemukan kami tapi tidak menyatukan kami."Arleena yang mendengar ucapan penuh rasa kecewa dari sahabatnya itupun ikut merasakan sakitnya. Dirinya sangat tahu, bagaimana sahabatnya itu menunggu kedatangan pria bernama Harris datang untuk mewujudkan perkataannya dulu ingin menjadikan Ghania sebagai pasangan halalnya. Dan Arleena juga tahu alasan Ghania tidak menerima pria lain, ya karena seorang Syahidar Harris yang ditunggunya. Namun semua mimpi dan harapan itu musnah dalam sekejap. Bagai sebutir debu yang diterbangkan oleh angin musim kemarau.
"Kamu mau ngasih selamat kepada mereka?" tanya Arleena pelan. Ghania mengangguk berusaha untuk tegar.
"Tentu, aku nggak mau. Nissa berpikir macam-nacan terhadapku, jika aku pergi sebelum memberi doa selamat padanya." jawab Ghania dengan pasti.
Arleena lalu membantu Ghania untuk berdiri dari kursinya. Kaki gadis cantik itu tiba-tiba terasa lemas tanpa daya untuk bisa menopang tubuhnya.
Dengan memgulas senyum manis di bibirnya yang dipoles lipstik warna nute yang lembut, Ghania melangkah pasti menuju panggung untuk memberi ucapan selamat kepada kedua pengantin.
Nissa yang melihat bossnya datang langsung tersenyum lebar, wanita itu lalu berbisik kearah suaminya.
"Mas. Ituloh boss aku di kafe. Masih muda dan cantik. Dia juga dokter dan psikolog anak, loh. "
Harris mengikuti arah yang di tunjuk istrinya. Nafas pria itu serasa berhenti saat menyadari kalau apa yang dilihatnya tadi, adalah benar gadis yang dicintainya sejak masa SMA.
Sementara ditemani Arleena dan tunangannya. Ghania menyalami Nissa sembari mengucapkan doanya.
"Baarakallahu lakum wa baraka alaikum. Semoga Allah memberikan keberkahan bagi kalian dan melimpahkan keberkahan atas kalian.” Ucap Ghania tulus sembari mengenggam tangan Nissa.
"Terima kasij banyak, Mbak. Atas doa dan kehadirannya. "
Ghania mengangguk lalu beralih ke pengantin pria. Gadis itu mengabaikan tangan Harris yang menggantung begitu saja. Ghania memilih menangkupkan kedua tangannya kedada dengan sedikit menunduk. Tanpa senyum sedikit pun Ghania langsung turun dari panggung dan bergegas berjalan menuju pintu keluar.
Tak di hiraukannya Arleena yang memanggil namanya. Tak dihiraukannya ajakan keluarga Nissa untuk menikmati hidangan yang sudah disediakan.
Hatinya terlalu sakit untuk sekedar bertahan menyaksikan pria yang selama enam tahun ditunggunya bersanding bahagia dengan wanita lain. Wanita yang tak lain karyawannya di kafe miliknya.
Tangan Ghania sampai gemetar menahan tangisnya saat menekan tombol lift. Wajah gadis itu tertunduk untuk menyembunyikan airmata yang siap jatuh.
Namun suara sapaan membuatnya mengangkat kepala.
"Anda yang bekerja di kafe Marfosa, bukan? " tanya pria dengan kemeja batik warna coklat itu.
"Iya. "
Pria yang berdiri disebelahnya tersenyum lalu mengukurkan tangannya, "Kenalkan saya Sabran teman pria yang anda suruh mengepel lantai waktu itu. "
Kini ganti Ghania yang mengangguk dan membalas jabat tangan Sabran, "Saya Ghania. "
"Dari acara nikahan juga? Tamu mempelai pria atau wanita? "
"Saya teman mempelai wanita, anda sendiri? "
"Saya sepupu pengantin pria. Ini mau ke bandara menjemput keluarga yang baru datang dari Papua. "
Ghania hanya mengangguk dan kembali menunduk. Rasanya dia ingin keluar saja dari lift yang berjalan sangat lambat menurutnya.
Tak lama pintu lift terbuka, bergegas Ghania keluar dari lift menyerobot seorang wanita dengan kebaya cantiknya.
"Maaf bu, saya buru-buru. " ucap Ghania sebelum berlari melintasi lobby hotel menuju pintu keluar.
Gadis itu tak tahu akan kemana. Pikirannya terlalu kalut dan hatinya terlalu sakit untuk bisa berpikir secara normal.
Suara adzan terdengar menyadarkan Ghania untuk bisa berpikir waras barang sejenak.
Gadis itu lalu menghentikan taksi yang lewat dan minta diantar ke masjid yang terdekat. Dan akhirnya dia sampai di masjid jami' Kebon Jeruk. Setelah membayar ongkos taxi, Ghania pun bergegas masuk kedalam masjid untuk sholat Dzuhur.
Butuh waktu dua puluh menit bagi gadis itu untuk bermunajat menghibur hatinya.
Setelahnya Ghania kembali bingung mau pergi kemana. Di periksanya ponsel yang berada di dalam tas kecilnya. Ada 10 kali panggilan dari Arleen , ditambah pesan dari gadis itu.
Dan Ghania hanya membalas dengan kalimat." Aku baik-baik saja, leen. Ini lagi di mall mau beli boneka buat Khanza dan baju gamis buat emak. "
Dan kembali Ghania harus menahan nafas juga tangisnya, saat Arleena menyampaikan kalau Harris mencari dirinya.
Ghania tersenyum sinis membaca pesan dari sahabatnya itu. "Mencariku, untuk apa. Untuk mengatakan maaf kalau sudah menikahi gadis lain. Drama sekali. " gumam Ghania. Gadis itu lalu mendudukkan diri begitu saja dibawah pohon trambesi yang tumbuh di luar pagar halaman masjid.
Di bukanya galery photonya dan mulai menghapus semua photo pria yang sudah membuatnya berharap sekaligus patah hati.
Tak lupa menghapus chat dari pria itu dan menghapus nomornya dari daftar nomor di ponselnya.
Hatinya terlalu sakit, gadis itu menundukkan kepalanya diantara kedua lututnya. Menangis menumpahkan semua kecewanya.
Hingga dia merasakan kalau dirinya tak sendirian, matanya bisa melihat sepasang sepatu sport pria berada di hadapannya.
Perlahan diangkatnya kepala sambil menghapus sisa airmata. Kening Ghania sedikit berkerut saat melihat sebuah gelas air mineral tergantung didepan matanya.
"Ambil dan minum, sebagai ganti airmatamu. Ntar kalau sudah habis, gelasnya jangan dibuang. " ucap suara yang pernah didengarnya. Serta merta Ghania mendongak dan mendapati pria berwajah Timur Tengah yang sedang menatapnya.
"Kemal. "ucapnya lirih.
"Ambil nih." Kemal menggoyangkan gelas berisi air mineral itu. Dan mau tak mau Ghania pun mengambil dan meminumnya.
"Habiskan, karena aku butuh gelasnya. " Ucap pria itu lagi.
Dan Ghania menurut begitu saja, menangis ternyata membuat tenggorokannya kering.
Kemal lalu merebut gelas plastik kosong ditangan Ghania, memasukkan selembar uang sepuluh ribu kedalam gelas dan memberikannya kembali ke Ghania yang menerimanya dengan tatapan bingung.
"Daripada kamu duduk dipinggir jalan nggak menghasilkan apa-apa. Lebih baik seperti ini. Nanti akan ada orang yang akan memberimu uang. "
Ghania yang sedikit bingung mencerna secara perlahan apa yang di ucapkan pria tampan itu.
Dan mendadak Ghania memukulkan gelas plastik bekas air mineral itu ke tangan Kemal.
"Kamu nyuruh aku ngemis? Tega banget sih. Orang lagi sedih disuruh ngemis. "
Kemal hanya diam saja saat Ghania menghujaninya dengan pukulan dan malah membalas ucapan gadis itu dengan ekspresi datarnya.
"Kamu ngapain duduk disini, seperti anak hilang. Kamu terpisah dari ibumu. "
Ghania menatap Kemal kesal, "Nggak ! Ya terserah aku dong, mau duduk dimana. "
Kemal tampak mengangkat bahunya sembari bergumam, " Hemm, kambuh juteknya. "
Pria itu lalu berdiri dan menatap kearah langit yang semakin kelabu. "Seprtinya mau turun hujan. Kamu mau pulang tidak? Atau mau tetap disini nunggu gelasmu penuh.," ejek Kemal membuat Ghania melempar kaki pria itu dengan batu kecil.
Ghania yang kesal pun akhirnya berdiri dan melangkah menjauhi Kemal. Dan Kemal yang melihat itu tak tinggal diam. Pria itu segera berseru memanggil Ghania.
"Ayo aku antar. Hari ini aku free! Kamu boleh minta antar kemana saja."
"Antar ke surga, bisa nggak? " balas Ghania dengan sedikit wajah kesalnya.
"Waduh kalau kesitu, aku nggak tahu rute jalannya. Pake g****e map bisa nggak?." Kemal masih semangat menganggu gadis yang sedang kesal itu.
Ghania hanya mencibir dan tetap berjalan. Tak dihiraukannya Kemal yang berjalan mengikutinya.
Baru beberapa langkah, tiba-tiba hujan turun tanpa memberi peringatan, membuat keduanya segera mencari tempat berteduh.
Sebuah emperan sempit toko kelontong menjadi tempat berteduh mereka.
"Kamu tunggu disini, jangan kemana-mana. " Pinta Kemal pada Ghania yang tengah mengibas-ngibaskan gaunnya dari tetesan air hujan.
"Kamu denger, nggak. "
"Iya, dengar. Tapi buat apa aku menurutimu. " Ghania menanggapi perkataan Kemal dengan tatapan penuh tanya bercampur kesal.
"Karena aku ingin menyelamatkan bedak dan skincare diwajahmu dari terkena air hujan. " Kemal berkata sebelum berlari menembus hujan dengan melepas jas yang dipakainya untuk menutupi kepala.
Ghania hanya menggeleng dan bersedekap menahan hawa dingin juga percikan air hujan.
"Nunggu didalam saja, mbak. " Seorang wanita muda menawarkan Ghania untuk masuk kedalam tokonya.
Karena hujan semakin deras, Ghania akhirnya memilih menerima tawaran wanita muda pemilik toko klontong tempatnya berteduh.
Ghania duduk disebuah kursi plastik tak jauh dari pintu. Dan tak lama sebuah mobil suv warna putih berhenti tak jauh dari toko tersebut.
Seorang pria bertubuh tinggi dan juga tampan tampak keluar dari dalam mobil dan langsung berlari kearah toko kelontong dimana Ghania sedang berteduh.
Kemal mengibaskan rambutnya yang sedikit basah, kemeja pria itu terlihat sedikit basah sehingga menempel ditubuhnya yang atletis.
"Ada jual payung? " tanya Kemal tanpa basa-basi.
Wanita muda pemilik toko itu mengangguk dan mengambil barang yang di minta Kemal.
"Adanya payung lipat, pak! Yang besar habis. Babe belum beli lagi. " Wanita muda itu lalu menyerahkan payung berwarna biru itu ke Kemal.
"Berapa? "
"Dua puluh lima ribu pak. "
Kemal mengangguk lalu merogoh saku celananya untuk mengambil dompet dan memberi wanita pemilik toko itu selembar uang seratus ribu.
"Sebentar ya, pak. Saya ambilkan kembaliannya. "
"Tidak perlu. Anggap saja sebagai jasa sewa kursi untuk duduk nona itu. " Jawab Kemal sembari menunjuk kearah Ghania dengan dagunya.
Ghania yang melihat itu hanya berdecih pelan, "Sombong. "
Sipemilik toko tersenyum simpul dan mengangguk. Sementara Ghania membalas tatapan mata elang milik Kemal demgan tatapan kesal.
Kemal berjalan kearah Ghania duduk dan berkata kepada gadis itu, "Ayo, kamu mau nginap disini?"
"Apaan sih. Tentu saja tidak. "
"Ohh. Aku pikir, kamu mau nginap disini. Bukan apa, kasihan pemilik toko kalau kamu tetap disini. Kamu seperti orang-orangan sawah yang nakutin anak kecil. " Jawaban Kemal sukses membuat Ghania memukulkan tas kecil miliknya ke lengan pria tampan didepannya.
Karena tak enak dengan pemilik toko, akhirnya Ghania pun berdiri dari duduknya.
Gadis itu terkejut saat Kemal merangkul bahunya. Dan Kemal yang merasakan penolakan gadis itu malah mengeratkan rangkulan tangannya.
"Payung ini ukurannya kecil. Kalau kamu tak dekat denganku, kamu akan basah kuyup. "
Ghania tak bisa protes, karena hujan yang turun cukup deras. Kemal membuka pintu depan agar Ghania bisa masuk dan memastikan gadis itu nyaman sebelum dirinya sendiri masuk kedalam mobil dan duduk dibelakang setir sebelah Ghania duduk.
Kemal mengulurkan selembar handuk kecil yang dapat mengeluarkan wangi pelembut pakaian kearah Ghania.
"Keringkan wajahmu. Sebelum masuk angin. Dimobil ini, aku hanya punya handuk, bisa saja sih kamu pakai buat ganti jilbabmu yang basah," cerocos Kemal sembari menjalankan mobilnya, "Kita mau kemana, nona? "
"Katanya tadi kamu mau cari rute ke Surga. "
Kemal meringis mendengar perkataan Ghania. Namun tetap saja pria itu menjalankan mobilnya menembus hujan perlahan mulai reda.
"Aku kadang berpikir untuk pergi tapi kaki ini tak bisa diajak untuk berlari. Akhirnya aku hanya bisa diam di sini, menunggu hal yang tak pasti akan terjadi."_______________________________________ Kemal menghentikan mobilnya di parkiran sebuah restoran yang terletak di kawasan Ancol. Sebuah restoran yang terkenal dengan hidangan laut dan menu western juga Chinese-nya. "Kok, ke sini?" Ghania menoleh kearah Kemal yang sudah melepas safety belt-nya. "Aku lapar. Kalau kau tak lapar, maka temanin aku makan." "Kenapa aku harus menemanimu makan. Memangnya kau tak bisa makan sendirian?" "Aku hanya tidak mau, meninggalkanmu di mobil sementara perutmu berbunyi menyuarakan musik lapar. Bisa-bisa kamu pingsan lagi," balas Kemal sembari membuka pintu dan turun dari mobil,"Ayo, turun. Aku hanya mengajakmu makan. Bukan mengajakmu untuk ngamar." "Dasar mesum," decih Ghania yang disambut tawa oleh Kemal. Senyum dan tawa pria ini sangat seks
"Seberapa kuatnya kamu, pasti ada saatnya kamu akan melemah karena hatimu sedang tidak baik-baik saja. "_______________________________________ Ketika sang surya bangun dari ranjangnya kembalilah si cantik arunika yang cahayanya menyeruak dibalik segarnya dedaunan pagi. Ghania merentangkan kedua tangannya menikmati segarnya udara pagi di kampungnya yang masih terbilang asri dengan pepohonan rindang yang masih banyak berdiri tegak di pinggir jalan. "Mak, kemungkinan qilla bisa nginap di kafe malam ini. Karena pasien Qilla banyak sekali hari ini . Juga Qilla harus menyelesaikan laporan keuangan dikafe karena ini mendekati akhir bulan. " Qilla berkata sembari mengikat tali sepatu sneakers putihnya. Emak Maesarah mengangguk sembari menyuapkan sesendok nasi uduk ke mulut Ghania juga Khanza. Ini satu kebiasaan yang selalu dilakukan emak sejak Ghania masih kanak-kanak. Menyuapi putrinya sambil bermain, belajar atau han
"Kupinjam bahumu sesaat, untuk merebahkan kepalaku agar reda suara tangis di hatiku. "_______________________________________ Sedang asik berjalan sembari mengenang kembali kejadian konyol dimasa kecilnya terkait mitos pohon beringin, Ghania merasa ada yang mengikutinya. Tiba-tiba ada yang mencekal tangannya membuat Ghania terkejut. Gadis itu segera menoleh kebelakang dan seketika jeritannya pun keluar. "Waaaaa... Emak! " Tampak seorang pria berwajah kotor karena debu memengangi tangannya sembari tertawa. Seketika rasa takut memguasai diri Ghania. Gadis itu berusaha melepaskan cekalan tangan pria tak dikenal itu. "Mau kemana lagi, neng. Ayo, kita pulang,"ucap pria itu tetap memegang tangan Ghania. "Saya bisa pulang sendiri. Tolong, lepasin tangan saya." Ghania berkata dengan wajah yang pucat.
"Orang lebih banyak percaya apa yang dilihat dari pada apa yang di dengarnya. Namun hanya mendengar pun tak, baik tanpa melihat buktinya secara langsung. "_______________________________________Udara hangat dan cahaya yang cukup terang membuat Ghania mengerjapkan kedua matanya.Gadis itu menggeliat dan tersipu sendiri saat menyadari kalau semalaman dia sudah membuat pangkuan Kemal menjadi bantal.Dan terasa hangat karena jaket milik pria itu yang menyelimutinya.Ghania lalu bangun dari tidurnya, namun saat menegakkan tubuhnya. Jantung gadis itu serasa akan lepas dari tempatnya.Kedua matanya membola dengan wajah bingungnya. Segera dibangunkannya Kemal yang masih tertidur dalam posisi duduknya."Mal, Kemal! Bangun. Kita jadi tontonan orang. "ucap Ghania lirih sembari menarik-narik kaus yang dipakai pria ituGerakan
"Menikah itu adalah nasib, mencintai adalah takdir. Kamu bisa berencana menikah dengan siapa saja. Namun kau tak bisa rencanakan cintamu pada siapa."_______________________________________Kemal tampak berada di sebuah toko perhiasan, disebuah mall. Ikut bersamanya kedua teman dekat juga salah seorang pegawai di kantor kepala desa. Untuk memastikan Kemal tidak menggunakan kesempatan ini untuk melarikan diri.Kemal memilih seuntai kalung dari bahan emas putih 24 karat dengan liontin berbentuk matahari sebagai mas kawinnya. Pria itu tak memilih cincin karena tak mengetahui ukuran jari tangan Ghania. Dan seperangkat perlengkapan sholat sebagai pendampingnya. Tak lupa pria itu juga membeli baju koko dan celana bahan beserta peci berwarna hitam untuk dirinya.Dia lalu menyeret Sabran untuk menemaninya masuk ke toko yang menjual baju muslimah. Dia ingin membelikan Ghania gamis untuk akad nikah nanti. Selembar gamis berbahan Maxmara atau sering disebut sutr
"Buruk dimata manusia belum tentu buruk dimata Allah begitu juga sebaliknya."_______________________________________ Sementara itu dirumah pak kades, tampak Ghania yang merebahkan kepalanya di bahu emak. Wanita paruh baya itu hampir saja kena serangan jantung saat Sulaiman menjemputnya dan mengabarkan masalah yang sedang dialami putrinya. "Tidak usah menangis, semua sudah terjadi. Ini semua pasti ada campur tangan Allah dalam mewujudkan takdir pernikahanmu. Jangan pernah berprasangka buruk pada siapa pun. Terima dan jalani dengan ikhlas, Insya Allah semua pasti akan menemukan kebahagiaannya. " Suara lembut emak menenangkan putrinya yang sedang galau. Bukan karena dia harus menikah dengan Kemal yang membuatnya galau, tapi latar belakang keluarga pria itu yang membuatnya merasa kecil. Ditambah lagi dia tidak mencintai pria itu. Hatinya masih terpatri pada nama pria la
"Ketika rasa cinta itu hanya tertuju pada Allah, maka Allah akan membalasnya ke keutamaan yang terbaik dari yang baik."****"Gimana sih, cerita sebenarnya, La? " tanya Arleen . Jujur saja , dia sangat penasaran saat sahabatnya itu dengan suara yang putus asa memintanya untuk datang kedesa yang baru kali ini dia datangi.Ghania yang berpindah duduk didekat jendela, menghela nafasnya pelan."Awalnya, kami memang tidak sengaja bertemu. Waktu itu aku lari ketakutan karena dikejar orang gila hingga menabrak Kemal yang entah dari mana datangnya. Lalu Kemal membawaku menjauh dari pria tak waras itu hingga akhirnya kami sadar kalau kami sudah kesasar."Dan memory dikepalanya kembali memutar kejadian sore kemarin hingga pagi harinya. Dimana mereka terbangun karena suara gaduh warga desa yang memergokinya tidur berbantalkan kaki Kemal di sebuah pos ronda di dekat gerbang desa.Dan saat gadis itu mengakhiri ceritany
"Kalimat terindah di dunia melebihi kata Cinta Padamu, adalah Kuterima nikahmu di hadapan Allah dan waliku."_____________________________________Tak terasa waktu semakin berjalan, senja pun beranjak pergi mengantar sang surya kembali keperaduannya yang damai. Dan langit yang tadi berwarna biru kini secara perlahan berubah menjadi gelap bersiap untuk menyambut kehadiran lintang dan rembulan yang akan menerangi gelapnya langit malam.Suasana rumah pak Hidayat pun sudah mulai ramai oleh warga yang ingin menyaksikan pernikahan dadakan itu. Pegawai kantor desa dibantu pemuda setempat sudah mendirikan tenda terpal dihalaman rumah dan menyiapkan sound system. Semua dikerjakan bersama-sama sehingga selesai lebih cepatDan Ghania sendiri masih berada dikamar, gadis itu tampak takjub dengan baju gamis pemberian Kemal sore tadi. Baju gamis yang dia yakin tidak murah harganya dilihat dari
"Air dan darah, bagaikan ikatan keluarga dan pertemanan. Dimana darah akan lebih kental dari air namun kadang kala, malah air yang lebih bisa menyatukan."***Kemal diam, pria itu bergeming sedikit pun menunggu apa yang akan disampaikan ibu mertuanya. Jujur dia merasakan sesuatu yang sangat dekat dengannya saat menatap kedua mata Khansa yang bernetra coklat terang dengan garis wajah sama seperti garis wajah wanita Arab dengan sepasang garis rahang yang kokoh.Sementara Ghania juga tampak serius, walau dia sendiri tahu apa yang akan di ceritakan sang ibu, namun wanita cantik itu tak rela bila dirinya dikatakan berneda dengan sang adik."Khansa dan Ghania sama sekali tak memiliki ikatan darah karena pernikahan, juga dengan persusuan. Karena Khansa adalah anak yang saya rawat sejak usia satu tahun.""Jadi Khansa itu anak adopsi, Bu?""Bukan adopsi sih, lebih tepatnya anak angkat. Kalau adopsi kan, Khansa di temukan oleh Ghania dan ayahnya
"Masa depan tak akan pernah lepas dari masa lalu. Karena dari masa lalu kita akan banyak belajar untuk tidak mengulang apa yang etrjadi di masa lalu."***Kemal tampak memperhatikan gadis kecil yang tengah bermain bersama temannya. Wajah polos dengan di bingkai kerudung berwarna pink dihiasi gambar strawberry tampak bahagia. Tawa dengan menampilkan deretan gigi mentimun yang berjejer rapi membuat siapa yang melihat pasti akan ikut tertawa."Yaaahh, kepala barbienya copot!" seru Khansa dengan wajah sedih."Kamu kalau sisirin rambutnya jangan kuat-kuat, copot kan kepalanya," omel Khansa pada Tiara teman mainnya."Maaf, Khansa. Tiara ndak sengaja. Biar Tiara bawa pulang saja dulu, nanti di perbaiki sama bunda," jawab Tiara dengan wajah bersalah."Tidak usah di bawa pulang, sini kakak perbaiki bonekanya," kata Ghania yang baru keluar dari dapur dengan membawa secangkir teh untuk suaminya, lalu mengambil boneka di tangan Tiara."Terima kasih, Kak
"Satu kenyataan pahit tak bisa di elakkan jika itu berasal dari sebuah penggalan masa lalu yang mengawali adanya masa depan."*****Kemal hanya bisa menunduk, kedua tangannya mengepal menahan amarah yang tiba-tiba meluap begitu saja. Setelah mendengarkan rekaman yang diberikan oleh mantan sekretaris almarhum sang kakak, Kemal bagai ditampar dengan begitu kerasnya."Jadi, kecelakaan yang dialami kak Khalid bukan murni kecelakaan? dia sengaja di bunuh demi tahta Fawaz Corp. Lalu ada rahasia besar apa sebenarnya yang melibatkan diriku, hingga kak Khalid begitu ingin menutupinya dari tante Shimar?" tanya Kemal seakan berbicara pada diri sendiri."Kecelakaan yang salah sasaran!" sahut Zahir dan diangguki oleh Kemal.Didepannya duduk paman Zahir yang merupakan sahabat ayah juga paman Farid. Pria berusia baya itu menatap kearah Kemal dengan iba."Khalid tahu siapa yang membuat ibumu bunuh diri, dan ternyata itu bukan Fawaz Al Hadid," ujap Zah
"Sebuah cerita baru akan dikatakan lengkap saat ada awalan juga akhirannya. Dan apapun warnanya, itulah sebuah jalan cerita dari kisah hidup anak manusia."*****Kemal melajukan mobilnya kearah markas kelompok bawah tanah miliknya yang biasa di sebut dengan rumah hijau. Berita dari Sammy membuatnya ingin mematahkan leher seseorang dan itu pastinya Dinero si rubah hitam yang masih ingin merebut jalur bisnis bawah tanah milik Kemal Fawaz Corp.Memarkir mobil ditempat khusus dan langsung masuk kerumah yang disekelilinganya di tumbuhi tanaman rambat dan pohon berukuran besar. Marco dan Lexi yang sudah menunggu langsung menyambut bossnya ini.Kemal menatap penuh amarah pada dua pria yang duduk dikurisi dengan tangan yang terikat kebelakang. Wajah mereka menyiratkan ketakutan dan kekhawatiran terhadap nasib mereka."Dinero lagi! kenapa dia selalu menyuruh kelinci untuk masuk ke kandang harimau? Dan kalian berdua! sudah siap mati
"Ayah adalah panutan anak, tapi tak hal itu tak berlaku sama jika seorang anak tak lagi memandang ayahnya sebagai ayah."*****Kemal dengan terpaksa menemui ayahnya untuk mengadukan prilaku dari salah satu wanita penghuni hareem milik pria tua itu. Sebenarnya dia enggan untuk berurusan dengan sang ayah, karena Kemal tak mau di kekang oleh ayahnya. Bahkan saat tuan Fawaz menawarkan Fawas Corp, Kemal terang-terangan menolak, dia lebih suka menjalankan bisnis dibawah namanya sendiri.Karena dengan begitu dia bisa memiliki kuasa atas semuanya, tak perlu berbagi pada siapa pun termasuk si adik dari istri ketiga ayahnya yang sangat berambisi ingin menguasai semua harta Fawas Al Hadid."Apa kamu punya bukti kalau Zahira yang menjadi dalang atas penculikan istrimu?"tanya tuan Fawaz dengan pandangan menyelidik.Kemal menunjukkan beberapa photo seorang wanita bersama pria yang berbeda yang salah satunya ada
"Sikap tenangmu membuatku tenang, ketakutanmu adalah lebih menakutkan. Aku tak ingin kau menjadi takut karena aku akan selalu ada agar kau tetap merasa tenang." Kemal Aldino Fawaz. ****** Ghania memperhatikan buku-buku jari tangan kanan suaminya yang membekas luka. Seingatnya sewaktu pergi ke jamuan makan malam, tangan kanan suaminya baik-baik saja, tapi kenapa pagi ini sudah ada luka di situ. "Tangan Mas kenapa?" tanya Ghania akhirnya, membuat Kemal menoleh dan menunjukkan tangan kanannya yang terdapat luka memar."Ini?" "Iya ... itu kenapa? Kemarin malam, tangan mas baik-baik saja,"sahut Ghania lalu beralih duduk di sebelah suaminya yang sedang fokus dengan pekerjaannya. Lalu memandangi sang suami dengan penuh selidik,"Mas habis berantem, ya?" "Hanya mukuli preman yang mencoba membawa pergi istriku," jawab Kemal membuat Ghania kembali mengingat kejadian malam kemarin dan kedua mata wanita cantik itu membola sempurna
"Khawatir dan ketakutan menjadi kunci hilangnya keberanian bila terus di pikirkan. Tapi jika kamu mau, jadilah kuat untuk mengubah takut menjadi berani."*****Arunika menyapa ramah saat sang surya bersiap untuk bergeser dengan sinar hangatnya. Dersik serenata mengalun pelan diantara tarikan halus nafas dua insan yang saling mendekap penuh hangat. Emosi semalam luruh dengan wangi aroma petrikor yang menguar dari celah pintu balkon yang sedikit terbuka. Menghamburkan udara dingin habis hujan semalam.Ghania mengeliat saat mendengar alarm ponselnya berbunyi, dengan sedikit sulit dia mengulurkan tangannya agar bisa menggapai ponsel yang berada diatas meja nakas. Gerakannya membuat pria kekar disebelahnya malah semakin mengeratkan pelukan dan menempelkan wajah tampan khas Timur Tengahnya di dada penuh milik Ghania, istrinya."Mas ... Mas Kemal! Bangun dulu, kita belum sholat subuh,"ucap Ghania sembari
"Kebencian dapat mematikan hati nurani, membutakan mata untuk melihat satu kebenaran diantara ribuan kebohongan." ******** Di salah satu ruangan direksi gedung Fawaz Corp lantai 7, tampak seorang wanita dengan wajah cantik khas Timur Tengah dengan tatanan rambut yang di sanggul tinggi menunjukkan kelas sosialnya. Usianya diperkirakan berada di tengah usia 30 an tahun. Ekspresi kesal tampak sekali terlihat diwajah cantik itu, duduk di dekatnya seorang pria berperawakan besar dengan jambang yang menghiasi rahang kokohnya. Keduanya terlihat sangat serius, bahkan si wanita beberapa kali terdengar kata makian dari bibirnya yang di poles lipstik warna merah menyala. "Kenapa gagal lagi, apakah kamu tak mengirim semua anak buahmu untuk memperdaya Kemal?" "Anak buahku tak sebanyak anak buah Boss Kemal Corp itu. Yang memiliki kemampuan beladiri, inteligen dan IT yang merupakan kekuatan mereka."
"Aku tidak memiliki kekuatan dan kebaikan seperti itu. Jika aku melakukannya, aku akan lebih berbelas kasih daripada Tuhan, percayalah." Don Pito Carleone - The Godfather Movie ***** Kemal memperhatikan dokter Farhan memeriksa kondisi istrinya yang belum juga siuman daripingsannya. Menurut hasil pemeriksaan, Ghania terlalu banyak menghirup obat bius sehingga membuatnya tertidur dengan tanpa merasakan apa-apa. Wajah Kemal masih terlihat menakutkan, dingin juga kejam. Sorot mata bernetra biru tua itu sangat tajam mengawasi dokter yang tak lain adik sepupunya ini. Walau marko bersama tim kerjanya berhasil meringkus semua penjahat yang menculik istrinya, tapi pria itu belum merasa senang karena istrinya masih dalam kondisi mengkhawatirkan. "Bagaimana?"Tanya Kemal begitu Farhan selesai dengan pemeriksaannya, dokter muda itu meminta kepada asistennya untuk memasangkan infus di punggung tangan Ghania untuk menetralisir efek obat biu