Sinta sedikit terperanjat ketika ada sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti tepat di hadapannya, yang tidak berapa lama dia melihat seorang sopir keluar dari mobil itu.
Si sopir dengan sedikit tergopoh-gopoh menghampiri Sinta, dia mengatakan jika mobilnya tiba-tiba mogok dan bertanya kepada Sinta di mana letak bengkel mobil terdekat.
Sinta yang sering melewati tempat itu mengatakan jika bengkel di sekitar mereka hanya ada satu dan letaknya tidak begitu jauh.Namun gadis itu menambahkan di jam seperti ini, sering terjadi kemacetan yang bisa menyebabkan sampainya lebih lama dari yang seharusnya.
Si sopir yang mendengar penjelasan Sinta tampak bingung lalu dia menjelaskan lagi, jika dia hanya menggantikan pamannya yang sakit sehingga dia tidak terlalu paham dengan kota itu. Terlebih lagi, dia harus segera sampai ketempat tujuan.
Sinta berpikir sejenak syarat apa yang akan dia berikan kepada Marco. Sebenarnya, jika bukan sikap Marco yang angkuh dia akan memberikan nomor itu tanpa syarat. Marco yang tidak sabar ingin mendengar syarat tersebut, menatap tajam gadis itu.
Sinta heran mengapa si kakek tiba-tiba berteriak histeris dan memegangi kepalanya yang tampak kesakitan, hal itu membuat Sinta menjadi panik.Sinta yang panik berlari keluar mencari dokter atau suster yang bisa membantu si kakek, untungnya dia bertemu dengan Dokter Peter yang sedang berjalan di koredor rumah sakit."Sinta, ada apa?"
Marco yang tidak ingin mengganggu Louisa, akhirnya menunda menghubunginya.
" Yeah, Marc. Dia bekerja di perusahaan Taylor Wimpey."" Perusahaan Taylor Wimpey. Hemm,Jemy, apa kamu tahu nama laki-laki itu?" tanya Marco penasaran." Namanya, Robert," jelasnya lagi." Robert? Jemy, dia tidak menyebutkan nama belakangnya?"" Robert Crow, hmm, Sorry, Marc. I' m not sure that's his surname."" It's ok, Jemy."Jemy yang waktu itu tidak menghiraukan ketika Robert menyebut nama belakangnya menjadi merasa bersalah kepada Marco. Jemy tahu mencari nama seseorang tanpa mengetahui nama belakangnya pastilah tidak mudah, bayangkan berapa banyaknya orang akan mempunyai nama depan yang sama.Marco melihat raut muka Jemy yang merasa bersalah, dengan tenang pemuda itu menyakinkan Jemy jika dia bisa menemukan Louisa. Walaupun, Marco menyadari pasti tidak akan muda menemukan keberadaan atau tempat tinggal Louisa yang sekarang.Setelah Marco mengucapkan terima kasih dan sekaligus ber
" Kalau bukan dia, siapa laki-laki yang bernama Robert itu?"Batin Marco bergejolak dengan pertanyaan yang dia tidak tahu harus bertanya dengan siapa. Baginya, Orang yang bernama Robert seperti sebuah teka-teki yang harus segera di pecahkan.Marco menyandarkan badannya ke dinding, dia menenangkan pikirannya yang terus bertanya dari mana dia akan mengetahui identitas orang yang terlihat bersama Louisa tanpa ada petunjuk selain nama depannya.Ting ...Suara pesan pengingat Marco berbunyi yang membuat pemuda itu membuka matanya lalu mengambil ponsel di dalam saku celananya." Waktunya untuk menjemput Roni," gumamnya.Marco pergi meninggalkan tempat itu, dia mengendarai mobilnya menuju bandara. Selama di perjalanan Marco memastikan lagi dengan menelepon rumah orang tua Louisa, namun nomor itu sudah tidak dapat di hubungi lagi." Sungguh aneh, Kenapa? Apa kamu benar-benar tidak ingin bertemu dengan'ku?" gumamnya dalam hati.Sela
Marco segera menoleh ke sumber suara, suara itu tepat di belakang meja tempat mereka duduk. Marco melihat seorang wanita yang sedang meraih botol minuman dari tangan seorang pria yang dia panggil dengan nama Robert.Wanita itu terus meminta sang pria itu berhenti minum, namun pria itu tidak peduli bahkan mendorongnya. Dia mendorong wanita itu dengan sekuat tenaganya yang menyebabkan si wanita hampir terjatuh.Marco yang sedari tadi terus memperhatikan mereka dari tempat duduknya, melihat si wanita yang hampir terjatuh Marco dengan cepat memegang tubuh si wanita itu." Terima kasih. Tuan," ucap si wanita." Siapa kamu, jangan ikut campur," ucap pria itu." Apa kamu, Robert yang bekerja di Taylor Wimpey?" tanya Marco.Pria itu mengacuhkan pertanyaannya, dia kembali meminum birr yang ada di mejanya. Marco hanya menatap wanita itu sekilas, matanya terfokus dengan pria yang bernama Robert.Marco memperhatikan pria itu tidak memiliki tatto
Marco yang mendengar ucapan Roni itu seperti mendapat sebuah cahaya harapan di tengah gelap dan rasa keputus-asaan. Marco yang tak ingin melakukan kesalahan yang sama dengan melakukan sebuah tindakan bodoh tanpa pemikiran yang matang, kini dia akan memikirkan semua tindakan yang akan dia lakukan. Marco memulai kembali rencana awalnya yaitu menemukan keberadaan Louisa dengan mengetahui laki-laki yang bersama Louisa. Dia akan menyelidiki CCTV apartemen Louisa, tempat kerjanya dan tempat-tempat yang sering di kunjungi oleh Louisa. Marco tidak akan melakukan pencarian itu sendirian lagi, selain di bantu oleh Roni dia akan meminta bantuan Detective yang terkenal di kota itu karena sudah terbukti kemampuannya dalam memecahkan kasus klien mereka. " Ron, aku tinggal sebentar ke ruang sebelah. Ada yang ingin aku ambil." Roni hanya mengangguk kecil dia melihat sekekiling kamar Marco, ini pertama kali bagi Roni masuk ke apartemen Marco
" Nama aslinya, Ricard Brayen, dia seorang pengawal pribadi."" Pak Lucas, jika dia seorang pengawal pribadi kenapa dia selalu menjemput Louisa? Apa jangan-jangan Louisa sengaja ingin ada seoran pengawal," ucap Marco yang penasaran." Ricard Brayen bekerja dengan seseorang bernama Arthur Barnet, dia seorang konglomerat," jawab Detective Lucas." Jadi Ricard di tugaskan oleh bosnya Arthur Barnet, untuk menjadi pengawal Nona Louisa," ucap rekan Detective Lucas." Ricard Brayen bekerja dengan seseorang bernama Arthur Barnet, dia seorang konglomerat," jawab salah satu Detective." Kalau begitu, kenapa Ricard harus menggunakan nama Robert, jika dia bekerja dengan seorang konglomerat?" Pertanyaan Roni itu membuat kedua Detective terus saling lirik.Detective itu mengatakan mereka tidak tahu pasti alasan Ricard menggunakan nama Robert, mereka hanya menebak hal itu dilakukannya, mungkin Ricard tidak ingin ada yang tahu dengan masa lalunya.Du
" Kalau tidak salah, bukannya kamu ya, yang mendapatkan buket bunga tadi?" tanya Anna kepada Sinta.Sinta tidak menyangka jika Anna masih mengenali wajahnya, padahal Anna hanya melihat dirinya sekilas. Lalu, dia pergi meninggalkan panggung tempat mereka melemparkan buket bunga dengan mengandeng mesra tangan suaminya.Sinta mendapatkan buket bunga itu secara tak sengaja, banyaknya para tamu khususnya para wanita yang berdesak-desakan untuk mendapatkan bunga itu, membuat tubuh Sinta ikut terbawa kesana-kemari. Akan tetapi, keberuntungan sedang menghampiri Sinta, buket bunga yang direbutkan itu tiba-tiba jatuh ke tangannya.Gadis itu pun berjalan keluar, dia berniat kembali ke tempat di mana orang-orang yang membawa Kakek Lau memintanya untuk menunggu mereka.Dengan membawa buket bunga di tangannya, pikirannya berkecamuk dengan peristiwa-peristiwa yang baru dialaminya.Dia tidak pernah menduga jika dirinya akan melihat pernikahan Marco, pemuda yang selama ini selalu membuatnya jengkel s
" Marc, kamu sudah pernah melihat mereka, 'kan? Salah satu di antara mereka akan menjadi adik iparmu. Coba kamu tebak yang mana!"Mendengar permintaan Roni yang menyuruhnya menebak yang mana di antara kedua gadis itu yang merupakan kekasih Roni, Marco pura-pura tidak tahu dan dia meminta Roni untuk langsung menunjukkan yang mana calon adik iparnya.Dari jarak kurang dari dua meter, segerombolan wanita yang sedang berbincang dengan pengantin wanita, mereka melihat kearah Marco yang sedang berbicara dengan Roni serta kedua gadis yang tampak asing di mata Anna." Ann, suamimu sedang berbicara dengan siapa?" tanya seorang teman Anna. Seketika itu juga Anna langsung menoleh kearah Marco." Yang pria itu, Roni, adik sepupu Marco. Tapi, aku tidak kenal dengan kedua gadis itu."" Kamu harus ke sana, Anna. Mereka sepertinya sudah saling kenal, lihat saja mereka berbicara dengan begitu akrab," ucap teman Anna yang lain.Anna dengan dua orang temannya berjalan mendekati Marco yang sedang berbica
Anna dan Marco akan melempar bunga buket tersebut kepada tamu undangan dengan posisi membelakangi para tamu. Lalu dengan beberapa hitungan, buket bunga itu pun akan menjadi rebutan para tamu undangan.Satu, dua, tiga..Sorak para tamu yang menginginkan buket bunga itu jatuh ke tangan mereka terdengar riuh, dan menggema. Lalu, semua mata tamu undangan melihat kearah sosok yang mendapatkan buket bunga itu.Tak terkecuali sepasang pengantin yang baru mengikrarkan janji suci pernikahan mereka, buket bunga yang jadi rebutan itu jatuh ke tangan seorang wanita." Kamu beruntung bisa mendapatkan buket bunga ini, selamat ya!" ucap salah seorang tamu wanita yang juga berharap buket bunga itu jatuh ke tangannya." Selamat ya, semoga kamu cepat segera menyusul," ucap Anna yang tersenyum kearah wanita yang mendapatkan buket bunganya.Anna mengandeng erat tangan Marco, dia ingin memperlihatkan kepada orang-orang betapa beruntung dan bahagia dirinya.Sementara Marco, dia memandang wanita itu tanpa b
Luna bukannya tidak mengizinkan Sinta bekerja sesuai dengan pengalamannya, tapi dia tahu tidak mudah mendapatkan pekerjaan baru.Dan, Luna sangat paham watak ayahnya, jika pegawainya sudah memilih untuk keluar dari restoran mereka, ayahnya tidak akan pernah mau menerima pegawainya itu kembali bekerja dengannya.Tapi, Sinta yang sudah bulat dengan keputusan yakin tidak akan menyesali keputusannya tersebut." Aku pasti akan mendapat pekerjaan di tempat lain," gumam Sinta.Di sebuah ruangan, tepatnya sebuah kamar di rumah sakit, seorang pria yang sudah lanjut usia sedang duduk di tempat tidurnya, matanya menatap kesebuah layar televisi.Pria itu menatap ke layar televisi dengan sekali-kali bergumam sendiri, di sampingnya berdiri seorang pria lainnya. Pria itu terlihat lebih muda, mungkin umurnya berkisaran lima puluhan keatas, dia terlihat rapi dengan setelan jasnya." Mereka mau menikahkan anaknya tanpa peduli orang tuanya ada di mana," gumamnya lagi." Pak Alex, apa benar katamu tadi,
Kedua pemuda itu saling berjabat tangan. Ini kali pertama Peter melihat laki-laki yang dipilih dan dicintai oleh wanita yang dicintainya, Anna. Peter bisa merasakan jika Anna sangat mencintai Marco, sementara Marco terlihat biasa-biasa saja. Tapi, Peter tidak bisa berbuat apa-apa, dia hanya bisa mendoakan Anna akan bahagia bersama pria yang dicintainya dan berharap Marco akan mencintai Anna dengan sepenuh hatinya.Peter memperhatikan Marco dengan seksama, dia pun merasa tidak asing dengan calon suami Anna tersebut." Sepertinya kita pernah bertemu," ucap Peter." Oh ya, di mana? aku lupa," jawab Marco pura-pura lupa." Di kantor polisi."" Sayang, kenapa kamu ke kantor polisi? tanya Anna yang penasaran." Anna, mungkin aku salah orang. Hmm, karena Marco sudah ada di sini, aku pulang dulu ya, Anna."" Kenapa harus buru-buru, tidak apa-apa. Kalian bisa melanjutkan obrolan kalian. Lagi pula, aku harus pergi masih ada pekerjaan yang harus aku kerjakan," ucap Marco." Anna, sudah lama men
Senja kala itu sudah menampakkan warna kemerah-merahan, sungguh indah di pandang mata. Sinta terus memandang kearah senja yang indah, dia menikmati keindahan yang diciptakan oleh sang Maha Agung.Sementara itu Marco yang melihat Sinta begitu menikmati senja yang terlihat jelas nan indah, dia pun ikut memandang detik-detik senja yang sebentar lagi akan hilang.Sekali-kali pemuda itu menoleh kearah Sinta, dia menatap lekat kearah gadis itu. Dia yakin jika dugaannya selama ini salah, Sinta bukan wanita jahat yang ingin memanfaatkan para pria kaya." Sint, kamu sudah yakin untuk menarik membatalkan laporan mu tentang penguntitan yang dilakukan oleh temanmu itu?" tanya Marco." Iya, Tuan, aku sudah yakin. Aku memberinya kesempatan untuk memperbaiki dirinya, lagi pula jika Aldi di dalam sel penjara siapa yang akan merawat orang tuanya serta membantu biasa sekolah adiknya. Dia sudah minta maaf dan dia sudah berjanji akan mencari pekerjaan di kota lain." Aku harap dia menepati janjinya kepad
Di saat Peter datang menghampirinya, dan meminta maaf karena dia tidak bisa pergi bersama Sinta. Di saat itulah, rasa cemburu, marah, dan kecewa merasuk ke dalam hati gadis itu. Dia ingin mengatakan isi hatinya, tapi saat itu mulut Sinta terkunci yang ada hanya rona wajahnya memerah.Gadis itu tidak bisa memungkiri hatinya merasa sakit dan kecewa di saat Peter selalu meninggalkannya hanya demi Anna. Dia ingin melarang Peter untuk tetap bersamanya, tapi dia tidak punya hak melakukan itu karena status mereka sebatas teman biasa." Aku tahu, kamu lebih lama mengenal Anna. Tapi, apa posisi Anna di hatimu tidak bisa digantikan oleh orang lain?" gumam Sinta.Ting ...Sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Sinta, dia pun mengambil ponselnya yang ditaruhnya di dalam tasnya. Sebuah pesan dari nomor yang belum di save nya ke dalam kontak ponselnya, pesan itu bisa dibacanya dari layar atas ponselnya.Sinta yang penasaran dengan isi keseluruhan pesan dari nomor tanpa nama, dia pun membuka dan membaca
Sinta yang baru masuk ke dalam kamar 028, dia melihat si kakek menatapnya tajam. Tatapan itu sendiri menunjukkan jika dia tidak menyukai melihat sosok gadis yang berdiri tepat di hadapannya saat ini. Gadis itu berdiri dengan memegang tampan yang berisi makanan, dia meletakkan nampan itu ke atas meja lalu dia menaruh tas selempangnya di atas sofa yang berada di kamar VIV itu." Kamu siapa? Kenapa kamu yang membawa makanan itu lagi?" tanya si kakek." Namaku Sinta, Kek. Aku yang bertugas menghantarkan makanan ini untuk Kakek," ucap Sinta lalu meletakkan nasi serta lauknya di atas meja kecil yang ditaruh di ranjang pasien." Kakek katamu? Siapa kamu yang beraninya memanggil aku dengan sebutan Kakek. Kamu tidak tahu siapa aku, Hah!"" Aku Sinta, Kek. Kakek Lau lupa ya dengan nama itu," ucap Sinta dengan tenang." Itu bukan namaku. Aku juga tidak mengenal kamu, jangan sekali-kali memanggil ku dengan sebutan Kakek Lau. Panggil aku dengan sebutan Tuan Besar Chan," ucapnya dengan nada tegas d
Melihat Sinta yang begitu keras kepala, akhirnya Luna mengalah. Luna tidak akan pergi menjenguk si kakek di jam kerjanya, tapi dia akan mengantar Sinta ke rumah sakit setelah itu dia kembali ke restorannya.Selama di perjalanan menuju rumah sakit kedua gadis itu tidak bicara satu sama lain, Luna fokus menyetir mobilnya sementara Sinta membuka pesan-pesan yang belum sempat dibacanya.Sesampainya di rumah sakit, Sinta langsung berjalan menuju kamar yang dihuni oleh Kakek Lau. Sementara Luna berangkat kerja seperti yang dikehendaki oleh Sinta, dia pun melaju dengan cepat meninggalkan rumah sakit itu.Sinta heran melihat kamar yang dihuni oleh Kakek Lau telah di tempati oleh orang lain, dia pun bertanya kepada salah seorang Suster yang pernah merawat Kakek bersama Dokter Peter." Kakek itu! Nona bukannya yang membawa Beliau pertama kali ke rumah sakit ini, kan? Hmm, kemarin sore Beliau dipindahkan keruang VIV. Beliau memaksa untuk ditempatkan diruang yang paling bagus di rumah sakit ini,