Adelia berjalan menuruni tangga, telah siap dengan seragam sekolahnya. Sedangkan di bawah sana --tepatnya di ruang makan-- Marissa tengah sibuk menyiapkan sarapan. Wanita paruh baya dengan apron yang melekat di tubuhnya itu tengah menuang susu hangat ke dalam gelas yang lebih kecil.
"Pagi, Mah!" sapa Adelia dengan senyum simpulnya sembari menarik salah satu dari delapan kursi yang melingkari meja itu, untuknya duduk.
Marissa meletakkan gelas yang 3/4nya telah terisi susu hangat tersebut dan mengalihkan perhatiannya ke anak gadisnya itu, "Tumben banget kamu jam segini udah rapi, sayang? Biasanya juga masih asik molor di kamar! Dapet semangat dari siapa nih anak gadis Mama?" heran Marissa.
Adelia membalikkan piring di depan nya dan mengambil
Cewek-cewek itu.Dari yang cantik sampe yang buluk.Dari yang stylish sampe yang culun.Dari yang bongsor sampe yang cebol.Dari yang gemuk tergopoh-gopoh sampe yang badannya kayak lidi!!Dari yang alay sampe yang ... Lebay *apabedanya!! Mereka semua HEBOH. RAME.HISTERIS.DEHIDRASI *ehbukan!!
Adelia pun langsung tersadar dan menganggukkan kepala. Dua sahabat itu pun langsung melangkahkan kaki mereka cepat menelusuri koridor dan menuju lapangan basket yang mana sudah banyak cewek dari berbagai kelas bergemuruh disana. Adelia dan Friska pun langsung bergandengan tangan, masuk diantara kerumunan itu, berdesak-desakan sebentar hingga akhirnya sampai barisan paling depan.Angin berhembus dengan sepoi-sepoi menyambut seseorang yang masih berada di dalam mobil Alphard putih itu. Sedetik setelah Adelia dan Friska sampai di barisan paling depan, satu pintu mobil itu terbuka menampakkan sebuah sepatu hitam berlogo ceklist.Perlahan namun pasti pintu mobil itu terbuka sempurna dan menampilkan sosok dari dalam yang mulai keluar dengan cool-nya. Hal itu tentu sukses membuat sebagian besar mulut ce
Dicky berjalan di belakang kepsek GHS --Bu Sukma-- atau kerap disapa 'busuk' yang entah berniat menghina, melecehkan, atau menginjak-injak tapi yang pasti intinya cuma satu, becanda. Koridor-koridor yang Dicky lewati pun tampak sepi --hanya yang datang telat saja yang masih berlalu lalang-- karena proses KBM yang telah berlangsung beberapa menit yang lalu. Dan hanya suara heels Bu Sukma yang mengiringi langkah mereka di sepanjang koridor.Dicky diterima menjadi murid di GHS dengan jurusan IPA karena nilai rata-rata raportnya yang memang tidak mengecewakan, yaitu 9,8. Karena selain tampan, pemuda itu juga jenius. Bahkan lebih jenius dibanding dengan Adelia yang notabene-nya selalu setiap semester, Ia rangking 1 di kelasnya.Langkah Bu Sukma terhenti di depan pintu bercat coklat yang pada atasnya tertulis XI IPA 2. Bu kepsek itu pun langsung mengetuk daun pintu itu.Tok .. Tok .. Tok ..Setelah mendapa
Dicky pun menghela nafasnya dan kembali tersenyum ke seluruh penjuru kelas itu, "Hai temen-temen semua! Nama gue Muhammad Dicky Prasetyo! Usia gue otw ke 17! Gue pindahan dari Paris, 10 tahun gue tinggal disana, tapi gue asli Indonesia kok!" kata Dicky yang lagi-lagi pandangannya terhenti pada satu objek menarik, Adelia.Beberapa pertanyaan pun muncul dari mulut-mulut centil itu."Rumah kamu di daerah mana?""Pulang sekolah jalan bareng yuk! Mau nggak?""Nope Lo berapa? Ada pin BB nggak?""Whatsapp boleh lah? Sama ID LINE juga?"
DIBILANG cemburu nggak mau. Dibilang jealouse nggak mau. Terus apa namanya kalo nggak suka atau marah liat cowok yang kita sukai dikelilingi banyak cewek cantik? Adelia menghentakkan kakinya di rerumputan pada taman tempatnya dan Friska biasa bersantai, Ia pun semakin meremas makanan ringan dalam genggamannya saat dilihatnya Dicky yang tengah asik bermain basket bersama Rakha --teman sebangkunya-- di lapangan basket itu dengan sorakan cewek-cewek di sekeliling lapangan."AAA SIAPA TUH COWOK?""MURID BARU YAA?""AAA GILA! GANTENG BANGET YA?""KAK DICKY
"Eh, Ren Lo beneran jadi dinner sama Adel ntar malem?" Ivan menyeletuk sembari menepuk pundak Reno yang berjalan di samping kirinya. Ia teringat akan pertandiangan basket one by one antara Reno vs Adelia dua hari yang lalu sepulang sekolah yang akhirnya berakhir dengan selisih skor 1 itu.Reno menaikkan alisnya, "Jadi dong! Gue malahan udah nggak sabar mau ngerjain dia!" kata cowok itu sambil menyeringai. Hal itu membuat Sham dan Ivan pun saling berpandangan, "Lo mau ngerjain Adelia? Emang Lo punya rencana apaan?" tanya mereka."Ada lah pokoknya! Gue suka soalnya lihat cewek itu marah-marah! Lucu gimana gitu!" ujar Reno sembari membayangkan wajah Adelia yang bersungut ketika sedang marah.Sham menghentikan langkahnya, "Jangan bilang kalo Lo suka sama tuh cewek?" tebaknya sembari menunjuk wajah Reno yang kini tanpa ekspresi itu. "Entah! May be yes! May be no!" jawabnya sembari mengidikkan bahu.
"Kak Adelia! Ini ada titipan buat Kakak!"Adelia spontan mengangkat kepala nya ke sumber suara, sejenak untuk mengalihkan pandangannya dari semangkuk soto ayam panas dengan kuah berminyak dan berasap yang terlihat menggiurkan itu seketika gendang telinganya menangkap sebuah suara lembut di depannya. "Ini ada titipan buat Kak Adel!" gadis itu menyodorkan sebuah kotak kecil dengan kedua tangannya.Adelia menautkan kedua alisnya heran, "Dari siapa ya?" tanyanya sembari menerima kotak itu dan memperhatikannya sebentar.Gadis itu tersenyum sumpul, "Dari seseorang, Kak! Yaudah kalogitu Aku duluan ya, Kak! Permisi!" katanya dan segera berlalu pergi dari meja itu.
Di lapangan itu masih ramai akan sorakan cewek-cewek GHS. Dicky dan Reno masih saling berebut bola dengan gesitnya. Dengan bergantian mereka memasukkan bola itu ke dalam ring.Pertama, Dicky.Kemudian Reno.Dicky.Reno.Reno.Dicky.Dicky.Reno.Begitulah seterusnya hingga akhir nya sebuah shoot yang dilakukan oleh,
SATU hal yang tidak pernah terlintas dalam benak Adelia selama ini, yaitu kenyataan bahwa Raisha ternyata bermuka dua alias musuh dalam selimut. Setelah benar-benar mendengarkan cerita Friska kemarin di telfon, emosi cewek itu benar-benar tersulut dan terbakar. Benar-benar tidak habis fikir dengan ke-kejam-an Raisha-plus Cherry and the gank, memutus rem motornya. Masih untung ia bisa selamat, kalau tidak? Memangnya Raisha mau mengganti dengan nyawanya? Itu jelas tidak mungkin.Dan hari ini, gadis itu sudah bertekad akan melabraknya. Walaupun Dicky pula sudah berkali-kali memberinya nasihat untuk tidak terlalu emosi, tapi tetap saja, Adelia tetap Adelia, Adelia yang frontal, brutal, bar-bar, tidak takut dengan apapun, tidak ingin ditindas, atau apalah itu. Karena gadis itu juga tidak mungkin bisa diam saja, seakan-akan tidak terjadi apa-apa sementara dalam emosi dalam dirinya terus bergejolak.Karena masalah ini juga sudah kelewatan. Memutus
BEBERAPA kali Dicky mengetuk-ketukkan jari tangannya di atas meja. Terhitung sejak istirahat pertama yang telah usai beberapa menit yang lalu kemudian disusul pelajaran berikutnya yang juga telah berlangsung beberapa menit, Adelia tak kunjung menampakkan batang hidungnya di kelas. Hingga kini terketuklah pintu hati pemuda itu untuk angkat pantat dari kursinya dan ijin keluar kelas dengan alasan ke kamar mandi.Apa tuh cewek marah ya sama gue? Sialan! Gue-nya juga si yang bego, mau-mau aja makan bareng sama Raisha. Duh! Lo kemana sih Del?Di setiap langkahnya menyusuri koridor yang sepi, Dicky tak henti-hentinya memikirkan Adelia dan merutuki kebodohan dirinya. Beberapa pesan sudah Dicky kirimkan namun tidak dibalas, panggilan pula tidak diangkat. Ia telah mengunjungi beberapa tempat seperti: kantin, perpustakaan, bahkan ruang musik-walaupun ia tahu, cewek itu tidak mungkin berada disana-tetapi Adelia masih belum juga ketemu.
HARI terus berganti. Tak terasa bulan Februari telah habis dan mulai memasuki bulan baru, Maret. Karena memang lukanya tidak parah, keadaan Adelia semakin kesini semakin membaik. Dan setelah diperbolehkan keluar dari rumah sakit beberapa hari yang lalu, kini gadis itu dapat menghirup udara lagi dengan bebas dan menjalani kehidupan seperti biasanya.Mungkin setelah adanya insiden yang mencelakakan Adelia beberapa waktu lalu, membuat Dicky semakin menunjukkan perhatiannya. Seperti saat ini, baru saja Adelia terbangun dari tidurnya-disaat matahari mulai merangkak naik-Dicky telah datang menghampirinya dengan semangkuk bubur ayam yang tadi dibelinya di warung makan gang depan pagi-pagi sekali."Gimana rasanya? Enak?" tanya Dicky, sembari memperhatikan Adelia menyantap makanan itu. Untung saja gadis itu bangun tepat waktu, sehingga Dicky tidak perlu mengeluarkan tenaga ekstra untuk membangunkannya.Masih mengunyah, Adelia men
CUACA pagi ini sedikit mendung. Tidak seperti hari-hari biasanya. Sama seperti hati Dicky ketika pemuda itu menginjakkan kakinya di halaman sekolah. Setelah semalaman ia tidur di rumah sakit karena menjaga Adelia, pukul 6 tadi ia baru bisa pulang ke rumah dan langsung bersiap-siap ke sekolah.Sebenarnya, Dicky ingin absen hari ini karena ia ingin tetap berada di samping Adelia. Hanya takut saja kalau gadis itu tiba-tiba membutuhkan sesuatu dan ia tidak sedang bersamanya. Namun, Adelia tentu tidak ingin kalau Dicky sampai tertinggal pelajaran di kelas hanya karena menjaganya, sehingga ia harus memaksa pacarnya itu untuk tetap masuk sekolah sampai Dicky akhirnya menuruti perkataannya."Pagi Dicky!"Seseorang bersuara feminim tiba-tiba datang dan menepuk pundaknya dari belakang lalu disusul dengan langkahnya yang langsung ia sejajarkan dengan Dicky. Pemuda itu kontan menoleh. "Raisha?"Senyum
CAHAYA matahari di siang bolong nampaknya begitu membakar kulit Dicky dan teman-teman satu timnya yang tengah bermain basket di lapangan outdoor. Berpeluh-peluh keringat yang menetes di setiap wajah itu, membuat mereka terlihat semakin kece-apalagi Dicky, tingkat ketampanannya bertambah begitu wajahnya terekspos oleh sinar matahari.Tak sedikit pasang mata kaum hawa di sekeliling lapangan yang menyaksikan aktivitas mereka. Bahkan, sesekali ada yang menjerit begitu melihat Dicky memasukkan bola ke dalam ring dengan mulus dan dari sudut manapun.Dug~Dug~Dug~Suara pantulan bola basket dengan lantai lapangan, juga decitan sepatu, dan suara bariton cowok-cowok itu amat mendominasi. Dari satu arah, Adelia datang dengan membawa minuman dingin dan handuk kecil kemudian duduk di salah satu bangku di bawah pohon yang berada di pinggir lapangan. Ikut menyaksikan mereka.&nbs
"Kriinggg ..''BEL masuk khas GHS baru saja dibunyikan oleh seorang security di ruang TU, getaran suaranya pun merambat hingga terdengar ke seluruh penjuru sekolah itu. Terlihat murid-murid dari berbagai angkatan mulai berbondong-bondong memasuki kelas masing-masing, termasuk Adelia, Friska, dan Dicky. Entah, setelah mengetahui kenyataan kalau ternyata Dimas memiliki hubungan khusus dengan Raisha-terbukti saat cowok itu menjemputnya tempo hari, kini Friska lebih sering berangkat siang.Di bangku paling belakang dan deretan ke 3 dari barat, Adelia mendudukkan pantatnya di tempat duduk yang berada disana, diikuti Friska di sampingnya sementara Dicky duduk di bangku sebelah mereka."Hhh .. Kalian makin hari makin lengket aja deh gue liat-liat! Udah kayak perangko aja! Bikin gue iri tau nggak!" celetuk Friska sambil menghempaskan tas selempangnya di atas meja.Mendengar itu, membuat Dicky dan Adeli
LANGIT sudah benar-benar gelap. Dicky berkali-kali menelfon Adelia namun yang ia dapatkan hanyalah suara mbak-mbak operator yang mengatakan bahwa nomor yang dituju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Sedari tadi Dicky juga hanya berjalan mondar-mandir di balkon kamarnya. Ia merasakan hatinya tidak tenang. Cemas dan khwatir amat berkecamuk dalam dirinya karena gadis itu belum juga menampakkan batang hidungnya sampai saat ini."Adel kemana sih? Udah jam segini kok nggak pulang-pulang?" pemuda itu bergumam seraya melirik arloji dalam pergelangan tangannya. "Apa gue cek ke sekolah aja kalik ya?" fikirnya.Karena tidak ingin terjadi apa-apa, Dicky akhirnya memutuskan untuk mencarinya di sekolah. Ia berjalan cepat menuju garasi untuk mengeluarkan mobil dan segera meluncur keluar meninggalkan rumahnya, juga rumah Adelia, yang begitu sepi itu. Ya! Pasalnya, orangtua mereka dengan kompaknya pergi ke luar negeri tanpa sepengetahuan Dicky
DERAP langkah kaki Adelia tampak menyusuri lorong-lorong koridor yang masih sepi, baru beberapa saja yang datang karena hari masih terlalu pagi. Ya! Karena ini hari Senin dan ia tidak mau terlambat upacara. Namun, langkahnya terlihat santai dan tidak begitu semangat. Pandangannya pun kosong, sepertinya suasana hati sedang tidak secerah matahari pagi. Berkali-kali Adelia menghela nafas dan mengeratkan pegangannya pada tali tas ranselnya.Arahnya berjalan pun tidak menuju ke kelasnya, namun ke tempat lain. Hingga tak lama, gadis itu sampai di sebuah taman yang lumayan luas dan letaknya berada di belakang sekolah, yang notabenenya jarang dikunjungi oleh murid-murid. Rerumputan hijau tampak berembun, udara masih segar. Adelia segera berjalan menuju sebuah kursi panjang yang ada disana."Aduh~ Kenapa masih sakit aja sih, udah diobatin juga tadi malem!" gadis itu mendudukkan pantatnya disana. Jari-jari tangannya meraba bagian sudut bibir yan
SALAH satu hal yang paling jarang-bahkan tidak pernah, dilakukan oleh seorang Adelia adalah memasak. Oleh karena itu, Marissa memaksanya untuk belajar supaya gadis itu menjadi perempuan yang benar-benar perempuan. Namun, sedari tadi gadis itu hanya menekuk wajahnya sembari memotong wortel dengan asal-asalan. Sehingga potongan wortel yang dihasilkan pun ada berbagai macam ukuran dan bentuk, ada yang besar, ada yang kecil, ada yang segitiga, dan ada pula yang kotak.Tak~Tak~Tak~Suara pisau dengan papan begitu mendominasi dapur itu. Sementara Adelia memotong wortel, Marissa sibuk menggoreng ayam. "Aduh, kamu salah motongnya, Del! Jangan gede-gede gitu, tipis-tipis aja, kamu gimana sih?" omel wanita itu saat memperhatikan kerja anak gadisnya yang ternyata diluar ekspektasi."Yang penting kan dipotong ma? Biar kenyang kan kalo gede-gede gini!" ujar Adelia masih dengan aktivitas mem