Sabian masih memandang sinis pegawai di kantor wali kota itu, istri dan anak dari pegawia itu masih terkejut kenapa ayahnya berlutut memohon ampun kepada Sabian, memangnya siapa pria tampan dan bersikap arogan itu, sepertinya adalah orang yang tidak dapat di singggung.
"Apa kau kira aku ini kekurangan uang sehingga mau mengganti rugi materi yang aku alami hari ini?" tanya Sabian.
"Tidak tuan muda, tolong jangan ekspose ke media jika aku punya selir yang aku sembunyikan," ayah dari anak pembuly memohon lagi.
Sabian tersenyum kecut, ia melirik istrinya seakan meminta pendapat apa yang harus ia lakukan kepada pasangan yang menyembunyikan hubungannya ini, Kirana membisikkan sesuatu kepada Sabian memberikan pendapat tentang hukuman apa yang harus mereka dapatkan.
"Kau ini berani berbuat tetapi tidak ingin publik mengetahui bahwa kau memiliki istri dab anak laki-laki yang tidak terdaftar di balai nikah?" t
Sabian menggelengkan kepalanya, tanda ia tidak mau di balas kebaikannya, ia merangkul Kirana yang menggandeng Bima."Kau tak perlu berterima kasih, semua ini sudah kehendak tuhan," ucap Sabian."Kalau begitu nyonya Kirana, saya ucapkan terima kasih juga padamu," ucap nyonya sah.Kirana menyunggingkan senyuman, ia meraih tangan nyonya sah yang baru saja mengurus perceraian, serta melaporkan suami ke intansi tempatbya bekerja agar di copot jabatannya."Nyonya, kau juga berhak bahagia, aku selalu berdoa untukmu dan putrimu, kau wanita yang kuat, aku percaya itu!" Seru Kirana."Terima kasih, aku dan anak-anak akan selalu mengingat kebaikan kalian," ucap nyonya sah sambil menitikkan air mata.Kirana menghapus air mata yang keluar membasahi pipi wanita yang masih cantik walau sudah berumur itu, pengkhianatan memang menyakitkan, tetapi jangan terlalu berlarut karena
Kirana menoleh ke bangku belakang, ia melihat Bima yang baru bangun mengucek matanya, sebenarnya apa yang ingin di sampaikan oleh putra sulungnya itu."Katakan sayang, jika ayah sanggup akan mengabulkan semua yang kau inginkan," ucap Sabian memandangi wajah tampan Bima yang begitu mirip dengannya."Tetaplah bersamaku, sampai penghujung usia!" pinta Bima dengan tegas.Sabian dan Kirana saling tatap mereka terkejut dengan ungkapan hati Bima yang tidak biasa, mereka lalu tersenyum, secara bersamaan menjawab, "Kami akan selalu bersamamu sepanjang usai sayangku.""Terima kasih ayah dan mama," Bima tersenyum dengan sempurna.Sabian menggendong Bima menuju ruangannya, mereka selalu akur dan menjadi pasutri idaman bagi karyawan Alex Farm Corp, mereka yang melihat pasangan suami istri itu masuk ke dalam perusahaan memamerkan kemesraan, bergandengan tangan, membuar para gadis iri dan juga
Bima merenung sebentar, atas pertanyaan dari sang mama, uang mama untuk beli mainan dan jajan, lalau untuk apa uang ayah?"Uang ayah tentu untuk kita semua, aku dan mama, bukan begitu ayah?" tanya Bima."Iya uang ayah untuk kalian semua, untuk orang yang membutuhkan juga, kita harus beramal juga karena setiap rejeki yang kita miliki sebagian adalah untuk mereka yang membutuhkan," jawab Sabian.Beramal untuk mereka yang membutuhkan, siapa mereka yang di maksud oleh ayah Bima, jangan-jangan punya istri simpanan di luar sana, pikiran Bima kemana-mana karena pernah kejadian seorang ayah mempunyai istri simpanan dan memanjakannya di luaran sana."Ayah, orang lain siapa, apakah ayah punya istri selain mama dan anak selaian aku, kenapa uang kita harus di berikan kepada orang lain?" Bima cemberut seketika."Maksud ayah adalah untuk fakir miskin, anak yang ada di panti asuhan, atah keluar
Sabian berjanji akan meminta album foto semasa hidup nyonya besar Alexander pada kakek Bima."Bagaimana jika hari ini kita mampir ke rumah kakek, ayah akan meminta kakekmu menunjukkan foto semasa hidup almarhum nenekmu," ucap Sabian."Janji ya ayah, semoga ayah dapat menunjukkan wajah nenek Bima," ucap Bima sambil tersenyum.Sabian mengangguk pelan serta mengecup kening putranya, ia ijin melanjutkan pekerjaan, Kirana juga sibuk menyidak pekerjaan bagian keuangan, Bima di temani seorang office girl bermain di ruangan keuangan."Akhirnya selesai juga pekerjaan hari ini." Sabian merenggangkan tubuhnya."Bos, aku pulang dulu ya, hari ini aku berjanji pada anakku akan menemaninya jalan-jalan ke taman," ucap Mike.Sabian mengijinkan Mike pulang ontime, kalau asisten Hanna yang punya dua orang anak sudsh jelas tidak pernah pulang telat, Sabian menuju ruang keuangan
Memandang wajah tampan cucunya, Tuan Alexander menyebutkan bahwa Rose adalah nama yang selalu terkenang di hatinya sampai saat ini, nama yang tidak dapat terlupakan oleh hati dan pikirannya."Rose adalah nama nenekmu, selamanya akan selalu terkenang di hati kakek," jawab tuan Alexander."Rose, nama yang bagus, kakek besok apakah boleh ajak aku ke makam nenek? Bima ingin mendoakan nenek yang ada di surga," pinta Bima pada kakeknya.Tuan Alexander menyetujui permintaan cucunya untuk membawa ke makam neneknya, banyak kenangan indah yang tak dapat di lupakan oleh tuan Alexander bersama istrinya, beliau selalu berandai-andai jika sang istri masih hidup dan menimang cucu bersama hal itu mungkin akan sangat menyenangkan."Bima, waktu sudah malam ayo tidur dulu, kakek juga harus istirahat," Kirana menghampiri Bima yang ada di ruang kerja mertuanya."Aku belum puas mengobrol sama kakek,"
Bima masih penasaran dengan bunga yang di pilih oleh sang kakek, biasanya bunga untuk menabur di makam adalah bunga warna warni, bukan bunga indah seperti itu."Apa bunga itu kesukanan nenek?" tanya Bima hanya menduga saja."Kau benar sekali Bima, cucu kakek memang cerdas," ucap tuan Alexander.Bima membantu kakeknya memilih bunga berwarna putih bagus itu, lalu di berikan kepada penjaga toko agar di rangkai, mereka juga membeli bunga untuk tabur, tak lupa juga minyak wangi."Berapa total semuanya kak?" tanya tuan Alexander sembari mengeluarkan dompetnya."Totalnya seratus ribu pak, saya kasih bonus karena anda berlangganan di toko ini," ucap penjaga toko.Usai mengucapkan terima kasih, tuan Alexander dan Bima meninggalkan toko dan menuju makam dimana nyonya Rose Alexander di makamkan, buku doa tak lupa di bawa oleh mereka."Bima kita suda
Bima menanti jawaban sambil memakan bakso sumsum yang ada di hadapannya, dia sangat penasaran dengan respon neneknya yang berbeda status dengan sang kakek waktu itu."Nenekmu mau makan di tempat ini, dan menjadi tempat favorit kami berkencan," jawab tuan Alexander dengan semangat."Waah bagaimana bisa nenek yang mempunyai status lebih tinggi mau makan di tempat sederhana seperti ini ya?" tanya Bima sekali lagi.Tuan Alexander tersenyum dengan apa yang di tanyakan Bima, dia begitu cerdas seperti ayahnya waktu itu, selalu bertanya dengan apa yang membuatnya penasaran, tuan Alexander meminta cucunya untuk menghabiskan makanannya dulu baru mengobrol kembali."Habiskan dulu makananmu baru mengobrol lagi, kau sungguh anak yang cerdas," tuan Alexander mengelus rambut cucunya."Baiklah, kakek pelit sekali, bercerita sedikit saja tidak mau," ucap Bima sambil menyendok makanannya.&
Sandra begitu panik ketika sampai rumah melihat ruangab kerja ayahnya sepi tidak ada orang, ia takut terjadi sesuatu, ponsel asisten tuan Alexander juga tidak bisa di hubungi."Kau kenapa panik Sandra? Ayah sedang terjebak macet," jawab tuan Alexander."Syukurlah, ayah darimana saja kenapa tidak memberitahu kami jika ingin jalan-jalan? Membuatku panik saja, baikpah aku tunggu ayah di rumah ya," ucap Sandra.Tuan Alexander mematikan telepon, beliau ikut tidur karena jalanan yang macet, Sandra meminta pelayan menyiapkan makan malam, berhubunh Sabian dan Kirana juga menginap, ia meminta untuk masak agak banyak."Aku rindu suasana makan bersama dengan formasi komplit," ucap Sandra."Baik tuan muda, akan kami siapkan sesuai pesanan anda," ucap pelayan.Pelayan memasak banyak masakan malam ini, salah satunya ayam goreng kesukaan tuan muda kecil, oseng daun pepaya,
Bima menginginkan Terus bisa bersama Clarisa selamanya, ia tak mempedulikan apa yang dikatakan Clarisa dan terus malanjutkan napsunya melucuti semua pakaian Clarisa dan bercinta dengannya sampai puas.Bima sangat menyukai apa yang ia lakukan terlebih di dalam hatinya tak ingin kehilangan Clarisa."Bima kau membuatku sakit," ucap Clarisa lirih."Maafkan aku Clarisa, aku melakukan ini karena aku cemburu dengan siapa saja yang pernah bersamamu, saat ini dan selamanya kau adalah milikku," balas Bima.Mereka melakukan lagi kegiatan yang menyenangkan dimalam itu. Hingga menjelang pagi dan juga di hari-hari berikutnya mereka sering bertemu dan melakukan itu sepanjang hari. ENtah apa yang ada di pikiran keduanya hingga kejadian yang tak terduga pun terjadi."Clarisa kau sudah beberapa hari tidak masuk kerja kenapa?" tanya Kirana lewat sambungan telepon."Saya sedang sakit nyonya, tidak tahu ini kenapa badanku rasanya lemas sekali," jawab Clarisa.
Bima memasang raut wajah yang berbeda dari tadi. Sebenarnya ada apa ya kenapa sampai seperti itu. "Kau tanya padaku, seharusnya kau tidak usah tahu apa yang aku rasakan," jawab Bima. "Kau kenapa sayang, padahal tadi kau sangat tampan," ucap Clarisa. Bima semakin jengkel mendengar ucapan Clarisa berati tadi dia sangat jelek dimatanya. Mungkin pria yang permah ia ajak kesini lebih tampan darinya. Bima sangat kesal sekali. Perasaannya campur aduk. "Apakah aku lebih jelek dari para pria yang pernah kau ajak kesini, aku tidak mau makan di sini," ucap Bima merajuk. "Kau lapar dari tadi, kalau kamu sakit aku akan sedih, kau marah karena mendengar pemilik warung tenda ini ya?" tanya Clarisa. Clarisa mengatakan pria yang pernah datang ke sini bersamanya lebih sering adalah ayahnya saat belum terpengaruh oleh ibu tirinya. Selebihnya hanya Antoni yang sekarang berkhianat. Tiba-tiba ia teringat lelaki yang pernah ia ajak ke sini semuanya berkhiana
Bima melirik Stevan yang ada di sofa ujung sebelum menjawab pertanyaan kakeknya. Ia mengedipkan mata memberikan sebuah kode."Ah itu aku serahkan kepada Stevan saja. Biar dia mengajari adiknya bagaimana rasanya belajar ilmu bela diri, juga menjadi lelaki yang kuat," jawab Bima."Maksudmu apa Bima?!" gertak tuan Alexander marah.Bima menjabarkan maksudnya. Sean ini belum mengerti mana musuh mana kawan. Stevan sudah terlatih dan bisa di andalkan untuk mengajari adiknya sendiri."Kakek tenanglah, kita serahkan pada Stevan bagaimana dia akan mengajari adiknya," jawab Bima."Aku tak yakin kalau ia tega menghukum adiknya sendiri!" seru tuan Alexander.Bima menegaskan kalau Bima akan menemani Stevan untuk melatih Sean yang masih polos dan selalu bertindak gegabah."Tuan Alexander tenang saja orang yang salah memang harus di hukum bukan. Aku harus bertanggung jawab atas masalah ini!" tegas Stevan."Aku pegang janjimu anak muda," ucap t
Belinda mencibit punggung kakaknya yang ternyata meremehkannya. Belinda menagtakan akan mengikat tangan dan kaki Sean di bangku mungkin ia akan mengguyurnya menggunakan air hingga basah sebelum mengelurkan kata-kata kasar karena berani menyakiti kakaknya."Aku bisa saja mengguyurnya dengan air atau menimpuknya dengan beberapa penghapus papan tulis ke kepalanya agar dia tidak seenaknya bertindak," balas Belinda."Kau benar-benar adikku kalau begitu," sahut Bima.Bima memarkir motornya di garasi rumah mereka. Belinda memberi salam pada kakeknya yang berada di ruang keluarga dan menceritakan bahwa kakaknya habis di keroyok oleh geng motor saat pulang mengantarnya sekolah."Apa katamu, lalu kakakmu sekarang dimana?" tanya tuan Alexander panik dan kaget."Aku ada disini kakek, jangan dengarkan Belinda berbicara karena aku tidak apa-apa," jawab Bima.Tuan Alexander beridiri dari kursinya dan memutari tubuh Bima mengecek apakah ada yang lecet di tu
Bima melahap makananya lebih dulu sebelum menjawab pertanyaan dari Clarisa. Sepertinya gadis itu penasaran dengan apa yang terjadi."Aku tadi di hadang geng bermotor," jawab Bima singkat."Apa yang terjadi, apa kau bertemu musuh?" tanya Clarisa panik.Bima menarik Clarisa sampai ke pangkuannya ia mencecap bibirnya agar tidak terlalu banyak bicara. Saat sudah tenang ia baru menceritakan apa yang terjadi."Jadi seperti itu, lucu sekali anak SMA itu, bukannya sungkem dengan kakak calon pacar malah menghadangnya," ucap Clarisa terkekeh."Untung aku tidak menghajarnya tadi marena dia adiknya Stevan," balas Bima.Stevan adalah sahabat Bima tapi Clarisa belum begitu dekat dengan orang itu. Biarlah yang penting Clarisa akan mempertahankan Bima apapun yang terjadi."Masakan hari ini enak sekali," ucap Bima."Apa kau menyukainya. Kalau begitu aku akan lebih sering memasak untukmu," balas Clarisa.Bima menatap raut bahagia gadis it
Bima menghentikan motor dan belum membuka helmnya. Ia terkekeh melihat tingkah geng motor anak SMA didepannya."Yang mana bosmu, suruh maju ke depan!" seru Bima."Bedebah, sudah memakai motor butut kau berani membonceng gadis pujaan bos kami, kau pikir kamu pantas berhadapan dengan bos kami?" hardik salah satu anggota geng motor lainnya.Bima semakin terkekeh dengan anak muda yang mengedepankan emosi dari pada pikiran mereka. Motor butut ini jika dipakai untuk membeli keangkuhan mereka juga bisa."Anak muda jaman sekarang tidak mengerti motor antik ya?!" ledek Bima."Lepas helm kamu jika punya nyali!" hardik salah satu anggota geng motor itu.Bima menggelengkan kepalanya. Ia tak punya masalah dengan mereka untuk apa melepas Helm. Meladeni bocah sungguh membuat Bima merasa rendah ia menyalakan motornya dan menggeber gas dengan kencang membuat mereka tersulut emosi dan salah satu menyerangnya."Kurang ajar sekali apa kau tak mengerti si
Bima hanya berjanji untuk mengajaknya jalan-jalan. Mungkin hari minggu nanti Bima akan meminjam mobil untuk mengajak jalan-jalan adiknya."Dia ingin mempunyai kakak perempuan. Sepertinya dia sudah jatuh hati pada seseorang dan ingin jalan-jalan dengannya!" seru Bima."Jadi dia meminta ijinmu untuk mengajak Clarisa jalan-jalan?" tanya Kirana.Bima mengangguk tapi dia juga mengutarakan kekhawatirannya jika mereka hanya pergi berdua saja. Jadi hari minggu nanti dia akan mengawasi dua wanita itu jalan-jalan."Bagus kalau begitu ayah juga akan meminta orang untuk mengawasi mereka berdua," balas Sabian."Sekarang tidurlah, besik masih hari sabtu Belinda juga masih harus sekolah," pinta Kirana.Belinda senang mendengar jawaban kedua orang tuanya serta kakaknya. Ia segera lari ke kamarnya setelah mebgucapkan terima kasih ke ayah dan mamanya."Ayah terima kasih sudah percaya padaku!" seru Bima."Sudah seharusnya ayah percaya padamu Bima
Bima menatap ayahnya yang sedang fokus menyetir itu. Kemudian ia tertawa kecil sambil menepuk pundak Sabian ia berkata, "Seharusnya ayah tidak bilang cari istri yang bisa masak,"Sabian menggelengkan kepalanya kenapa bisa salah bicara apa maksud Bima yang sebenarnya. Perasaannya sudah benar karena memakan masakan yang di buat istri itu menyenangkan."Lalu apa yang kau ingin ayah katakan tentang memilih istri?" tanya Sabian."Cukup katakan cariah istri yang sefrekuesi, meneremi segala keadaan susah, senang, sedih, kaya atau miskin," jawab Bima.Bima menuturkan mungkin dahulunya sang mama juga tidak bisa memasak. Karena keadaan menuntutnya untuk bisa mengenyangkan perutnya sendiri maka ia harus bisa mengolah bahan makanan menjadi makanan yang lezat. perjalanan untuk bisa memasak juga tak muda karena jaman sekarang tidak seperti jaman dahulu kala."Ayah jangan telalu kolot wanita sekarang tidak seperti wanita jaman dulu, banyak media untuk berlatih me
Bima mengambil ponselnya dan melihat telepon masuk dari mana. Ternyata dari sang kekasih hati Clarisa Manggala. Bima yang awalnya kesal menjadi lunak hatinya karena mendapatkan telepon dari sang kekasih hati."Haloo kesayangan, apa kau merindukanku?" tanya Bima sambil tertawa."Jangan kegeeran siapa juga yang merindukanmu, tadi adikmu menelponku!" jawab Clarisa.Bima menanyakan ada apa gerangan sehingga Belinda menelpon kekasih hatinya. Baru saja Bima merencanakan jalan-jalan dengan mereka bertiga kenapa bisa Belinda membuat ulah seperti ini. Pikiran Bima sudah menari kemana-mana."Apa adikku membuat ulah padamu?" tanya Bima yang panik."Tidak ada, dia hanya mengabari kalau hari minggu ingin mengajakku jalan-jalan," balas Clarisa.Bima tersenyum kecut, ternyata anak kecil itu sudah tak sabaran mengajak calon kakak iparnya untuk jalan-jalan sendirian. Bima merasa cemburu karena adik kesayangannya ingin memiliki kakak perempuan daripada mempun