Sejak tadi, Reyna yang tengah memutar bolpoin di tangannya pun hanya membuang napas beberapa kali. Rasa mualnya tidak seperti hari kemarin, semoga saja ketika di tempat kerja. Ia tidak merasakan rasa mual itu, karena Reyna sudah yakin, jika hal itu terjadi. Teman-temannya akan tahu dan bergosip di kantor.
Hingga jam istirahat, ia tidak merasakan mual sedikit pun. Namun, sejak tadi ia hanya memakan mangga muda saja. Hal itu pun membuat ke dua rekannya merasa heran, karena Reyna bukan orang yang sangat menyukai mangga muda.Saat ini, mereka tengah berada di kantin perusahaan.
“Tiba-tiba, kamu hanya makan mangga muda saja Rey,” ucap Rinda.
Reyna pun mengangguk, “mungkin karena pekerjaanku banyak. Jadi, aku merasa pening dan butuh obat untuk menghilangkannya.”
Tiba-tiba saja, sekretaris Adrian yang bernama Ervan pun datang menghampiri Reyna.
“Anda ditunggu di ruangan pak Adrian,” ucapnya.
Reyna pun seketika membuang napas kasar, apa lagi yang pria itu inginkan darinya. Padahal saat ini, Reyna tidak mau bertemu dengannya.
Reyna sangat tahu, apa yang akan dikatakan oleh Adrian. Sudah pasti, pria itu akan mengatakan jika Reyna harus tetap tutup mulut dan jangan bergosip tentang kejadian malam itu.
Reyna pun bergegas menuju ruang kerja Adrian, dengan langkah malas ia pun harus tetap menemui bos-nya tersebut.
Di sana, ia hanya berdiri menatap Adrian yang saat ini begitu bahagia melihat beberapa undangan yang berada di atas meja, sangat cantik dan menggemaskan. Sudah pasti, itu adalah pilihannya Sonya.
“Lihat undangan-undangan ini, cantik bukan?” tanya Adrian pada Reyna.
Sedangkan Reyna hanya mengangguk, melihat raut wajah Adrian yang sangat antusias dengan pernikahannya itu, membuat hati Reyna sedikit pilu. Bukan karena ia cemburu, melainkan darah daging Adrian yang saat ini tengah ada di dalam kandungannya, sudah pasti tidak akan mengetahui siapa ayahnya. Melihat fakta, jika Adrian akan menikahi wanita lain, membuat Reyna merasa bodoh.
“Pak Adrian, mau bicara apa?” tanya Reyna yang sudah mulai pegal karena sejak tadi hanya melihat Adrian mengagumi kertas undangan tersebut.
Ia pun menjentikkan jarinya, “ah benar. Saya hampir lupa, kamu sudah melihat berita di televisi tentang pernikahan saya?” tanya Adrian.
Reyna pun mengangguk, tentu saja ia pasti tahu karena Sonya bukan wanita sembarangan.
Kemudian Adrian menatap Reyna lekat. “Tetap jalankan syarat nomor satu, karena hutang kamu pada temanmu masih belum lunas bukan?”
Seketika mata Reyna pun terbelalak, dari mana Adrian tahu jika ia mempunyai hutang pada temannya untuk melunasi hutang mendiang ayahnya. Karena tidak ada yang tahu satu orang pun tentang hutang dirinya yang sampai saat ini masih belum bisa ia lunasi.
“Jangan terkejut, kamu tahu saya orang seperti apa,” sambung Adrian.
Reyna hanya bisa mengangguk, bukan Adrian namanya jika tidak mempunyai orang suruhan. Sejak tadi tangan Reyna sudah gatal ingin memukul sesuatu karena sudah kesal dengan hidupnya yang penuh dengan masalah.
“Hanya itu saja yang ingin saya katakan, silakan kembali,” ucap Adrian seolah mengusir Reyna.
Hal itu pun membuat Reyna semakin kesal, hanya itu saja yang Adrian katakan. Hingga membuat jam makan siangnya harus terbuang beberapa menit, namun ia tidak bisa protes, Reyna hanya mengangguk dan berpamitan, kemudian melangkahkan kakinya sambil mengepalkan ke dua tangan karena sudah sangat kesal.
Namun, tiba-tiba Adrian pun memanggilnya kembali.
“Tunggu, Reyna!” ucap Adrian.
Reyna pun menghentikan langkahnya, kemudian membalikkan tubuhnya menghadap Adrian.
“Ada apa, Pak?” tanyanya.
Mata Adrian menatap ponselnya, karena baru saja ia menerima sebuah pesan dari seseorang.
“Berapa ukuran jarimu?” tanya Adrian tiba-tiba.
“Jari saya?” tanya Reyna membalikkan pertanyaan.
Adrian belum menjawab pertanyaan dari Reyna, raut wajahnya yang cerah kini tiba-tiba redup membaca pesan dari seseorang tersebut.
'Saya manajer Sonya, ia berpesan jika pak Adrian bisa memesan cincin sendiri. Jika ragu, cari saja jari wanita yang ukurannya sama dengan Sonya, ukuran jari Sonya adalah 7.’
Adrian tiba-tiba menyunggingkan bibirnya, tangannya pun mengepal. Karena merasa dipermainkan oleh kekasihnya itu, padahal hari ini mereka sudah berjanji akan mengunjungi toko perhiasan.
“Saya tidak tahu ukuran jari saya, karena—“
“Saya pinjam jari kamu, kalau kamu tidak setuju. Saya akan membayarnya,” ucap Adrian sambil meraih jas kerjanya yang ia simpan di atas sofa.
“Ta-tapi, Pak—“
“Bukankah, kamu akan melakukan hal apa pun? Sudah lupa dengan janjimu satu bulan yang lalu?” tanya Adrian sambil menatap mata Reyna.
Sedangkan Reyna, hanya bisa menelan ludah. Ia tidak bisa menolak permintaan dari Adrian, hal yang bisa ia lakukan hanya menganggukkan kepalanya.
Walaupun terpaksa, Reyna pun ikut bersama Adrian ke toko perhiasan. Namun, sejak tadi para pelayan toko sangat bingung. Seorang Adrian yang akan menikah dengan Sonya, tetapi tidak membawa calon pengantin wanita untuk mencoba cincin pernikahan mereka.Raut wajah heran dari para pelayan pun sudah terbaca oleh Adrian.“Sonya yang sibuk sudah setuju jika orang lain yang mencobanya. Karena jari wanita ini sama, jadi jangan ada yang bergosip tentang ini. Saya minta jangan ada yang mengambil gambar atau merekam. Saya, akan memberikan tip pada kalian untuk tetap menjaga nama Sonya,” jelas Adrian, padahal ia tidak tahu ukuran jari Reyna.Mendengar hal itu, mereka pun sangat antusias. Tidak ada yang memegang ponsel dan hanya sibuk melayani Adrian dan Reyna.Sejujurnya, hal ini sangat konyol. Akan tetapi, sampai saat ini tidak ada respons dari Sonya tentang cincin pernikahan mereka. Adrian sendiri, sangat bingung ketika Sonya menyuruh dirinya membawa siapa pun untuk mencoba cincin pernikahan itu. Wanita itu pun akan setuju saja dengan apa yang dipilih oleh Adrian.Sebuah cincin pun sudah tersemat di jari manis Reyna, sangat cantik dan indah. Ukurannya pun sangat pas, bibir Reyna tanpa ia sadari tersenyum. Karena begitu cantik, ketika jarinya memakai cincin itu.“Ukuran 7 sangat cocok di jari Anda,” ucap salah satu pelayan.Reyna tersenyum pahit, “bukan saya. Tapi untuk orang lain.”“Sudah muat?” tanya Adrian ketika melihat cincin di jari manis Reyna.“Sudah dan ini sangat cantik,” jawab Reyna pelan.Adrian pun tersenyum, “Sonya pasti sangat menyukainya.”Mendengar nama Sonya, cincin itu pun dilepaskan oleh Reyna. Ia tidak berhak berlama-lama mengagumi barang milik orang lain, karena Reyna cukup tahu diri. Ia hanya disuruh untuk meminjamkan jarinya.Selang satu jam, Reyna sudah kembali ke dalam ruangan kerjanya setelah dibawa oleh Adrian ke tempat perhiasan.Ia menatap jarinya yang tadi begitu terlihat cantik memakai sebuah cincin. Mengapa hatinya sempat berbunga-bunga, ketika mencoba cincin tersebut. Padahal, tidak seharusnya perasaan itu hadir pada hatinya.Lalu, ia pun merasa kecewa ketika cincin itu dilepaskan.“Apa aku harus membeli sebuah cincin? Rasanya, hatiku sangat bahagia melihat jari ini memakainya,” ucap Reyna sambil menatap jari manisnya.Sedangkan di ruangan kerja Adrian, saat ini dirinya tengah menatap cincin indah itu. Beberapa kali bibirnya tersenyum, membayangkan hari pernikahannya dengan Sonya. Tak lama, nada dering dari ponselnya pun terdengar. Nama Sonya yang tertera di sana, Adrian pun dengan cepat menjawab panggilan tersebut.“Halo, Sayang. Ada apa?” tanya Adrian dengan suara lembut.“Aku mau bertemu denganmu, bisakah kamu ke luar sebentar?” tanya Sonya di seberang sana.Adrian pun tersenyum mendengar ajakan dari Sonya. “Bisa, aku pun sudah membawa cincin pernikahan kita. Kamu harus melihatnya.”“Ah tidak, lupakan tentang cincin itu. Tidak usah kamu bawa, aku hanya ingin membahas tentang hal lain,” ucap Sonya.Tentu saja, ucapan dari Sonya membuat Adrian mengerutkan keningnya. Apakah, Sonya tidak menyukai cincin pilihan Adrian walaupun belum melihatnya. Mengapa saat ini, dirinya terdengar tidak antusias. Bahkan, suara Sonya terdengar sangat resah saat ini.“Tentang hal lain? Apa itu?” tanya Adrian yang mulai curiga.Adrian dan Sonya, sudah berada di sebuah kafe yang dijanjikan oleh Sonya. Namun, sejak tadi Sonya hanya meneguk minuman dinginnya sambil beberapa kali menggigit bibir bawahnya. Sudah sepuluh menit, Adrian menunggu apa yang akan dibicarakan oleh calon istrinya itu."Apa yang mau kamu bahas, Sayang?" tanya Adrian.Matanya tidak bisa beralih pada wajah cantik milik Sonya, wajah yang sangat mulus dan putih itu begitu dikagumi oleh seorang Adrian. Ia sungguh mencintai Sonya dari ujung kaki hingga ujung kepala yang begitu terlihat sempurna."Aku ...," ucap Sonya yang terlihat semakin resah.Ia menatap ke semua arah, takut jika ada wartawan atau orang-orang yang merekam kehadirannya di sana."Ada apa? Santai saja Sayang, mengapa kamu gelisah? Ada aku di sini, tidak akan ada yang mengganggumu," ujar Adrian sambil meraih tangan Sonya yang berkeringat dingin.Sonya pun menarik napas dan membuangnya perlahan, ia terlihat memejamkan matanya. Kemudian membukanya kembali, lalu menatap Adrian."Ayo kita batalkan pernikahan ini.”
Malam hari, Reyna dibuat resah oleh pesan dari grup kantornya. Ia merasa jika saat ini, dunia seolah menertawakan dirinya yang sangat malang karena ayah dari jabang bayinya, akan menikahi wanita lain. Padahal, tidak ada satu orang pun yang tahu jika dirinya tengah mengandung darah daging Adrian.Ia pun bangun dari posisi tidurnya, kemudian meraih laptop dan membuang napas perlahan. Keputusannya sudah bulat, jika ia akan mengundurkan diri dari perusahaan milik Adrian. Masalah hutang pada temannya, ia akan mencari cara, namun untuk saat ini dirinya tidak mau terus-menerus berada di dalam lingkungan yang ada sangkut pautnya dengan Adrian. Keputusan dirinya yang memohon untuk bekerja di perusahaan itu, membuat dirinya tak tenang hidup.Keesokan paginya, Reyna sudah berjalan menuju ruang kerja wakil direktur. Namun, kakinya harus terhenti ketika mendengar suara seorang pria yang berteriak dari dalam ruangan tersebut. Pemilik suara itu adalah Alexander, ayah dari Adrian.Reyna pun hanya bis
“Apa maksud ucapanmu Adrian?” tanya Alexander sambil menaikkan nada bicaranya.Sedangkan Adrian hanya membuang napas perlahan, ia memejamkan matanya karena tak tahu jika ayahnya belum kembali ke rumah. Ia pikir, hanya dirinya saja yang masih berada di dalam kantor.Adrian pun membalikkan tubuhnya, menatap ayahnya yang saat ini masih menunggu jawaban dari putranya itu. Saat ini, terlihat Adrian serba salah. Ia pun menggaruk tengkuk kepalanya yang tak gatal sama sekali.“Itu ... bukan apa-apa, Ayah. Aku hanya, bergurau saja,” jelas Adrian.Alexander pun menatap putranya, menelisik sikap Adrian yang kurang meyakinkan dirinya. Kemudian, ia menatap ke arah Reyna yang ternyata belum pergi dari tempat ia berdiri.“Bukankah, wanita ini adalah Reyna? Karyawan yang kamu bilang tidak mempunyai kinerja bagus?” tunjuk Alexander pada Reyna, ia baru bisa melihat dengan jelas wajah seorang wanita yang berciuman dengan putranya di lift.Adrian pun menatap ke arah Reyna, jujur saja ia tidak mau dicuriga
Reyna masih terdiam, memikirkan jawaban yang tepat untuk pertanyaan dari ibunya. Jujur saja, saat ini ia belum siap mengatakan hal yang sebenarnya.“I—itu ... milik temanku, Bu.” Rena terpaksa berbohong.“Temanmu? Kenapa kamu menyimpannya?” ibunya terdengar tak percaya.Reyna pun menghela napas panjang, ibunya masih tak percaya dengan jawaban Reyna. Walaupun hal itu memang kebohongan darinya, akan tetapi ia benar-benar belum siap. Reyna tidak mau jika ibunya kecewa mendengar ia mengandung tanpa seorang suami.“Iya benar temanku, dia menitipkannya padaku untuk kejutan pada suaminya. Karena saat ini suaminya masih berada di luar negeri, jika ia menyimpan di rumahnya. Dia takut, suaminya melihat sendiri,” jelas Reyna.“Begitukah? Sungguh, bahagia mempunyai seorang cucu. Ibu pun menginginkannya, kapan kamu akan menikah, Rey? Sampai saat ini, kamu belum membawa seorang pria ke rumah,” tanya Ibunya.Pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh Reyna, benar-benar tidak ada jawaban. Karena sampai
Namun Adrian tidak menjawab pertanyaan dari Reyna, ia melangkahkan kakinya untuk lebih dekat dengan wanita itu. Menarik tengkuk kepalanya, kemudian mencium kembali bibir wanita yang tiba-tiba membuatnya candu. Adrian sudah lupa diri, ia melupakan masalah yang akan datang jika dirinya kembali melakukan sesuatu. Malam penuh gairah itu yang tiba-tiba ia ingat kembali dan Adrian menginginkannya. Namun, tidak dengan Reyna. Tangannya berusaha keras menjauhkan tubuh Adrian dari dirinya. Hingga ciuman itu terlepas kembali, Reyna mengambil napas dalam-dalam karena ciuman itu terlalu kasar hingga membuatnya sesak. “Jangan lakukan ini! Tolong, pergi dari sini,” pinta Reyna. Adrian pun menyunggingkan bibirnya, kemudian ia mengusap wajahnya kasar. Perlahan, ia memukul pelan kepalanya karena sudah bodoh melakukan hal ini. Ia lupa jika saat ini, tidak boleh terlihat rendahan di depan Reyna. Tanpa basa-basi, ia melangkahkan kakinya ke luar dari rumah kontrakan Reyna. Namun, tiba-tiba ia harus ter
Walaupun terasa berat, Reyna melangkahkan kakinya untuk pergi dari rumah kontrakannya. Ia rasa sudah cukup untuk bertahan di kota itu. Karena rupanya, ia tidak mendapatkan kebahagiaan. Perihal kandungannya yang tak akan bisa terus ia sembunyikan, Reyna pun memilih sebuah desa yang saat ini ditinggali oleh paman dan bibinya. Reyna pun meraih ponsel di dalam saku celananya, ia memberanikan diri untuk menghubungi ibunya.Beberapa menit, belum ada jawaban dari ibunya. Namun, ketika Reyna mengulanginya kembali, tak lama panggilan itu pun dijawab oleh ibunya.“Iya, Nak. Ada apa?” tanya ibunya diseberang sana.“Bu, apa aku boleh bicara?” tanya Reyna.“Tentu saja, mau bicara apa?”Reyna pun menghela napasnya, kemudian melanjutkan kembali pembicaraannya.“Tidak melalui telepon, aku ingin bertemu dengan ibu,” jawab Reyna.“Baik lah, kamu datang saja ke rumah Ibu,” jawab ibunya.Reyna pun menyanggupi hal itu, sudah tidak bisa ia sembunyikan lagi tentang kehamilannya itu dari ibunya. Karena ia a
Reyna pun berjongkok di bawah kaki ibunya sambil menangis sesenggukan.“Aku mohon, Bu. Jangan mencarinya, aku bisa sendiri untuk mengurus bayi ini. Reyna kuat dan tegar menghadapi ini semua, jadi tolong jangan mencarinya. Aku sudah melupakan pria itu dan menghapusnya dari ingatan,” pinta Reyna.Melihat Reyna yang memohon seperti itu, hati ibunya menjerit. Ia tak menyangka jika putri kesayangannya harus menghadapi masalah seperti ini. Padahal, sebuah pernikahan sangat diidamkan oleh ibunya. Melihat Reyna menjalin ikatan rumah tangga yang sudah dimimpikan oleh ibunya, namun harus pupus jika Reyna rupanya tak mau bertemu dengan pria yang sudah menghamilinya. Apakah ini sangat adil bagi Reyna, dan apakah ini akan membuat hati ibunya tenang. Benarkah Reyna akan kuat dan tegar menghadapi ini semua, batin ibunya berkecamuk.Tangannya meraih tubuh Reyna dan membuat putrinya itu duduk kembali di atas kursi, mengusap air mata itu perlahan dan memeluk Reyna dengan erat.“Jadi, kamu akan pergi ke
Adrian menatap ke arah Ervan. “Apa maksudmu, Ibu hamil? Memangnya, selain Ibu hamil, orang lain tidak boleh makan?”“Ah, bu-bukan itu maksudnya—““Sudah, belikan aku makanan lain. Aku ingin Fiza,” potong Adrian.Ervan pun mengangguk patuh, ia berlari untuk membeli Fiza pesanan Adrian. Sedangkan pria itu, melahap kembali rujak yang membuat kepalanya sedikit demi sedikit lebih baik. Rasa mual itu pun seketika mereda, entah mengapa tiba-tiba saja Adrian yang jarang sekali menyantap makanan pedas, namun kali ini lidahnya benar-benar menginginkannya.Tak membutuhkan banyak waktu, Ervan pun sudah tiba. Ia terlihat ngos-ngosan, karena mungkin berlari kembali. Namun, belum ada satu jam, Adrian pun menyuruh dirinya membeli makanan lain. Alhasil, ia pun harus ke sana ke mari mencari makanan yang dipesan oleh Adrian.Hingga sore hari, Adrian terlihat menatap langit yang sudah mulai berwarna oranye. Tangannya melonggarkan dasi yang sejak tadi terasa menyesakkan. Sejak tadi, ia hanya sibuk makan da
Beberapa hari berikutnya, Adrian mulai tidak fokus pada pekerjaan. Ia terus saja dibayang-bayangi dengan ketakutan jika Alexander akan mencari Reyna dan wanita itu mengatakan jika ia benar tengah mengandung darah daging Adrian. Walau bagaimanapun, ia dan Reyna pernah tidur bersama, jadi tidak ada yang bisa dipungkiri jika kelak Reyna pun akan mengandung. Akan tetapi, sejak awal Adrian tidak mau tahu dengan hal itu. Ia sudah banyak memberikan jaminan pada Reyna, termasuk menerimanya kembali untuk bekerja di perusahaan Alexander. Namun, ia tetap tidak akan percaya sepenuhnya pada Reyna jika wanita itu akan mengakui keadaannya ketika berhasil ditemukan oleh ayahnya.“Jadi, Reyna benar-benar sudah tidak ada di kota ini?” tanya Adrian pada seorang pria yang ia tugaskan untuk mencari keberadaan Reyna.“Iya, Bos. Sudah tidak ada, bahkan saya sudah mencari sampai pelosok,” jawabnya.Adrian pun terlihat memikirkan sesuatu, jika memang betul Reyna tidak ada. Wanita itu sudah menuruti perminta
“Ayah, apa yang barusan Ayah katakan? Bagaimana bisa—““Adrian, apa kamu tetap ingin menjadi direktur?” Alexander melangkah maju mendekati putranya itu.Adrian pun mengangguk cepat. “Ya, tentu. Aku sangat ingin menjadi seorang direktur.”“Kalau begitu, jangan sampai Reyna mengandung anakmu. Lakukan cara apa pun, agar tidak ada hal yang mencoreng namamu,” ujar Alexander.Adrian terdiam, sejenak. Namun, tak lama ia pun mengangguk.Melihat putranya yang sudah paham, Alexander pun menepuk pelan pundak Adrian, kemudian pergi dari hadapannya.Sementara Adrian masih diam di tempat, betapa bodohnya ia malam itu, karena sudah tergoda oleh Reyna. Seharusnya, ia biarkan saja wanita itu mabuk sendirian di klub tersebut, pikirnya.“Aku harus memaksa Reyna untuk menggugurkan kandungan itu,” ucapnya pelan.Keesokan harinya, setelah Adrian selesai mengurus pekerjaan. Ia pun pergi ke desa tanpa diketahui oleh sopir yang biasa mengantarnya, karena ia tahu jika pria itu sudah menjadi mata-mata untuk aya
Reyna pun berhasil pulang ke rumahnya, namun ia tiba-tiba terkejut ketika Aldo sudah berdiri di depan pintu rumah tersebut. Sedikit ngos-ngosan karena berjalan cepat untuk menghindari Adrian. Ia pun memilih duduk di atas kursi yang ada di depan rumah tersebut, sambil mengibas-ibaskan tangannya karena merasa gerah. Aldo pun berjalan menghampiri Reyna, ia menatap lekat wanita yang sudah mengusik hatinya itu. Entah apa yang saat ini tengah pria itu pikirkan, karena tak biasanya ia berekspresi seperti saat ini. "Rey, aku mau tanya sesuatu," ucap Aldo. Reyna pun menatap ke arah pria itu, sambil membuang napas perlahan. "Tanya apa?" ujar Reyna. Aldo pun sedikit menggeser tempat duduknya untuk lebih dekat dengan Reyna, sebelum melanjutkan pertanyaannya. "Apa benar, saat ini kamu tengah mengandung?" tanya Aldo lagi. Sontak saja, mata Reyna pun membulat. Ia yakin, jika gosip sudah menyebar di desa itu. Ia pun belum menjawab pertanyaan dari Aldo, Reyna hanya membuang tatapannya ke arah
"A-aku ... tidak menemuinya," jawab Adrian.Alexander pun memegangi bahu putranya itu. "Jangan berpikir hanya kamu saja yang punya mata-mata. Lupakanlah wanita itu, dia sudah mengambil uangnya. Kenapa kamu masih sibuk menemui dia?" "Tidak, Ayah. Aku hanya memastikan sesuatu," jawab Adian.Alexander pun menggeleng. "Jangan memastikan apa-apa. Fokus bekerja, jangan memikirkan ini dan itu lagi, jika kamu ingin menjadi direktur."Sebelumnya, Adrian pun memang tidak peduli pada Reyna. Akan tetapi, ia takut jika ayahnya memastikan sendiri kepada Reyna dan mendapati wanita itu tengah mengandung darah dagingnya. Walaupun, Reyna tidak mengatakan tentang kehamilannya itu.***Pagi harinya, Reyna pun tengah membeli sayuran di pedagang kaki lima. Namun, tiba-tiba wanita yang bertemu dengannya di puskesmas kemarin pun bertemu dengannya lagi hari ini."Rey, kamu kemarin ke luar dari ruangan poli kandungan, ya?" tanya wanita itu.Sontak saja, semua orang yang ada di sana pun menatap ke arah Reyna.
Keesokan paginya, Reyna dengan terburu-buru ke luar dari dalam rumah dan akan mengunjungi bidan desa.Lebih tepatnya, ia akan datang ke puskesmas yang ada di desa tersebut. Namun, Reyna memakai masker penutup wajah, agar tidak ada yang mengenalinya di sana.Tak lama, ia pun sudah sampai di tempat tersebut. Menatap ke semua arah, takut ada tetangga yang mengenalinya. Karena hal itu sudah pasti akan membuat dirinya jadi bahan gosip di desa tersebut.Ketika sudah masuk ke dalam ruangan periksa, Reyna pun harus tersenyum bahagia, ketika tahu kondisi bayinya sehat. Namun, ia disarankan untuk tidak banyak pikiran dan harus selalu bahagia.Reyna pun diberi vitamin agar kandungannya semakin sehat. "Reyna? Kamu benar Reyna bukan? Ponakannya Bu Maria?" ucap seorang wanita yang tiba-tiba menunjuk ke arah Reyna.Sontak saja, Reyna terkejut. Karena ia baru ke luar dari ruangan poli kandungan.Reyna pun tidak menjawab, ia hanya melangkahkan kakinya untuk menjauh dari wanita tersebut."Itu benar Re
Semenjak tahu, jika cinta pertamanya ada di desa. Aldo pun semakin intens berkunjung ke rumah Maria, ia selalu bersikap baik dan membawa oleh-oleh ketika berkunjung. Namun, Reyna merasa tidak nyaman dengan kehadiran Aldo, ia sangat tahu apa yang ada di dalam pikiran Aldo ketika intens mengunjunginya.Seperti saat ini, Reyna merasa risi ketika Aldo sudah tiga jam lamanya berada di rumah itu. Padahal, banyak yang harus Reyna lakukan hari ini. Termasuk mengunjungi bidan desa untuk mengecek kondisi kandungannya. Ya, walaupun ia harus lebih waspada ketika datang ke sana, dikhawatirkan ada tetangga yang melihat dirinya berada di sana.Akan tetapi, saat ini Reyna tidak bisa bergerak sedikit pun karena Aldo terlihat masih betah saja."Rey, kamu tidak ada keinginan untuk berkunjung ke sungai yang dulu sering kita datangi?" tanya Aldo.Reyna pun menggeleng. "Aku rasa, itu tidak perlu. Karena kita sudah dewasa dan tidak perlu ke sungai itu.""Tidak untuk berenang, lagi pula aku tidak akan melaku
“Sudahlah, tidak perlu ke Dokter. Sudah jelas, jika aku tidak mengandung darah dagingmu, sekarang buka pintu mobilnya,” pinta Reyna sambil meraih kembali handle pintu.Namun, Adrian terlihat melonggarkan dasinya. Kemudian menatap Reyna kembali.“Baiklah, jika kamu sudah yakin. Maka jangan pernah mengatakan apa pun lagi, jika faktanya tak sama jangan pernah meminta apa pun dariku,” pekik Adrian.Reyna pun menyunggingkan bibirnya. “Maaf, Anda siapa? Hanya mantan bos, saya tidak akan pernah meminta apa pun. Jadi, buka pintunya saya harus pulang.”Adrian pun mengangguk, kemudian mengetuk kaca mobil. Tak lama, seorang pria pun masuk dan duduk di kursi kemudi.“Aku akan mengantarmu kembali ke rumah, setidaknya aku berbaik hati sedikit,” ucap Adrian.Mendengar hal itu, Reyna pun berucap di dalam hati. Jika anaknya jangan sampai mewarisi sifat menyebalkan dari Adrian. Cukup sudah ia menahan napas ketika tengah bersama pria itu.Tak lama kemudian, Reyna sudah sampai di depan rumah Maria. Mobil
Sementara di desa tempat Reyna tinggal saat ini, ia tengah sibuk menjemur pakaian. Karena cuaca pagi ini begitu sangat cerah, hingga ia sangat bersemangat untuk memulai aktivitas.Sejak tadi, bibinya yang bernama Maria menatap keponakannya itu dengan saksama. Setelah kedatangan Reyna ke rumahnya dengan mengatakan keadaannya saat ini, hati Maria tersentuh dan mengutuk pria yang sudah membuat Reyna harus seorang diri mengurus darah dagingnya. Untung saja, Maria adalah wanita yang berkecukupan dan sudah lama menginginkan seorang anak. Jadi, kedatangan Reyna sungguh diterima dengan baik, apalagi suaminya yang begitu bahagia ketika rumah besar itu tidak terus-menerus sepi.“Sudah Reyna, kamu jangan terlalu kecapekan,” ucap Maria sambil meraih pakaian di dalam ember, kemudian menjemurnya.“Ah, bibi. Biar aku saja, lagi pula berdiam diri di rumah sangat membosankan,” ujar Reyna.Maria pun tersenyum sambil meraih tangan Reyna. “Nak, bibi begitu bahagia ketika kamu akhirnya tinggal di sini. Sud
Beberapa hari berikutnya, Adrian mulai tidak fokus pada pekerjaan. Ia terus saja dibayang-bayangi dengan ketakutan jika Alexander akan mencari Reyna dan wanita itu mengatakan jika ia benar tengah mengandung darah daging Adrian. Walau bagaimanapun, ia dan Reyna pernah tidur bersama, jadi tidak ada yang bisa dipungkiri jika kelak Reyna pun akan mengandung. Akan tetapi, sejak awal Adrian tidak mau tahu dengan hal itu. Ia sudah banyak memberikan jaminan pada Reyna, termasuk menerimanya kembali untuk bekerja di perusahaan Alexander. Namun, ia tetap tidak akan percaya sepenuhnya pada Reyna jika wanita itu akan mengakui keadaannya ketika berhasil ditemukan oleh ayahnya.“Jadi, Reyna benar-benar sudah tidak ada di kota ini?” tanya Adrian pada seorang pria yang ia tugaskan untuk mencari keberadaan Reyna.“Iya, Bos. Sudah tidak ada, bahkan saya sudah mencari sampai pelosok,” jawabnya.Adrian pun terlihat memikirkan sesuatu, jika memang betul Reyna tidak ada. Wanita itu sudah menuruti perminta
Adrian menatap ke arah Ervan. “Apa maksudmu, Ibu hamil? Memangnya, selain Ibu hamil, orang lain tidak boleh makan?”“Ah, bu-bukan itu maksudnya—““Sudah, belikan aku makanan lain. Aku ingin Fiza,” potong Adrian.Ervan pun mengangguk patuh, ia berlari untuk membeli Fiza pesanan Adrian. Sedangkan pria itu, melahap kembali rujak yang membuat kepalanya sedikit demi sedikit lebih baik. Rasa mual itu pun seketika mereda, entah mengapa tiba-tiba saja Adrian yang jarang sekali menyantap makanan pedas, namun kali ini lidahnya benar-benar menginginkannya.Tak membutuhkan banyak waktu, Ervan pun sudah tiba. Ia terlihat ngos-ngosan, karena mungkin berlari kembali. Namun, belum ada satu jam, Adrian pun menyuruh dirinya membeli makanan lain. Alhasil, ia pun harus ke sana ke mari mencari makanan yang dipesan oleh Adrian.Hingga sore hari, Adrian terlihat menatap langit yang sudah mulai berwarna oranye. Tangannya melonggarkan dasi yang sejak tadi terasa menyesakkan. Sejak tadi, ia hanya sibuk makan da