Sampai di Villa, semua satu per satu mandi bergantian, termasuk Adrian dan Rania. Walaupun mereka tidak ikut berenang, namun tetap harus mandi karena tubuh terasa kotor.
Selesai mandi, mereka kembali berkumpul di ruang makan untuk menikmati hidangan yang telah disediakan oleh Mang Een. Hari ini menunya adalah ayam bakar, lengkap dengan lalapan, oseng cumi cabe hijau, dengan pete, dan berbagai jus untuk minumannya. “Makan kayak gini emang enak banget ya,” ujar Risko sambil menjilati tangannya yang masih bersisa bumbu cumi asin.“Iyalah, sebenernya makanan kayak gini banyak di kota juga, Cuma yang bikin beda dan bikin rasa makin enak ya karena suasanya, karena udaranya, karena kebersamaannya juga,” ujar Rania.“Iya iya bener,” ujar Risko menyutuji.Selesai makan, mereka berenak duduk-duduk santai di ruang tamu di depan televisi. Tidak ada yang menyalahan televisi, mereka hanya sedang mengobrol untuk lebih mengakr“Val..” panggil Faris.Valerie membuka matanya dan melihat wajah Faris yang termat dekat dengan wajahnya. Valerie tersadar dan buru-buru memalingkan wajahnya. Fak, pikirnya.Jika saja Faris tidak memanggilnya untuk menyadarkannya, Valerie pasti sudah melumat bibir Faris dengan ganasnya tadi. Valerie benci dengan dirinya sendiri yang masih saja tidak bisa menahan godaan Faris jika ada di dekatnya.Faris juga merasakan hal yang sama, jika kesadarannya tidak cepat-cepat menemui dirinya, mungkin Valerie sudah dilumatnya tadi.“Yuk masuk aja,” ujar Valerie canggung.Barusan ia memuja-muja Risko, namun kini ia mengagumi Faris. Apa sebenarnya yang ia mau? Valerie buru-buru masuk ke dalam rumah, tanpa basa-basi lagi, ia masuk ke dalam kamar, Risko masih lelap tertidur di tempat tidurnya. Valerie memilih untuk tidur di bawah, tidak ingin mengganggu Risko.Lain halnya dengan Faris, ia tidak masuk ke dalam kamar. Ia tidak tahu a
Setelah merasa yakin Faris sudah terlelap, Valerie keluar dari kamar Faris. Ia benar-bener merasa takut, terutama takut melihat Risko.Benar saja, ketika ia melawati ruang tamu, keempat temannya sudah duduk menunggu. Valerie ikut duduk di ruang tamu. Suasana terasa canggung, terutama antara Valerie dengan Risko.“Kamu mau ngejelasin sesuatu?” tanya Risko, to the point.“Hem oke. Gini Risko, guys. Pertama gue minta maaf dulu, terutama sama kamu Risko. Aku minta maaf kalo apa yang aku lakuin tadi pasti nyakitin hati kamu.”Valerie menundukkan kepalanya, ia berusaha sekuat tenaga mengumpulkan keberanian dan kata-kata untuk menggambarkan keadaan Faris yang sebenarnya.“Jujur aja Val, biar enak,” ucap Risko. Kali ini suaranya terdengar lebih kea rah putus asa daripada marah.“Gue ngelakuin itu biar Mang Een enggak kenapa-kenapa. Faris itu kalo marah banget, suka enggak sadar. Dia akan main kasar, main fisik sam
Valerie menunduk.“Aku enggak tahu Risko, aku bener-bener enggak tahu. Kamu tanya aku kayak gitu, jangankan kamu, aku sendiri pun enggak tahu apa aku masih sayang sama Faris apa enggak.”“Kamu bukan Valerie yang aku kenal. Valerie yang aku kenal selalu tahu apa yang dia mau. Valerie yang aku kenal enggak pernah takut untuk bilang apapun yang dia rasa, jujur menyakitkan lebih baik daripada bohong menyenangkan, betul kan gitu kata kamu?” tanya Risko.Valerie menatap mata Risko. Ia mencari sesuatu, sesuatu yang bisa meyakinkan dirinya untuk bilang bahwa ia menyayangi Risko dan tidak menyayangi Faris. Valerie kembali menunduk untuk beberapa saat, ia putus asa.Valerie tidak menemukan asalan itu. Apa selama ini ia hanya menyayangi Risko sebatas teman? Apa ia hanya berterimakasih karena Risko terlalu baik untuknya?“Gini deh, aku tanya sekali lagi. Valerie lihat aku,” tangan Risko menggapai wajah Valerie dan me
Anita melihat adegan di depan mukanya dengan muak. Yah, memang jika cinta sudah berbicara, logika tidak akan pernah bisa menang. Dari awal, Anita sudah tahu, ia sudah sadar diri jika dirinya tidak akan bisa bersaing dengan Valerie.Namun melihat Valerie dan Faris akhirnya kembali ketika maasing-masing dari mereka sudah memberi harapan pada orang lain, rasanya seperti tidak pantas. Anita masuk kembali ke dalam kamarnya, niatnya untuk menyeduh minuman hangat sirna. Ia sudah tidak ingin minum-minuman hangat karena adegan tadi sudah cukup panas.Rania dan Adrian membuka pintu, mereka baru saja pulang dari seharian menikmati berbagai pelayanan terapi ikan, spa dan beberapa tempat. Valerie dan Faris sudah berada di ruang tamu ketika Adrian dan Rania sampai.“Eh Ris, Val, belum tidur?” tanya Rania. Ia kaget ketika membuka pintu dan melihat Faris dan Valerie sedang duduk berdua memainkan hpnya masing-masing.“Iya belom nih,” jawab Faris.
Perjalanan pulang terasa begitu melelahkan bagi mereka semua. Baru setengah jam perjalanan, 4 orang yang berada di paling belakang sudah pulas tertidur, menyisakan Adrian dan Rania yang berada di kursi paling depan.“Seru banget enggak sih kisah mereka?” tanya Rania geli.“Sebenernya Valerie sama Faris beruntung, yang lagi ada di hidup mereka tuh Anita sama Risko. Karena mereka bisa terima kenyataan. Aku enggak yakin kalo orang lain. Pasti banyak banget tuh dramanya. Udah mah di bikin baper, eh Taunya kecantol sama mantan lagi,” ujar Adrian.“Hahaha, iya bener juga. Tapi emang sih ya kita tahu lah gimana Faris sama Valerie dulu. Mana bisa mereka lepas satu sama lain. Inget enggak kamu waktu si Valerie lagi ada dinas luar kota, si Faris udah kayak bayi yang ditinggal ibunya, panik enggak karuan,” ujar Rania.“Hahaha tiap saat ngecek hp, tiap saat ngomong sama dirinya sendiri si Valerie kemana sih, hahahhaa.”
Faris merasa hari ini ia bangun dari tidurnya dengan semangat yang beda dari biasanya. Valerie telah kembali, Valerienya telah kembali. Terkadang semesta memang suka bercanda dengannya. Di saat ia melakukan segala cara agar Valerie bisa kembali, Valerie malah semakin jauh darinya. Tapi ketika dirinya sudah ikhlas dan mencoba membuka hati pada orang lain, dengan mudahnya Valerie kembali padanya.Faris berangkat ke kantor seperti biasa. Valerie juga berangkat ke kantor seperti biasa, Valerie juga masih bekerja di KS burger bersama Risko. Faris sama sekali tidak takut Valerie akan kembali pada Risko, karena ia tahu seperti apa Risko.“Halo, Anita,” panggil Faris di sambungan teleponnya.“Ya pak,” jawab Anita.“Jadi pagi ini saya langsung ke tempat meeting apa ke kantor dulu?” tanya Faris.“Langsung ke tempat meeting ya pak, saya udah berangkat ke sana dari kantor.”“Oke.”Dan hubu
Tidak jauh dengan Faris, Valerie juga masih beraktifitas seperti biasanya. Ia berangkat bekerja pagi. Hari ini ia juga sudah meng arrange beberapa meeting di luar. Intan sudah mempersiapkan semua jadwal dan data untuk digunakan meeting nanti.Valerie sudah standby di tempat meeting yang pertama. Belum ada yang datang termasuk Intan karena meeting masih akan dilaksanakan 45 menit dari sekarang. Valerie keluar dari mobilnya dengan menjinjing tas pribadinya dan tas laptopnya.Ia sadar kalau masih terlalu pagi, untungnya di dekat tempat ia akan meeting terdapat sebuah coffee shop yang bisa ia gunakan untuk membuka-buka pekerjaan dan melakukan beberapa pekerjaan sambil menunggu yang lain datang dan meeting dimulai.Valerie membuka-buka data toko KS burger. Ia mengorder beberapa bahan makanan yang dilaporkan sudah benar-benar habis karena ia tinggal seklama 3 hari kemarin.“Risko..” Valerie bergumam lirih melihat logo KS burger yang sedang
Sore ini, Intan pulang lebih cepat, ia sengaja tidak bilang pada Valerie. Ia sedang tidak ingin berbicara pada sahabatnya itu. Intan tidak langsung pulang, ia pergi ke sebuah taman, dimana ia biasanya duduk sendirian ketika suasana hatinya sedang tidak enak.Intan sedang kesal setengah mati dengan Valerie, bisa-bisanya ia kembali dengan Faris yang jelas-jelas sudah menghancurkan hidupnya dan membuatnya memiliki trust issues sampai sekarang. Intan masih ingat dengan jelas bagaimana Valerie waktu itu ketika ditinggalkan begitu saja oleh Faris.Dulu, seharusnya Intan focus pada pernikahannya yang akan berlangsung, namun ia justru mengabaikan pacarnya demi mengurus Valerie yang hampir kehilangan akalnya sendiri. Ingatan tentang hari itu berputar lagi di kepala Intan.“Valerie..” panggil Intan. Ia sedang berada di rumah Valerie. Sudah 2 hari ini Valerie tidak masuk kerja, Intan khawatir, jadi ia kerumah Valerie untuk melihat apakah Valerie sedang sakit at
“Jadi gini Bu Valerie..”Faris mendengarkan di depan pintu dengan Valerie yang ada di tempat tidur.“Ibu pernah punya histori radang tenggorokan ya?” tanya Dokter Ali.“Iya dok,” jawab Valerie.“Nah radang tenggorokannya itu kumat bu, jadi demam, enggak enak badan. Lidah juga pahit. Ini enggak apa-apa kok. Cuma butuh istirahat aja, makan juga jangan sembarangan dulu ya bu. Trus banyakin minum air putih.”Valerie mengangguk-angguk. Sudah bukan hal baru dirinya terkena radang tenggorokan. Biasanya jika ia banyak pikiran, atau tubuhnya sedang lelah, radangnya bisa memerah dan membuatnya tidak enak badan.Namun kali ini, sakitnya luar biasa. Mungkin karena ia benar-benar tidak memperhatikan makanan atau minuman apa yang ia konsumsi belakangan, ditambah lagi dengan aktifitasnya yang tidak ada behentinya.“Ini saya buat resep untuk radang tenggorokannya ya, nanti bisa ditebus di apotik. Kalo 3 hari be
Pukul 4 pagi, Valerie dan Faris baru sampai di rumah. Tubuh mereka sudah lelah dan mengantuk.“Kamu apa aku yang mandi duluan?” tanya Valerie.“Kamu aja dulu, abis itu baru aku,” jawab Faris.Setelah Valerie dan Faris mandi, keduanya langsung tertidur. Namun, kali ini Valerie merasa dingin yang dirasakan berbeda dari dingin yang biasanya.“Pasti gara-gara mandi abis begadang nih,” pikirnya.Valerie merapatkan selimutnya dan menaikkan suhu AC nya agar tidak terlalu dingin. Tapi ternyata tidak membantu sama sekali, tubuhnya menggigil saking dinginnya. Faris yang merasakan ada getar disampingnya, membuka mata dan melihat Valerie dalam keadaan menggigil.“Val, kamu kenapa? Dingin ya?” tanya Faris. Valerie mengangguk.Faris buru-buru menuju lemari, ia mengambil 2 pasang kaus kaki dan memakaikannya di kaki Valerie bersamaan. Ia mematikan AC, dan menyalahkan Air cooler. Tidak sedingin AC, namun tetap m
“Enggak apa-apa. Aku selalu kabarin ibuku kok kalo belom pulang,” jawab Anita.“Oh ya?”“Iya, aku lagi sama siapa, aku lagi dimana, ngapain, aku pasti kabarin ibuku. Sebenernya dia enggak minta, tapi emang aku yang selalu ngabarin biar enggak kuatir,” jelas Anita.“Oke kalo gitu.”Risko menyandarkan punggungnya ke sandaran kursinya. Ia memejamkan mata, tanpa sadar ia sudah terlelap tidur. Tidak berbeda dengan Anita, setelah memastikan semua pintu terkunci dan AC tetap menyala, Anita jatuh tertidur.Tapi tidak lama kemudian, Anita bangun, ia tidak bisa tertidr jika kondisi mobil tidak berjalan. Lagi pula, tidak baik untuk pernafasan. Buru-buru Anita membuka semua jendela dalam mobil Risko.Angin malam langsung berebut masuk. Malam ini tidak terlalu dingin sebenarnya, tidak seperti malam-malam kemarin. Tapi sudah cukup membuat Anita mengencangkan jaketnya.Anita melihat ke layar, sudah nomor
Valerie yang tadinya sedang serius mengerjakan laporan langsung bangkit dari duduknya.“Serius??” tanya Valerie sambil menghampiri Anita.“Iya Val. Dia bilang mau jadi suamiku tadi,” jawab Anita.“And you said yes?” tanya Valerie, dia benar-benar exited mendengar kabar ini.“Iya Val,” jawab Anita malu-malu.“Wahhhhhh keren banget kalian berduaaa, jadi kapan nih?” tanya Valerie. Ia menarik tangan Anita untuk duduk di sofa bersama dirinya dan Faris.“Masih lama kok. Aku mau kenal Risko dan keluarganya lebih dalam lagi, juga mau kenal sama temen-temannya Risko dulu. Soalnya kan kita kenalnya baru, jadi enggak langsung cepet juga. Minimal 3 bulan aku minta waktu, ya Ris?” tanya Anita kepada Risko.“Iyaa, aku juga mau kenal dulu sama keluarga dan temen-temennya dia. Abis itu kita diskusi lagi, baru deh tentuin tanggal,” jawab Risko. Ia duduk di kursi yang tadi Vale
Anita terdiam. Ia tidak menyangka Risko secepat itu melamar dirinya.“Anita?” tanya Risko.“Eh eh maaf Risko. Aku kaget, enggak nyangka kamu secepat itu ngelamar aku,” ujar Anita.“Iya makanya. Aku juga mikir kamu pasti ngerasa ini cepet banget. Tapi aku udah ngerasa cocok sama kamu. Aku mau hidup aku sama kamu.”Anita menatap Risko, mencari kebohongan dalam mata Risko, tapi ia tidak melihatnya sama sekali. Risko terlihat tulus, ia tidak terlihat bohong sama sekali.“Risko, kamu yakin? Kita belum lama kenal loh..” ujar Anita.“Aku yakin. Aku bisa kenal kamu nanti setelah nikah. Enggak apa-apa kok. Aku beneran yakin mau nikah sama kamu, kamu adalah calon istri yang aku rasa terbaik buatku, buat Papaku, buat keluargaku.”Anita tersentak.“Aku bahkan belom sempet kenal sama keluarga kamu, kalo mereka enggak suka sama aku gimana?” tanya Anita.“Eng
Anita dan Risko sudah duduk di dalam rumah makan. Mereka duduk berhadapan dengan pemandangan langit yang cerah. Dengan lampu-lampu kecil cantik menghiasi interior rumah makan tersebut yang makin terlihat ketika sudah gelap.Angin malam menerbangkan rambut Anita yang dikuncir hanya setengah.“Dingin ya?” tanya Risko.“Lebih tepatnya adem, bukan dingin. Yang waktu di Villa nya Faris aja aku kuat kan,” ujar Anita.“Oh iya bener.”“Kamu tau tempat ini darimana sih? Bagus banget tau,” ujar Anita.“Dulu pernah makan di sini sama temen kantor rame-rame. Kita dari luar kota trus mampir kesini eh ternyata bagus banget.”Obrolan mereka terselak oleh pelayan yang mengantarkan makanan untuk Risko dan Anita. 2 piring nasi dengan ayam goreng dan sambal juga lalapan tersaji di depan mereka. 2 gelas jus buah naga pun tidak luput dari pesanan.“Makasih Mas,” ujar Anita.“Sama-sa
Hari-hari selanjutnya dijalani Valerie dan Faris dengan masih bekerja di KS burger. Selama satu minggu Faris bekerja di sana sebagai pelayan banyak sekali pelajaran yang bisa ia ambil. Faris mengerti kenapa Risko bisa sebijaksana itu.Faris juga belajar untuk selalu menempatkan kepentingan orang lain diatas kepanetingannya sendiri, bagaimana ia harus menghargai orang lain, dan sama sekali tidak merasa diatas yang lainnya.Faris menilai, ilmu-ilmu seperti ini benar-benar mahal untuk dipelajari. Ia bisa menerapkannya di dunia kerja setelah ia masuk kerja nanti.“Val, hari ini aku izin lagi yaa. Mumpung masih ada Faris, jadi kamu enggak sendirian. Sabtu Minggu aku di sini kok,” ujar Risko.“Kamu belakangan izin mulu deh perasaan,” selidik Valerie.“Pacaran dia tuhhh,” Faris langsung menyerbu Risko begitu masuk ke dalam ruangan.“Seriusss Risko? Wahhh kenalin kaliiiiii pacarnyaaa,” ujar Valer
“Weiiii yang abis cari pacar, udah dapet?” tanya Faris begitu melihat Risko sampai di toko.“Hahhaa, enggak ada yang buang,” ujar Risko.“Seneng banget roman-romannya,” goda Faris.“Hahahha iya, lumayan lah. Gimana toko hari ini?” tanya Risko.“Aman, tenang aja. Setidaknya enggak ada ibu-ibu yang godain gue hari ini,” Faris sedang mengelap-ngelap meja. Ia benar-benar menikmati perannya dari hari ke hari bekerja di sini. Sepertinya Faris mulai berfikir ingin pindah Haluan menjadi pengusaha kuliner daripada kantoran.“Hahahah, bisa aja lo. Gue liat-liat makin jago aja ngelap mejanya. Udah deh Ris, gue ngeri lo kegirangan kerja ginian, inget lo CEO.”“Ternyata enak ya Ko kerja kayak gini,” Faris duduk di atas sebuah meja yang baru saja ia bersihkan. Apron seragam dari KS burger terlihat begitu pas di tubuh Faris.“Enaknya?” tanya Risko. Ia ikut duduk di seb
Anita masih tersenyum lebar selesai dari menonton film yang berjudul Notebook.“Bagus filmnyaaaa,” ujar Anita.“Bagus filmnya apa suka endingnya?” tebak Risko.“Hahaha bener. Aku selalu jatuh cinta sama film yang happy ending.”“Typical perempuan sih. Rata-rata perempuan tuh suka banget film yang happy ending. Kayak enggak suka gitu tokoh utamanya tersakiti.”“Hahhaha iya bener tau.”“Makan dulu yuk,” ajak Risko.“Boleh.”Anita dan Risko memilih makan ayam goreng cepat saji yang ada di mall itu. Anita dan Risko memesan paket nasi dengan ayam super besar.“Kamu enggak mau pesen burger atau kentang?” tanya Anita.“Nope. Di toko banyak dan enak, ngapain aku pesen di sini,” ujar Risko.“Yeee bisa aja. Iya juga ya. Trus kenapa kita enggak makan di toko kamu aja sih,” ujar Anita.“Lah iya juga hahaha