Tidak jauh dengan Faris, Valerie juga masih beraktifitas seperti biasanya. Ia berangkat bekerja pagi. Hari ini ia juga sudah meng arrange beberapa meeting di luar. Intan sudah mempersiapkan semua jadwal dan data untuk digunakan meeting nanti.
Valerie sudah standby di tempat meeting yang pertama. Belum ada yang datang termasuk Intan karena meeting masih akan dilaksanakan 45 menit dari sekarang. Valerie keluar dari mobilnya dengan menjinjing tas pribadinya dan tas laptopnya. Ia sadar kalau masih terlalu pagi, untungnya di dekat tempat ia akan meeting terdapat sebuah coffee shop yang bisa ia gunakan untuk membuka-buka pekerjaan dan melakukan beberapa pekerjaan sambil menunggu yang lain datang dan meeting dimulai.Valerie membuka-buka data toko KS burger. Ia mengorder beberapa bahan makanan yang dilaporkan sudah benar-benar habis karena ia tinggal seklama 3 hari kemarin. “Risko..” Valerie bergumam lirih melihat logo KS burger yang sedangSore ini, Intan pulang lebih cepat, ia sengaja tidak bilang pada Valerie. Ia sedang tidak ingin berbicara pada sahabatnya itu. Intan tidak langsung pulang, ia pergi ke sebuah taman, dimana ia biasanya duduk sendirian ketika suasana hatinya sedang tidak enak.Intan sedang kesal setengah mati dengan Valerie, bisa-bisanya ia kembali dengan Faris yang jelas-jelas sudah menghancurkan hidupnya dan membuatnya memiliki trust issues sampai sekarang. Intan masih ingat dengan jelas bagaimana Valerie waktu itu ketika ditinggalkan begitu saja oleh Faris.Dulu, seharusnya Intan focus pada pernikahannya yang akan berlangsung, namun ia justru mengabaikan pacarnya demi mengurus Valerie yang hampir kehilangan akalnya sendiri. Ingatan tentang hari itu berputar lagi di kepala Intan.“Valerie..” panggil Intan. Ia sedang berada di rumah Valerie. Sudah 2 hari ini Valerie tidak masuk kerja, Intan khawatir, jadi ia kerumah Valerie untuk melihat apakah Valerie sedang sakit at
Tidak banyak yang tahu bahwa passion Intan sesungguhnya adalah ia sangat mencintai dunia traveling. Namun, kondisi membuatnya bertahan di pekerjaan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan passionnya. Walaupun memang ilmu yang ia tempuh adalah ilmu management.Intan mengambil kuliah management karena itu adalah bidang kuliah yang prakteknya tidak terlalu banyak mengeluarkan uang, tidak seperti jurusan yang diinginkan di bidang travelling.Intan sangat bersemangat kali ini. Baru kali ini ia memiliki semangat dan cinta yang besar terhadap dirinya sendiri. Sebuah pertemuan sederhana antara dirinya dan Juned akan membawa perubahan besar dalam diri Intan.***Valerie sedang membuat kopi di pantry. Jam kerja masih lama, sekitar 1 jam lagi. Ia masih memiliki waktu untuk santai meneguk kopi dan mandi.“Enggak pulang lagi bu?” tanya Daus.“Iya, hehe.”“Istirahatnya di jaga atuh bu, jangan terlalu di forsir nanti sakit,” ujar Daus.“Terimakasih ya perhatiannya,” Valerie beranjak menuju rua
“Halo..” sapa Valerie.“Yes, hallo..” balas Risko.“Risko, maaf ya aku hari ini enggak ke toko lagi. Kerjaanku masih banyak banget enggak bisa ditinggal. Tapi uang operasional udah ku transaksiin, PO juga udah ku order, tagihan udah ku bayar. Jadi kamu tinggal awasin aja toko,” ujar Valerie.“Oh hiya Val, okee enggak apa-apa. Nanti aku yang tungguin toko aja. Tapi kalo kerjaanku juga enggak bisa ditinggal ya aku di kantor,” ujar Risko.“Okee. Makasih ya Ris.”“Kamu masih di kantor?” tanya Risko.“Iya aku masih di kantor,” jawab Valerie.“Val, loyal sama kerjaan boleh, boleh banget, aku pun kalo jadi atasan kamu seneng banget kali punya manager kayak kamu. Tapi kamu juga harus inget Kesehatan Val.”Risko bicara lembut sekali kepada Valerie.“Iya Ris, makasih yaa..”Valerie benar-benar bersyukur mengenal Risko. Risko
Hari ini adalah hari terakhir Intan bekerja di kantor bersama dengan Valerie. Perasaan Valerie campur aduk. Ia bahagia karena sahabatnya akhirnya bisa menemukan apa yang sebenarnya ia inginkan, tapi di satu sisi ia sedih harus berpisah dengan sahabat sekaligus partner kerja terbaiknya.Selama ini hanya Intan yang bisa mengontrol Valerie jika ia sudah hampir kelewat batas. Hanya Intan yang bisa mengerti Valerie tanpa harus Valerie jelaskan dengan kata-kata. Hanya Intan yang bisa menjadi jembatan antara Valerie dan ke 3 staff lainnya yang tergolong masih muda dan memiliki emosi yang labil.“Faris, kamu jangan lupa ya nanti malem,” ujar Valerie pada Faris di telpon pagi ini.“Iya aku enggak bakalan lupa, tenang aja,” ujar Faris.“Kamu cuti kapan jadinya?” tanya Valerie.“Minggu depan kayaknya, masih harus nyelesaiin beberapa project penting dan gede.”“Oh yaudah.”Valerie berangkat ke kantor.
“Terutama buat lo, Val..”Intan dan Valerie saling tersenyum. Mereka berdua sama-sama tau, perjalanan karir mereka tidaklah mudah. Mereka berasal dari karyawan biasa, dan bisa sampai ke titik sekarang dengan perjuangan yang teramat sulit.“Kalo kalian mau tau sedikit cerita gue sama Valerie tuh gini. Gue sama Val itu sahabatan dari SMA dan Kuliah. Kita satu meja waktu SMA. Val tau banget gue bukan orang yang pinter secara teori, tapi oke kalo praktek, sedangkan dia nih jago banget teori tapi praktek masih suka salah.”“Nah, kuliah juga gitu. Waktu kuliah, nilai gue juga enggak terlalu bagus. Pertama, karena emang secara teori gue udah lemah. Kedua, karena gue emang udah enggak yakin sama jurusan yang gue ambil. Jadilah gue banyak nyontek sama si manusia ambisius ini, hahaha.”Valerie teringat jaman mereka berdua kuliah, Valerie yang memang sudah menggilai jurusan bisnis dan manajemen menjalani perkuliahan dengan lancar, berbeda
Intan pulang kerumah dengan perasaan senang luar biasa. Ia benar-benar tidak menyangka bahwa resign nya dari kantor akan segitu berartinya untuk teman-temannya terutama Valerie. Intan dan Valerie memang sudah berjuang dari awal, tapi ia yakin Valerie akan dengan mudah menjalani pekerjaan tanpanya.Intan menatap koper yang tergeletak di atas tempat tidur. Koper yang akan ia bawa besok. Destinasi pertama adalah New York. Ia akan pergi kesana dan mengadu nasib di sana. Intan sudah mempersiapkan semuanya. Untungnya segala dokumen seperti Visa, paspor semua masih berlaku.Intan menatap berbagai hadiah yang diberikan oleh teman-teman satu divisinya, bahkan Faris ikut memberinya hadiah. Intan menghampiri tumpukan hadiah itu, bermaksud untuk membukanya satu persatu.Yang pertama ia buka adalah kado dari Dewi. Intan membukanya dengan perlahan-lahan. Di dalamnya terdapat sebuah jam tangan cantik, berwarna hitam dengan gambar owl di dalamnya.“Kak Intan, sesibuk apapu
“Permisi Pak..” Anita masuk ke ruangan Faris.“Oh iya Anita, masuk masuk.”Anita masuk ke ruangan Faris dan duduk di kursi yang ada di depan Faris.“Faris, aku mau cuti seminggu seperti yang udah kita sepakatin,” ujar Anita.“Jadi kapan kamu ambil cutinya seminggu? Berarti kan aku juga.”“Mulai senin ya,” pinta Anita.“Anita, gimana kalo kantor kita libur aja seminggu mulai senin sampe jumat?” ide gila tiba-tiba terlintas dan tercetus begitu saja dari mulut Faris.“Bapak yakin?” tanya Anita.“Can you just stop call me bapak?” nada bicara Faris sudah mulai sinis. Anita masih saja sering memanggilnya bapak.“Maaf. Kamu yakin Faris?”Untuk Faris yang gila kerja, hal seperti ini tentunya mengagetkan bagi Anita. Ingin rasanya ia memeriksa kepala Faris, takutnya ada yang retak atau bagaimana.“Iya aku yakin. Anita, c
Memberikan jabatan Intan kepada Dewi sama sekali bukan keputusan yang salah. Dewi dengan sigap bisa mengimbangi cara kerja Valerie yang serba cepat dan serba perfect. Bahkan, baru seminggu Dewi menggantikan Intan, seminggu pula Dewi selalu pulang lewat dari tengah malam.“Dewi, kamu jangan pulang pagi terus, nanti sakit,” ujar Valerie khawatir. Hari ini ia baru mengetahui bahwa Dewi selalu pulang lewat dari tengah malam dari laporan Daus.“Saya belum bisa kerja secepat dan setepat Kak Intan Bu, jadi kerjaan-kerjaan yang urgent saya kerjain di jam kerja, selebihnya saya kerjain di luar jam kerja. Kalo enggak gitu nanti keteteran semua,” ujar Dewi.“Iya emang Intan kalo kerja cepet sih. Yaudah kamu pokoknya jangan dipaksain. Kalo udah berasa capek ya pulang, kamu enggak bisa langsung kayak Intan. Pelan-pelan.”Dewi mengangguk. Ia menyerahkan pekerjaan-pekerjaan yang harus di tandatangan oleh Valerie, lalu ia keluar dari ruangan d
“Jadi gini Bu Valerie..”Faris mendengarkan di depan pintu dengan Valerie yang ada di tempat tidur.“Ibu pernah punya histori radang tenggorokan ya?” tanya Dokter Ali.“Iya dok,” jawab Valerie.“Nah radang tenggorokannya itu kumat bu, jadi demam, enggak enak badan. Lidah juga pahit. Ini enggak apa-apa kok. Cuma butuh istirahat aja, makan juga jangan sembarangan dulu ya bu. Trus banyakin minum air putih.”Valerie mengangguk-angguk. Sudah bukan hal baru dirinya terkena radang tenggorokan. Biasanya jika ia banyak pikiran, atau tubuhnya sedang lelah, radangnya bisa memerah dan membuatnya tidak enak badan.Namun kali ini, sakitnya luar biasa. Mungkin karena ia benar-benar tidak memperhatikan makanan atau minuman apa yang ia konsumsi belakangan, ditambah lagi dengan aktifitasnya yang tidak ada behentinya.“Ini saya buat resep untuk radang tenggorokannya ya, nanti bisa ditebus di apotik. Kalo 3 hari be
Pukul 4 pagi, Valerie dan Faris baru sampai di rumah. Tubuh mereka sudah lelah dan mengantuk.“Kamu apa aku yang mandi duluan?” tanya Valerie.“Kamu aja dulu, abis itu baru aku,” jawab Faris.Setelah Valerie dan Faris mandi, keduanya langsung tertidur. Namun, kali ini Valerie merasa dingin yang dirasakan berbeda dari dingin yang biasanya.“Pasti gara-gara mandi abis begadang nih,” pikirnya.Valerie merapatkan selimutnya dan menaikkan suhu AC nya agar tidak terlalu dingin. Tapi ternyata tidak membantu sama sekali, tubuhnya menggigil saking dinginnya. Faris yang merasakan ada getar disampingnya, membuka mata dan melihat Valerie dalam keadaan menggigil.“Val, kamu kenapa? Dingin ya?” tanya Faris. Valerie mengangguk.Faris buru-buru menuju lemari, ia mengambil 2 pasang kaus kaki dan memakaikannya di kaki Valerie bersamaan. Ia mematikan AC, dan menyalahkan Air cooler. Tidak sedingin AC, namun tetap m
“Enggak apa-apa. Aku selalu kabarin ibuku kok kalo belom pulang,” jawab Anita.“Oh ya?”“Iya, aku lagi sama siapa, aku lagi dimana, ngapain, aku pasti kabarin ibuku. Sebenernya dia enggak minta, tapi emang aku yang selalu ngabarin biar enggak kuatir,” jelas Anita.“Oke kalo gitu.”Risko menyandarkan punggungnya ke sandaran kursinya. Ia memejamkan mata, tanpa sadar ia sudah terlelap tidur. Tidak berbeda dengan Anita, setelah memastikan semua pintu terkunci dan AC tetap menyala, Anita jatuh tertidur.Tapi tidak lama kemudian, Anita bangun, ia tidak bisa tertidr jika kondisi mobil tidak berjalan. Lagi pula, tidak baik untuk pernafasan. Buru-buru Anita membuka semua jendela dalam mobil Risko.Angin malam langsung berebut masuk. Malam ini tidak terlalu dingin sebenarnya, tidak seperti malam-malam kemarin. Tapi sudah cukup membuat Anita mengencangkan jaketnya.Anita melihat ke layar, sudah nomor
Valerie yang tadinya sedang serius mengerjakan laporan langsung bangkit dari duduknya.“Serius??” tanya Valerie sambil menghampiri Anita.“Iya Val. Dia bilang mau jadi suamiku tadi,” jawab Anita.“And you said yes?” tanya Valerie, dia benar-benar exited mendengar kabar ini.“Iya Val,” jawab Anita malu-malu.“Wahhhhhh keren banget kalian berduaaa, jadi kapan nih?” tanya Valerie. Ia menarik tangan Anita untuk duduk di sofa bersama dirinya dan Faris.“Masih lama kok. Aku mau kenal Risko dan keluarganya lebih dalam lagi, juga mau kenal sama temen-temannya Risko dulu. Soalnya kan kita kenalnya baru, jadi enggak langsung cepet juga. Minimal 3 bulan aku minta waktu, ya Ris?” tanya Anita kepada Risko.“Iyaa, aku juga mau kenal dulu sama keluarga dan temen-temennya dia. Abis itu kita diskusi lagi, baru deh tentuin tanggal,” jawab Risko. Ia duduk di kursi yang tadi Vale
Anita terdiam. Ia tidak menyangka Risko secepat itu melamar dirinya.“Anita?” tanya Risko.“Eh eh maaf Risko. Aku kaget, enggak nyangka kamu secepat itu ngelamar aku,” ujar Anita.“Iya makanya. Aku juga mikir kamu pasti ngerasa ini cepet banget. Tapi aku udah ngerasa cocok sama kamu. Aku mau hidup aku sama kamu.”Anita menatap Risko, mencari kebohongan dalam mata Risko, tapi ia tidak melihatnya sama sekali. Risko terlihat tulus, ia tidak terlihat bohong sama sekali.“Risko, kamu yakin? Kita belum lama kenal loh..” ujar Anita.“Aku yakin. Aku bisa kenal kamu nanti setelah nikah. Enggak apa-apa kok. Aku beneran yakin mau nikah sama kamu, kamu adalah calon istri yang aku rasa terbaik buatku, buat Papaku, buat keluargaku.”Anita tersentak.“Aku bahkan belom sempet kenal sama keluarga kamu, kalo mereka enggak suka sama aku gimana?” tanya Anita.“Eng
Anita dan Risko sudah duduk di dalam rumah makan. Mereka duduk berhadapan dengan pemandangan langit yang cerah. Dengan lampu-lampu kecil cantik menghiasi interior rumah makan tersebut yang makin terlihat ketika sudah gelap.Angin malam menerbangkan rambut Anita yang dikuncir hanya setengah.“Dingin ya?” tanya Risko.“Lebih tepatnya adem, bukan dingin. Yang waktu di Villa nya Faris aja aku kuat kan,” ujar Anita.“Oh iya bener.”“Kamu tau tempat ini darimana sih? Bagus banget tau,” ujar Anita.“Dulu pernah makan di sini sama temen kantor rame-rame. Kita dari luar kota trus mampir kesini eh ternyata bagus banget.”Obrolan mereka terselak oleh pelayan yang mengantarkan makanan untuk Risko dan Anita. 2 piring nasi dengan ayam goreng dan sambal juga lalapan tersaji di depan mereka. 2 gelas jus buah naga pun tidak luput dari pesanan.“Makasih Mas,” ujar Anita.“Sama-sa
Hari-hari selanjutnya dijalani Valerie dan Faris dengan masih bekerja di KS burger. Selama satu minggu Faris bekerja di sana sebagai pelayan banyak sekali pelajaran yang bisa ia ambil. Faris mengerti kenapa Risko bisa sebijaksana itu.Faris juga belajar untuk selalu menempatkan kepentingan orang lain diatas kepanetingannya sendiri, bagaimana ia harus menghargai orang lain, dan sama sekali tidak merasa diatas yang lainnya.Faris menilai, ilmu-ilmu seperti ini benar-benar mahal untuk dipelajari. Ia bisa menerapkannya di dunia kerja setelah ia masuk kerja nanti.“Val, hari ini aku izin lagi yaa. Mumpung masih ada Faris, jadi kamu enggak sendirian. Sabtu Minggu aku di sini kok,” ujar Risko.“Kamu belakangan izin mulu deh perasaan,” selidik Valerie.“Pacaran dia tuhhh,” Faris langsung menyerbu Risko begitu masuk ke dalam ruangan.“Seriusss Risko? Wahhh kenalin kaliiiiii pacarnyaaa,” ujar Valer
“Weiiii yang abis cari pacar, udah dapet?” tanya Faris begitu melihat Risko sampai di toko.“Hahhaa, enggak ada yang buang,” ujar Risko.“Seneng banget roman-romannya,” goda Faris.“Hahahha iya, lumayan lah. Gimana toko hari ini?” tanya Risko.“Aman, tenang aja. Setidaknya enggak ada ibu-ibu yang godain gue hari ini,” Faris sedang mengelap-ngelap meja. Ia benar-benar menikmati perannya dari hari ke hari bekerja di sini. Sepertinya Faris mulai berfikir ingin pindah Haluan menjadi pengusaha kuliner daripada kantoran.“Hahahah, bisa aja lo. Gue liat-liat makin jago aja ngelap mejanya. Udah deh Ris, gue ngeri lo kegirangan kerja ginian, inget lo CEO.”“Ternyata enak ya Ko kerja kayak gini,” Faris duduk di atas sebuah meja yang baru saja ia bersihkan. Apron seragam dari KS burger terlihat begitu pas di tubuh Faris.“Enaknya?” tanya Risko. Ia ikut duduk di seb
Anita masih tersenyum lebar selesai dari menonton film yang berjudul Notebook.“Bagus filmnyaaaa,” ujar Anita.“Bagus filmnya apa suka endingnya?” tebak Risko.“Hahaha bener. Aku selalu jatuh cinta sama film yang happy ending.”“Typical perempuan sih. Rata-rata perempuan tuh suka banget film yang happy ending. Kayak enggak suka gitu tokoh utamanya tersakiti.”“Hahhaha iya bener tau.”“Makan dulu yuk,” ajak Risko.“Boleh.”Anita dan Risko memilih makan ayam goreng cepat saji yang ada di mall itu. Anita dan Risko memesan paket nasi dengan ayam super besar.“Kamu enggak mau pesen burger atau kentang?” tanya Anita.“Nope. Di toko banyak dan enak, ngapain aku pesen di sini,” ujar Risko.“Yeee bisa aja. Iya juga ya. Trus kenapa kita enggak makan di toko kamu aja sih,” ujar Anita.“Lah iya juga hahaha