"Ada apa Bos?" tanya bang Kobra to the point pas nyampe rumah. "Bang, lu bisa bantu gue urus soal pernikahan gue sama Tita gak ke kantor KUA?""Loh, kan ada orang tua kalian. Gimana ceritanya gue yang urus?""Gue mau nikahin Tita tanpa mereka," tegas Ken mantap. Aku ke dapur membuatkan kopi untuk mereka. "Bos, jan gitu. Lu pan anak orang terhormat," ujar Bang Kobra. Masih kudengar obrolan mereka meski aku di dapur karena mereka ngobrol di ruang TV biar santai katanya. "Kita lagi ada problem, Bang. Banyak rahasia yang mereka sembunyikan selama puluhan tahun ini.""Soal apa?" tanya bang Kobra penasaran. "Interen Bang.""Yasudah, gue coba hubungi pak lebay ya.""Iya bang, tolongin kita. Abang dah seperti keluarga buat gue.""Iya, dah sini identitas kalian. Gue daftarin sekarang," katanya sambil menyeruput kopi yang masih panas itu. "Abisin dulu kopinya, Bang," kataku, dia mengangguk tersenyum. "Kalian masih muda apa kalian yakin melakukan ini semua? Neng Tita, orang tua kamu bagaim
Pukul 20.13 hujan turun perlahan, kutengok Ken dari jendela memastikan dia baik-baik saja. Dia tersenyum pasti menandakan kalau dia tidak apa di luar. Semoga dia jodohku, Tuhan.[Tidurlah, aku aman ko. Eh, jangan-jangan kamu pengen ditemenin ya tidurnya.] dasar Kenzo, dia mengirim pesan demikian.[Geer, mana ada. Aku cuma ingin memastikan calon papa dari anak-anakku gak digondol kucing, hahaha.][Hilih, dikira aku apaan. Dah sana tidur.][Siap.]Aku mulai bersiap untuk pergi tidur, namun ponsel berdering nyaring sekali. Ibu? "Assalamualaikum, Bu,""Waalaikumsalam, kamu di mana, Nak?""Tita baik-baik saja, maafin tita saat ini." Klik, kumatikan ponsel demi memutus percakapan itu. Sungguh, aku sakit melakukan ini tapi aku hanya ingin bersama Kenzo saat ini. Maafin Tita, Bu.Tok tok tok ! kaca jendela diketok Ken, aku menghampirinya."Kenapa?""Buatin aku kopi, Yank.""Sebentar, ya.""Siap nyonya." Senyum Ken mengembang.Gegas aku buatkan coffee late untuknya, kasihan dia harus tidur d
"Ada apa, Bu?" tanyaku sambil melepaskan pelukannya."Kamu anakku." Bahkan ketika pernyataan itu diungkapkan ibu kandungku sendiri, aku tidak kaget malah sudah bisa kutebak ceritanya."Maaf, saya sedang tidak mau mendengar kisah-kisah usang. Saya hanya ingin bahagia saat ini, tentunya bareng Ken.""Kamu sudah tau?" tanyanya."Sorry, silahkan pergi. Calon ibu anak saya sedang tidak mau diganggu!" usir Ken, lantas dia menggandengku masuk ke dalam rumah lagi. "Ibu mohon nak, jangan menikah dengan Kenzo!" teriaknya membuat Ken kembali membuka pintu dan menghampirinya."Apa maksud anda? siapapun anda, kami tidak butuh saran anda," kata Ken."Kamu diam, Tita anak saya," tegasnya. Aku nyelonong sambil berkata,"Dan Ken calon suami saya, tolong jangan ikut campur urusan kami toh anda pun tak pernah turut campur membesarkan saya atau mendidik saya.""Tidak Nak, ini ibu kandungmu. Kamu bisa mendapatkan suami yang lebih pantas lagi.""Anda pikir anda orang baik?" tanya Ken terlihat sedang menah
"Tuh Bu ibu gila masih di sini ternyata," ungkap Ken."Biar saja, tar juga capek sendiri.""Kamu yakin gak mau kenali dulu ibu kandungmu, Sayang?""Gak, dah ah bahas pernikahan kita saja ya. Kamu harus urus secepatnya biar gak mendadak.""Nanti, tunggu bang Kobra ke sini ya.""Iya, Sayang."Tak lama setelah kudengar teriakan Bu Indi, suara bang Kobra menyeru."Ken, Ta, ini gue Kobra.""Tunggu sebentar," sahut Ken sambil beranjak membukakan pintu.Ternyata Bu Indi masih ada di luar, dia lantas menghampiri kami dengan gesa."Tita, ayo pulang sama ibu. Jangan pernah kamu nurutin apa kata si Kenzo bajingan itu." Dia menarik paksa tanganku. Namun bang Kobra segera melepaskan pegangan Bu Indi."Kalo anda terus macam-macam di sini, saya akan panggil warga biar usir anda." "Maaf, ada apa ini? siapa ibu ini pak Ken?" tanya pak RT yang datang di waktu yang sangat tepat."Dia hendak melakukan pemaksaan kepada istri saya pak, tolong segera amankan," jawab Ken."Iya pak, dia menarik paksa saya,"
Ingin ku sudahi gaduhnya raung luka sebab hening jumantara pun bosan dengan bait lara yang terjalin di setiap deraPun temaram ikut menyamarkan akaramumenuntunku pada ingatan yang lalubetapa terlukanya terhempas bersama asa yang semuPuisi gila lagi, maunya apa si Maya itu. Diblok satu ada lagi nomornya."Gila ya dia, mau mati kali ya." Kulihat Ken geram mendapati pesan itu."Abaikan saja lah,""Kamu gak cemburu, Yank?""Pertanyaan macam apa itu, Sayang?""Ah menyebalkan, kenapa harus ada chat dia si bikin badmood saja.""Matiin ponselmu, kita fokus sama rencana kita. Bang Kobra sudah rela membagi waktunya untuk kita loh, ayo belanja lagi,""Iya Sayang, maafin aku.""It's Oke."***"Kamu sudah siap?" tanya Ken yang begitu memesonaku dengan jas Hitam-Putih."Tentu Sayang," jawabku mantap. Lantas kurapikan jilbabku juga riasan seadanya."Wiihh Romeo-Juliet, kalian pasangan yang cocok. Mudahan-mudahan kalian sakinah, mawaddah, warohmah ya," seru bang Kobra yang tumben banget rapi den
"Pasangan yang serasi," ucap petugas di kantor urusan agama sesampainya kami di sana.Kami tersenyum menanggapinya."Sudah bisa dimulai kan?" tanyanya lagi. Kami mengangguk.Penghulu menuntun Ken mengucapkan ijab qobul dengan wali hakim yang ditunjuk bang Kobra. Ada rasa yang tak biasa bernaung di dada ini, sungguh luar biasa."Saya terima nikah dan kawinnya Tita Shanum binti Adam dengan maskawin tersebut dibayar tunai.""Saahhh ...,"Alhamdulillah ya Allah, aku resmi jadi istri seorang Kenzo. Riuh sekali suasana di kantor itu, petugas sampe berkali-kali mengingatkan jangan terlalu berisik."Selamat ya, Bos." Bergantian semuanya menyalami Ken dan aku. Ya Allah berkahi pernikahan kami ini, Ridhoi kami sehingga kami dapat mencapai sakinah mawaddah warohmah."Neng, selamat ya kalo kamu butuh teman curhat Teteh bisa jadi teman kamu," ujar istri bang Kobra yang menggendong anaknya."Terima kasih, Teteh. Pasti Tita butuh teteh nanti Tita hubungi teteh kalo mau cerita ya,""Heleh punya temen
"Umii," panggilku mendekati beliau karena kulihat beliau membuka matanya. Sedang Abi masih di ruang tamu berdebat dengan Ken."Nak, apa yang Ken barusan bilang, Sayang?""Umi yang tenang, Tita sekarang anak umi ya.""Apa yang Ken bilang?""Umii ... yang sabar ya.""Jadi benar?"Aku mengangguk sambil menahan tangis, ini sangat menyakitkan dihadapanku seorang ibu dan istri yang terluka hati dan batinnya oleh ibu kandungku sendiri."Umi, maafkan Tita.""Tidak Sayang, kamu gak salah. Semua salah mereka yang mementingkan nafsu semata. Kebohongan mereka kapan pun akan ke permukaan juga meski bukan kalian yang membukanya." Umi menangis tersedu, aku memeluknya."Tita anak umi," imbuhnya. Makin kueratkan pelukanku."Makasih umi,"Aku sungguh menyayangi umi, terlebih sekarang beliau adalah mertuaku. Teringat satu puisi yang ditulis temanku di goup pencinta puisi."KEDUNGUAN CINTA" Cinta, apa kau tau seberapa kuat aku mencoba ?Menjahit luka, mengubur derita .... Menjaga mata, menutup telinga
Berjejer kukuh bersua dalam kotakMelintas nada yang sempurna molek dan rancak Tanganku menerka bunga-bunga dalam benak Tatapan ini telah mengenal ragam yang acakBerlainan pula goresan yang kita buat disamping warna perak Ku bersyukur seluruh coretan hidup yang kita mulai dari bercak-bercakHingga kini petualangan kita mencetuskan bianglala yang telah tampakTerlukisnya kamu menyempurnakan kesan gradasi dalam motif hidup ku yang abstrakGoresan krayonmu yang menempel bagai kerakLembut bergelombang seperti ombak Cukup bersinergi untuk meronai sebuah sajakAlhamdulillah semua berjalan lancar, aku dan Ken kini sepasang suami-isteri. Semoga Allah meridhoi pernikahan kami."Sini, Yank." Ken menarikku masuk ke dalam kamar mandi."Apasi Ken, hei mo ngapain ih kamu jangan nakal heh...,""Loh kita sudah halal sayang,""Iya tapi kita ngapain ini ah,""Ayolah sayang, sini." Ken terus memaksaku masuk."Keeennn ...,"***"Cieee mandi basah," goda Ken."Mandi ya basah, gimana si.""Sayang,""