"Ada apa, Bu?" tanyaku sambil melepaskan pelukannya."Kamu anakku." Bahkan ketika pernyataan itu diungkapkan ibu kandungku sendiri, aku tidak kaget malah sudah bisa kutebak ceritanya."Maaf, saya sedang tidak mau mendengar kisah-kisah usang. Saya hanya ingin bahagia saat ini, tentunya bareng Ken.""Kamu sudah tau?" tanyanya."Sorry, silahkan pergi. Calon ibu anak saya sedang tidak mau diganggu!" usir Ken, lantas dia menggandengku masuk ke dalam rumah lagi. "Ibu mohon nak, jangan menikah dengan Kenzo!" teriaknya membuat Ken kembali membuka pintu dan menghampirinya."Apa maksud anda? siapapun anda, kami tidak butuh saran anda," kata Ken."Kamu diam, Tita anak saya," tegasnya. Aku nyelonong sambil berkata,"Dan Ken calon suami saya, tolong jangan ikut campur urusan kami toh anda pun tak pernah turut campur membesarkan saya atau mendidik saya.""Tidak Nak, ini ibu kandungmu. Kamu bisa mendapatkan suami yang lebih pantas lagi.""Anda pikir anda orang baik?" tanya Ken terlihat sedang menah
"Tuh Bu ibu gila masih di sini ternyata," ungkap Ken."Biar saja, tar juga capek sendiri.""Kamu yakin gak mau kenali dulu ibu kandungmu, Sayang?""Gak, dah ah bahas pernikahan kita saja ya. Kamu harus urus secepatnya biar gak mendadak.""Nanti, tunggu bang Kobra ke sini ya.""Iya, Sayang."Tak lama setelah kudengar teriakan Bu Indi, suara bang Kobra menyeru."Ken, Ta, ini gue Kobra.""Tunggu sebentar," sahut Ken sambil beranjak membukakan pintu.Ternyata Bu Indi masih ada di luar, dia lantas menghampiri kami dengan gesa."Tita, ayo pulang sama ibu. Jangan pernah kamu nurutin apa kata si Kenzo bajingan itu." Dia menarik paksa tanganku. Namun bang Kobra segera melepaskan pegangan Bu Indi."Kalo anda terus macam-macam di sini, saya akan panggil warga biar usir anda." "Maaf, ada apa ini? siapa ibu ini pak Ken?" tanya pak RT yang datang di waktu yang sangat tepat."Dia hendak melakukan pemaksaan kepada istri saya pak, tolong segera amankan," jawab Ken."Iya pak, dia menarik paksa saya,"
Ingin ku sudahi gaduhnya raung luka sebab hening jumantara pun bosan dengan bait lara yang terjalin di setiap deraPun temaram ikut menyamarkan akaramumenuntunku pada ingatan yang lalubetapa terlukanya terhempas bersama asa yang semuPuisi gila lagi, maunya apa si Maya itu. Diblok satu ada lagi nomornya."Gila ya dia, mau mati kali ya." Kulihat Ken geram mendapati pesan itu."Abaikan saja lah,""Kamu gak cemburu, Yank?""Pertanyaan macam apa itu, Sayang?""Ah menyebalkan, kenapa harus ada chat dia si bikin badmood saja.""Matiin ponselmu, kita fokus sama rencana kita. Bang Kobra sudah rela membagi waktunya untuk kita loh, ayo belanja lagi,""Iya Sayang, maafin aku.""It's Oke."***"Kamu sudah siap?" tanya Ken yang begitu memesonaku dengan jas Hitam-Putih."Tentu Sayang," jawabku mantap. Lantas kurapikan jilbabku juga riasan seadanya."Wiihh Romeo-Juliet, kalian pasangan yang cocok. Mudahan-mudahan kalian sakinah, mawaddah, warohmah ya," seru bang Kobra yang tumben banget rapi den
"Pasangan yang serasi," ucap petugas di kantor urusan agama sesampainya kami di sana.Kami tersenyum menanggapinya."Sudah bisa dimulai kan?" tanyanya lagi. Kami mengangguk.Penghulu menuntun Ken mengucapkan ijab qobul dengan wali hakim yang ditunjuk bang Kobra. Ada rasa yang tak biasa bernaung di dada ini, sungguh luar biasa."Saya terima nikah dan kawinnya Tita Shanum binti Adam dengan maskawin tersebut dibayar tunai.""Saahhh ...,"Alhamdulillah ya Allah, aku resmi jadi istri seorang Kenzo. Riuh sekali suasana di kantor itu, petugas sampe berkali-kali mengingatkan jangan terlalu berisik."Selamat ya, Bos." Bergantian semuanya menyalami Ken dan aku. Ya Allah berkahi pernikahan kami ini, Ridhoi kami sehingga kami dapat mencapai sakinah mawaddah warohmah."Neng, selamat ya kalo kamu butuh teman curhat Teteh bisa jadi teman kamu," ujar istri bang Kobra yang menggendong anaknya."Terima kasih, Teteh. Pasti Tita butuh teteh nanti Tita hubungi teteh kalo mau cerita ya,""Heleh punya temen
"Umii," panggilku mendekati beliau karena kulihat beliau membuka matanya. Sedang Abi masih di ruang tamu berdebat dengan Ken."Nak, apa yang Ken barusan bilang, Sayang?""Umi yang tenang, Tita sekarang anak umi ya.""Apa yang Ken bilang?""Umii ... yang sabar ya.""Jadi benar?"Aku mengangguk sambil menahan tangis, ini sangat menyakitkan dihadapanku seorang ibu dan istri yang terluka hati dan batinnya oleh ibu kandungku sendiri."Umi, maafkan Tita.""Tidak Sayang, kamu gak salah. Semua salah mereka yang mementingkan nafsu semata. Kebohongan mereka kapan pun akan ke permukaan juga meski bukan kalian yang membukanya." Umi menangis tersedu, aku memeluknya."Tita anak umi," imbuhnya. Makin kueratkan pelukanku."Makasih umi,"Aku sungguh menyayangi umi, terlebih sekarang beliau adalah mertuaku. Teringat satu puisi yang ditulis temanku di goup pencinta puisi."KEDUNGUAN CINTA" Cinta, apa kau tau seberapa kuat aku mencoba ?Menjahit luka, mengubur derita .... Menjaga mata, menutup telinga
Berjejer kukuh bersua dalam kotakMelintas nada yang sempurna molek dan rancak Tanganku menerka bunga-bunga dalam benak Tatapan ini telah mengenal ragam yang acakBerlainan pula goresan yang kita buat disamping warna perak Ku bersyukur seluruh coretan hidup yang kita mulai dari bercak-bercakHingga kini petualangan kita mencetuskan bianglala yang telah tampakTerlukisnya kamu menyempurnakan kesan gradasi dalam motif hidup ku yang abstrakGoresan krayonmu yang menempel bagai kerakLembut bergelombang seperti ombak Cukup bersinergi untuk meronai sebuah sajakAlhamdulillah semua berjalan lancar, aku dan Ken kini sepasang suami-isteri. Semoga Allah meridhoi pernikahan kami."Sini, Yank." Ken menarikku masuk ke dalam kamar mandi."Apasi Ken, hei mo ngapain ih kamu jangan nakal heh...,""Loh kita sudah halal sayang,""Iya tapi kita ngapain ini ah,""Ayolah sayang, sini." Ken terus memaksaku masuk."Keeennn ...,"***"Cieee mandi basah," goda Ken."Mandi ya basah, gimana si.""Sayang,""
"Assalamualaikum," sapa umi di luar rumah, gegas aku temui beliau dengan mencium punggung tangannya."Umi, sendiri?""Iya, Sayang, Ken ada?""Lagi di kamar mandi, umi."Umi masuk ke dalam rumah dan duduk di sofa, aku mengikutinya duduk di samping."Umi sehat?""Seperti yang kamu lihat, Alhamdulillah umi masih diberi umur insyallah biar bisa lihat cucu umi,""Amiin, sebentar umi tita ambilkan minum ya.""Jangan, Nak. Nanti umi ambil sendiri.""Baik umi, jangan sungkan ya.""Gak apa-apa Sayang,""Abi kemana? kenapa gak ikut?""Abi lagi ngisi kajian di mesjid An Nafis, Kalian gimana sudah ada tanda-tanda punya anak?""Eh ada umi," ujar Ken menghampiri, langsung saja dia menyalami umi. "Iya Sayang, sehat kamu Nak?""Alhamdulillah umi, eh umi sendiri?""Iya Sayang, sini duduk dekat umi.""Gimana, Mi?""Kapan umi dapat cucu, Nak?""Doain kita umi, Ken juga pengen segera nimang Dede bayi.""Umi selalu doain,""Terima kasih umi,"Sungguh, tiada doa semujarab doa ibu. Bismillah semoga terkabu
Lagi dan lagi Maya mengganggu kebahagiaan kami, aku tahu Ken curiga atas tingkahku yang tetiba pamit ke kamar mandi dengan membawa ponselnya. Dia hanya sedang menyembunyikannya dari ummi."Ummi pulang ya, Sayang.""Ken antar ya ummi," tawar Ken."Gak usah sayang, kasihan istrimu sendirian di sini.""Tak apa ummi, Tita biasa sendiri," sahutku, ummi tersenyum cantik sekali."Tuh, istrinya Ken itu selain cantik dan menggemaskan dia juga mandiri, ummi.""Iya ummi percaya, tapi ummi mau mampir ke rumah orangtuanya Tita dulu.""Ya gak apa-apa, atau sekalian saja Tita ikut yuk, Sayang.""Ide yang sangat bagus. Tita ganti baju dulu ya, Ummi.""Iya Sayang,"Bergegas aku masuk kamar untuk mengganti baju, Ken mengekor dari belakang setelah pamit juga pada ummi."Sayang, gak usah ngurusin hal yang gak penting ya," kata Ken memelukku dari belakang."Ganti nomor ya,""Iya Sayang, kamu yang pilihin deh nomornya sekalian tar pulang nganterin ummi.""Ok,"Ken mengecup rambutku mesra, aku mencoba melep