Menanggapi kalimat yang selalu diucapkan Kenzo tentang Maya sungguh membuatku sangsi, sebelum aku menikah dengannya aku harus tau dulu ada apa sebenarnya di antara mereka."Tita?" sapa seseorang saat aku di teras rumah membaca novel karya gadis bernama Syamsha Hawa. Aku terkesiap melihat siapa yang datang,Ibunya Maya.Tanpa aba-aba aku berdiri hendak meninggalkan dia, tapi ibu itu berkata"Jangan takut, saya tidak akan melukai kamu.""Ada perlu apa?""Saya hanya tidak ingin kamu seperti anak saya, berpikirlah sebelum kamu mengambil keputusan menikah dengan Kenzo.""Kenapa?""Saya hanya minta kamu berpikir ulang, permisi." Ibu itu pergi meninggalkan aku yang mematung tak mengerti apa maksud dari pernyataan ibunya Maya."Bu, tunggu." Aku mengejar dia dengan sedikit berlari."Jangan cari tau kenapa, saya tegaskan sekali lagi kamu harus berpikir ulang untuk menikah dengan Kenzo karena jika itu terjadi kamu akan menyesal seumur hidup. Demi Allah kalian tidak boleh menikah!""Ya tapi kenap
Abi menghela nafas, berat sepertinya beliau cerita. Aku masih menunggu kalimat demi kalimat yang akan dituturkan calon mertuaku itu. Dan aku masih terus berharap akan ada sebuah titik di mana itu akan jadi kunci cerita siapa Kenzo dan Maya."Kenzo itu bukan anak kandung kami." Duarr!!! seperti petir di siang hari, pernyataan itu menghantam pikiran yang sedang berada pada kegelisahan."Cerita macam apa ini, Bi, tolong jangan bercanda sama tita,""Gak, Nak, Kenzo memang bukan anak kami." Dengan sedikit tangis yang tertahan, umi menjelaskan bahwa itu semua benar. Hampir saja aku ambruk, tubuhku oleng. Kepalaku dipenuhi pernyataan yang membuat pertanyaan itu hampir terjawab. Tatapanku mulai berkunang, sakit sekali kepalaku."Kamu baik-baik saja, kan?" tanya Abi meraih tubuh lemasku yang hampir terkulai di sofa."Katakan itu tidak benar, Bi,""Maafkan Abi, Sayang. Itu kenyataannya."Sungguh, kalimat itu bak gada besar yang menghantam kepalaku tanpa ampun."Lalu? Ken anak siapa?""Anak seo
Kuambil daging ayam di kulkas, lantas kucuci bersih. Kenzo pura-pura sibuk membantu dengan memotong bawang merah dan putih."Mau diapain ayamnya?" tanyaku, takut selera dia berbeda denganku."Diperkosa," candanya, aku siap memukulnya pake alat masak. Dia menghindar berlari sambil teriak, "Umiii aku mau diperkosa sama Tita.""Husss, sembarangan kamu!" Aku benar-benar menjitaknya meski tak keras."Kalian berisik sekali sedang masakpun." Umi menghampiri kami di dapur."Ini loh, Mi, Ken jail terus.""Dih orang kamu yang mau perkosa aku,""Kenzoooo kamu tuh ya, dah sana biarkan Tita menyelesaikan masakannya." Umi memukul Ken pelan, kami terbahak. Semoga kemesraan ini akan tetap terus terjaga agar Ken tetap menjadi orang baik di mata umi dan Abi.***Nantisuatu hari nanti,akan ada titik temudi mana, jenuh mulai menghunilelah lelah mulai tiba,lalu kata usai di ujung tanduksuatu hari nanti,akan ada sebuah persimpangandi mana perdebatan-perdebatan mulai tak terselesaikanegois mengambi
Kenzo masih saja punya rahasia soal maya, belum sama sekali jujur. Baik, sepertinya aku harus lebih sabar lagi."Ken, boleh tau alamat maya?""Masih mau bahas dia?""Sebelum kita menikah aku ingin semua yang terjadi antara kamu dan maya sudah selesai.""Mulai pun tidak, apa yang mesti diakhiri?""Sayang, kemarin ibunya datang lagi ke rumah ...,"Ngiikkk, Ken mengerem secara mendadak. Aku kaget bukan main, hampir saja kepalaku terbentur."Sorry,""Aku turun, biar aku naik ojek saja. Assalamualaikum." Aku segera keluar dari mobil mewahnya. Tak mau aku ambil resiko, biar dia paham bahwa aku butuh kejujuran dia."Tita, plis jangan kayak anak kecil." Dia mengikutiku turun dari mobil.Aku mengabaikan dia, beruntung aku turun dekat pangkalan ojek dan aku segera memesan ojek itu."Berhenti, awas kalo lu berani pegang calon istri gue!""Masih calon, bos, ko rese. Lagian ini penumpang pertama gue."Buggk, kenzo meninju muka tukang ojek. "Kenzo!" "Turun kamu." Kenzo menarik tanganku paksa."Sa
Selepas sholat subuh, aku keluar mengirup udara yang masih segar belum berbaur dengan nafas orang-orang munafik.Tanpa sengaja aku melihat seorang ibu yang aku terka adalah bu indi. Dengan sedikit gontai langkahku kuatur sedemikian rupa, untuk bisa mengejar bu indi tanpa dia ketahui."Bu indi," sapaku. Ibu berpakaian warna biru muda itu melirikku. "Kenapa keluar jam segini." Dia malah memakiku."Ibu di sini ngapain?""Memastikan kamu sehat dan tidak terus memikirkan kenzo,""Mengapa ibu perduli, sedangkan anak ibu saja malah ibu biarkan terus mengejar kenzo.""Bukan urusanmu!""Akan menjadi urusan saya karena ibu sengaja mengintip saya, kenapa dan ada apa?""Saya permisi," pamitnya berlalu dengan motor yang sengaja berhenti di depan kami.Ada apa dengan dia, kenapa masih saja mengejarku.Ah, kenapa harus diawali dengan misteri pagi yang damai ini. Umi dan abi, ya jawabannya ada dengan mereka. Hari ini aku harus bisa memecahkan misteri ini. Kuambil sapu lidi, mencoba mengalihkan piki
Tepat pukul 8, aku sudah menunggu di jalan Abdul halim. Kuharap abi dan umi segera datang, sudah tak sabar aku menyimak semua cerita mereka."Assalamualaikum," sapa umi turun dari mobil avanza news."Waalaikumsalam."Umi mengajakku masuk ke kedai baso, biar santai kata abi. Abi memesan baso sesuai pesanan kami, aku suka baso tapi tak suka mie."Ko tita kayak abi ya gak suka mie," ujar umi membuka obrolan. "Selain mie, apa lagi yang kamu gak suka?" tanya abi."Tita gak suka pete, kalo bikin nasi goreng harus pake merica. Baso pun ini tita pake merica gak suka cuka." Umi hampir keselek mendengar jawabanku.Aku menyodorkan air mineral, "Minum Mi."Abi malah menatapku bukannya menolong istrinya."Ada apa, Bi?""Semua mirip abi," jawabnya masih menatapku seakan aku makhluk aneh."Kebetulan sekali ya, Bi.""Iya, Nak.""Ya sudah, ayo lanjut makan," seru umi. Aku mengangguk pun abi."Ken tau, kita ketemuan?""Gak, tapi dia tahu kita keluar. Kita cuma bilang mau refreshing sekalian silaturah
"Kamu bersedia jadi istrinya Ken, kan?" tanya umi lagi.Aku tak bisa menjawab, hanya senyuman yang aku haturkan pada umi. "Jangan sampai karena Ken bukan anak kandung kami, kamu jadi mundur ya Nak," seru abi."Bukan begitu abi, tita hanya butuh waktu dulu.""Buat?""Tita masih penasaran soal maya, ada apa dengan mereka.""Maksudnya gimana? Maya itu teman Sisi.""Iya, tita tau. Tapi maya masih saja terus mengejar Ken, makanya tita mau cari tau dulu tentang mereka.""Sayang, Ken sangat mencintai kamu. Seumur hidup baru kali ini kami lihat dia serius mencintai seorang perempuan, percaya sama umi ya nak."Dilema besar, sungguh. Belum aku ketahui sebenarnya bagaimana semuanya."Mengapa kamu jadi ragu?" tanya abi meraih tanganku. Ada getaran yang hebat ketika abi menggenggam tanganku. Entahlah, perasaan macam apa ini.Ada notifikasi pesan di ponselku, segera kubuka karena kulihat dari layar nama Kenzo tertera di sana.[Dimana?][Lagi di luar,] jawabku.[Aku susul, sharelok.]Aduh, bagaiman
"Tita Shanum," sapa Ken menepuk pipiku, aku terkesiap kaget. Aku melamun."Maaf, aku tadi lagi bayangin kita nikah." Astaga, konyol!"Cieee ... Sini peluk," goda Ken."Kenzo, jitak nih."Kenzo malah mencium pipiku, aku mencubit pinggangnya."Aku ikhlas mau dicubit sampe bengkak pun kalo buat cium kamu," ujarnya."Heh," tangkasku sambil kembali mencubit pinggangnya."Sini cium lagi," pintanya."Kenzooooooo ...," teriakku, kupukul juga lengan atasnya. Tanpa meringis dia malah tertawa."Kamu tuh gemesin." Dia menjawil pipiku.Alarm di ponselku berbunyi, tanda memo mengingatkan kalau hari ini dan jam ini ada janji."Astagfirallah, Ken, aku ada janji ketemu bu ustadzah Fitri.""Gak usah panik, yuk aku antar.""Alhamdulillah, ayok. Kita ke jalan Gatot Subroto ya tepatnya di mesjid agung.""Siap nyonya," katanya berdiri dengan tegap. Kenzo memang ganteng, putih tapi gagah. Apa mungkin bapak kandungnya juga ganteng, ya tuhan masih sempat mikir demikian aku ini."Silahkan tuan putri," seru Ke