"Si.. Siapa kalian?" Tanyaku gugup, sungguh aku merasa sangat takut sekali.
"Kamu tak perlu tau siapa kami, tugasmu disini hanyalah melayani kami berdua!" Pria itu mendorong tubuhku keranjang."Kamu disini di jadikan jaminan oleh Andrean, dia kalah taruhan, jadi kamulah bayarannya," Ujar lelaki yang satunya."Apa..!" Itu nggak mungkin, Andrean nggak mungkin seperti itu," Kataku, seraya meraih ponsel yang ada di atas nakas."Biarkan dia menelpon, paling mau menghubungi si Andrean." Ucap teman lelaki yang hampir mendekatiku.Aku mencoba menghubungi Andrean, namun nomornya tidak aktif. Aku jadi yakin, Andrean telah menjebakku."Sekarang kamu percaya kan, Andrean telah menyerahkan kamu malam ini untuk kita." Ucap pria itu."Bram, kamu duluan saja, biar aku jadi penontonnya!""Baiklah Pras!""Ayo sayang mari kita bersenang-senang!""Jangan! tolong aku, aku mohon jangan lakukan itu," Ucapku mengiba pada mereka."Jangan coba-coba menolak, kalau tidak ingin kita berbuat kasar padamu. Aku hanya ingin menikmati tubuhmu, bukan menyiksamu, jadi menurut lah! Kalau tidak, aku akan menyakitimu." ancamnya.Karena takut akhirnya aku hanya pasrah membiarkan Bram menikmati tubuhku, aku hanya bisa menangis pilu, sungguh aku tak menyangka Andrean bisa sekeji ini padaku.Aku keluar meninggalkan hotel tempat Andrean membawaku kemarin, entah kemana sekarang aku harus pergi. Aku berjalan tak tentu arah, hingga terdengar suara mobil berhenti di depanku. Rupanya aku hampir tertabrak, karena sedang kalut, aku tak menyadari kalau aku berjalan ditengah jalan."Kamu nggak apa-apa?" Tanya seorang wanita yang keluar dari mobil tersebut."Aku tidak apa-apa," jawabku."Sepertinya kamu sedang ada masalah? "Kalau mau pulang, nanti saya antar, mau kan?" tanya wanita itu."Aku nggak tau mau kemana Mbak, aku bingung!" Ucapku."Apa kamu mau ikut pulang bersamaku? "Untuk sementara kamu bisa tinggal di rumahku. Kenalin, namaku Mayang, panggil saja Mbak Mayang." Ujarnya."Aku Ayyara Mbak." Balasku.Karena tak punya tujuan akhirnya aku memilih untuk ikut mbak Mayang kerumahnya."Ini rumahku Ara, aku hanya tinggal berdua dengan ART, suamiku kerja di luar kota, pulangnya sebulan sekali. " Ra, kalau Mbak boleh tau, kamu sepertinya sedang ada masalah? Ceritakan sama mbak, siapa tau mbak bisa bantu?" Ucapnya.Apa mungkin aku harus menceritakan semua kejadian yang kualami sama mbak Mayang."Ara sepelik apapun masalahmu, kalau kamu mau bercerita setidaknya itu bisa membuatmu sedikit lega,""Mbak benar, Ara akan cerita semua sama Mbak," Ucapku.Kemudian kuceritakan semua kejadian yang menimpaku, semuanya tanpa terkecuali, aku tak dapat menahan rasa sakitku ketika kuceritakan semua pada mbak Mayang, air mataku jatuh bercucuran. "Tega sekali pacarmu itu Ra. Orang seperti dia seharusnya di beri pelajaran." ucap Mbak Mayang geram. "Ara, apa tidak sebaiknya, kamu pulang ke orang tuamu?" "Tidak Mbak, mereka sudah tidak perduli padaku,""Baiklah, untuk sementara, kamu boleh tinggal disini,"Mendengar perkataan mbak Mayang aku merasa senang, untuk sementara mungkin lebih baik aku tinggal disini, aku tidak mau ketemu Andrean lagi.Seminggu berlalu, sejak kejadian itu, aku tinggal di rumah mbak Mayang, setiap hari mbak Mayang kerja, aku hanya diam dirumah."Mayang belum pulang Mbak?"Degh.Jantungku berdetak kencang, suara itu, sepertinya aku tidak asiing. Karena penasaran kucoba menoleh, "Itu kan lelaki yang waktu itu, ya Tuhan kenapa dia ada disini.""Ara, ini mas Bram, papanya Alvin," ucap Mbak ART itu.Lelaki itu terkejut melihatku, sama seperti aku juga tadi terkejut melihatnya. Namun aku mencoba bersikap biasa, seolah-olah aku tak mengenalnya."Aku Ara mas, sepupunya mbak Mayang,"Pesan mbak Mayang, kalau nanti papanya Alvin pulang, aku harus mengatakan, kalau aku sepupunya, supaya suaminya tidak melarangku, tinggal di sini."Aku Bram. Selamat datang ya, semoga kamu betah tinggal disini." Ucapnya dengan tatapan yang sulit diartikan, mungkin dia tak suka aku disini atau justru dia malah senang aku disini. Entahlah, lelaki yang bernama Bram itu, lelaki yang telah menjadikanku pelampiasannya, dan itu ternyata suaminya mbak mayang. Ya Tuhan, orang sebaik mbak Mayang, kenapa harus punya suami brengsek seperti mas Bram, batinku.Aku segera berlari masuk kekamar, pikiranku kacau, aku takut bila aku terus disini, pasti Bram akan mengulangi perbuatannya, atau kalau tidak dia pasti akan mengatakan pada Andrean kalau aku berada disini. " Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Aku harus segera pergi dari sini secepatnya," Saat kubuka pintu hendak keluar, aku dikejutkan oleh mas Bram, yang sudah berdiri dibalik pintu, dengan tatapan mata yang tajam."Kamu mau kemana?""Maaf mas, aku mau keluar sebentar," Ucapku seraya menunduk."Kamu jangan coba-coba kabur, kalau tidak mau, aku laporkan pada Andrean!"Mendengar ucapannya hatiku terasa hancur, baru saja aku merasa aman, sekarang bahaya besar malah mengancamku. Ibarat peribahasa, keluar dari kandang harimau, masuk ke mulut buaya, itulah nasib yang kini menimpaku."Mas, biarkan aku pergi, tolong jangan ganggu aku lagi!" Ucapku mengiba."Kalau mau aman tetap disini!"Mas Bram mendorongku masuk kembali kekamar , kemudian dia mengunci pintu."Mas, aku mohon tolong biarkan aku pergi," Pintaku."Kamu akan lebih aman disini, aku janji aku takan memberitahu pada Andrean, asalkan kamu mau melayaniku!"Mas Bram kembali melakukan aksinya, sebisa mungkin aku meronta, agar jangan sampai dia menyentuhku. Namun apalah dayaku, kekuatan mas Bram jauh lebih besar, dan dia melakukannya lagi.Aku hanya bisa menangis, merasa jijik dengan diriku, aku benci dengan keadaanku, aku harus segera pergi dari sini secepatnya."Pakai bajumu! rapikan kembali tempat tidurmu! Ingat! bersikaplah biasa saja, aku nggak mau sampai Mayang curiga," Ancam Bram, sebelum keluar dari kamar.***"Ara, kamu didalam kan?"Kudengar suara mbak Mayang memanggilku."Iya Mbak, maaf aku ketiduran.""Kamu sudah bertemu mas Bram kan?" tanyanya."Iya Mbak, sudah, tapi sepertinya mas Bram keluar lagi mbak,""Iya tadi mas Bram telepon, katanya lagi di rumah temannya, ya udah kamu lanjut istirahat aja, mbak mau mandi dulu!" "Maafkan aku mbak, karena suamimu aku jadi berbohong padamu." ucapku dalam hati.Setelah malam tiba, aku menunggu waktu yang tepat, untuk segera pergi dari rumah ini, aku menunggu sampai mbak Mayang dan mas Bram tidur."Sepertinya mereka sudah tidur, aku harus secepatnya pergi dari rumah ini," gumamku.Aku berhasil keluar rumah, tanpa ketahuan. Aku berjalan menyusuri jalan, entah kemana aku harus pergi. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara sepeda motor, berhenti tepat di depanku, dan aku sangat terkejut melihat orang yang kini berada di depanku. "Akhirnya, kita bertemu lagi,""A.. Andre kamu...?"Aku sangat terkejut ternyata orang di depanku adalah Andre."Kemana aja kamu Ara?"Plaak."Aku tidak menyangka Ndre, kamu tega menjadikan aku taruhan, dasar laki-laki bia*ab, aku tak sudi ketemu kamu lagi."Aku berlari pergi meninggalkan Andrean, aku benar-benar muak melihat lelaki itu."Ara tunggu!"Andrean berhasil mengejar ku, dan mencengkeram tanganku."Berani kamu pergi dariku, maka aku tak segan untuk mengirim video kamu, bersama kedua temanku waktu itu, ke orangtuamu." ancam Andrean.Deg. Mendengar ucapan Andrean, jantungku serasa berhenti."Kamu mengancamku Ndre, setelah semua yang kamu lakukan padaku, apa kamu tidak puas!" Bentaku pada Andrean."Sudahlah Ara, ikut aku sekarang, atau video ini aku kirim ke orangtuamu!" Ancamnya seraya menunjukan video menjijikan itu.Terpaksa aku mengikuti kemauan Andre, aku tidak mau kalau Andre benar-benar mengirim video itu ke mama dan papaku, aku tak mau mereka kecewa."Aku akan ikut kamu Ndre, tapi kamu harus janji,
"Bagaimana keadaanmu?" tanya seorang pria berbaju putih."Apa yang kau ingat?" Tanyanya lagi."Aku tidak ingat apa apa," Jawabku."Syukurlah, kamu sudah sadar?" seorang wanita cantik berambut panjang, mendekat ke arahku. "Siapa namamu Dek," tanyanya. Aku hanya menggeleng pelan."Bagaimana ini Dok?" Tanya wanita itu lagi."Mungkin karena benturan keras di kepalanya membuat amnesia, tapi itu sifatnya sementara.""Jadi aku kenapa Dok?" Tanyaku bingung."Kamu mengalami kecelakaan, karena benturan di kepala membuat kamu amnesia," Tegas wanita itu."Untung saja kandungan kamu tidak apa-apa," Ucapnya lagi."Ya sudah, saya permisi dulu," Ucap pak Dokter seraya berlalu pergi."Apa aku sedang hamil kak?" Tanyaku bingung."Iya, kamu sedang hamil. Dokter bilang, usia kandungan kamu baru empat Minggu.""Namaku Ayunda, panggil saja aku Kak Ayu, kamu tertabrak mobilku saat di jalan, aku yang membawamu kesini. Karena kamu belum ingat apapun, aku akan membawamu pulang, untuk sementara aku panggil
"Katakan, apa syaratnya sayang?" Evan tersenyum menyeringai. "Aku minta, hutang kak Ayu lunas." "Baiklah sayang. Aku bebaskan hutang Ayu. Ayolah!" Evan menarik tanganku, sepertinya dia sudah tidak sabar. "Tunggu! Aku mau buat surat perjanjian, aku tidak mau kamu menagihnya kembali, di lain hari," pintaku. "Haah, baiklah. Kamu siapkan segera suratnya. Aku segera menyiapkan surat itu, sampai selesai. "Evan, kamu tanda tangan disini!" tunjukku pada selembar kertas yang sudah tertera materai. "Sudah kan sayang. Sekarang kita bersenang senang," ujarnya. "Simpan ini Kak!" Aku menyerahkan surat perjanjian itu. Kak Ayu menerimanya dengan berurai air mata. ***"Dinda kamu sudah siap?"Aku yang baru selesai berhias bergegas menghampiri kak Ayu."Sudah kak, ayo kita berangkat sekarang!"Begitulah kehidupan yang aku jalani saat ini, menjadi pemuas nafsu para lelaki hidung belang, entah berapa lelaki yang telah menyentuh tubuhku, dan entah sampai kapan ini semua akan berakhir
"Papa?" ucapku dalam hati.Ya Tuhan, ternyata, kak Ayu, mengajakku bekerja, di tempat papaku sendiri. Aku tidak tahu, karena dulu kantor papa tidak di dini. Entah sejak kapan papa pindah kantor? berbagai pertanyaan ada dalam benakku. "Ayyara, syukurlah, kamu baik baik saja," Papa menatapku haru. "Maaf Om, nama saya Dinda, bukan Ayyara." sebisa mungkin, aku berpura pura, tidak mengenal papa. Jujur aku masih belum siap, kalau papa tahu aku hamil di luar nikah. Aku takut papa tidak mau menerimaku lagi. "Ayyara, maafkan Papa. Pulanglah Nak, papa tidak punya siapa siapa lagi," papa masih dengan keyakinannya.Aku yang bingung, menatap kak Ayu, sambil menggeleng. "Om, dia adik saya, namanya Dinda." ucap kak Ayu. Papa kembali menatapku, dari rambut hingga ujung kaki. "Maaf ya, aku kira kamu Ayyara. Kamu memang sangat mirip dengannya. Bedanya , hanya warna rambut dan penampilannya saja," "Iya Om, tidak apa apa," sahutku.Aku melihat rautnya sangat kecewa. "Maafkan aku Pa," ucap
"Andrean...? Kenapa harus dia, lelaki yang di sukai kak Ayu? jangan-jangan Andrean sudah tau aku disini, dia sengaja mendekati kak Ayu karena diriku. Mungkinkah Andrean akan mengajakku pulang kembal? tidak, aku tidak mau, tapi apa yang harus aku lakukan? sepertinya Andrean takan membiarkan aku tenang." gumamku.Ting!Notifikasi pesan masuk terlihat di ponselku, dari nomor tak dikenal.Segera kubuka dan membacanya.[ Ayyara temui aku sekarang! kalau tidak nyawa Ayu jadi taruhannya ]Andrean, ini pesan dari Andrean, iya aku telah menghapus nomornya waktu itu.Satu Pesan kembali masuk.[ Sudah kubilang jangan pernah lari dariku. Kemanapun kamu pergi, pasti aku dapat menemukanmu ][Aku tunggu kamu di rumah, sekarang juga ]Ya Tuhan, Itu Andrean. Apa salahku padanya, apa dia tidak puas telah menghancurkan aku. Dan kak Ayu, aku tidak mau kak Ayu kenapa-kenapa, biarlah aku datang saja menemui Andrean."Andre..buka pintunya Ndre!" Teriakku kencang. Aku takut terjadi sesuatu sama kak Ayu."Ba
Ya Tuhan untung saja ponsel Andrean tertinggal, dan tak dikunci, jadi aku bisa tahu rencana dibalik penyanderaan ini.Kulanjut baca, pesan berikutnya, dengan tubuh bergetar. Aku benar benar merasa takut.[ Ingat, jaga dia baik-baik, jangan sampai keguguran, nanti kalau dia hamil sudah besar, kita bawa dia ke hadapan Bagas., Aku ingin si Bagas yang sombong itu, menanggung malu karena aib anaknya, yang hamil diluar nikah ]Sampai di sini, aku sudah paham. Ternyata tujuan orang itu, ingin mempermalukan papaku. Aku tidak akan biarkan itu terjadi, aku lebih baik mati daripada mencoreng nama baik orangtuaku.Ting.Satu pesan datang lagi.[ Ingat! Jangan sampai video itu kamu hapus, aku ingin semua orang tau, kalau anaknya hamil bukan karena satu orang, tapi dua orang sekaligus. Pasti dia sangat shock dan malu, kalau tau anaknya, jadi gadis yang nakal dan liar ]Setelah kubaca pesan itu, aku jadi tau, kejadian dihotel yang katanya aku bahan taruhan, ini sebagian dari rencana orang yang i
"Mas berhenti Mas! Coba lihat itu! Ada yang mau bunuh diri!" Teriak Hani istriku, seraya menunjuk ketepi jembatan.Aku yang sedang fokus menyetir, segera menghentikan mobilku, saat kulihat seorang perempuan, sudah naik dipagar pembatas. Aku segera berteriak memanggilnya. Hai, apa yang kamu lakukan? Cepat turun!" Teriakku kencang. Namun rupanya orang itu tak mendengarnya.Tiba tiba saja kulihat dengan mata kepalaku sendiri, perempuan itu, menjatuhkan dirinya kedalam sungai, yang berada dibawah jembatan. Mau apa lagi, kalau bukan untuk bunuh diri."Apa yang kamu pikirkan Mas?! Cepat segera tolong dia!" teriak Hani.Seketika aku tersentak, segera aku keluar dari mobil, bersama Hani.Tin.Tin.Tin.Kudengar dari belakang pengendara mobil yang lain, berteriak."Woy jalan!""Nggak tau macet apa!" teriak para pengendara lain."Maaf Mas, ada orang bunuh diri, lihat itu!"ucapku seraya menunjuk kebawah jembatan.Kudengar istriku, berteriak -teriak minta tolong, aku mencoba turun kebawah untuk
"Dek, kalau boleh tau, nama kamu siapa?"Tanya Hani setelah duduk disamping gadis itu. "Namaku Ayyara kak?"sahutnya lemas."Aku Hani. Itu,suamiku, namanya Mas Aditya," Ujar Hani seraya menunjuk kearahku.Aku hanya tersenyum melihat gadis itu menatapku. Ada rasa iba dihatiku, kenapa gadis secantik itu, sampai frustasi, hingga ingin mengakhiri hidupnya. Entah apa masalah yang sedang dihadapinya.Aku segera mendekati gadis itu. "Ayyara, bagaimana, kalau kamu pulang kerumah kami saja?"ucapku pelan."Iya Ra, kamu ikut kami saja ya, mau kan?" ujar Hani."Tapi kak, aku..."Ayyara, kalau kamu ada masalah, nanti bisa ceritakan pada kami ya. Sekarang bersiaplah, kita akan segera pulang," sela Hani, membujuk gadis yang bernama Ayyara itu.Setelah Ayyara setuju, kami pun segera membawanya pulang. Sepanjang perjalanan Ayyara hanya terdiam, ada banyak yang ingin kami tanyakan, tapi mungkin nanti saja, kalau sudah nyampe rumah."Nah Arra, ini rumah kami. "Masuk yuk!" Hani mengajak Ayyara masuk.***
"Mas, aku takut,""Arra bertahan ya?"Samar kudengar suara mas Adi, namun perlahan menghilang."Arra bangun sayang, kamu pasti kuat sayang."Kudengar pelan suara mas Adi. Perlahan kubuka mata ini, kurasakan tangan mas Adi menggenggam tanganku, kutatap wajahnya, ada raut sedih disana, ada air mata menetes dipipinya."Mas." panggilku lirih."Arra, kamu sudah sadar sayang."Mas Adi mencium tanganku lembut."Apa yang terjadi Mas? apa kandunganku baik baik saja?"Kali ini, aku sudah tak merasakan kram diperutku, apa jangan jangan, tidak aku tak mau itu terjadi."Sayang, kandungan kamu baik, anak kita baik baik saja Ra.""Tapi..."Tapi apa Mas?" Mas Adi menggantung kata katanya, membuatku jadi panik."Tapi, kamu kenapa curang, nggak kasih tau Mas, dari kemarin kemarin."Mas Adi tersenyum seraya membelaiku sayang."Maksud kamu apa Mas?"Mas Adi membuatku bingung."Dokter bilang, usia kandungan kamu sudah lima minggu, tapi kok baru kasih tau Mas kemarin."Ucap mas Adi, sambil mengacak acak r
Drrrrrtttt.Kudengar posnselku berbunyi saat berada dikamar mandi."Ra, ada telepon dari om Andri nih?" Ucap mas Adi dari balik pintu."Sebentar Mas!"Om Andri telepon? Pasti ada yang penting. Jangan-jangan, ini soal penyelidikan itu. Apa om Andri sudah berhasil, menyelidikinya, dan sudah tahu siapa orang itu?"Mana Mas?" Mas Adi memberikan ponsel yang dipegangnya padaku."Hallo Om." sapaku ramah."Arra, Om sudah mengetahui siapa orang itu." Ucap Om Andri dari seberang sana."Serius Om?"Mendengar yang om Andri katakan, aku sangat senang. Sebentar lagi, aku akan melihat wajah orang yang menghancurkan hidupku melalui Andrean."Sekarang dia sudah Om sekap dirumah." Ucap om Andri tegas."Apa Om! Disekap?"Aku masih bingung dengan maksud om Andri."Iya Ra, kamu segera kesini ya!""Iya Om, sebentar lagi Arra kesitu."Berarti om Andri telah menangkapnya, tapi kenapa tak langsung membawanya kekantor polisi. Apa om Andri ingin aku melihatnya dulu. Tapi siapa sebenarnya orang itu? aku jadi pe
"Ada apa Mas?"Mas Adi hanya melirikku saja, aku jadi takut, jangan jangan terjadi sesuatu sama papa."Papa Ra.""Papa kenapa Mas?" Mas Adi malah tersenyum, aku jadi bingung dibuatnya."Kok malah senyum sih Mas." Aku jadi kesal dibuatnya."Kamu tuh, orang Mas belum selesai ngomong, udah main potong aja. Tadi yang telepon Papa, Papa bilang sekarang lagi kerumah Nenek, Papa lagi jemput Mama."Kali ini mas Adi sepertinya serius."Yang bener Mas?" "Iya sayang, kamu nggak usah panikan kenapa?"Ujar mas Adi sembari mengacak rambutku.Mendengar kata kata mas Adi, aku merasa bahagia sekali, aku senang karena papa baik baik saja. Lebih senang lagi, karena papa sedang jemput mama, sebentar lagi, keluarga kecilku dapat berkumpul kembali, aku sudah tak sabar, ingin melihat mereka bersatu kembali."Mas, kita sarapan yuk!"Karena panik, memikirkan papa, aku sampai lupa untuk sarapan, kasihan mas Adi, pasti sudah sangat lapar."Yuk!" mas Adi seperti sangat bersemangat."Maaf ya Mas, gara gara aku,
Drrrtttt....Kudengar ponselku berdering, tapi aku biarkan, karena mata ini masih terasa ngantuk, enggan meraih ponsel yang berada disamping Mas Adi. Aku kembali hampir terlelap, saat kudengar bunyi ponselku untuk kedua kalinya. Siapa sih, masih pagi begini sudah telepon, mengganggu saja. aku menggerutu kesal.Segera kuberanjak dan kuraih ponselku.Ahh mati, biarin lah, nanti juga kalau penting telepon lagi.Ting.Sms masuk. Segera kubuka isi pesan itu, takutnya penting.[ Ra, ini Om, Orang orang Om, melihat orang yang mencurigakan, didepan rumahmu ]Ting.Kali ini pesan berbentuk Video.Kulihat dengan jelas, ada orang yang sedang berusaha memanjat pagar rumahku, tapi sayangnya, wajahnya tak terlihat jelas, karena memakai masker.Ting.Satu lagi pesan video masuk, kulihat diluar pagar, ada sebuah mobil dan seorang wanita, sepertinya sedang mengawasi tempat sekitar, tapi sayangnya wanita itupun memakai masker, tapi sepertinya aku hapal gerak geriknya.Ting.[ Sekarang Seno dan Joko, se
Saat om Andri membuka pintu, tiba tiba seseorang dibalik pintu menghajar om Andri, hingga terpental kebelakang.Om Andri babak belur, dihajar dua orang berpenampilan seperti preman."Arra kamu baik baik saja sayang?"Kudengar suara orang memanggil."Mas Adi!"Mas Adi memelukku dan membawaku keluar."Handi cepat lapor polisi, sebelum bajingan ini kabur!"Perintah mas Adi, pada orang yang bernama Handi.Sebelum orang itu menghubungi polisi aku harus mencegahnya."Tunggu!" teriakku pada orang yang bernama Handi."Tolong jangan lapor polisi!" Aku tak mau om Andri masuk penjara, gara gara kesalahan pahaman ini."Kenapa Ra? Orang seperti itu pantas membusuk dipenjara." Ujar mas Adi terlihat kesal.Wajar saja, karena mas Adi mengira, kalau om Andri adalah penyebab keluargaku hancur. "Mas, ini cuma salah paham saja. Om Andri bukan orang yang telah menyuruh Andre untuk menyakitiku.""Apa?""Iya mas, Ayo masuk dulu, biar Arra jelaskan.""Mas, om Andri ini adiknya Papa. Memang dia yang telah m
Sayup sayup kudengar orang yang sedang berbicara."Bagaimana ini Bos? dia nggak sadar sadar, apa tidak sebaiknya kita bawa kedokter saja?" Sepertinya itu suara orang yang bernama Seno."Jangan! Aku tak mau ditangkap polisi lagi. biarkan saja dia, kita tunggu sebentar lagi, semoga dia cepat sadar," Sahut om Andri.Perlahan kucoba membuka mata, kulihat ada om Andri dan Bang Seno.Sepertinya aku tertidur disebuah kasur empuk, aku mencoba untuk bangun, dengan kepala yang masih sedikit pusing. Kulihat lagi disekelilingku, aku bukan lagi berada disebuah gudang, yang berisi barang barang bekas. Sepertinya aku berada disebuah kamar, yang layak untuk ditempati."Kamu sudah sadar?"Kulihat om Andri duduk disampingku."Om, kenapa menolongku? kenapa tidak biarkan aku mati saja."om Andri hanya diam, kemudian beranjak dari duduknya."Ayo keluar!"Perintahnya pada bang Seno, om Andri berlalu diikuti bang Seno.Aku baru ingat, saat aku digudang, aku merasa pusing dan tubuhku ambruk, mungkin aku pin
Karena lapar, akhirnya, aku menyantap makanan, yang di berikan, oleh pria tadi. Aku habiskan hinga tak tersisa. Ya, aku butuh tenaga, untuk melawan orang yang tega, telah menghancurkan keluargaku.Sebenarnya kalau aku mau, aku bisa saja, kabur dari sini, tentu saja dengan melukai pria tadi, seperti yang kulakukan pada Andrean. Bukan perkara sulit, karena disini kulihat banyak kayu kayu, juga ada beberapa potongan potongan tiang besi, yang bisa aku gunakan. Namun itu tak kulakukan, karena aku masih penasaran dengan rupa orang yang telah menghancurkan keluargaku, sekalipun aku harus mati ditangannya, aku tak perduli."Hai, bangun!"Aku tersentak saat kudengar suara orang membangunkanku. Rupanya aku tertidur, karena kekenyangan. Aku tak mendengar suara pintu dibuka, tiba tiba saja, kulihat sudah ada orang berdiri dihadapanku."Ayyara, apa kabarmu?"Seseorang berperawakan tinggi kurus, kira kira berusia tak jauh dari papa, menyapaku. Aku yakin inilah orang yang, telah menyuruh menculikku.
"Jangan sekarang Arra. Mama kamu, masih dalam bahaya," ujar papa. "Maksudnya bagaimana Pa?" Aku tak mengerti, dengan yang papa katakan. "Orang yang tidak ingin, kita selalu bersama, pasti akan melakukan, segala cara, untuk menghancurkan kita, termasuk juga, dengan menyakiti mamamu," tegas papa. "Baiklah Pa, Arra mengerti," Mungkin, yang di katakan papa, ada benarnya. Lebih baik, aku biarkan mama di rumah nenek, untuk sementara.Setelah waktu berkunjung habis, aku langsung berpamitan pada papa. Sebenarnya, banyak yang ingin kuceritakan sama papa, tapi karena waktunya yang terbatas, aku hanya bicara secukupnya saja."Pa, Arra pulang dulu ya, besok kalau Arra sempat, kesini lagi! Papa mau dibawakan apa Pa? Biar nanti, Arra beliin."Papa menatapku dan tersenyum."Papa tak ingin apa apa Nak, yang Papa ingin, kita bisa berkumpul lagi seperti dulu."Ucapnya sembari mengelus rambutku."Itu pasti Pa, Papa yang sabar ya, Mas Adi sedang mencari bukti bukti kalau Papa tidak bersalah!" Ujark
Dengan nafas yang masih terengah, aku mengajak mas Adi masuk. Kali ini, mas Adi menurut. Aku langsung menuju kamar diikuti mas Adi. Ku tutup pintu kamar rapat rapat, lalu ku kunci dari dalam. Mas Adi yang melihat tingkahku mungkin merasa heran."Kamu kenapa sayang?"Kubenamkan wajahku dipelukan mas Adi."Aku takut Mas.""Kamu nggak usah takut Ra, aku ada bersamamu. Tenanglah, sekarang ceritakan padaku, apa yang terjadi sebenarnya?"Mas Adi membelai rambutku sambil terus memelukku. Kutarik nafas panjang, kuhembuskan perlahan, aku merasa sedikit tenang sekarang."Mas, tadi aku ketemu mbak Jum, dan mbak Jum bilang aku harus hati hati,""Mbak Jum siapa Ra?" tanya mas Adi.Aku ceritakan semua ke mas Adi, tentang mbak Jum, yang mengatakan telah mendengar pembicaraan dua orang yang tengah mencari ku."Mas, apa yang harus aku lakukan? apa aku harus merasakan ketakutan seperti ini terus,"Aku menangis terisak dipelukan mas Adi."Ra, kamu yang tenang ya, aku akan berusaha sebisa mungkin untuk m