🔥🔥🔥 “Gadisnya meringkuk. Kedua tangan dan kakinya terikat. Mulutnya juga ditutup kain. Marco matanya yang membelalak seakan itulah akhir hidupnya. Ia segera meraih gadisnya menuju permukaan air. Ketika Marco berhasil mengambil nafas ke permukaan untuk dirinya. Gadisnya terkulai. Kedua mata yang tadi sempat ditangkapnya di bawah air juga sudah turut menutup.”
***
Ini kali kedua hidupnya terasa di neraka meski sebetulnya bukan panas neraka yang kini dirasakannya. Marco duduk membungkuk di kursi ruang tunggu unit gawat darurat.
Dalam situasi seperti ini, biasanya merokok adalah obat manjur untuk melepas ketegangan yang tengah mengikat kepalanya. Tapi, beranjak satu senti dari kur
***Tepat hari ketiga kondisi Isa sudah stabil dan dokter menyampaikan perawatannya bisa dipindah ke ruangan biasa. Meski demikian, Teresa memutuskan untuk memindahkan perawatan homecare intensif ke rumah. Dengan dua perawat pribadi dan dokter yang akan selalu siap sedia.Kondisi Isa masih belum sadar dan dalam kondisi koma.Marco memasuki ruangan menuju ranjang kubikel khusus pasien. Walaupun tidak lagi ada ventilator yang membantu saluran pernafasan Isa, selang oksigen masih menempel di kedua lubang hidungnya.***“Ini hari kelima. Kau masih belum bangun juga, Princess!”
*** 💚Marco POV💚 Hari Ketujuh. Kau masih bertahan dalam tidur panjangmu, Princess. Marco meraih tangan gadisnya dan mengecup punggung tangannya. Apa kau merasakan kecupan ini? Ia lalu membelai dahi Isa yang dipenuhi bulir keringat. Tubuhnya mulai menggigil. Saat pertama kali Marco melihat seluruh tubuh Isa menggigil hebat, dalam kekalutannya ia memanggil perawat. Perawat menjelaskan menggigil merupakan reaksi normal ketika seseorang sedang mengalami peradangan apalagi jika disertai demam. Melihatnya terbaring dan belum sadarkan diri, membuat dadanya perih. Apa kau mendengar jeritan hatiku, Isa? Bisakah kau segera bangun dan kembali pulang untukku?
***Brak! Pintu kamar yang tidak bersalah itu dibanting dengan kasar oleh Marco. Rahangnya mengeras dan kedua tangannya mengepal menahan amarah yang menggelegak di dada. Andai benda itu bisa berteriak mungkin gaungnya akan tembus sampai ke ujung jalan.Sial*an! Rage! Rage! Rage! Gadisnya membela Si Manusia Gua sampai sebegitunya! Tapi, mengapa ia memanggilnya Si Bodoh-Tidak Bersalah-Jangan Sakiti Dia Marco! Damn*it! Marco menggerutu dalam hati dan matanya nyalang mencari sasaran lain untuk beradu tinju. Sayang sekali, ia tidak berpapasan dengan satu pun anak buahnya.Marco bergegas menuju mobil Benz G-Class berwarna hitam kesayang
💚💚💚 Meninggalkan gadisnya dan memutuskan untuk terus melangkah dari ruangan lak*nat itu membutuhkan kekuatan super yang tidak pernah terbayang ada di dalam dirinya. Bagaimana bisa-bisanya ia mengucap 'selamat tinggal' pada gadis yang membuatnya hampir gila setengah mati? Apa tadi hanya kemarahan sesaat karena Isa datang menyusul dan tidak mematuhi ancamannya? Apa ini adalah kekecewaan yang harus diterimanya bahwa ia adalah pilihan kedua? Atau bahkan sebetulnya ia tidak pernah menjadi pilihan untuk gadisnya? *** Seminggu kemudian setelah kejadian di Ruang Interogasi... Brak! Brak! Brak! "Marco, aku tahu kau didalam. Cepat buka pintunya!"
*** Marco mengerang pelan, bibirnya menyambut Isa. Ia menyelipkan tangan di antara rambut gadisnya yang lebat, meraih tengkuknya dan menciumnya lebih dalam. Gadisnya cekikikan. "Tuan Serigala, sudah tidak marah?" Setelah beberapa saat, Marco lalu meraih gadisnya ke dalam pelukannya dan membaringkannya ke bantalnya. Ia sendiri berbaring di sampingnya, menatap gadisnya hangat dan seluruh tubuhnya memancarkan aroma vanilla yang bersumber dari gadisnya. "Setelah serangan fajar yang kau lakukan semalam, Princess?" Marco menggeleng dan membelai bahu polos Isa dengan bibirnya. Astaga, kenapa minggu lalu ia sombong sekali dan pergi meninggalka
*** Marco sudah kembali ke rutinitas pengawalannya hampir dua minggu berjalan setelah kunjungan dini hari gadisnya. Isa berhasil menariknya pulang dari peraduannya yang nyaman di pinggir pantai. Kenapa Isa sulit sekali ditolak? Mengapa aku mudah sekali diperdayai Tuan Putri itu? Marco menertawakan dirinya sendiri. Be gentle, Marco! Isabella Reyes Rivera bukan perempuan kebanyakan yang akan menangisi kepergianmu hanya karena hal sepele. Menarikmu kembali di sampingnya merupakan hal romantis yang bisa kau bayangkan tentang apa yang dapat dilakukan oleh seorang perempuan berbahaya pewaris kartel. Hargai semua waktumu bersamanya!
*** Marco mengikuti bayangan Isa yang menghilang dari balik pilar. Ia sempat berharap, gadisnya akan menoleh ke belakang dan menatapnya balik. Meyakinkan diri bahwa keributan yang terjadi diantara mereka tidak pernah terjadi. Lagipula apa pentingnya si Rage Gila untuk Isa? Mengapa gadisnya membelanya mati-matian dan pasang badan untuk membela si Raksasa Jaha*nam itu? "Zay, kau akan menemaninya pulang ke Apartemen?" Marco berpapasan dengan Zayden di lorong. "Aye, Boss." "Jaga dia, untukku." Begitu perintah Marco pada adiknya. "Pasti, brother!"
💚💚💚 "Baby." Marco memasuki kamar Isa yang gelap. Berjingkat pelan seperti pencuri yang masuk ke rumah tetangga dan hendak mengambil sesuatu yang bukan miliknya. Marco berkilah, Isa adalah miliknya dan malam ini ia akan mengambil sesuatu seperti malam-malam sebelumnya. Seringai menghiasi wajah letih Marco tapi tidak dengan hasratnya yang menggebu. Tidak biasanya, Isa tidur berselimut lengkap seperti ini. Begitu pikir Marco ketika mendekati sisi ranjang tempat peraduan Isa dan dirinya beberapa malam terakhir.
PS: Part ini full dari sudut pandang Isa saat Marco menyatakan cinta. Extra Part untuk menjelaskan mengapa Isa alergi dengan tiga kata ajaib dan menolak pernyataan cinta Marco.***Seharian ini, Marco terlihat aneh. Ketika Isa menangkap pandangannya, Marco lalu akan mengalihkan tatapannya ke arah lain. Bergurau dengan adiknya. Meski tidak lucu. Tapi, itulah yang menarik dari Marco. Kau akan ikut tertawa dengannya.Pasti ada yang sedang disembunyikan lelaki di hadapannya! Jika Isa bertanya langsung, tentu Marco akan mengelak. Lagipula, kalau ada sesuatu yang penting ia akan langsung menjelaskan padanya tanpa perlu diminta."Kapan kau akan pulang, Zayden?" Marco mengangkat alisnya.Ini adalah pertanyaan ketiganya dalam dua jam
***Hampir menuju petang, akhirnya Marco bisa mengusir pulang adik bungsunya keluar dari rumah. Zayden kadang suka lupa diri kalau Marco dan Isa memiliki ruang privatnya sendiri.Ketika Isa memutuskan untuk mandi, Marco menyiapkan kejutan yang sudah disiapkannya semalaman.Untuk mengalihkan perhatian Isa sementara, Marco menyiapkan bath tub yang sudah dipenuhi air hangat dan aroma coklat kesukaan gadisnya. Rencana petang ini hampir batal karena Zayden menolak beranjak dan terlihat masih betah dirumahnya. Sia*lan!Marco tidak lupa menyetel sederet playlist agar Isa nyaman menikmati waktunya didalam. Bahkan, ia sempat mengunci kamar mandi dari luar saking paniknya kalau-kalau Isa menyelesaikan sesi berendamnya dan kel
***Bagaimana seseorang memandang kekuasaan menjadi menarik ketika Marco menggandeng tangan Isa memasuki ruangan luas ini.Marco merasa ia menjadi lelaki paling berkuasa di ruangan ini.Tepat, dia, Marco Fox, Sang Pengawal Pribadi Tuan Putri. Lelaki terpilih itu. Lelaki yang mengamit jemari sang Tuan Putri untuk mengantarnya menuju singgasananya.Malam ini Isa mengenakan setelan bodysuit berbahan sintetis kulit berwarna hitam yang mencetak tubuh ranumnya. Atasan yang membalut tubuhnya hanya waistcoat dengan belahan dada yang sangat rendah. Perhiasan choker berlian menghiasi lehernya yang jenjang. Dengan heels yang cukup tinggi, Isa nampak nyaman dengan pakaian yang dipilihnya.Tesh mengirimkan gaun yang diantar anak bua
***"Ayolah, Princess! Aku melarangmu melakukan pertunjukkan selama kalian masih berada di sekitar keponakan kecilku." Suara Gio memecah aktivitas Marco dan Isa.Marco mengeluarkan suara protes. Isa menengadahkan kepalanya dan menangkap sepasang wajah jenaka Gio yang sangat dikenalnya sejak remaja. Sejak Brie dan Mischa kembali dalam hidupnya, Gio terlihat lebih ceria dan menyenangkan."Gio." Isa menyapanya meski masih berada dalam dekapan Marco."Isa.""Gio" Marco sudah berdiri tegak menghadap pria berbahaya pemimpin gangs terbesar di Chicago."Fox." Gio menganggukkan kepalanya pada Marco. "Bukankah ada kode etik atau semacamnya yang menjabarkan kau dilarang melahap Tuan Pu
***"Marco." Isa mendekati Marco yang sedang menikmati sarapan setelah keduanya menyelesaikan ronde pagi bersama. Isa menyandarkan tubuhnya di sudut meja makan."Uhm.""Jika aku punya satu permintaan, apa kau akan mengabulkannya?""Tentu saja, Tuan Putri." Marco menggeser kursinya. Marco mendudukkannya di atas meja dan wajahnya sejajar dengan paha gadisnya."Bawa aku kabur.""Kemana?" Marco mengelus betis Isa yang kini diraihnya agar bertumpu di atas pahanya."Entahlah. Kau pernah mengatakan akan membawaku kabur jika Tesh tidak merestui hubungan kita." Isa mengacak rambut bergelom
***[Makan malam bersama Tesh.]Marco mengenggam erat tangan Isa sambil menaiki undakan tangga batu menuju meja semi outdoor yang sudah disiapkan Tesh. Pelayan mengawal keduanya dan menunjukkan meja untuk tiga orang yang menghadap pada pemandangan dermaga yang indah pada malam hari.Lampu-lampu kecil berpendar kekuningan menyelimuti keduanya. Malam ini akan menjadi sangat romantis, jika tidak ingat bahwa kedatangan Marco dan Isa adalah untuk memenuhi tugas negara menemui Tesh, sang pemimpin kartel terkejam di sepanjang wilayah Amerika Selatan.Pelayan menggeser kursi untuk Isa dan mempersilahkannya duduk. Marco meraih kursi disisinya. Mereka masih harus menunggu kehadiran Tesh.
***Setelah kepulangan Zayden, mereka kembali berdua. Keduanya sedang menikmati sisa petang di balik sofa di ruang tengah."Kau masih belum ingin pulang, Princess?" Marco mengelus paha Isa yang sedang ditumpangkan di pahanya.Isa menggeleng."Kau tidak nyaman tinggal di rumah besar itu atau kau belum siap bertemu Tesh untuk sementara waktu ini?" Marco membidik pertanyaannya langsung."Tesh." Isa menjatuhkan jawaban dengan tegas."Kau sudah sempat menghubunginya sejak kemarin?"Isa menggeleng. "Tesh menghubungiku tadi siang ketika aku sedang menyusuri
***Tirai tipis di jendela kamar Marco yang berhadapan langsung dengan laut berkibar mengikuti angin sepoi. Isa masih memejamkan mata dan dengkurnya perlahan menjadi melodi pagi hari untuk Marco.Sinar matahari mulai memasuki dan menghangatkan suasana kamarnya yang minimalis. Dengan nuansa cat dinding dan furniture yang didominasi warna putih dengan kesan minimalis dan modern.Marco merasa hidupnya sudah lebih dari cukup. Ujung bibir gadisnya tidak lagi merenggut seperti dua malam terakhir. Kelegaan menjalar di hatinya.Luka hati dan rasa bersalah akan selalu mengikuti gadisnya. Peristiwa penculikannya kemarin pasti sangat membekas di sanubari Isa. Inilah adalah konsekuensi berat dari nama belakang keluarga yang harus disandang seseorang. Takdir yang tidak bisa dipilih s
***Dengan segera, Isa selesai diperiksa oleh Doc dan diberi sedikit obat penahan nyeri untuk beberapa memar di leher sebagai akibat cekikan Vargas. Marco tidak memiliki pilihan selain membawa pujaan hatinya pulang ke rumah peristirahatannya di Pantai Timur. ‘‘Entah mengapa, Isa menolak pulang ke kediamannya sendiri.’Marco bersyukur bahwa Isa hanya mengalami cedera ringan pasca perang terbuka dengan Vargas. Tapi persoalannya, meski hanya luka ringan Isa menunjukkan tanda-tanda yang kurang baik. Pandangan kosong yang membayang di kedua mata indah itu menjadi alasan utama mengapa Marco tidak berminat bergeming sedikit pun dari sisi Isa.Ketika mereka sampai di rumah Marco pada penghujung sore, Isa bahkan tidak mengeluarkan suara. Gadis muda itu