~Bekerja sepenuh hati, bukan bekerja secara rodi adalah impian para pekerja~
Suara desingan pesawat terdengar, pesawat itu mendarat dengan aman di Bandara Ngurah Rai. Sagita tergopoh-gopoh berjalan di belakang seorang wanita gendut yang berwajah mengesalkan, siapa lagi jika bukan si Nyonya Besar. Sebenernya wanita itu tidak berjalan cepat karena porsi badannya yang tidak memungkinkan hal itu terjadi. Apalagi saat ini ia berjalan dengan teman-temannya. Jelas, tidak mungkin berjalan cepat, obrolan mereka juga banyak. Entah apa yang diobrolkan Sagita sendiri tidak tahu. Ia tidak peduli.Bagaimana Sagita akan peduli? Ia sibuk membawa barang-barang bawaan milik si Nyonya Besar. Belum lagi Nyonya Besar sering memerintah seenaknya. Ambilkan ini, ambilkan itu. Buka kan ini, buka kan itu. Seolah Sagita adalah robot yang siap dipakai untuk apa saja.Bruk!Semua koper dan barang bawaan bisa diletakkan Sagita di dalam bagasi mobil. Mobil itu~Pernikahan selalu membahagiakan bagi kedua mempelai. Sayangnya di tengah rasa bahagia itu, tidak jarang ada hati-hati yang hancur lebur mumur~"Git! Gitaaaaa!" Demi mendengar suara teriakan Nyonya Besar, Sagita sampai harus tergopoh-gopoh. Ia memberikan segera lipstik yang diminta oleh Nyonya Besar."Kamu itu jangan lemot Gita! Jangan buat saya malu depan teman-temannya saya dong. Saya ini harus tampil perfect. Pernikahannya bakalan digelar lebih cepat soalnya. Ayo buruan kita turun ke pantai, tempat dimana pernikahannya digelar."Sagita mengngguk. Ia merapikan jilbab dan gaun yang ia kenakan. Lalu kemudian, Sagita mengikuti Nyonya Besar berjalan dari belakang. Begitu sampai di tempat resepsi, tiba-tiba jantung Sagita ingin terhenti sekita. Ia melihat seorang wanita yang tidak asing lagi baginya."Jeng Siiin! Akhirnya ya keponakan kesayangan kamu bisa nikah juga sama pria yang dia mau." Nyonya Besar berkata sambil memeluk t
~Setiap orang punya kadar simpatinya masing-masing, bahkan orang paling galak yang pernah kita kenal sekalipun~"Terima kasih banyak Nyonya." Lirih suara Sagita terdengar. Nyonya Besar yang duduk di sebelahnya tidak terlalu menanggapi. Ia hanya sibuk meminum air kelapa. Matanya tetap awas melihat ke barisan perbukitan hijau dan air laut yang biru. Mereka memang sudah bergeser ke pantai yang jaraknya cukup jauh dari resepsi pernikahan Danar dan Delia."Tidak seharusnya Nyonya terlibat dalam masalah saya. Seharusnya Nyonya sedang menikmati kebersamaan bersama teman-teman Nyonya saat ini."Sagita menceritakan semuanya pada Nyonya Besar. Cerita bagaimana tahap demi tahap rumah tangganya hancur. Dimulai dari mertuanya yang tidak menyukai dia, persahabatan antara Danar, Jidan dan Yoga, hingga sampai ke titik puncak dimana Delia hamil anak Danar. Nyonya Besar hanya sibuk mendengarkan dengan tenang."Dulu saya juga begitu." Nyonya b
~Teman adalah pemberi solusi terbaik, walau terkadang solusi itu hanya berupa gelak tawa~"Yakin kamu udah siap buat ke Kalimantan? Udah siap sama konsekuensinya?" Yoga bertanya pada Jidan yang sibuk dengan bakso yang ada di depannya."Kamu kok jadi mengalihkan pembicaraan? Aku lagi bahas masalah Danar dan Delia yang menikah hari ini di Bali. Kenapa kamu malah bahas Kalimantan?"Wajah Yoga seketika tampak kesal. Bakso di depannya yang terlihat lezat jadi seperti makanan basi seketika begitu mendengar nama Delia dan Danar disebut. Sulit untuk menyembunyikan rasa sakit hatinya."Kamu itu kenapa sih Yoga?""Aku gimana apanya? Kamu itu yang gimana? Malah bahas Danar sama Delia. Ya biar aja mereka nikah di Bali hari ini. Mau mereka nikah di Bali, mau nikah di Mars, nikah di galaksi lain sekalipun, emangnya aku peduli? Enggak! Semoga ada angin topan badai di nikahan mereka. Biar porak-poranda itu pernikahan."
~Ketika Bos sudah memberi perintah, bantahan apapaun terkadang tidak akan berguna~Sagita tergopoh-gopoh menemui Bos Don di dalam ruangannya. Bahkan ia sampai lupa mengetuk pintu. Untungnya Bos Don hanya sedang menelepon."Ini Sagita. Pintu ini, punya fungsi loh. Fungsinya selain jadi akses keluar masuk, juga bisa buat diketuk. Nih ya saya contohin."Tok! Tok! Tok!Terdengar suara ketukan pintu dari tangan Bos Don. Sayangnya Sagita terlanjur tidak tertarik dengan basa-basi Bos Don."Maaf Bos! Maaf! Saya cuman kaget dengan informasi yang dibawa sama Kak Ecal."Bos Don berkecak pinggang. Lalu, ia mengelus kepalanya yang botak. Ia memperhatikan raut wajah Sagita dengan cermat. Wajahnya Sagita terlihat khawatir."Kamu maunya apa?" tanya Bos Don pada Sagita."Kan Bos janji kalau saya ke Bali menemani Nyonya Besar, saya enggak perlu lagi ke Kalimantan. Nanti Kak Jidan bisa pergi bareng sama Ka
~Jika hatimu sedih dan sakit, cobalah menyibukkan diri. Itu adalah cara yang cukup ampuh untuk melukapan sejenak sedihmu~"Mas Danar," perkataan Sagita terjeda. Namun, begitu mengetahui jika masalah yang akan mereka bahas adalah tentang Danar, Yoga dan Jidan langsung memasang wajah kesal. Entah mengapa mereka merasa sial jika harus membahas tentang Danar."Mas Danar ternyata sudah menikah dengan Delia di Bali."Kali ini Yoga dan Jidan saling tatap. Mereka masing-masing bertanya dalam hati, tahu darimana Sagita? Apa ada orang lain yang memberi tahu?"Kamu tahu darimana?" Yoga yang tidak sabar bertanya."Sagita hadir di pernikahan mereka. Pesta yang dituju oleh Nyonya Besar yang ada di Bali, ternyata adalah pesatnya Mas Danar dan Delia."Jidan mengusap wajahnya, sungguh sebuah kebetulan yang sangat tak terduga. Mereka berdua bisa membayangkan bagaimana hancurnya perasaan Sagita saat ada di pernikahan itu.
~Bandara adalah tempat banyak hal menakjubkan terjadi~Mata Cika berkaca-kaca. Seolah tidak terima dengan keberangkatan Sagita ke Kalimantan. Tangannya lemas memegang koper yang akan dibawa oleh Sagita."Kak Sagita cuman ke Kalimantan. Bukan ke Mars, ke Jupiter, ke Pluto. Paling Minggu depan udah balik." Risa berkata sambil menjulurkan lidahnya ke Cika. Ia mengejek Cika yang ingin menangis. Sagita melirik ke jam tangannya dia menunggu kedatangan Jidan."Kalian beneran mau ikut nganterin Kakak ke bandara?" Sagita memastikan lagi. Risa dan Cika mengangguk."Iya. Kita mau ikut Kak. Nantikan baliknya bisa bareng sama Kak Yoga. Ya semoga pas pulangnya bisa ditraktir Kak Yoga makan ayam penyet.""Enggak usah ngarep kamu Cik.""Halah. Kalau ditraktir ayam penyet kamu juga senengkan Ris. Itukan sama-sama makanan favorit kita. Aku jadi kepikiran, gimana kalau kita cari jodoh tukang jualan ayam penyet aja? Kan lu
~Serapi apapun kejahatan disembunyikan, ada masanya kejahatan itu mencuat sendiri ke permukaan. Dan bila hal itu sudah tiba, hanya masalah waktu kejahatan itu akan terbalaskan~"Sebentar ya, aku mau ke toilet dulu." Sagita berkata pada semuanya. Suasana bandara masih terlihat ramai dengan kesibukan orang-orang yang berlalu-lalang."Ikut!" teriak Cika."Ikut!" Yoga juga ikut teriak memperagakan cara Cika teriak. Jidan menepuk bibir Yoga, sementara wajah Cika sudah cemberut duluan."Dasar anak bebek. Kemana-mana mau ikut.""Kak Yoga bawel!" Cika berlalu sambil menarik tangan Sagita. Mereka berjalan berdua menuju ke toilet. Toilet wanita di bandara itu tengah sepi. Hanya ada Sagita dan Cika di dalamnya. Sagita merapikan hijabnya dan merapikan sedikit riasan tipis yang ada di wajahnya."Cklek!" bunyi pintu terbuka terdengar. Suara high heels yang dihentakkan ke lantai sangat jelas terdengar di telinga. Sagita men
~Ketika kita mendapatkan sesuatu, bisa jadi kita justru telah kehilangan banyak untuk sesuatu yang kita dapatkan itu~"Kamu mau buat aku malu? Iya?" Delia menatap Danar dengan tatapan penuh amarah. Ia kecewa mengetahui jika Danar masih menyayangi Sagita. Mobil yang mereka naiki berdua berjalan pelan. Menyisakan seorang sopir yang bingung melihat dua penumpang di belakangnya yang naik ke mobil dengan kaeadaan penuh emosi. Untunglah sopir itu adalah sopir pribadi Delia. Jadi, ia sudah paham situasinya dan memilih untuk tidak ikut campur."Jawab aku Danar! Jangan hanya diam!" Delia semakin kalap melihat Danar yang terus saja diam."Apa kamu tidak kasihan dengan Sagita? Dia aku tinggalin gitu aja? Demi siapa? Demi kamu, kan? Aku cuman mau ngomong empat mata sama dia untuk minta maaf. Itu aja. Aku mau kami tetap saling menjalin silaturahmi yang baik. Kasihan Sagita. Dia itu yatim piatu. Tidak punya keluarga yang bisa diandalkan. Hanya aku d