Hari-hari berikutnya Gavin sering terduduk di bangku taman sendiri. Hampir dua puluh hari ia di rawat di sini. Ia merasa bosan, meski kedua temannya selalu datang memberi hiburan. Belum ada perubahan di kakinya, tulang di kakinya masih saja terasa berat untuk di gerakkan. Gavin setengah putus asa, pikiran bahwa akan terjadi kelumpuhan permanen menghantui dirinya.
Ia sering menghabiskan waktu duduk di taman, karena hanya di sinilah setiap pagi ia bisa melihat seorang wanita cantik pembagi bunga. “Siapa wanita itu? Kenapa tiap kali melihatnya hatiku merasa sakit.” Gavin memperhatikan seorang wanita yang sering membagikan tiap tangkai bunga mawar pada anak kecil. Gavin satu-satunya orang dewasa yang selalu ia beri bunga itu. Setangkai bunga mawar merah yang selalu ia berikan dengan pesan ‘Semoga lekas sembuh,’. “Semoga lekas sembuh!” sapa wanita itu dengan memberikan setangkai bunga lagi pada Gavin.“Bolehkah aku meminta nomor teleponmu?” tanya Dokter Ardi setelah menjabat tangan Ara.Ara terdiam, ia menoleh ke arah Arka dan melihat wajah pria itu terlihat kacau. Jemarinya mengepal erat hingga kuku panjangnya menusuk pori.“Apa yang kamu pikirkan? Cepat berikan nomormu!” pinta Gavin.“Aku permisi dulu, ada telepon dari sekretarisku di kantor,” pamit Arka. Ia segera melangkah pergi menuju taman. Tak ada telepon yang bergetar di sakunya. Ia hanya tidak kuasa melihat itu semua sementara dirinya tidak bisa berbuat apa-apa.“Ayo antar aku ke kamar,” pinta Gavin sambil menepuk punggung telapak tangan Dava.Gavin sengaja meninggalkan Ara dan Dokter Ardi. Ia tersenyum puas melihat perjodohan yang ia lakukan setengah berhasil.“Kamu tidak seharusnya seperti itu, bagaimanapun Ara sudah dewasa. Lihatlah betapa kikuknya dia tadi. Itu mungkin saja melukai harga
Pagi ini Nayara sudah datang di taman tempat biasa Gavin berjemur, Dava akan selalu meninggalkan pria itu sebentar untuk mencari sarapan di restoran terdekat, saat Dava sudah pergi Nayara akan selalu datang menghampiri Gavin yang sendiri dan memberikan setangkai bunga mawar.Mata Nayara terus menyapu ke setiap Arah, ini sudah lebih dari satu jam dari pada waktu bisanya Gavin berjemur, tapi lelaki itu belum terlihat. Mata Arumi mulai menangkap sosok Dava sudah keluar dari rumah sakit dengan pakaian rapi, tidak seperti pakaian biasanya yang ia kenakan untuk mencari sarapan. Biasanya dia hanya akan mengenakan kaos oblong sederhana.“Apakah Gavin di tinggal sendiri? Sepertinya Dava akan pergi untuk urusan penting,” gumam Nayara.Ia memberanikan diri memasuki gedung rumah sakit, menuju kamar tempat Gavin dirawat. Bola matanya mengintip dari jendela kecil dan menemukan pria yang ia cari tengah duduk di depan jendela dan menatap keluar. Lelaki d
Keesokan paginya Gavin kembali menyuruh Dava mengantar dirinya di taman. Ia menunggu Lintang datang lagi pagi ini. Pagi ini sebelum pergi ke taman Gavin merapikan penampilan dirinya terlebih dulu. Ia mengenakan pomade di rambutnya, memakai krim pelembab di wajah dan menggunakan parfum edisi terbatas brand parfum luar negeri yang menjadi favorit dirinya.“Kenapa kamu masih di sini?” tanya Gavin pada Dava yang tak juga pergi mencari sarapan.“Perutku mulas dari tadi, aku masih belum lapar,” jawab Dava.Gavin mengerutkan keningnya, ia ingin melakukan pendekatan dengan Lintang tapi jika Dava berada di sini rencana itu hanya akan menjadi sia-sia.“Kalau begitu pergilah bertapa di toilet atau istirahat di kamarku. Aku sedang ingin sendiri.”Mendengar Gavin sudah mengusirnya Dava seketika memancungkan bibirnya dengan jengkel. Ia sudah berteman lama, maksud Gavin bisa ia tangkap dengan jelas. Sebelum pergi
Gavin menunggu Lintang lagi di taman pagi ini. Tiga hari ini ia selalu datang sendiri tanpa bantuan Dava. Ia sudah mengenakan tongkat jalan, jadi tidak butuh orang untuk mendorong kursi rodanya lagi. Sambil menunggu, Gavin terus menatap layar ponselnya dengan tersenyum tipis. Kali ini gadis itu akan menjadi kontak pertama yang akan ia isi di ponselnya, ia juga berniat memenuhi galeri di ponselnya dengan foto Lintang.“Kamu sudah lama menungguku?” sapa Nayara begitu datang.“Tidak, aku datang dengan tongkat ini jadi jalan kita selambat siput. Jadi aku juga baru saja sampai,” jawab Gavin.“Aku membuatkan kue bolen pisang coklat kesukaanmu, cobalah!”Nayara membuka kotak kecil yang ia bawa, ada lima bolen pisang coklat di dalamnya. Gavin menyeringai bahagia, ibunya dulu suka membuat jajanan ini karena ayahnya yang begitu menyukai rasanya. Gavin menyukai kue ini karena itu mengingatkan dirinya pada dua orang
Nayara berhenti dan menoleh ke arah sumber suara. Pekikan suara itu membuat gemetar kakinya, bahkan saat ia mengetahui siapa yang sudah menghentikan langkahnya ia semakin gemetar.“Kamu adalah wanita terjahat yang pernah aku temui,” maki Dava.Nayara diam, ia Menggigit bibirnya dengan keras. Ia harus tetap diam, karena memang pantas mendapatkan semua hinaan ini.“Seharusnya kamu tetap diam saat Gavin sudah kehilangan ingatan tentang dirimu.“Tahukah kamu kenapa ingatan Gavin mundur menjadi enam tahun lalu?“Karena di enam tahun lalu itulah dirimu mulai berada di kehidupannya. Trauma membuat alam bawah sadarnya menghapus ingatan tentang dirimu, tapi kamu datang lagi dan memberikan harapan pada pria menyedihkan itu lalu meninggalkannya lagi. Apa kamu belum puas balas dendam?” maki Dava panjang lebar.Jantung Nayara hampir saja berhenti berdetak ketika Dava mengatakan ‘balas dendam,&rs
Sekeras apa pun Gavin mencoba, ingatan itu tidak kembali. Ia tidak bisa mengingat kejadian enam tahun terakhir. Gavin mulai putus asa, wajahnya menjadi begitu mengerikan.‘Jika aku tidak bisa mengingatnya, maka aku harus mencari tahu.’Gavin yakin Lintang adalah wanita yang ia kenal, hanya saja ia tidak bisa mengingatnya. Lintang sengaja menyembunyikan identitas dirinya, karena itulah ia selalu muncul saat Gavin sendiri. Ia tidak ingin orang lain yang mengenal dirinya mengetahui siapa dirinya yang sebenarnya. Hanya saja Gavin tidak tahu alasan Lintang melakukan itu.‘Kejadian di masa lalu pasti ada kaitannya dengan pilihan dia untuk pergi.’‘Antara, Dava, Arka, dan Ara mereka pasti mengetahui tentang Lintang,’“Ara!” teriak Gavin.“Ara!”“Iya kak, aku datang,” setelah panggilan kedua Ara akhirnya datang.Ia terkesiap ketika membuka
Nayara menatap wajah teduh Gavin di hadapannya, “Tapi aku-,”Gavin meletakkan jari telunjuknya ke bibir Nayara agar berhenti melanjutkan apa yang ingin dia katakan.“Jangan berkata tentang hal yang tak ingin kudengarkan, lebih baik ambilkan makanan di meja itu dan suapi aku. Perutku sangat lapar,” pinta Gavin.Rumah sakit baru saja memberikan jatah makan malam pada Gavin. Lidah Gavin sangat bosan dengan makanan rumah sakit yang hambar, meski begitu perutnya yang terus meronta kelaparan tidak bisa menunggu lebih lama.Brak...Pintu rumah sakit terbuka dengan keras, dua orang pria dan satu wanita datang menerobos dengan wajah cemas begitu mendapatkan kabar Gavin pingsan di tengah jalan. Keringat bercucuran di dahi ketiga orang terdekat Gavin, wajah cemas itu berubah menjadi raut yang rumit ketika mendapati pria di atas ranjang sedang makan dari suapan Nayara.“Apa kakak baik-baik saja?&rdqu
Mereka beradu pandang cukup lama, ruangan yang sepi membuat suara jantung kedua orang itu saling bergemuruh. Arka sudah tidak bisa menahan dirinya lagi. Ia mengarahkan bibirnya mendarat ke bibir merah Ara yang begitu lembut. Mereka berciuman untuk waktu yang cukup lama. Sudah lama mereka tidak bermesraan, kali ini Arka ingin menjadi lebih serakah.Ting tong..Suara bel apartemen Arka berbunyi, Arka menghentikan gerakan bibirnya dengan raut kecewa.“Ah sial, kenapa cepat sekali makanannya datang!” “Tentu saja cepat, kamu pesan makanannya di rumah makan lantai bawah apartemen ini,” jawab Ara.Arka segera berjalan dan mengambil makanannya.‘Baiklah, makan dulu. Bagaimana pun aku juga perlu mengisi energi!’ batin Arka.Di meja ruang tamu mereka menghabiskan makan bersama sambil menonton televisi. Ada tawa dan obrolan hangat seperti pasangan suami istri yang sudah lama bersam
Lima tahun Kemudian“Halo Kak Nay, apakah Arka ada di rumahmu sekarang? Beritahu padanya untuk cepat pulang,” kata Ara di dalam teleponnya.“Bukankah dia ada di rumahmu? Dia berkata bahwa Arka sedikit tidak enak badan dan akan membawakan vitamin.”Hening sejenak di dalam sambungan telepon, mereka mencium aroma licik dari kedua suami mereka. Ara segera menambahkan Arumi ke dalam panggilan grup WA.“Apakah Gavin dan Arka di sana sekarang?” tanya Ara.“Tidak, bukankah dia ada di rumah Gavin untuk bermain bilyard?”Tiga wanita di dalam sambungan telepon itu terdiam. Amarah menjalar dari ujung kaki hingga kepala mereka. Nayara yang sedang memegang pisau dapur segera mencacah timun di talenan dengan keras, Ara yang sedang mengulaskan pensil alis di wajahnya mematahkan pensil itu hingga menjadi dua, sementara Arumi yang sedang mengolesi roti dengan selai stroberi melahap langsung dua lapis roti sekaligus.Ara mendengus saat ponsel Ar
Tiga hari kemudianAra sibuk membuat coretan di kertas putih dengan tatapan penuh antusias dari Nayara dan Gavin.“Bagaimana gaunnya tampak indah kan?”Ara menunjukkan hasil coretannya yang dibuat tak kurang dari lima menit.Gavin menggeleng, “Tidak, dadanya terlalu terbuka, buatlah seperti gaun Cate Maddleton waktu menikah. Tapi belahan dadanya jangan terlalu rendah.”Ara menghela nafas, ia kemudian membuat gambar lagi dengan inspirasi gaun pengantin Cate Maddleton namun sedikit ia rubah pada bagian bawah dan juga bagian lengan.“Seperti ini?” tanya Ara lagi.“Tidak-tidak, bagian roknya terlalu mengembang.”Ara kembali menyobek kertas itu, meremasnya dengan erat lalu membuangnya ke sampah. Ia kembali menggambar contoh baju pengantin dan menyodorkan kembali pada kakaknya.“Tidak, ini terlalu sederhana.”Ara yang jengkel akhirnya membanting pensilnya di me
Gavin bergegas menuju gedung pusat Leaf Corp masih dengan pakaian kemarin yang lusuh. Ia hanya sempat membasuh wajahnya dengan air mineral, sebenarnya ia bisa saja menggunakan toilet di SPBU tapi ia belum terbiasa menggunakan toilet bersama selain hanya untuk buang air dalam keadaan mendesak.Begitu memasuki ruang kerja kakeknya Gavin terkesiap begitu mendapati bahwa Nayara sudah berada di dalam.“Apa yang sudah kakek katakan padanya?” tanya Gavin dengan wajah yang dingin.Nayara segera bangkit dari tempat duduknya dan meraih lengan Gavin.“Tenanglah, Kakek hanya menyuruhku untuk berkunjung.”Kakek Gavin mendengus dengan wajah yang acuh, “Apa kamu selalu punya pikiran buruk tentang kakekmu?”Gavin terdiam dan Nayara hanya mampu mengucapkan kata “Maaf” untuk mewakili Gavin.“Lihatlah penampilanmu sangat mengerikan hanya dalam tiga hari setelah memutuskan hubungan dengan keluargamu s
Di pagi hari Dava terus menyeret tubuh Gavin untuk bangun, Gavin bersikeras melawan tindakan Dava. Ia tetap menarik selimut dan memilih tidur kembali. Dava tak menyerah dan terus menyeret tubuh Gavin turun dari ranjang.“Aku masih mengantuk, ini masih jam enam. Apa yang kamu inginkan sebenarnya!” pekik Gavin jengkel.“Bantu aku membeli Jas baru, ini adalah harus pernikahanku. Aku tidak mungkin memakai jas yang lama. Antar aku juga membeli cincin pernikahan. Ayolah waktuku tidak banyak!”“Pergilah tidur, sepertinya kamu masih bermimpi!”“Cepatlah mandi dan jadilah saksi di pernikahanku!”Dava mendorong tubuh Gavin ke kamar mandi. Gavin tak punya pilihan lain kecuali mandi dan mengikuti perkataan tuan rumah.Sepanjang pagi ia merasa lelah karena mengantar Dava membeli jas baru di salah satu desainer dan juga ke toko perhiasan. Ia bahkan melupakan jadwal sarapan karena terus mengikuti Dava.
Arumi sampai di rumah ketika tengah malam, ayahnya sudah menunggu dengan penuh amarah di ruang tamu. Lampu ruang tamu yang sengaja di matikan membuat Arumi tidak menyadari bahwa ayahnya tengah duduk menatap dirinya yang berjalan dengan mengendap-endap seperti seorang pencuri.“Apakah kamu baru saja bersenang-senang dengan Dava?”Arumi terkejut pada suara berat yang baru saja menghentikan langkahnya .“A-ayah,” keringat dingin mulai mengucur di dahi Arumi. Saat lampu di nyalakan ia bisa melihat seringai dingin dari tatapan ayahnya .“Maaf ayah, aku terlambat datang. Ada acara pesta pernikahan teman.”“Oh, ada Dava juga kan di sana? Kenapa kamu masih saja mengekor pada pria itu. Bukankah kamu bilang akan pergi melanjutkan study ke Australia?”“Ayah, itu adalah keputusan yang aku buat dalam keadaan tidak jernih. Aku tidak bisa pergi ke sana lagi sekarang.”“Apakah itu kare
Pernikahan berlangsung lancar, banyak pasang mata yang merasa iri pada visual kedua pengantin yang seperti pangeran dan putri dari negeri dongeng. Mereka bahkan berasal dari status tinggi yang sama. Saat Leaf Corp dan Sparkling Cosmetic bersatu, keduanya akan menjadi kekuatan bisnis yang besar. Kakek Gavin banyak mendapat sanjungan dari semua tamu bisnis tentang berapa beruntungnya ia mendapatkan cucu menantu dengan kualifikasi seperti Arka.“Aku merasa bahagia saat melihat pasangan Ara, tapi menjadi begitu jengkel saat menoleh pada pasangan Gavin,” keluh Kakek Gavin pada istrinya.“Kita sudah tua, kenapa kamu tak membiarkan mereka hidup dengan pilihannya masing-masing. Aku tidak ingin Gavin menjadi seperti Geby yang pada akhirnya memilih untuk tidak menikah. Aku sudah tua dan ingin mati dengan tenang tanpa memikirkan Geby dan juga Gavin akan menua sendiri.”Mendengar perkataan istrinya, urat tegang di wajah Kakek Gavin mengendur. Pandang
Ara bersiap di ruang tunggu pengantin perempuan, ia sangat cantik dengan balutan gaun pengantin putih off-shoulder dengan A-line dengan model ini bagian bahu dan leher Ara terlihat sangat indah dengan kulitnya yang seputih susu.Di dalam ruang itu Ara sedang di temani oleh Nayara dan juga Arumi yang tampak cantik dengan gaun bridesmaid model A-line berwarna biru laut.“Oh, ternyata kamu yang akhirnya di nikahi Arka?” kata Bela begitu memasuki ruang tunggu pengantin. Ia mengenakan gaun berwarna merah dengan belahan kaki hampir setinggi pangkal paha.Bela adalah teman kuliah Ara, ia pernah berpacaran dengan Arka satu tahun lalu selama satu bulan. Gadis itu masih tergila-gila dengan Arka, ia merasa sangat cemburu ketika Arka akhirnya memilih Ara sebagai pasangan hidup Arka.“Bagaimana kamu bisa masuk. Aku tidak merasa sudah mengundangmu!”“Kamu tidak mengundangku, tapi kakekmu mengundang ayahku!”Ara menghela
Telepon Gavin berdering setelah rapat, ia menarik nafas dalam saat melihat panggilan telepon yang tertera adalah dari kedua orang tuanya. ‘Kabar tentang Nayara pasti sudah terdengar sampai telinga mereka,’ batin Gavin. “Aku di rumah besar, Pulanglah!” “Baik,” jawab Gavin sebelum menutup telepon dari Kakeknya. Ia menarik nafas dalam bersiap untuk badai yang akan segera datang, mengingat kakeknya bahkan jauh-jauh datang dari Bogor di usia tuanya. “Apa kamu tidak bisa mencari gadis lain?” Lelaki tua itu memekikkan suaranya begitu Gavin memasuki ruang tamu. “Dia adalah satu-satunya wanita yang ingin aku nikahi!” “Tidak, Cari yang lain! Aku tidak ingin wanita gila menjadi cucu menantuku!” “Kakek! Itu sangat keterlaluan!” untuk pertama kali Gavin meninggikan suaranya pada lelaki tua itu. Kakek Gavin tidak bisa menyembunyikan betapa marah dan kecewanya dia pada cucu laki-laki yang ia miliki. “Dia menderita Skiz
Setelah sebuah kaki jenjang menariknya dari kerumunan wartawan dan membawanya ke dalam lift, pandangan yang tadi buram kini mulai mendapatkan cahayanya kembali. Pria yang tengah merengkuh bahunya adalah Dava, pria tampan yang selalu ada saat dirinya butuh pertolongan.Arumi menundukkan wajahnya yang memerah, ia tidak harus menatap Dava jika tidak ingin benteng yang baru saja ia bangun runtuh.“Kamu tidak harus melakukannya begitu jauh. Kamu hanya perlu jujur padaku tanpa harus mengatakannya ke seluruh dunia,” kata Dava. Begitu ia mendapatkan telepon dari Gavin soal jumpa pers yang akan di adakan Arumi, ia langsung loncat dari tempat tidurnya.“Aku harus sedia payung sebelum hujan, identitasku yang sebenarnya pasti akan terendus media suatu saat nanti.”Dava kehilangan kata-kata, bagaimanapun yang di katakan Arumi adalah kebenaran. Tidak mudah menyimpan rahasia tentang siapa dirinya, ia adalah seorang artis dengan banyak pesaing bah