Dava dan Arka tidak pernah berhenti menemani Gavin selama masa pemulihan. Saat Dava melakukan fisioterapi untuk kakinya mereka berdua juga selalu berada di samping Gavin memberikan semangat. Berbeda dengan Arka yang selalu datang saat selesai kerja, Dava selalu menemani Gavin seolah pria ini adalah belahan jiwanya. Dava yang kini pengangguran memiliki banyak waktu luang untuk menjadi perawat pribadi bagi Gavin.
“Apakah aku tidak punya pacar selama enam tahun ke belakang ini?” tanya Gavin pada Dava yang menemani dirinya menghirup udara segar di taman rumah sakit.“Kenapa menanyakan hal itu?”“Hanya aneh, kenapa tidak ada satu wanita pun yang menjengukku selama di rumah sakit.”Gavin merasa enam tahun yang lalu ia masih menjadi pria tampan yang banyak di idolakan banyak wanita, tapi ia merasa aneh ketika hampir dua minggu di rumah sakit bahkan tak ada satu wanita pun yang menjenguk dirinya.“Enam tahun ini, para g‘Jika kamu playboy jahat tak berperasaan, maka tetaplah seperti itu. Kenapa kamu harus menjadi pria hangat yang terus menggoyahkanku?’ batin Arumi.Beberapa orang yang mengenal Arumi mulai mendatangi dirinya yang tengah duduk di taman.“Jadi benar ini Arumi yang cantik dan bersuara merdu. Bisakah kami minta tanda tangan dan foto bersama?” pinta tiga perawat muda yang masih berada di usia 20 tahunan.Arumi tersenyum sebagai tanda mempersilahkan. Dava segera berdiri menjauh dari Arumi dan para penggemar barunya yang tampak antusias. Dulu Dava pernah berada di posisi itu, menjadi idola yang bayak di puja tapi kini ia justru bagian dari penyumbang jutaan pengangguran di ibu kota. Dia hanya beruntung masih memiliki uang tabungan dan beberapa aset yang masih bisa membuat ia bertahan hidup.Saat ketiga gadis itu mulai berjalan pergi, Arumi masih di sibukkan dengan beberapa penggemar lain yang juga berdatangan.
Hari-hari berikutnya Gavin sering terduduk di bangku taman sendiri. Hampir dua puluh hari ia di rawat di sini. Ia merasa bosan, meski kedua temannya selalu datang memberi hiburan. Belum ada perubahan di kakinya, tulang di kakinya masih saja terasa berat untuk di gerakkan. Gavin setengah putus asa, pikiran bahwa akan terjadi kelumpuhan permanen menghantui dirinya.Ia sering menghabiskan waktu duduk di taman, karena hanya di sinilah setiap pagi ia bisa melihat seorang wanita cantik pembagi bunga.“Siapa wanita itu? Kenapa tiap kali melihatnya hatiku merasa sakit.”Gavin memperhatikan seorang wanita yang sering membagikan tiap tangkai bunga mawar pada anak kecil. Gavin satu-satunya orang dewasa yang selalu ia beri bunga itu. Setangkai bunga mawar merah yang selalu ia berikan dengan pesan ‘Semoga lekas sembuh,’.“Semoga lekas sembuh!” sapa wanita itu dengan memberikan setangkai bunga lagi pada Gavin.
“Bolehkah aku meminta nomor teleponmu?” tanya Dokter Ardi setelah menjabat tangan Ara.Ara terdiam, ia menoleh ke arah Arka dan melihat wajah pria itu terlihat kacau. Jemarinya mengepal erat hingga kuku panjangnya menusuk pori.“Apa yang kamu pikirkan? Cepat berikan nomormu!” pinta Gavin.“Aku permisi dulu, ada telepon dari sekretarisku di kantor,” pamit Arka. Ia segera melangkah pergi menuju taman. Tak ada telepon yang bergetar di sakunya. Ia hanya tidak kuasa melihat itu semua sementara dirinya tidak bisa berbuat apa-apa.“Ayo antar aku ke kamar,” pinta Gavin sambil menepuk punggung telapak tangan Dava.Gavin sengaja meninggalkan Ara dan Dokter Ardi. Ia tersenyum puas melihat perjodohan yang ia lakukan setengah berhasil.“Kamu tidak seharusnya seperti itu, bagaimanapun Ara sudah dewasa. Lihatlah betapa kikuknya dia tadi. Itu mungkin saja melukai harga
Pagi ini Nayara sudah datang di taman tempat biasa Gavin berjemur, Dava akan selalu meninggalkan pria itu sebentar untuk mencari sarapan di restoran terdekat, saat Dava sudah pergi Nayara akan selalu datang menghampiri Gavin yang sendiri dan memberikan setangkai bunga mawar.Mata Nayara terus menyapu ke setiap Arah, ini sudah lebih dari satu jam dari pada waktu bisanya Gavin berjemur, tapi lelaki itu belum terlihat. Mata Arumi mulai menangkap sosok Dava sudah keluar dari rumah sakit dengan pakaian rapi, tidak seperti pakaian biasanya yang ia kenakan untuk mencari sarapan. Biasanya dia hanya akan mengenakan kaos oblong sederhana.“Apakah Gavin di tinggal sendiri? Sepertinya Dava akan pergi untuk urusan penting,” gumam Nayara.Ia memberanikan diri memasuki gedung rumah sakit, menuju kamar tempat Gavin dirawat. Bola matanya mengintip dari jendela kecil dan menemukan pria yang ia cari tengah duduk di depan jendela dan menatap keluar. Lelaki d
Keesokan paginya Gavin kembali menyuruh Dava mengantar dirinya di taman. Ia menunggu Lintang datang lagi pagi ini. Pagi ini sebelum pergi ke taman Gavin merapikan penampilan dirinya terlebih dulu. Ia mengenakan pomade di rambutnya, memakai krim pelembab di wajah dan menggunakan parfum edisi terbatas brand parfum luar negeri yang menjadi favorit dirinya.“Kenapa kamu masih di sini?” tanya Gavin pada Dava yang tak juga pergi mencari sarapan.“Perutku mulas dari tadi, aku masih belum lapar,” jawab Dava.Gavin mengerutkan keningnya, ia ingin melakukan pendekatan dengan Lintang tapi jika Dava berada di sini rencana itu hanya akan menjadi sia-sia.“Kalau begitu pergilah bertapa di toilet atau istirahat di kamarku. Aku sedang ingin sendiri.”Mendengar Gavin sudah mengusirnya Dava seketika memancungkan bibirnya dengan jengkel. Ia sudah berteman lama, maksud Gavin bisa ia tangkap dengan jelas. Sebelum pergi
Gavin menunggu Lintang lagi di taman pagi ini. Tiga hari ini ia selalu datang sendiri tanpa bantuan Dava. Ia sudah mengenakan tongkat jalan, jadi tidak butuh orang untuk mendorong kursi rodanya lagi. Sambil menunggu, Gavin terus menatap layar ponselnya dengan tersenyum tipis. Kali ini gadis itu akan menjadi kontak pertama yang akan ia isi di ponselnya, ia juga berniat memenuhi galeri di ponselnya dengan foto Lintang.“Kamu sudah lama menungguku?” sapa Nayara begitu datang.“Tidak, aku datang dengan tongkat ini jadi jalan kita selambat siput. Jadi aku juga baru saja sampai,” jawab Gavin.“Aku membuatkan kue bolen pisang coklat kesukaanmu, cobalah!”Nayara membuka kotak kecil yang ia bawa, ada lima bolen pisang coklat di dalamnya. Gavin menyeringai bahagia, ibunya dulu suka membuat jajanan ini karena ayahnya yang begitu menyukai rasanya. Gavin menyukai kue ini karena itu mengingatkan dirinya pada dua orang
Nayara berhenti dan menoleh ke arah sumber suara. Pekikan suara itu membuat gemetar kakinya, bahkan saat ia mengetahui siapa yang sudah menghentikan langkahnya ia semakin gemetar.“Kamu adalah wanita terjahat yang pernah aku temui,” maki Dava.Nayara diam, ia Menggigit bibirnya dengan keras. Ia harus tetap diam, karena memang pantas mendapatkan semua hinaan ini.“Seharusnya kamu tetap diam saat Gavin sudah kehilangan ingatan tentang dirimu.“Tahukah kamu kenapa ingatan Gavin mundur menjadi enam tahun lalu?“Karena di enam tahun lalu itulah dirimu mulai berada di kehidupannya. Trauma membuat alam bawah sadarnya menghapus ingatan tentang dirimu, tapi kamu datang lagi dan memberikan harapan pada pria menyedihkan itu lalu meninggalkannya lagi. Apa kamu belum puas balas dendam?” maki Dava panjang lebar.Jantung Nayara hampir saja berhenti berdetak ketika Dava mengatakan ‘balas dendam,&rs
Sekeras apa pun Gavin mencoba, ingatan itu tidak kembali. Ia tidak bisa mengingat kejadian enam tahun terakhir. Gavin mulai putus asa, wajahnya menjadi begitu mengerikan.‘Jika aku tidak bisa mengingatnya, maka aku harus mencari tahu.’Gavin yakin Lintang adalah wanita yang ia kenal, hanya saja ia tidak bisa mengingatnya. Lintang sengaja menyembunyikan identitas dirinya, karena itulah ia selalu muncul saat Gavin sendiri. Ia tidak ingin orang lain yang mengenal dirinya mengetahui siapa dirinya yang sebenarnya. Hanya saja Gavin tidak tahu alasan Lintang melakukan itu.‘Kejadian di masa lalu pasti ada kaitannya dengan pilihan dia untuk pergi.’‘Antara, Dava, Arka, dan Ara mereka pasti mengetahui tentang Lintang,’“Ara!” teriak Gavin.“Ara!”“Iya kak, aku datang,” setelah panggilan kedua Ara akhirnya datang.Ia terkesiap ketika membuka