"Naura ...." panggil Alfa dengan suara tertahan.
Diam. Naura hanya diam, ia tidak tahu harus berkata apa karena sejujurnya tadi Naura tidak sengaja menjawab panggilan itu, karena Naura sedang sibuk membuka pesan demi pesan yang dikirimkan oleh Alfa.
Keduanya sama-sama bertahan dalam keterdiaman dan canggung. Tak ada yang mengelurkan suara sedikitpun, membiarkan saja deru napas yang membuat obrolan mereka berlangsung.
Hingga pada akhirnya suara isakan tangis lolos dari bibir Naura, dan terdengar oleh Alfa yang langsung mengkhawatirkan Naura.
"Naura, kamu baik-baik aja?" tanya Alfa masih dengan suara pelan.
"Enggak, Alfa, enggak, aku nggak baik-baik saja ...." Bukan hanya terisak, kini tangis Naura telah pecah.
"Aku minta maaf, Alfa, aku minta maaf, aku mohon maafkan kebodohanku ...." racau Naura dengan terus meminta maaf menyadari kebodohannya.
"Please ... bicara sesuatu, Alfa, apa kamu nggak bisa memaafkan aku?" lanjut Naira lagi masi
Seorang laki-laki dengan potongan rambut cepak, berkulit sawo matang khas penduduk Indonesia dan tubuh sedikit gemuk namun tinggi, memarkirkan mobilnya di depan sebuah bar.Turun dari mobil ia melihat mobil sahabatnya telah terparkir manis disana. Cepat-cepat-cepat pria itu berlari masuk ke dalam bar sebelum sahabatnya itu melakukan kegilaan.Laki-laki itu—Vano, mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan Alfa. Kemudian ia menangkap Alfa tengah mengangkat gelasnya. Sebelum Alfa berhasil mwnuangkan isi gelas itu ke dalam mulutnya Vano harus cepat-cepat menghentikannya.Vano merebut gelas yang ada di tangan Alfa lalu membantingnya, membuat sedikit keributan disana namun mengundang banyak perhatian.Prang!Suara gelas yang dibantingnya terdengar nyaring meski ditengah alunan musik."Vano, apa yang kamu lakukan?" tanya Alfa menajamkan pandangannya.Vano menatap Alfa dengan berani. "Justru aku yang seharusnya tanya begitu, apa
"Selamat pagi, Naura," sapa Safira pada Naura yang tengah menambahkan sedikit susu pada kopi yang ia buat."Hai, Safira, selamat pagi," balas Naura tak lupa mengembangkan senyum."Kamu bikin kopi untuk pak Alfa? Ah ya, tentu saja, dasar bodoh kemu, Safira." Safira bertanya sekaligus menjawab sendiri pertanyaannya.Naura terkekeh mendengar ucapan Safira. Safira pun ikut terkekeh."Nggak pernah ada yang boleh masuk lift pribadi pak Alfa sebelumnya, tapi kemarin kamu diajak masuk kesana. Aku rasa kamu benar-benar spesial untuk pak Alfa," celetuk Safira tiba-tiba.Gerakan tangan Naura yang tengah mengaduk kopi pun terhenti.'Spesial?' batin Naura sambil tertawa getir."Naura, kamu ngelamun?" Safira mencolek lengan Naura sambil mengernyit."Ah? Oh, maaf, aku kehilangan fokus. Maaf tadi kamu bilang apa?"Safira tersenyum miring. "Sepertinya kamu udah jatuh cinta sama pak Alfa," celetuk Safira tiba-tiba."Ha? A-apa? Siap
Duak!Alfa meninju dinding di hadapannya, persis di hadapannya, persis di sebelah kaca di atas wasfafel.Ya, Alfa menuju ke toilet setelah keluar dari ruangannya."Sial! Dasar bajingan kamu, Alfa! Kamu cuma bisa menyakiti perasaannya saja." Dengan penuh emosi Alfa mengumpati pantulan dirinya pada cermin, lebih tepatnya mengumpati diri sendiri.Duak!Lagi, kini Alfa meninju kaca cermin di depannya tak peduli ia harus menggantinya nanti, tidak peduli tangannya mengeluarkan cairan merah pekat akibat luka yang dialaminya.Alfa menarik napas panjang lalu membuangnya dengan sekali hentak. "Huh!"Setelah itu Alfa membasuh tangannya sekaligus membasuh wajahnya agar lebih segar. Dan saat itulah Alfa merasakan perih pada punggung tangannya yang ia gunakan untuk meninju kaca hingga pecah. Alfa mendesis pelan namun rasa sakit itu tidak ada apa-apanya dibanding rasa sakit di hatinya.Setelah mengeringkan wajahnya Alfa pun kembali ke ruangan
"Naura, tunggu!" seru Alfa. Alfa langsung mengejar Naura. Persetan dengan benteng yang telah dia bangun mati-mtian agar tidak peduli pada Naura. Nyatanya Alfa tidak bisa melakukan itu.Sakit. Sangat sakit rasanya ketika ia diteriaki dengan sebutan bajingan.Alfa melangkah cepat lalu menangkap tangan Naura."Naura, dengarkan aku. Aku sama sekali nggak bermaksud untuk menyakitimu. Aku hanya nggak mau kehadiranku merusak hubungan kalian," jelas Alfa."Kenyataannya kamu telah melukai hatiku, Alfa! Seenaknya kamu mempermainkanku. Saat aku ingin mengundurkan diri kamu mencegahku dan sekarang kamu dengan nggak berperasaannya mengusirku begitu saja. Nggak cuma itu, kamu juga memberiku banyak uang. Apa menurutmu aku sangat menginginkan uangmu, ha?" Naura sudah benar-benar marah."Naura, dengarkan aku! Aku sangat ingin kembali padamu, aku sangat menginginkan kamu kembali padaku, tapi apa yang bisa aku lakukan, Naura? Kamu udah punya Eza, aku nggak bisa merus
"Apa masih belum cukup kamu mengganggu hidupku, Ba—!""Aku akan terus mengganggumu. Turunlah! Aku ada di depan pintu." Alfa berkata datar namun nadanya terdengar mengintimidasi."Berdirilah sampai membatu disana. Aku nggak akan membukakan pintu," balas Naura sinis."Oh begitu? Oke, kalau tunanganmu datang dan melihatku disini maka kamu akan terkena masalah, bukan?""Apa maksudmu?" tanya Naura tajam.Alfa terkekeh sinis. "Turun sekarang atau—"Klik.Naura langsung memutus sambungan teleponnya dan berlari keluar kamarnya. Kemana lagi kalau bukan untuk membukakan pintu untuk Alfa sebelum Alfa melakukan hal-hal aneh. Karena Naura tahu Alfa bisa saja berbuat nekad.Ceklek."Untuk apa kamu datang kesini, Baji—""Akan aku tunjukkan bagaimana bajingannya aku!" ujar Alfa tajam.Alfa mencekal lengan Naura dan memojokkannya pada dinding. Tepat di sebelah pintu Alfa memaksa mencium Naura.Naura
"Naura, jawab dengan satu kata. Aku atau Alfa?""Aku nggak bisa jawab, Eza, itu bukan pertanyaan yang harus aku jawab." Naura terus mengelak."Jadi benar apa yang Alfa katakan, ternyata kamu masih mencintai Alfa?""Eza, aku nggak, bu-bukan begitu maksud aku.""Naura, jujurlah pada hatimu dan temukan jawabannya. Nggak perlu mengelak jika itu memang benar. Kamu nggak perlu menjelaskan kebohongan karena kebenaran yang akan menang," ujar Eza dengan diselimuti perasaan kalah."Eza, aku—" Naura tidak melanjutkan kalimatnya. Ia kehilangan kosa kata."Apa menurutmu pernikahan adalah permainan, Naura?" tanya Eza."Eza, kenapa kamu nanya kayak gitu?""Naura, aku serius, aku tulus cinta sama kamu. Selama ini aku bersedia nunggu kamu dan selalu sabar saat kamu menolak untuk kuajak menikah. Aku pikir ada apa sebenarnya? Apa yang salah dari diriku sehingga kamu selalu menolak niat baikku. Sampai Alfa datang di kehidupan kita dan semuan
"Aku tahu kamu masih mencintaiku. Aku tahu kamu ingin kembali padaku. Tapi aku juga ingin kamu terlepas dari Eza lebih dulu supaya kita bisa tenang menjalani hidup kita.""Apa maksudmu?" tanya Naura sarkas."Naura, aku sudah berbicara dengan ibumu. Kamu boleh tanyakan pada ibumu apa yang sudah kami bicarakan," ujar Alfa."Bicara? Kapan kalian bicara dan apa yang kalian bicarakan?""Tanyakan pada ibumu yang sangat menyayangiku, Naura," kata Alfa diiringi kekehan renyah."Berhenti beromong kosong!""Haih ... kamu memang nggak pernah percaya padaku. Percuma saja aku menjelaskannya.""Ck!" Naura hanya berdecak pelan."Naura, besok datanglah bekerja. Aku nggak akan bisa tanpamu setelah kamu datang," pinta Alfa."Sepercaya diri itu kamu menganggap aku akan datang? Apa kamu hanya bisa bersikap seenaknya terhadap orang lain? Oh, ternyata kabar itu benar. Kamu boss yang arogan, Alfa!""Aku bukan seperti apa yang dikatakan
"Ya ampun ...." Naura menutup mulutnya tak percaya."Ada apa, Naura? Siapa yang datang?" tanya Dahayu masih dari tempatnya.Naura cepat-cepat berlari menghampiri ibunya membawa surat itu."Bu, lihatlah. Dia sangat kurang kerjaan," kata Naura mencibir si pengirim surat."Surat? Dari ... Alfa?" tanya Dahayu. Naura mengangguk."Mana coba ibu baca." Dahayu mengambil alih kertas itu."Undangan interview. Mohon datang tepat waktu dan persiapkan mental. Undangan interview dari calon suami tidak boleh ditolak. Jika ditolak maka saudari akan dikenakan sanksi. Sekian, terima kasih. NB : berdandanlah yang cantik." Dahayu membaca isi surat yang baru saja diantar."Ya Allah ... ibu boleh ketawa nggak?" celetuk Dahayu."Ketawa aja, Bu, ketawa," balas Naura cepat. Dan Dahayu pun tak bisa menahan tawanya."Iya, ibu lupa bilang. Alfa juga berpesan supaya kamu tetap datang bekerja besok. Dia nggak bermaksud memecatmu dari pekerjaanmu," je
"Pak Alfa, ini keputusan yang sangat sulit yang harus kalian putuskan. Karena kalian harus memilih salah satu di antara mereka. Kalian memilih menyelamatkan ibunya atau anak yang dikandungnya?"Alfa langsung merasa kebas. Ia hampir ambruk karena seluruh tulangnya serasa diloloskan dari tubuhnya."Nggak mungkin! Nggak mungkin saya pilih salah satu diantara mereka. Selamatkan istri dan anak saya, Dokter. Dokter harus menyelamatkan mereka!" Alfa berteriak kapal. Nalin memegangi Alfa sambil meneteskan air mata. Pada akhirnya keputusan sulit ini harus diambil."Alfa, tenanglah, Nak," lirih Nalin."Bagaimana aku bisa tenang, Bu, anak dan istriku sedang berjuang tapi aku harus memilih salah satu dari mereka. Aku nggak mungkin bisa memilih, Bu," balas Alfa masih juga berteriak.Tak hanya Alfa yang terkejut dan kesulitan mengambil keputusan. Semua orang disana merasakan hal yang sama.Dahayu sudah menangis, Dharma memeluk istrinya. Begitu pula dengan
"Dokter, bagaimana keadaan istri saya?""Pasien sangat lemah. Pendarahan yang terjadi cukup menguras banyak darah. Saat ini pasien masih harus istirahat," jelas dokter."Tapi dia baik-baik aja kan, Dok? Dia pasti sembuh kan, Dok?" tanya Alfa lagi.Dokter itu menghela napas berat, seberat ia menjelaskan keadaan pasiennya yang sebenarnya.Sebagai seorang dokter Lily bertekad untuk selalu mengatakan hal-hal baik karena ucapan adalah doa. Dan juga dokter Lily selalu berusaha menjaga perasaan keluarga pasien agar tidak down."Berdoalah yang terbaik untuk pasien. Hanya Allah yang bisa menolongnya," ujar dokter Lily dengan senyum optimis, mencoba memancarkan sinyal positif meskipun sebenarnya ia sendiri merasa tidak seoptimis itu."Bolehkah saya menemui istri saya, Dok?"Dokter Lily mengangguk. "Silakan berikan kekuatan pada istri anda. Tapi tolong jangan mengganggu istirahatnya. Dia sangat lemah, sebaiknya jangan membangunkannya selama pasi
Vano uring-uringan sendiri di depan ruang IGD. Alfa benar-benar membuatnya tak habis pikir. Disaat istrinya berjuang untuk bertahan hidup dia malah melakukan hal yang tidak bisa dibenarkan. Ya Tuhan ....Vano sangat ingin menyusul Alfa tapi dia juga tidak bisa meninggalkan Safira sendiri apalagi di rumah sakit. Vano merasa serba tak mampu sekarang."Sayang, tenanglah ... kita beritahu pada tante Nalin saja nanti kalau dia sudah datang. Tante Nalin pasti bisa mengurus Alfa. Tenang yaa ... aku udah menelpon mereka, sebentar lagi pasti mereka datang," kata Safira membujuk suaminya.Untuk menghargai usaha istrinya, Vano melempar senyum sambil mengangguk meski sebenarnya ia tetap tidak tenamg. "Iya, kita tunggu mereka saja."Dan ya, orang tua Naura dan orang tua Alfa akhirnya datang tak lama kemudian."Vano, Safira, apa yang terjadi? Bagaimana keadaan Naura?" tanya Dahayu sangatlah panik. Keringat dingi bercucuran dimana-mana."Tante, kami nggak
Semakin hari usia kandungan Naura semakin bertambah. Perutnya pun semakin membesar. Saat ini kandungannya sudah berumur tujuh bulan.Karena perutnya semakin membesar Naura berpikir untuk mulai mempersiapkan kebutuhan bayi mereka. Mulai dari kamar bayi dan segala perlengkapannya, dan juga lain-lain lagi.Hari ini Naura mengajak Alfa pergi berbelanja baju bayi. Mereka mengunjungi baby shop terbesar agar mereka leluasa untuk memilih segala kebutuhan bayi mereka.Oh ya, Alfa dan Naura sengaja tidak ingin mengetahui terlebih dahulu apakah bayinya perempuan atau laki-laki meski dokter bisa saja memberitahu mereka. Mereka sengaja ingin menjadikan itu sebagai sebuah kejutan bagi mereka.Karena mereka belum tahu apakah anak mereka perempuan atau laki-laki, maka mereka berbelanja barang-barang yang netral saja, yang sekiranya cocok dipakai bayi perempuan maupun laki-laki, seperti warnanya yang netral untuk perempuan atau laki-laki, seperti warna biru, putih, atau k
Hari ini Naura pergi ke kantor suaminya. Ia merasa bosan harus berada di rumah sebesar itu sendirian.Para karyawan mengangguk sopan menyapa Naura—Bu boss.Naura membuka pintu ruangan Alfa dan ia melihat Alfa dan Vano terngah saling berdekatan, sangat dekat. Bahkan wajah mereka hampir saling menempel."Kalian lagi ngapain?" tanya Naura memasuki ruangan. Alfa dan Vano langsung menoleh bersamaan dan Vano pun bergerak menjauh."Kok kalian deket-deketan gitu? Kalian nggak belok kan?" tanya Naura lagi."Sialan! Aku masih sangat normal, tahu!" semprot Vano kesal karena dituduh hal yang tidak masuk akal."Ssttt ... nggak boleh ngomong kasar sama ibu hamil," kata Naura berlagak jadi wanita lembut.Vano mendengus kesal lalu duduk di kursinya. "Nggak lagi hamil, lagi hamil, tetep aja nyebelinnya nggak hilang-hilang," cibir Vano."Semoga aja nanti abis lahiran nyebelinnya tambah ya, Van," ucap Naura asal."Bodo amat dah, suka
"Ambil nasi goreng itu dan kasih gue uang satu juta," kata gadis itu dengan tersenyum miring.Alfa mendelik tajam. "Kamu memeras saya?""Nggak. Itu sih terserah lo aja. Kalau nggak mau ya udah sini balikin masi goreng gue. Lo lebih sayang uang satu juta lo atau istri lo?" kata gadis itu enteng dan terdengar meremehkan.Alfa ingin sekali meneriaki gadis itu, tapi dia teringat nasehat ibunya. 'Jaga sikapmu di luar sana. Ingatlah istrimu tengah mengandung.' Mengingat itu Alfa langsung mengurungkan niatnya.Alfa berpikir, apa sebaiknya dia membayar uang satu juta untuk nasi goreng itu?"Cepat putuskan. Gue nggak suka makan masi goreng yang udah dingin!" seru gadis itu mengagetkan Alfa dan membuyarkan lamunannya."Baiklah, saya beli nasi gorengmu seharga satu juta. Ini," kata Alfa pada akhirnya.Sambil terkekeh penuh kemenangan gadis itu menerima uang satu juta dari tangan Alfa."Senang bertransaksi sama lo," ucap gadis itu dan kemu
Tidak terasa, waktu begitu cepat berlalu. Usia kehamilan Naura sudah empat bulan. Keluarganya baru saja mengadakan upacara empat bulanan kehamilan Naura.Oh ya, Vano dan Safira juga sudah menikah. Mereka tinggal di rumah Vano bersama orang tua Vano—Danti dan Yoga.Perut Naura sudah mulai nampak menonjol. Karena usia kandungannya yang sudah ssmakin bertambah, kekonyolan Naura juga semakin berkurang. Maksudnya, kini Naura sudah jarang meminta hal-hal yang aneh-aneh. Yaaa ... tidak bisa hilang sepenuhnya, hanya kadang-kadang saja tapi Alfa sudah cukup bernapas lega karena dia bisa lebih fokus mengurus pekerjaannya sekarang."Sayang, pada usia empat bulan kandungan, Allah menurunkan nyawa pada janin di dalam perut. Sekarang anak ini telah bernyawa," ujar Nalin sambil mengusap lembut perut Naura."Kalian ajaklah dia berkomunikasi. Dia ada di dalam perut tapi dia bisa mendengar apa yang orang tuanya bicarakan. Lakukan hal-hal baik dan ajaklah dia mendenga
Meskipun merasa lega karena bapak botak itu nerbaik hati mengizinkan Alfa menyentuh kepalanya dan juga tidak mengecewakan Naura, tetapi tetap saja Alfa menanggung malu.Bahkan Alfa cepat-cepat pergi ke kasir sebelum menyelesaikan belanjanya.Bayangkan, seorang CEO Dynamite yang terkenal arogan kini melakukan hal memalukan seperti itu. Alfa beberapa kali menghela napas kasar dan juga merapalkan mantra semoga Naura tidak akan lagi memintanya melakukan hal aneh-aneh lagi.Alfa mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia ingin segera sampai di rumah dan dia ingin menghukum istrinya.Sampai di rumah Alfa menggendong Naura masuk ke dalam rumahnya tanpa mempedulikan belanjaan yang baru saja mereka beli."Alfa, apa yang kamu lakukan? Turunkan aku dan ambil belanjaannya. Aku mau masak, Alfa," kata Naura merajuk."Diamlah. Aku sedang marah sekarang," kata Alfa dengan ekspresi datar."Ma-marah?" lirih Naura terbata."Ya, aku marah. K
Hari ini adalah peata pernikahan Eza dan Sherly. Alfa, Naura, Safira dan Vano datang.Disana Naura banyak bertemu teman lama karena teman-teman Eza adalah teman-teman Naura juga di tempat kerjanya yang lama.Termasuk Adam yant waktu itu pernah dibahas oleh Eza dan Naura saat mereka masih bersama."Heyyooo ... sombing sekali sekarang kamu, Ra, nggak pernah mau main-main ke kantor," celetuk Adam."Adam, mana mungkin aku main-main ke kantor. Aku udah bukan apa-apa lagi disana. Kecuali kalau itu perusahaan nenek moyangku," balas Naura."Nenek moyang kita kan sama, Ra. Sama juga sama nenek moyangnya pak boss. Sama-sama seorang pelaut. Kan ada tuh lagunya, nenek moyangku seorang pelaut ...." ujar Adam diakhiri dengan nyanyian pendek.Alfa terkekeh pelan. Adam pun menoleh."Hei, Naura, suamimu tertawa," celetuk Adam. Naura jadi ikut tertawa."Hei, Bro, salam kenal, aku temannya Naura," sapa Adam menyapa Alfa."Ya, salam kenal.