Meski pun diusir keluar dari rumah keluarga Sudiro, dan hanya tinggal di apartemen sendirian, tidak lantas membuat Aisha berhenti memperjuangkan kembali cinta suaminya. ia tetap memantau kondisi terkini ibu mertuanya, Rosana. Ia tahu, hari ini mertua yang tidak pernah menyayanginya itu dijadwalkan operasi bedah toraks dan kardiovaskular. Tetapi ia tidak berani datang langsung ke rumah sakit. Karena ia tahu, Adrian masih emosi soal apa yang telah terjadi. Namun, mengetahui kabar kalau operasinya berjalan lancar, Aisha berniat memperbaiki pendapat Adrian mengenai dirinya. Sekali lagi ingin menjelaskan, bahwa dirinya tidak pernah ingin mencelakai Rosana. Namun, apa yang dilihatnya?
Syahlana ada di samping Adrian. Bersikap seolah menjadi satu-satunya istri. Apalagi mendengar Adrian ingin mempertemukan Aurora dengan ibu kandungnya itu. Sungguh tidak dapat diterima oleh Aisha.
"Kamu gak punya hak melarang Syahlana bertemu dengan Aurora, apalagi mengakui hubungan darah antara
Aisha membawa Aurora ke apartemen barunya, rupanya ia sudah membelikan pakaian baru untuk baju ganti sang anak. Apakah ia sudah merencanakan ini?"Ra, mandi dan ganti baju dulu ya, Sayang. Setelah itu kita bisa pergi jalan-jalan, seperti yang tadi mama bilang." Begitu kata Aisha."Iya, Ma."Aisha mematikan ponsel. Ia tidak mau dengar kemarahan Adrian, karena sudah lancang membawa pergi anaknya tanpa izin.Sementara itu, Adrian sudah menebak, pasti Aisha yang bawa pergi Aurora. Ia terus menelepon Aisha, tapi tidak dijawab-jawab. Maka, Adrian segera mendatangi apartemen Aisha. Lokasinya memang tidak jauh dari rumah keluarga Sudiro. Namun, sesampainya di sana, Adrian tidak menemukan siapa-siapa. Jangankan orangnya, mobil Aisha juga sudah tidak ada. Lantas, Adrian menemui security."Loh, bukannya penghuni apartemen nomer 17 itu sudah pamitan mau pindah ke luar kota, ya?" Begitulah informasi yang didapatkan Adrian dari petugas keamanan apa
Syahlana meninggalkan Adrian yang masih berkutat dengan pikirannya di ruang tamu. Ia menangis sendirian di dalam kamar. Memang sikap ini yang harus ia tunjukkan, agar Adrian segera melupakannya. Biarlah dianggap ibu yang tiada berperasaan.San tidak betah berlama-lama di dapur. Ia masih ingin main. Sehingga, ketika lepas dari pengawasan David, anak itu menyelinap masuk ke dalam rumah. Ia melihat Adrian di ruang tamu. "Oncle Ian?"Sejenak, Adrian bisa menyingkirkan perasaan sedihnya dengan melihat San. "San?""Kenapa Oncle sedih?" tanya San. Rupanya anak itu sempat melihat tatapan sendu."Gak sedih, kok," jawab Adrian. "Hanya lelah setelah menempuh perjalanan jauh dari Jakarta ke Bandung ini."San manggut-manggut, mengerti. "San rindu Rara," kata San.Sungguh miris mendengar kalimat itu meluncur dari mulut kecil San.Lalu Adrian berkata, "Rara juga kangen sama San."Kemudian, Zivara datang. "San, ayo mandi! Udah so
Adrian mendapatkan lokasi, di mana Aisha membawa Aurora."Aku akan jemput Aurora dari sana."Syahlana mengangguk. "Iya, Mas. Mudah-mudahan, Aurora dalam keadaan baik."Hari itu, juga, Adrian berangkat ke Serang. Ternyata, Aisha membawa Aurora ke sana. Sungguh tidak disangka memang.Polisi yang ditugaskan mencari keberadaan Aisha dan Aurora, melacak ponsel Aisha dengan GPS. Bekerja sama dengan polisi siber. Nomor itu akan terlacak, apabila pemiliknya melakukan aktivitas internet.Polisi bernama Yahya, yang masih rekan baik keluarga Sudiro, memberikan kabar baik ini pada Rosana. "Kami akan segera menemukan cucu Mbak Ros, dan menangkap pelakunya.""Iya, Mas Yahya! Tangkap aja pelakunya! Hukum seberat-beratnya!" Rosana sangat jengkel, karena tahu, pelakunya adalah Aisha. Hal ini menjadi kesempatan baginya untuk menyingkirkan sang menantu yang tak diinginkan."Tenang saja, Mbak Ros. Kami akan pastikan cucu Mbak
Adrian belum bisa menerima keputusan Syahlana. Ketika wanita itu hendak beranjak dari duduknya, ia mencegahnya melangkah lebih jauh. "Tunggu dulu, Lana. Kalau persyaratan Mama seperti itu, dan kamu menolak. Lantas, bagaimana nasib Aisha?" Benarkah pertanyaan ini menandakan Adrian masih peduli pada Aisha? Atau hanyalah cara untuk membuat Syahlana berubah pikiran."Aku akan minya Zivara menangani masalah hukum untuk Aisha. Aku yakin, sesama wanita, Mama juga akan mengerti tentang keputusanku." Begitu jawab Syahlana."Kenapa sih? Apa yang membuat kamu gak mau kembali sama kami? Apakah kamu gak ingin dengar Aurora manggil kamu ibu?""Apa gunanya panggilan ibu untukku, kalau cuma aku yang bahagia, sementara ada orang lain yang menangis pilu meratapi nasib kehidupannya? Allah kasih aku dua anak sekaligus, kurasa bukan untuk menjadikan aku wanita yang tamak. Sudah benar, aku menyerahkan Aurora pada Aisha." Penjelasan macam apa yang keluar dari wanita seperti Syahlana i
Dalam perjalanan pulang dari makan malam itu, anak-anak tertidur di tempatnya masing-masing. Aurora di jok depan, samping Adrian, sedangkan San, di jok belakang, dengan kepala mereka di pangkuan Syahlana."Ee, itu tadi... soal Ilham, benarkah cuma begitu saja hubungan kalian?" tanya Adrian yang masih saja cemburu.Syahlana mendesah. "Aku udah jelasin semuanya. Kamu masih mau dengar yang seperti apa lagi?""Ya, engga, sih. Dia pasti menjaga kalian dengan baik," tandas Adrian."Sejujurnya, ya. Dia menjaga aku dan San sejak pertama kali kami bertemu kembali di Italia kala itu. Saat itu, San masih sangat kecil, dan berada dalam gendonganku." Syahlana menceritakan bagaimana dia bertemu dengan Ilham tanpa sengaja. "Tapi pada kenyataannya dia memang teman lamaku."Meski sudah dijelaskan, tetap saja, Adrian masih merasa cemburu dan khawatir.Sesaat mereka sama-sama diam. Syahlana membelai kepala San. Adrian fokus menyetir. Kemudian, Syahlana bertany
Adrian mendengar kabar bahagia itu, dari Rosana. "Beneran, Ma? Syahlana udah gak lagi menolak kembali sama kita?" Rasanya hampir tidak percaya. Apalagi mendengar cerita tentang perubahan sikap Aisha. Rasanya seperti mimpi."Bener, Ian. Maka dari itu, Mama ingin kamu menjemput Syahlana dan San, untuk kembali melangkah masuk di rumah kita." Rosana juga terdengar begitu antusias.Memang, Syahlana menganggukkan kepala, menyetujui permintaan Aisha, agar bisa kembali ke keluarga Sudiro. Tetapi, ada hal lain yang menjadi beban pikirannya. Apa yang harus dia katakan kepada San, kenapa mereka tinggal di rumah keluarga itu? San adalah anak yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Pertanyaan "kenapa" tidak cukup satu kali diutarakan. Lagi pula, secara agama, hubungan Syahlana dan Adrian, bukan lagi suami dan istri.Zivara kembali ke Bandung. Acara tahlilan akan segera berakhir. Sesampainya di Bandung, ia menceritakan yang terjadi di Jaka
Ilham tidak habis pikir. Bagaimana Syahlana dengan begitu mudahnya setuju kembali pada Adrian. Setidaknya itu menurut Ilham. Bahkan anak-anak mereka sudah tahu siapa yang sebenarnya disebut orang tua kandung."Aku udah pikirin semuanya dengan serius, Ham. Tapi jalan ini yang akhirnya kutemukan." Syahlana menjelaskan. "Jadi, gak tepat kalau kamu bilang aku gampang memutuskan semua ini."Sebelum menjelaskan semuanya, Syahlana sudah meminta Gala untuk membawa San bermain di luar."Maksud aku tuh, setelah apa yang keluarga itu lakukan sama kamu, Lana," ungkap Ilham. "Tapi ini belum terlambat, kalau kamu mau berubah pikiran." Ia menatap Syahlana. "Setelah kelar acara tahlilan ayah kamu, ayo, kita balik ke Paris! Bawa San sekalian. Kita lanjutin kehidupan yang menyenangkan di sana. Kamu gak perlu pusing mikirin semua yang di sini."Sebelum ini, sejujurnya Syahlana sangat ingin melakukan apa yang Ilham sarankan. Namun, saat ini, pasti Adrian sudah menjelaskan pa
Dokter Zafran sudah mengizinkan Rosana meninggalkan rumah sakit, dengan syarat wajib control setiap dua minggu sekali. Hari itu, Adrian dan Syahlana, juga si kembar yang menjemputnya. Betapa bahagia hati Rosana melihat keluarga kecil putranya ini. Tampak, Adrian mendorong kursi roda, menuju keluar dari rumah sakit. Di samping mereka berjalanlah Syahlana yang anggun. Sedangkan San dan Aurora berjalan di depan mereka. "Mama seneng deh melihat kalian barengan kayak gini, sebagai keluarga," ungkap Rosana. Ia terus saja memegangi tangan Syahlana. "Kalian jangan lagi berpisah, ya. Kalau terjadi lagi, Mama gak akan mampu menerima situasinya." Syahlana membungkuk, dan bicara kepada mertuanya, "Ma, semua hal ada jalannya. Ada yang bisa kita rencanakan, tapi tetap Tuhan yang memutuskan." "Makanya, rencanakan yang baik-baik aja. Supaya hasilnya gak jauh dari yang baik-baik juga." Permintaan Rosana ini mendapat anggukan dari Syahlana. "Trus, kapan kamu akan tingg
Beberapa bulan kemudian Syahlana melahirkan seorang bayi perempuan. Ia dan Adrian pun sepakat menamai bayi baru mereka Rosana Aisha Ramadan. Sebagai bentuk sayang dan rasa terima kasih kepada kedua wanita yang telah menghadap Sang Kuasa terlebih dulu. Pagi itu, Syahlana menggendong bayinya yang berusia satu bulan, di balkon. Berjemur matahari pagi, menuai vitamin dari kehangatannya. Lalu San masuk ke dalam kamar. Anak itu sudah mengenakan seragam sekolah pramukanya. Membuat Syahlana lantas ingat, ini sudah akhir pekan. "Maman, hari ini waktunya San dan Rara terima raport semester pertama," kata San. "Nanti Maman atau Pere yang ambil?" Syahlana tersenyum. "Pere yang ambil ya, San. Soalnya ini, Maman gak bisa tinggalin adek Ocha." San tampak manyun. "Nanti itu, kan San tampil baca puisi. Maman dan Pere datang, ya?" Astaga, Syahlana hampir lupa, kalau San menganggap hari ini sangatlah penting
Bagaikan mendengar guntur terbesar dalam sejarah hidupnya. Adrian menolak keinginan Syahlana. "Aku pernah mengalami situasi seperti ini, dan tidak, Sayang. Tidak lagi. Apalagi, sekarang ini, seluruh perasaanku hanya buat kamu. Aku gak sanggup membaginya.""Mas, coba pakai hati nurani kamu. Aisha itu sebatang kara. Dia tidak punya orang tua, saudara, apalagi anak. Suami yang dia cintai meninggalkannya. Betapa hidupnya sangat menyedihkan sekarang ini." Syahlana ingin Adrian rujuk dengan Aisha. Menikahi kembali wanita itu. "Aku tahu, di dalam lubuk hati kamu yang paling dalam, perasaan kamu pada Aisha masih ada.""Gak ada, Sayang! Aku hanya mencintai kamu. Semenjak apa yang sudah diperbuat Aisha pada keluarga ini, perasaanku sama dia luntur begitu saja. Lenyap. Sudah gak ada lagi." Adrian bersikukuh menolak."Mas, tolong kamu pertimbangkan baik-baik. Pikirkan dengan matang. Tetapi, kalau memang pada akhirnya keputusan kamu tetap sama, aku akan berhenti memohon. Han
Sidang putusan atas kasus yang menjerat Aisha digelar. Kasus yang menyeretnya berhadapan dengan hukum, antara lain adalah penculikan terhadap anak usia enam tahun Muhammad Hassan Ramadan, juga pembeli arsenik ilegal, dan pembunuhan berencana terhadap ibu mertuanya, Rosana Ramadan.Syahlana dan Adrian hadir dalam persidangan itu.Aisha mengenakan kemeja putih dan celana panjang berwarna hitam. Kepalanya terus tertunduk. Ia didampingi oleh seorang pengacara yang disediakan oleh lembaga hukum. Berita acaranya dibacakan hakim dan rekan-rekannya secara bergantian."Semua bukti telah diperiksa dan valid. Sedangkan saksi telah memberikan kesaksiannya. Kesemuanya itu telah membuktikan dengan akurat, bahwa terdakwa melakukan semuanya dengan sengaja. Oleh karena itu, berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kami menuntut hukuman penjara seumur hidup untuk terdakwa," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU).Hakim membaca kembali garis besar dalam berita acara. Be
Rumah Keluarga SudiroDi sana sudah ada Zivara, David, Gala, Lia, dan Juki, beserta beberapa guru sekolah dari TK Bunda Pertiwi, seperti Bu Zoya dan Bu Tia. Mereka sedang bersiap, hendak menyambut kepulangan San. Hari itu, David memasak menu yang spesial untuk sang jagoan cilik."Mereka udah sampai mana, Beb?" tanya David."Kak Lana tadi ngabarin, mereka sudah di jalan tol," jawab Zivara, yang sedang memeriksa ulang dekorasi di ruang tamu, bersama Zoya dan Tia.Lia dan Gala menata makanan di meja makan, dibantu Sumi. Sedangkan Juki ditugaskan mengupas kelapa, karena San sangat suka air kelapa muda.Zoya memasang balon-balon di dinding, dengan diikatkan pada sebuah kawat. Tia memasang gambar-gambar di dinding. Ada tokoh Captain America kesukaan San, juga Snow White kesukaan Aurora."Saya kangen lihat Rara dan San main bareng di sekolah," ungkap Tia."Ya. Aku juga," sambut Zoya. "Rasanya suda
Setahun lalu, ketika prosesi Mammanu'-manu', yaitu ketika calon mempelai laki-laki akan mendatangi orang tua mempelai perempuan dan meminta izin untuk mempersunting gadis pujaannya. Dan ketika momen ini juga dimanfaatkan untuk membahas besaran nilai uang panaidan mahar, jika memang keluarga mempelai perempuan menerima pinangan sang laki-laki.Kedua orang tua Jannah yang merupakan orang asli Jawa Timur, kurang paham dengan adat mereka. Maka, mereka meminta Pak RT yang juga keturunan Bugis, mewakili keluarga ini untuk mendampingi mereka menjalani prosesi tersebut. Acaranya cukup meriah. Dihadiri banyak tetangga mereka, kala itu.Pada acara ini pula, selain menentukan uang panai, kedua mempelai juga menjalani proses pertunangan. Nah, untuk pertunangannya ini, Ibunya Jannah meminta adat Jawa. Namun, karena terbatasnya pengetahuan orang Bugis mengenai lamaran atau pertunangan adat Jawa ini, maka dilaksanakan secara informal.Kala itu, Naing menyatakan
Lagi, Aisha harus merasakan dinginnya di balik jeruji besi. Akibat perbuatannya yang tidak termaafkan. Sendirian, duduk di sudut ruangan. Menunggu keputusan hukum. Seberapa lama hendak mendekam di tempat ini.Kenangan lama kembali menari di ingatannya. Ketika dahulu Adrian masih hanya jadi suaminya seorang. Setiap hari mengucapkan kata cinta. Lebih jauh lagi, Aisha teringat saat dulu pertama kali kenal Adrian, lalu saling jatuh cinta, dan memutuskan pacaran, pada akhirnya menikah.Saat itu, Aisha masih tinggal di Bandung, di sebuah panti asuhan Mentari Bunda. Sebagai salah satu orang dewasa yang tinggal di panti asuhan sejak kecil, dan belum pernah diadopsi, Aisha memutuskan mengabdi di tempat itu. Nah, yayasan yang menaungi Mentari Bunda, adalah perusahaan keluarga Sudiro.Suatu hari, di panti asuhan sedang diadakan sebuah acara untuk memperigati 17 Agustus-an. Semua anak hingga yang remaja, bahkan yang dewasa mengikuti lomba. Balap
Cuaca di desa Marukangan sore ini tidak panas, juga tidak dingin. Terasa hangat. Banyak anak-anak bermain di lapangan, depan rumah Herlin. Wanita pemilik warung ayam lalapan itu duduk di emperan warungnya. Melihat anak-anak bermain layangan. Menarik ulur senar layangan. Ada juga yang berlarian mengejar layangannya yang putus.Kemudian, Herlin melihat, di tengah-tengah kerumunan anak-anak itu, ada San yang baru berhasil menaikkan layangannya ke udara. Dia begitu terampil menarik ulur layangannya yang berwarna merah. Ia tidak sendirian. Ada Faisal dan teman-teman lainnya.Semenjak Komang ditangkap, Jannah tidak lagi khawatir, dan bisa membiarkan San bebas main keluar rumah bersama anak-anak lainnya."San!" Herlin memanggilnya.Melihat Herlin, San jadi ingat, pertama kali datang ke tempat ini, terbangun di rumahnya. Anak itu sepertinya merasa takut dan trauma. Ia memilih pindah tempat bermain di dekat rumah Jannah, tempatnya tinggal sekarang.
Marukangan, Sandaran, Kutai Timur, Kalimantan TimurSejak Komang ditangkap malam itu, Jannah tidak lantas membawa anak-anak kembali ke Marukangan. Untuk meringankan beban trauma pada mereka, Jannah memutuskan untuk membiarkan keduanya menikmati liburan di pantai ini. Bermain dan bersenang-senang.Tidak hanya bermain di pantai, Andi Fachri juga mengajak mereka bertandang ke rumah-rumah saudara di sekitar sana, guna menghibur mereka, terutama San. Anak itu dipertemukan dan dikenalkan dengan anak-anak lain yang rata-rata seumuran, dan membiarkan mereka bermain bersama.Hingga suatu malam, mereka bertandang ke sebuah rumah milik sepupunya Andi Fachri. Di rumah itu, jaringan telepon lumayan bagus. Jannah menerima pesan masuk pada handponenya yang bukan android. Dari Naing. Dalam pesannya itu, ia memberikan nomor handphone yang bisa menghubungkannya dengan orang di Jakarta, polisi yang menangani pencarian San, namanya Yahya. Jannah pun t
Malam tiba. Mereka semua menginap di rumah pamannya Naing yang juga seorang Andi. Sepertinya anak-anak sudah capek bermain, sehingga mereka bisa tidur lebih cepat setelah makan malam. Jannah membantu Mamak Zainab dan putrinya Fira menyiapkan kopi dan teh untuk disuguhkan pada para pria yang sedang mengobrol di ruang tamu. "Memang, si Komang itu kapan coba mau tobatnya?" umpat Andi Fachri, pamannya Naing. "Memisahkan seorang anak dari orang tuanya, itu dosa besar. Apalagi menculik. Dia selalu kalau datang ke Marukangan, hanya untuk menghapus jejak kejahatannya." Lintang ikut kesal. "Kalau saya yang jadi orang tua anak itu, sudah saya parang kali itu Komang!" Lalu keluarlah Jannah, beserta Mamak Zainab dan Fira. Jannah menyajikan minuman. Memindahkan cangkir-cangkir dari nampan ke meja. Sedangkan Fira menyuguhkan gorengan singkong, juga secobek sambal gami sebagai cocolan. Sambal gami merupakan salah satu makanan khas masyarakat d